KEPERAWATAN JIWA
Oleh :
NI LUH GEDE BINTANG KARTIKA
NIM: 209012472
2. Etiologi
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss
berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri
(Townsend, M.C, 2015).
a. Faktor pencetus :
1) Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladptif
yang baru mulai dipahami.
2) Psikologis
Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif
belum didukung oleh penelitian ( Stuart dan Sundeen, 2009 ).
3) Sosio Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizoprenia
dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan ( Stuart dan Sundeen, 2009 ).
b. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
a). Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.
b). Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c). Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak.
d). Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e). Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
c. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
d). Rentang respon halusinasi
3. Patofisologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.
Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat
timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma
otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau
kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik. klien yang mendengar
suara – suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami
berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien.
Suara– suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau
membunuh orang lain.
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Herman, 2011):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
2007) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak bisa mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
5. Klasifikasi / Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Visual
Pengelihatan bisa berbentuk seperti orang, binatang, atau tidak berbentuk
sinar kilat, bisa berwarna atau tidak berwarna.
b. Halusinasi Dengar
Bisa berupa suara manusia, hewan, mesin music, ataun kejadian alam
lainnya.
c. Halusinasi Penciuman
Bisa mencium bau khusus dimana orang lain tidak mencium
d. Halusinasi Pengecapan
Bisa mengecap/merasakan sesuatu ada yang enak atau tidak
e. Halusinasi Perabaan
Bisa merasakan suatu perabaan, sentuhan tiupan disinari, dipanasi
f. Halusinasi Kinestetik
Anggota badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya
bisa merasakan suatu gerakan seperti pada pasien ambulasi
g. Halusinasi Vesceral
Seperti ada rasa – rasa tertentu yang terjadi di dalam organ tubuh
h. Halusinasi Histerik
Timbul pada neurosa histerik karena adanya konflik emosional
i. Halusinasi Hipnogogik
Sensori persepsi yang muncul setelah bangun tidur
j. Halusinasi Hipnopompik
Seperti halusinasi hipnogogik tetapi terjadi tepat sebelum terbangun .
disamping itu adapula pengalaman halusinatorik dalam impian normal.
k. Halusinasi Perintah
Isinya menyuruh klien untuk melakukan sesuatu seperti bunuh diri,
mencabut tanaman, dll. (sumber: Azis, 2011).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien
di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di
sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan
dinding, majalah dan permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan
orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.
Pohon Masalah
Hari / Perencanaan
No. Diagnosa
Tgl / Intervensi Rasional
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Jam
1 2 3 4 5 6 7
Gangguan TUM : 1. Setelah …x 1. Bina hubungan saling percaya dengan 1. Pembinaan hubungan saling percaya
Sensori Klien dapat interaksi klien menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar terjadinya
Persepi : mengontrol menunjukkan tanda- terapeutik : komunikasi terbuka sehingga
halusinasi halusinasi tanda percaya Sapa klien dengan ramah, baik mempermudah dalam menggali
(lihat /dengar yang terhadap perawat : verbal maupun non verbal. masalah klien.
/penghidu/rab Dialaminya. Ekspresi wajah Perkenalkan nama, nama
a/kecap ). bersahabat. panggilan, dan tujuan perawat
Menunjukkan berkenalan.
TUK 1 : rasa senang. Tanyakan nama lengkap dan nama
Klien dapat Ada kontak mata. panggilan kesukaan klien.
membina Mau berjabat Buat kontrak yang jelas.
hubungan tangan. Tunjukkan sikap jujur dan
saling percaya Mau menepati janji setiap kali interaksi.
dengan menyebutkan Tunjukkan sikap empati dan
perawat. nama. menerima klien apa adanya.
Mau menjawab Beri perhatian dan perhatikan
salam. kebutuhan dasar klien.
Klien mau duduk Tanyakan perasaan klien dan
berdampingan masalah yang dihadapi klien.
dengan perawat. Dengarkan dengan penuh perhatian
Bersedia ekspresi perasaan klien.
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.
TUK 2 : 1. Setelah …x 1. Adakan kontrak sering dan singkat 1. Dengan kontak sering dan singkat
Klien dapat interaksi klien secara bertahap. diharapkan klien dapat mengurangi
mengenal menyebutkan : 2. Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya.
halusinasinya. Isi. dengan halusinasinya ( halusinasi 2. Untuk mengetahui jenis halusinasi
Waktu. lihat / dengar / penghidu / raba / klien serta dapat untuk mengarahkan
5. Evalusasi Keperawatan
a. Klien akan mampu membina hubungan saling percaya
b. Klien akan memahami cara menghardik
c. Klien akan dapat mengontrol halusinasi
d. Klien akan memahami program terapi yang diberikan
e. Klien akan mengungkapkan tidak adanya halusinasi
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1, SP
2 dan SP 3)
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan
melakukan kegiatan
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan
DAFTRAR PUSTAKA
Azizah, M. (2016). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Carpenito, L.J. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Herman, Ade. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medical Book
Surya, Direja dan Ade Herman. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Stuart, G.W dan Sundeen. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Kusumawati, Farida Hartono Yudi. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.
2. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir,
yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic
3. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir:
waham, yaitu :
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.
4. Mekanisme Koping
1. Klien : identifikasi koping kekuatan dan kemampuan yang masih
dimiliki klien.
2. Sumber daya dan duungan sosial : pengetahuan keluarga, finansial
keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia, kemampuan
keluarga memberikan asuhan.
5. Proses terjadinya
Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
a. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis.Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi
pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas.Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakuakn
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi.
Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai
seorang yang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga
oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
b. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya.Misalnya, saat lingkungan sudah
banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut.Padahal self
reality-nya sangat jauh.Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Tetapi mengahadapi kenyataan bagi klien adalah
sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan
untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam
hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal.Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan
secara adequate karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga
perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak
merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (Super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering diserati halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya.Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interkasi sosial (isolasi sosial).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk menggung kayakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya kayakinan religiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta konsekuensi
sosial.
6. Klasifikasi, Jenis dan Sifat Masalah
Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran dan arus
pikiran. Menurut Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan, symbol dan
asosiasi yang diarahkan oleh tujuan, dimulai oleh suatu masalah atau tugas
dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan.
a. Gangguan Bentuk Pikir
Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran
rasional, logic dan terarah pada tujuan.
1) Dereisme/ pikiran dereistik
Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses
mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses
mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan,
logika atau pengalaman.
2) Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari
dalam pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham,
atau halusinasi. Cara berfikir seperti ini hanya akan memuaskan
keinginannya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
seitarnya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
sekitarnya. Hidup dalam alam pikirannya sendiri.
3) Bentuk pikiran non realistic
Bentu pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan,
mengambil sesuatu kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.
b. Gangguan Arus Pikir
Yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang
timbul dalam berbagai jenis :
1) Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran atau
tema secara berlebihan.
2) Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada
hubungannya satu sama lain, misalnya “saya mau makan semua
orang dapat berjalan-jalan”. Bila ekstrim, maka akan terjadi
inkoherensi.
3) Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu
kalimat pun sudah sulit ditangap atau diikuti maksudnya.
4) Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat
sekali atau sangat cepat.
5) Benturan : piiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah
kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan mengapa ia berhenti.
6) Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi tanpa
kontrol, mungkin koherent atau incoherent.
7) Pikiran melayang (flight of ideas) :perubahan yang mendadak lagi
cepat dalam pembicaraan, sehingga satu ide yang belum selesai
diceritakan sudah disusul oleh ide yang lain.
8) Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai
persamaan bunyi, misalnya pernah disengar “saya mau makan”
diutarakan seakan berontak.
9) Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami oleh
umum, misalnya : saya radiitu, semua partinum.
10) Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya
dengan pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
11) Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak
langsung kepada ide pkok dengan menambahan banyak hal yang
remeh-remeh yang majemuk dan tidak relevan.
12) Main-main dengan kata-kata : membuat sejak secara tidak wajar.
13) Afasi : mungkin sensori (tidak atau sukar mengerti biacara orang
lain) atau motorik (tidak dapat atau sukar bicara), sering kedua-
duanya sekaligus dan terjadi kerusakan otak.
c. Gangguan Isi Pikir
Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran
yang diceritakan misalnya :
1) Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara
mengambang pada orang yang normal selama fase permulaan
narkosa (anastesi umum)
2) Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang
diharapkan/ diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
3) Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau
keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien,
biarpun diketahui bahwa hal itu irasional adanya.
4) Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun tidak
dikendalikannya dan diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau tidak
mungkin.
5) Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang
biasanya berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional
yang kuat.
6) Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang ekstrinsik,
tidak cocok dengan banyak hal, terutama dalam pergaulan dan
pekerjaan seseorang.
7) Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari
kadang-kadang memikirkan hal bunuh dari sampai terus menerus
memikirkan cara bagaimana ia dapat membunuh dirinya
8) Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau
sesuatu kejadian dihubungkan dengan dirinya.
9) Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi
lain, berbeda asing, umpamanya heran, siapakah dia itu
sebenarnya, rasanya ia berbeda sekali dengan orang lain.
10) Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat,
terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai
orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih
suka menyendiri.
11) Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri,
menyalahkan dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak
pernah dilakukannya.
12) Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka ada
orang lain yang telah merugikannya, sedang mengambil
keuntungan dari dirinya, atau sedang mencelakakannya.
13) Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang hal
seksual, kegairahan seksual berkurang secara umum
(hiposeksualitas).
14) Rasa salah : sering mengatakan ia telah bersalah; ini bukanlah
waham dosa.
15) Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak
hal pada bidangnya.
16) Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang
lain; buan waham curiga.
17) Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar
belakang kebudayaannya, biarpun dibutikan kemustahilan hal itu.
Menurut Direja (2011) dan Azizah (2011), adapun jenis-jenis waham, yaitu :
a) Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan
khusus atau berlebihan yang berbeda dengan orang lain,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b) Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c) Waham Curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
d) Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
e) Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
f) Waham Dosa
Keyakinan klien terhadap dirinya telah atau selalu salah atau
berbuat dosa atau perbuatannya tidak dapat diampuni lagi.
g) Waham yang bizar terdiri dari:
1) Sisp pikir yaitu keyakinan klien terhadap suatu pikiran
orang lain disisipkan ke dalam pikiran dirinya.
2) Siar pikir/broadcasting yaitu keyakinan klien bahwa ide
dirinya dipakai oleh/disampaikan kepada orang lain
mengetahui apa yang ia pikirkan meskipun ia tidak pernah
secara nyata mengatakan pada orang tersebut.
3) Kontrol pikir/waham pengaruh yaitu keyakinan klien bahwa
pikiran, emosi dan perbuatannya selalu
dikontrol/dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya yang
aneh.
7. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis
skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2009), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan
Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine
(Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat
diberikan apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai
tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik.Psikotherapi pada klien dengan gangguan
jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam
ruangan khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun
klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).
8. Rentang Respon Sosial
Menurut Stuart and Sundeen (2010) waham merupakan salah satu
respon persepsi paling maladaptif dalam rentang respon neurobiologi.
Rentang respon tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
E. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Proses Pikir: Waham
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronik
F. Intervensi Keperawatan
5. Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif
Keterangan :
a. Asertif
individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kupuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternative
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
d. Agresif
Prilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol
e. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
Perbandingan antara prilaku asertif, pasif, agrsif / kekerasan
Pasif Asertif Agresif
Isi Negatif menurun Positif dan Menyombongkan
pembicaraan menandakan diit, menwarkan diri, diri, memindahkan
contoh contoh : orang lain contoh
“dapatkah saya?” “saya dapat…. “ kamu selalu….”
“Dapatkah “saya akan…. “kamu tidak
kamu ?” pernah…”
Tekanan Cepat lambat , Sedang Keras dan mengotot
suara mengeluh.
Posisi badan Menundukan Tegap dan santai Kaku, cenderung
kepala
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap acuh jarak yang dan menyerang orang
mengabaikan nyaman lain
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam posisi
tenang menyerang
Kontak mata Sedikit/ sama Mepmpertahanka Mata melotot dan di
sekali tidak n kontak mata pertahankan
sesuai dengan
hubungan
6. Pohon Masalah
Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain sebagai
berikut:
a. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
b. Stimulus lingkungan
c. Konflik interpersonal
d. Status mental
e. Putus obat
f. Penyalahgunaan narkoba
9. Diagnosa keperawatan.
Resiko Perilaku Kekerasan
10. Rencana Tindakan Keperawatan
Tg No. Dx. Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
l Dx Keperawatan
Risiko TUM :
Perilaku Klien tidak melakukan tindakan 1. Setelah …x pertemuan 2. Bina hubungan saling percaya dengan :
Kekerasan. kekerasan. klien menunjukkan tanda- Beri salam setiap berinteraksi.
tanda percaya pada perawat Perkenalkan nama, nama panggilan
TUK 1 : : perawat, dan tujuan perawat
Klien dapat membina hubungan Wajah cerah, berinteraksi.
saling percaya. tersenyum. Tanyakan dan panggil nama kesukaan
Mau berkenalan. klien, tunjukkan sikap empati, jujur
Ada kontak mata. dan menepati janji setiap kali
Bersedia menceritakan berinteraksi.
perasaan. Tanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi klien.
Buat kontrak interaksi yang jelas.
Dengarkan dengan penuh perhatian,
ungkapan perasaan klien.
TUK 2 : 3. Setelah …x pertemuan, 2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
Klien dapat mengidentifikasi klien menceritakan marahnya:
penyebab perilaku kekerasan yang penyebab perilaku Motivasi klien untuk menceritakan
dilakukannya. kekerasan yang penyebab rasa kesal atau jengkelnya.
dilakukannya: Dengarkan tanpa menyela atau
Menceritakan penyebab memberi penilaian setiap ungkapan
perasaan jengkel atau perasaan klien.
kesal baik dari diri
sendiri maupun
lingkungannya.
TUK 3 : 3. Setelah … x pertemuan, 4. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda
Klien dapat klien menceritakan tanda- perilaku kekerasan yang dialaminya:
mengidentifikasi tanda-tanda tanda saat terjadi perilaku Motivasi klien menceritakan kondisi
perilaku kekerasan. kekerasan : fisik ( tanda-tanda fisik) saat perilaku
Tanda fisik : mata kekerasan terjadi.
merah, tangan Motivasi klien menceritakan kondisi
mengepal, ekspresi emosinya ( tanda-tanda emosional)
tegang, dll. saat terjadi perilaku kekerasan.
Tanda emosional : Motivasi klien menceritakan kondisi
perasaan marah, hubungan dengan orang lain ( tanda-
jengkel, bicara kasar. tanda sosial) saat terjadi perilaku
Tanda sosial : kekerasan.
bermusuhan yang
dialami saat terjadi
perilaku kekerasan.
TUK 4 : 4. Setelah … x pertemuan, 5. Diskusikan dengan klien perilaku
Klien dapat klien menjelaskan : kekerasan yang dilakukannya selama ini :
mengidentifikasi jenis perilaku Jenis-jenis ekspresi Motivasi klien menceritakan jenis-
kekerasan yang pernah kemarahan yang jenis tindak kekerasan yang selama ini
dilakukannya. selama ini telah pernah dilakukannya.
dilakukannya. Motivasi klien menceritakan perasaan
Perasaannya saat klien setelah tindak kekerasan tersebut
melakukan kekerasan. terjadi.
Efektifitas cara yang Diskusikan apakah dengan tindak
dipakai dalam kekerasan yang dilakukannya,
menyelesaikan masalah. masalah yang dialami teratasi.
TUK 5 : 5. Setelah … x pertemuan 6. Diskusikan dengan klien akibat negatif
Klien dapat klien menjelaskan akibat (kerugian) cara yang dilakukan pada :
mengidentifikasi akibat perilaku tindak kekerasan yang Diri sendiri.
kekerasan. dilakukannya : Orang lain / lingkungan.
Diri sendiri : luka, Lingkungan.
dijauhi teman, dll.
Orang lain/keluarga :
luka, tersinggung,
ketakutan, dll.
Lingkungan : barang
atau benda rusak, dll.
TUK 6 : 6. Setelah … x pertemuan 7. Diskusikan dengan klien:
Klien dapat klien : Apakah klien mau mempelajari cara
mengidentifikasi cara Menjelaskan cara-cara baru mengungkapkan marah yang
konstruktif dalam sehat sehat.
mengungkapkan kemarahan. mengungkapkan marah. Jelaskan berbagai alternatif pilihan
untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang diketahui
klien.
Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan marah :
- Cara fisik : nafas dalam, pukul
bantal/ kasur, olah raga.
- Verbal : mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal kepada orang
lain.
- Sosial : latihan asertif dengan orang
lain.
- Spiritual :sembahyang / doa, zikir,
meditasi, dsb sesuai keyakinan
agamanya masing-masing.
TUK 7 : 7. Setelah … x pertemuan 7.1 Diskusikan cara yang mungkin
Klien dapat klien memperagakan cara dipilih dan anjurkan klien memilih
mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku cara yang mungkin untuk
mengontrol perilaku kekerasan. kekerasan : mengungkapkan kemarahan.
Fisik : nafas dalam, 7.2 Latih klien memperagakan cara yang
pukul bantal/ kasur, dipilih :
olah raga. Peragakan cara melaksanakan
Verbal: cara yang dipilih.
mengungkapkan bahwa Jelaskan manfaat cara tersebut.
dirinya sedang kesal Anjurkan klien menirukan
kepada orang lain. peragaan yang sudah dilakukan.
Sosial : latihan asertif Beri penguatan pada klien,
dengan orang lain. perbaiki cara yang masih belum
Spiritual:sembahyang / sempurna.
doa, zikir, meditasi, dsb 7.3 Anjurkan klien menggunakan cara
sesuai keyakinan yang sudah dilatih saat marah /
agamanya masing- jengkel.
masing.
TUK 8 : 8. Setelah … x pertemuan 8.1 Diskusikan pentingnya peran serta
Klien keluarga : keluarga sebagai pendukung klien
Menjelaskan cara untuk mengatasi perilaku kekerasan.
merawat klien dengan 8.2 Diskusikan potensi keluarga untuk
perilaku kekerasan. membantu klien mengatasi perilaku
Mengungkapkan rasa kekerasan.
puas dalam merawat 8.3 Jelaskan pengertian, penyebab,
klien. akibat, dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga.
8.4 Peragakan cara merawat klien
(menangani petilaku kekerasan).
8.5 Beri kesempatan keluarga untuk
memperagakan ulang..
8.6 Beri pujian kepada keluarga setelah
peragaan.
8.7 Tanyakan perasaan keluarga setelah
mencoba cara yang dilatihkan.
TUK 9 : 9.1 Setelah … x pertemuan 9.1 Jelaskan manfaat menggunakan obat
Klien menggunakan obat sesuai klien menjelaskan : secara teratur dan kerugian jika
program yang telah ditetapkan. Manfaat minum obat. tidak menggunakan obat.
Kerugian tidak minum 9.2 Jelaskan kepada klien:
obat. Jenis obat (nama, warna, dan
Nama obat. bentuk obat).
Direja Ade Herman Surya. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika:
Yogyakarta.
Fitria,Nita. (2014). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.
Purba. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa.Medan: USU Press.
Keliat Budi Anna, Panjaitan Ria Utami, Helena Novy. (2011). Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa Edisi 2. EGC: Jakarta.
Kusumawati dan Hartono. (2015) .Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Sentuhan, perhatian, kehangatan, dari keluarga yang
menyebabkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan
dengan klien tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b. Komunikasi dalam keluarga
Klien sering mengalami kecemasan dalam berhubungan dengan
anggota keluarga : sering menjadi kambing hitam, sikap keluarga
yang tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak boleh). Situasi ini
membuat klien enggan berkomunikasi dengan orang lain.
c. Sosial budaya
Dikota besar, masing-masing individu sibuk memperjuangkan
hidup, sehingga tidak ada waktu bersosialisasi, situasi ini
mendukung perilaku menarik diri.
2. Faktor Presipitasi
a. Stressor sosiokultur
Menurunnya stabilitas unit keluarga. Berpisah dengan orang
yang berarti dalam kehidupannya, missal karena dirawat di rumah
sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasi. Sehingga memunculkan
stress.
C. Rentang respon
E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Haloperidol (HPD)
1) Indikasi
Berdaya berat dalam kemampuan, menilai realitas dalam fungsi
internal serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
2) Mekanisme kerja
Obat anti psikosi dalam memblokade dopamine pada reseptor
pasca sinoptik neuron di otak khususnya system limbik dan
system ekstra piramidal.
3) Efek samping
Sedasi gangguan otonomik, gangguan endokrin.
4) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, dan kelainan jantung.
b. Trihexipenidyl (THP)
1) Indikasi
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca encephalitis dan
idiopatik
2) Mekanisme kerja
Sinergis dengan kinidine, obat anti depresi dan anti kolinergik
lainnya.
3) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
binggung, takikardi, retensi urine.
4) Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap trihexipenidyl, psikosis berat,
psikoneurosis, dan obstruksi saluran cerna.
c. Risperidone
1) Indikasi
Untuk skizofreniaakut dan kronik, keadaan psikotik lain dengan
gejala (halusinasi, delusi, curiga, gangguan emosi) atau
mengurangi gejala afektif berhubungan dengan skizofrenia.
2) Efek samping
Insomnia, agitasi, cemas, sakit kepala, somnolen, lelah, takikardi.
3) Kontra indikasi
Hipotensi, penyakit ginjal, lanjut usia, Parkinson, epilepsi.
2. Terapi somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi
fisik klien. Walaupun yang diberikan perlakuan fisik adalah fisik klien,
tetapi target terapi adalah perlakuan klien. Jenis terapi somatik adalah
meliputi pengikatan, ECT, isolasi, dan fototerapi
a. Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual
untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk
melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang lain.
b. Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang
(Grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3
joule) melalui electrode yang ditempelkan di bebrapa titik pada
pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
c. Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di
ruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi
klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang
mungkin terjadi.
d. Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan
klien pada sinar terang 5-10 x lebih terang daripada sinar ruangan
dengan posisi klien duduk, mata terbuka, pada jarak 1,5 meter di
depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
3. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi
ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari perilaku yang
maladaptif menjadi perilaku adaptif. Jenis-jenis terapi modalitas antara
lain:
a. Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi
yang didasarkan pada pembelajaran hubungan interpersonal. Fokus
terapi aktifitas kelompok adalah membuat sadar diri (self-
awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya.
b. Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat
membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas kesehatan
yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sehat,
menciptakan lingkungan yang sehat, dan menggunakan sumber yang
ada dalam masyarakat.
c. Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi
modalitas lain atau berdiri sendiri, seperti Terapi okupasi, rekreasi,
gerak, dan musik.
d. Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau
pengalaman klien dalam suatu drama. Drama ini memberi
kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan
perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
e. Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan
penderita dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada
di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan.
Upaya terapi harus bersifat komprehensif, holistik, dan
multidisipliner.
F. Pohon Masalah
Saling menolong.
Dan kerugian menarik
diri, misalnya:
Sendiri.
Kesepian.
Tidak bisa diskusi.
TUK 4 : 4. Setelah …x interaksi, klien 4.1. Observasi perilaku klien saat
Klien dapat melaksanakan dapat melaksanakan berhubungan sosial.
hubungan sosial secara bertahap. hubungan sosial secara 4.2. Beri motivasi dan bantu klien untuk
bertahap dengan : berkenalan / berkomunikasi dengan :
Perawat. Perawat lain.
Klien lain. Klien lain.
Kelompok. Kelompok.
4.3. Libatkan klien dalam Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi.
4.4. Diskusikan jadwal harian yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan klien bersosialisasi.
4.5. Beri motivasi klien untuk melakukan
kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah
dibuat.
4.6. Beri pujian terhadap kemampuan klien
memperluas pergaulannya melalui
aktivitas yang dilaksanakan.
TUK 5 : 5. Setelah …x interaksi klien 5.1. Diskusikan dengan klien tentang
Klien mampu menjelaskan dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial
perasaannya setelah berhubungan perasaannya setelah dengan :
sosial. berhubungan sosial dengan Orang lain.
: Kelompok.
Orang lain. 5.2. Beri pujian terhadap kemampuan klien
Kelompok. mengungkapkan perasaannya.
TUK 6 : 6.1 Setelah … x pertemuan, 6.1 Diskusikan pentingnya peran serta keluarga
Klien mendapat dukungan keluarga dapat menjelaskan sebagai pendukung untuk mengatasi
keluarga dalam memperluas tentang : perilaku menarik diri.
hubungan sosial. Pengerian menarik 6.2 Diskusikan potensi keluarga untuk
diri. membantu klien mengatasi perilaku
Tanda dan gejala menarik diri.
menarik diri. 6.3 Jelaskan pada keluarga tentang :
Penyebab dan akibat Pengerian menarik diri.
menarik diri. Tanda dan gejala menarik diri.
Cara merawat klien Penyebab dan akibat menarik diri.
menarik diri. Cara merawat klien menarik diri.
6.2 Setelah … x pertemuan, 6.4 Latih keluarga cara merawat klien menarik
keluarga dapat diri.
mempraktekkan cara 6.5 Tanyakan perasaan keluarga setelah
merawat klien menarik mencoba cara yang dilatihkan.
diri. 6.6 Beri motivasi keluarga agar membantu
klien untuk bersosialisasi.
6.7 Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya merawat klien di rumah
sakit.
TUK 7 : 7.1 Setelah … x interaksi, 7.1 Diskusikan dengan klien tentang
Klien dapat memanfaatkan obat klien menyebutkan : manfaat dan kerugian tidak minum
dengan baik. Manfaat minum obat. obat, nama, warna, dosis, cara, efek
Kerugian tidak minum terapi dan efek samping penggunaan
obat. obat.
Nama, warna, dosis, 7.2 Pantau klien saat penggunaan obat.
efek terapi, dan efek 7.3 Beri pujian jika klien menggunakan
samping obat. obat dengan benar.
7.2 Setelah … x interaksi 7.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat
klien mendemonstrasikan tanpa konsultasi dengan dokter.
penggunaan obat dengan 7.5 Anjurkan klien untuk konsultasi
benar. kepada dokter / perawat jika terjadi
7.3 Setelah … x interaksi, hal-hal yang tidak diinginkan.
klien menyebutkan
akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi
dokter.
K. Implementasi Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi
L. Evaluasi Keperawatan
a. Pasien mengungkapkan masalahnya
b. Pasien dapat berkenalan dengan orang lain
c. Kontak mata (+)
d. Pasien mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain
e. Jadwal kegitatan pasien terisi
Anna, Budi Keliat. (2015). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Herman, Ade. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medical Book.
Rasmun. (2014). Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan.
Jakarta: CV Sagung Seto.
Stuart, GW. (2015). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH
A. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
3. Rentang Respon
Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan identitas Depersonalisasi
1
Gambar 1.1 : Rentang respon Harga Diri Rendah (Sumber Keliat 1999 dalam Fitria
2012)
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya.
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketidak dia tidak
mampu lagi menyelesaikan maslah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitass diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) yaitu mempunyai kepribadian yang
kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lai n secara intim.
Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain (Yosep, 2009).
4. Faktor-faktor
a. Faktor predisposisi
1) Penolakan orang tua
2) Harapan orang tua yang tidakrealistis
3) Kegagalan yang berulang kali
4) Kurang mempunyai tanggung jawab personal
5) Ketergantungan kepada orang lain
6) Ideal diri tidak realistis
b. Faktor presipitasi
1) Citra tubuh yang tidak sesuai
2) Keluhan fisik
3) Ketegangan peran yang dirasakan
4) Perasaan tidak mampu
5) Penolakan terhadap kemampuan personal
6) Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri
5. Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
a. Chlorpromazine ( CPZ ): 3 x100 mg
1) Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma social dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental :waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin.
2) Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak khususnya sistem
ekstra piramidal.
3) Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang disebabkan
CNS Depresi.
4) Efek samping
a) Sedasi
b) Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).
c) Gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia, sindrom Parkinson
tremor, bradikinesia rigiditas).
d) Gangguan endokrin (amenorhoe, ginekomasti).
e) Metabolik (Jaundice)
f) Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang
b. Halloperidol ( HP ): 3 x 5 mg
a) Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada lansia,
pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
b) Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai anti
psikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak depresif,
skizofrenia dan sindrom paranoid.Di samping itu haloperidol juga
mempunyai daya anti emetic yaitu dengan menghambat sistem dopamine
dan hipotalamus. Pada pemberian oral haloperidol diserap kurang lebih 60–
70%, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan
menetap 2-4 jam. Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi
berlangsung lambat, sebagian besar diekskresikan bersama urine dan
sebagian kecil melalui empedu.
c) Kontraindikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita yang hipersensitif
terhadap halloperidol, dan keadaan koma.
d) Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi reaksi
ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar. Kadang-kadang terjadi
gangguan percernaan dan perubahan hematologikringan, akatsia, dystosia,
takikardi, hipertensi, EKG berubah, hipotensiortostatik, gangguan fungsi
hati, reaksi alergi, pusing, mengantuk, depresi, oedem, retensio urine,
hiperpireksia, gangguan akomodasi.
c. Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg
a) Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstrapiramidal
berkaitan dengan obat-obatan antipsikotik.
b) Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan keduan
eurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susunan saraf pusat
asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan
kelebihan asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptorasetilkolin disekat
pada sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebih.
c) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau anti kolonergik lain, glaukoma,
ulkus peptik stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi leher kandung kemih,
anak di bawah 3 tahun, kolitisul seratif.
d) Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan kabur,
disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium, kelemahan,
amnesia, sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik,
hipertensi, takikardi, palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria,
dermatitis lain. Pada gastrointestinal seperti mulut kering, mual, muntah,
distress epigastrik, konstipasi, dilatasikolon, ileus paralitik, parotitis
supuratif. Pada perkemihan seperti retensi urine, hestitansi urine, disuria,
kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti
depresi, delusu, halusinasi, dan paranoid.
2. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama. (Maramis,2009)
3. Therapy KejangListrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua
temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik. (Maramis, 2009)
4. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia
yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan social untuk meningkatkan kemampuan
social. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi
interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
stimulasi kognitif / persepsi, therapy aktivitas kelompok stimulasi sensori,
therapy aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok
sosialisasi (Keliat dan Akemat,2009). Dari empat jenis therapy aktivitas
kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan
konsep diri harga diri rendah adalah therapy aktivitas kelompok stimulasi
persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy
yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat
berupa kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah.(Keliat dan
Akemat,2009).
C. Pohon Masalah
Isolasi sosial
Gambar 2.1 : Pohon Masalah Harga Diri Rendah (Sumber Keliat 2009 dalam Fitria
2012)
Pohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat. Masalah utama
adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien.
Umumnya, masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama.
Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan penyebab
masalah utama.
Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian
seterusnya. Akibat adalah adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang
merupakan efek atau akibat dari masalah utama.
E. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Tg No. Dx. Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
l Dx Keperawatan
1 Harga Diri TUM :
Rendah. Klien memiliki konsep diri yang 1. Setelah 2x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan
positif. menunjukkan ekspresi menggunakan prinsip komunikasi
wajah bersahabat, terapeutik :
TUK 1 : menunjukkan rasa senang, Sapa klien dengan ramah, baik verbal
Klien dapat membina hubungan ada kontak mata, mau maupun non verbal.
saling percaya dengan perawat. berjabat tangan, mau Perkenalkan diri dengan sopan.
menyebutkan nama, mau Tanyakan nama lengkap dan nama
menjawab salam, klien panggilan kesukaan klien.
mau duduk berdampingan Jelaskan tujuan pertemuan.
dengan perawat, mau Jujur dan menepati janji.
mengutarakan masalah
Tunjukkan sikap empati dan menerima
yang dihadapi.
klien apa adanya.
Beri perhatian dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.
TUK 2 : 2. Setelah …x interaksi klien 2.1 Diskusikan dengan klien tentang :
Klien dapat mengidentifikasi aspek menyebutkan : Aspek positif yang dimiliki klien,
positif dan kemampuan yang Aspek positif dan keluarga, lingkungan.
dimiliki. kemampuan yang Kemampuan yang dimiliki klien
dimiliki klien. 2.2 Bersama klien buat daftar tentang :
Aspek positif Aspek positif klien, keluarga dan
keluarga. lingkungan.
Aspek positif Kemampuan yang dimiliki klien.
lingkungan klien. 2.3 Beri pujian yang realistis, hindarkan
memberi penilaian negatif.
TUK 3 : 3. Setelah …x interaksi klien 3.1 Diskusikan dengan klien kemampuan
Klien dapat menilai kemampuan menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan.
yang dimiliki untuk dilaksanakan. yang dapat dilaksanakan. 3.2 Diskusikan kemampuan yang dapat
dilanjutkan pelaksanaannya.
H. Evaluasi
a. Pasien tampak tidak menyendiri lagi
b. Ekspresi pasien tampak tidak murung
c. Pasien tampak senang
Direja, Ade Herman Surya. (2016). Buku Ajar Asujan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Fitria, Nita. (2017). Prinsip dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (LP dan SP) untuk tujuh
Diagnosa Keperawatan Jiwa Berat bagi Profesi S1 Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Keliat, Budi Anna. (2014). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart dan Sundeen. (2014). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Adaptif Maladaptif
Keterangan :
a. Pola perawatan diri seimbang, saat pasien mendapatkan stresor dan
mampu untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan
pasien seimbang, pasien masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak, saat pasien mendapatkan stresor
kadang – kadang pasien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
c. Tidak melakukan perawatan diri, pasien mengatakan dia tidak peduli
dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
5. Tanda Dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur
5) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri
6. Klasifikasi
Menurut Nanda-I (2012), jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri
b. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
c. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
makan secara mandiri
d. Defisit perawatan diri : eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri
C. Pohon Masalah
Perawatan diri tidak efektif (BAB / BAK / PH / Nutrisi dan cairan )
D. Diagnosa Keperawatan
TUK 4 : 4. Dalam …x interaksi klien 4.1 Bantu klien saat perawatan diri :
Klien dapat melaksanakan mempraktekan perawatan Mandi.
perawatan diri dengan bantuan diri dengan dibantu oleh Gosok gigi.
perawat. perawat : Keramas.
Mandi. Berpakaian.
Gosok gigi. Berhias.
Keramas. Gunting kuku.
Berpakaian.
Berhias. 4.2 Beri pujian setelah klien selesai
Gunting kuku. melaksanakan perawatan diri.
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Identifikasi masalah: 1. Identifikasi masalah dalam
Kebersihan diri, berdandan, merawat pasien dengan masalah
makan, BAB/ BAK kebersihan diri, berdandan,
2. Jelaskan pentingnya kebersihan makan, BAB/BAK
diri 2. Jelaskan deficit perawatan diri
3. Jelaskan alat dan cara kebersihan 3. Jelaskan cara merawat pasien
diri dengan masalah kebersihan diri,
4. Masukan dalam jadwal kegiatan berdandan, makan, BAB/BAK
4. Bermain peran cara merawat
5. RTL keluarga/ jadwal untuk
merawat
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) 1. Evaluasi SP 1
2. Jelaskan pentingnya berdandan 2. Latih/ simulasi cara merawat
3. Jelaskan alat dan cara berdandan kebersihan diri dan berdandan
4. Latih cara berdandan 3. Latih langsung ke pasien
5. Masukan dalam jadwal kegiatan 4. RTL keluarga
SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu 1. Evaluasi SP 1 dan 2
2. Jelaskan alat dan cara makan yang 2. Latih langsung ke pasien cara
benar makan, BAB/BAK
3. Latih cara makan yang benar 3. RTL keluarga
4. Masukan dalam jadwal kegiatan
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kemampuan pasien yang 1. Evaluasi SP 1,2,3
lalu 2. Latih langsung ke pasien
2. Latih cara BAB/ BAK yang benar 3. RTL Keluarga: follow up dan
3. Masukan dalam jadwal kegiatan rujukan
DAFTAR PUSTAKA
Anna, Keliat Budi. (2011). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.
Direktorat Keperawatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. (2015).
Keperawatan Jiwa.Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa.
Fitria, Nita. (2015). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
2. Faktor Predisposisi
Secara universal karena ketidakmampuan individu untuk
menyelesaikan masalah, terbagi menjadi :
a. Faktor genetik (berdasarkan penelitian)
1) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
2) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.
b. Faktor biologis lain
Biasanya penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya : Stroke,
Gangguan kerusakan kognitif (demensia), Diabetes, Kanker, HIV/AIDS
c. Faktor psikososial dan ligkungan
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika : Teori Freud yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan
negatif terhadap diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Prilaku Kognitif : Teori Beck yaitu pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri.
3) Stressor Lingkungan : kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial.
7. Rentang respon
Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
5. Implementasi Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi
6. Evaluasi Keperawatan
Menurut Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015 adapan evalusia keperawatan antara
lain :
1) Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh
diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang
tetap aman dan selamat.
2) Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan
bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan
keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri.
3) Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan hal berikut.
- Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
4) Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan
asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat
pasien dengan risiko bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal
berikut.
- Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri.
- Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi anggota
keluarga yang berisiko bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA
Maramis. (2014). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Atrlangga University Press : Surabaya.
Stuart, GW. (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA RESIKO
BUNUH DIRI
Oleh :
NI LUH GEDE BINTANG KARTIKA
NIM: 209012472
IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny.D
Dirawat : Ruang A
Umur : 37 tahun
Tgl Pengkajian: 22 Oktober 2020
Alamat : Jl. Melati, Bali
Pendidikan : SMA
Agama : Hindu
Rawat : Rawat Inap
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
JenisKel. : Perempuan
No Rm : 209012
ALASAN MASUK
a. Data Pada saat masuk RS
Pada tanggal 20 Oktober 2020 pasien datang ke RSJ Provinsi Bali diantar oleh
keluarganya dan dibantu beberapa tokoh masyarakat ke UGD RSJ. Kondisi pasien
tersebut diikat, mata cekung, bau badan menyengat dan kotor, ada luka lecet
dipergelangan tangan, dan benjolan di kepala. Menurut keluarganya klien sempat
membenturkan kepalanya ke dinding sebelum dibawa ke UGD RSJ. Saat itu klien bicara
kacau dan mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja.
b. Data pada saat dikaji
Pasien mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja. Pada saat pengkajian
pasien tampak sudah sedikit kooperatif menjawab, pasien sudah dibersihkan dan sudah
tidak kotor dan bau sudah tidak terlalu menyengat
c.Riwayat Trauma
Aniaya fisik
Aniaya Seksual
Penolakan
Tindakan kriminal
Jelaskan : pasien mencoba melakukan usaha bunuh diri dengan menciderai diri
sendiri dan kemudian diketahui oleh keluarganya dan kemudian diceegah oleh
keluarganya
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 22 Oktober 2020
1. Keadaan umum :
2. Tanda vital :
TD :110/80 mmHg
N : 84 x/menit
S : 360C
P : 20 x/menit
3. Ukur : BB : 65 kg TB : 163 cm
Turun
Naik
4. Keluhan Fisik :
[] Nyeri : Ringan (1,2,3), Sedang (4,5,6), Berat terkontrol (7,8,9), Berat tidak
terkontrol (10), (Standar JCI)
Ya :
P : terdapat luka lecet dan benjol/memar
Q : pada pergelangan tangan terasa seperti teriris-iris dan pada kepala terasa
seperti tertekan/tertimpa benda berat
R : terdapat luka lecet dipergelangan tangan dan benturan pada kepala, rasa
sakit hanya dirasakan pada luka/memar dan tidak menyebar ke area lain yang
tidak cedera
S:4
T : nyeri dirasakan pada saat ada pergerakan pada pergelangan tangan dan jika
bagian luka atau memar disentuh, nyeri dirasakan secara bertahap
Tidak :
[ ]Keluhan lain
[]Tidak ada keluhan
Jelaskan :
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh Diri
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (Sebelum dan sesudah sakit)
1. Genogram :
X X
Keterangan Gambar :
= Laki - laki
= Perempuan
X = Meninggal
= Klien
= Tinggal serumah
= Hubungan Dekat
a. Citra tubuh : pasien (Ny.D) mengatakan tidak ada satupun bagian Tubuh yang
tidak disukai, semua bagian Tubuh saya sukai
b. Identitas dir : pasien (Ny.D) mengatakan dia terlahir sebagai perempuan dan
sekarang berusia 37 tahun serta sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Pasien
(Ny.D) bernama legkap Ny.DD dan biasa dipanggil Ny. D
c. Peran diri : pasien (Ny.D) mengatakan ia sebagai IRT mengurus anak, suami
dan mengerjakan pekrjaan rumah
d. Ideal diri : pasien (Ny.D) mengatakan untuk saat ini ingin pulang kerumah
ingin bertemu dengan anak dan suaminya
e. Harga diri : pasien (Ny.D) mengatakan sedih dan malu dengan kondisinya
saat ini, ia malu pada tetangga dan saudaranya karena ia dan suaminya memiliki
banyak hutang dan ditagih hutang dimana-mana tapi ia belum bisa membayar
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat :
pasien mengtakan sanagt dekat dengan anak-anaknya dan juga suaminya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Sebelum sakit pasien sering mengikuti kegiataqn di masyarakat seperti ngayah,
namun semenjak dirawat di RSJ Prof.Bali pasien biasanya diajak untuk
mengikuti kegiatan gotong royong direhab maupun diruangan
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Dirumah sakit pasien tidak menemukan hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain. Dirumahpun sama, pasien mengatakan tidak mempunyai hambatan
untuk berinteraksi dengan orang lain
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : pasien menganut Agama Hindu
b. Kegiatan ibadah : pasien mengatakan sering sembahyang
STATUS MENTAL
1. Penampilan
[] Tidak rapi
[ ] Penggunaan pakaian tidak sesuai
[ ] Cara berpakaian tidak sesuai fungsinya
Jelaskan : pnampilan pasien tampak sedikit kurang rapi, baju berwarna biru dan
celana hitam yg sedikit kotor
2. Pembicaraan
[] Cepat
[ ] Keras
[ ] Gagap
[ ] Apatis
[ ] Lambat
[ ] Membisu
[ ] Tidak mampu memulai pembicaraan
[ ] Lain-lain
Peningkatan :
Hiperkinesia, hiperaktifitas
Gagap
Stereotipi
Gaduh gelisah katatonik
Mannarism
Katapleksi
Tik
Ekhopraxia
Command automatism
Grimace
Otomatisma
Negativisme
Reaksikonversi
Tremor
Verbigerasi
Berjalan kaku/rigid
Kompulsif : sebutkan
Jelaskan : pada saat pengkajian pasien tampak tenang dalam berbicara, tidak ada
gerakan maupun jawaban yang diulang-ulang dan pasien tidak gemetaran
a. Afek
[] Adekuat
[ ] Tumpul
[ ] Dangkal/datar
[ ] Inadekuat
[ ] Labil
[ ] Ambivalensi
Jelaskan: dari hasil observasi afek pasien adekuat
6. Persepsi – Sensorik
Pertanyaan pada pasien :
- Apakah ada sering mendengar suara saat tidak ada orang atau saat tidak ada orang
yang berbicara?
- ATAU : Apakah anda mendengar suara orang yang tidak dapat anda lihat.
- Jika : ‘ya”
- Apakah itu benar suara yang datang dari luar kepala anda atau dalam pikiran anda.
- Apa yang dikatakan oleh suara itu?
- Berikan contohnya, apa yang anda dengar hari ini atau kemarin
Halusinasi
Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penciuman
Kinestetik
Visceral
Histerik
Hipnogogik
Hipnopompik
Perintah
Seksual
Ilusi
Ada
Tidak ada
Depersonalisasi
Ada
Tidak ada
Derealisasi
Ada
Tidak ada
Jelaskan:
7. Proses Pikir
Pertanyaan :
a. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang atau suatu kekuatan di luar anda
memasukkan buah pikiran yang bukan milik anda ke dalam pikiran anda, atau
menyebabkan anda bertindak tidak seperti biasanya ?
b. Pernahkah anda percaya bahwa anda sedang dikirimi pesan khusus melalui TV,
radio atau Koran, atau bahwa ada seseorang yang tidak anda kenal secara pribadi
tertarik pada anda ?
c. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang membaca pikiran anda atau bisa
mendengar pikiran anda atau bahkan anda bisa membaca dan mendengar yang
sedang dipikirkan oleh orang lain ?
d. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang memata matai anda, atau
seseorang telah berkomplot melawan anda atau mencederai anda ?
e. Apakah keluarga atau teman anda pernah menganggap keyakinan anda aneh atau
tidak lazim ?
Arus Pikir
[ ] Koheren
[ ] Inkoheren
[ ] Sirkumtansial
[ ] Neologisme
[ ] Tangensial
[ ] Logorea
[ ] Kehilangan asosiasi
[ ] Bicara lambat
[ ] Flight of idea
[ ] Bicara cepat
[ ] Irrelevansi
[ ] Min kata – kata
[ ] Blocking
[ ] Pengulangan Pembicaraan/perseverasi
[ ] Afasia
[ ] Asosiasi bunyi
Jelaskan:
Isi Pikir
[ ] Obsesif
[ ] Ekstasi
[ ] Fantasi
[ ] Alienasi
[] Pikiran Bunuh Diri
[ ] Preokupasi
[ ] Pikiran Isolasi Sosial
[ ] Ide yang terkait
[ ] Pikiran Rendah diri
[ ] Pesimisme
[ ] Pikiran magis
[ ] Pikiran curiga
[ ] Fobia, sebutkan
[ ] Waham:
Agama
Somatik/hipokondria
Kebesaran
Kejar/curiga
Nihilistik
Dosa
[ ] Sisip pikir
[ ] Siar pikir
[ ] Kontrol piker
Jelaskan : pasien mengatakan mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidupnya karena
sudah tidak tahan lagi dan agar masalah yang sedang menimpa hidupnya juga ikut
berakhir
8. Kesadaran
Menurun :
[] Compos mentis
[ ] Sopor
[ ] Apatis/sedasi
[ ] Subkoma
[ ] Somnolensia
[ ] Koma
Meninggi
Hipnosa
Disosiasi
Gangguan perhatian
Jelaskan:
9. Orientasi
Waktu
Tempat
Orang
Jelaskan: pasien mengatakan dirinya berada di RSJ Prof.Bali, pasien juga dapat
menjawab dengan benar waktu dan orang disekitarnya
10. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang ( > 1 bulan )
Gangguan daya ingat jangka pendek ( 1 hari - 1 bulan )
Gangguan daya ingat saat ini ( < 24 jam )
Amnesia
Paramnesia
Konfabulasi
Dejavu
Jamaisvu
Fause reconnaissance
Hiperamnesia
Jelaskan: pasien tidak memiliki gangguan daya ingat, pasin masih ingat siapa yang
mengantar ia kesini (RSJ Prof.Bali)
2. BAB/BAK
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
Jelaskan: pasien BAB 1x sehari, BAK -+ 4x sehari dan mampu melakukan eliminasi
dengan baik, menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik
3. Mandi
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
4. Sikat gigi
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
5. Keramas
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
Jelaskan: pasien mengatakan mandi secar mandiri dan tanpa perlu diarahkan oleh
perawat,pasien mengatakan mandi 2x sehari yaitu pagi dan sore hari, pasien
menggosok gigi 3x sehari
6. Berpakaian/berhias
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
Jelaskan: pasien mengatakan mampu menngunakan pakaian secarqa mandiri dan tidak
terbalik, pasien mengatakan sehabis mandi pasien selalu diarahkan perawat untuk
menyisir rambut dan mengikat rambutnya agar rapi
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
8. Penggunaan obat
Bantuan Minimal
Bantuan total
Jelaskan:
9. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
Perawatan Lanjutan
Sistem pendukung
Keluarga
Terapis
Teman sejawat
Kelompok sosial
Jelaskan :
Ya Tidak
Mempersiapkan makanan
Menjaga kerapihan rumah
Mencuci pakaian
Pengaturan keuangan
11. Aktifitas di luar rumah
Ya Tidak
Belanja
Transportasi
Lain-lain
Jelaskan : pasien mengatakan dirinya sebagai IRT dan semua kebutuhan rumah dan
keluarga ia yang mengerjakan/menyiapkannya
MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
Jelaskan : pasien mengatakan sudah tidak tau lagi bagaimana cara menyelesaikan
masalahnya pasien mengatakan ia ingin mati saja pasien mencoba menciderai dirinya
dibagian pergelangan tangan dan membenturkan kepalanya ketembok berkali-kali
Masalah/Diagnosa Keperawatan: Resiko Bunuh Diri
Masalah/Diagnosa Keperawatan:
ASPEK PENGETAHUAN
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang
tentang suatu hal?
[ ] Penyakit/gangguan jiwa
[ ] Sistem pendukung
[ ] Faktor presipitasi
[ ] Mekanisme koping
[ ] Penyakit fisik
[ ] Obat-obatan
[ ] Lain-lain, jelaskan
Jelaskan: pasien kurang mengetahui meknisme koping/cara untuk menenangkan diri
dan berfikir dengan kepala dingin untuk mencari jalan keluar dari masalah yang sedang
dihadapi
Masalah/Diagnosa Keperawatan:
ASPEK MEDIS
Diagnosis medik : Resiko Bunuh Diri
Terapi medik :
ANALISA DATA
DO : pasien tampak
kooperatif saat ditanya
Pasien sempat mencoba
menyayat pergelangan
tangan dan membenturkan
kepalanya ketembok
berkali-kali dirumah
sebelum dibawa ke RSJ
2. DS:
DO:
3. DS:
DO:
dst DS:
DO:
POHON MASALAH
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Denpasar,………………………..
Perawat yang mengkaji
NIM/NIRM:……………………
INTERVENSI KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT
JIWA
Nama : Ruangan : RM :
No :
DX EVALUASI
TANGGAL IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
22/10/2020 Resiko Bunuh Diri DS : pasien mengatakan sedih dan malu dengan S : pasien mengatakan bernama Ny.D
keadaannya dan mengatakan ingin mati saja Pasien mengatakan mau berbincang-bincang
DO : - pasien tampak kooperatif dengan perawat
- Kontak mata baik O : Pasien tampak kooperatif
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri Kontak mata baik
Tindakan : BHSP Pasien mampu menjawab pertanyaan yang
1. Beri salam setiap berinteraksi diberikan oleh perawat
2. Perkenalkan nama : nama lengkap nama A : Tujuan tercapai
panggilan perawat dan tujuan berinteraksi P : Lanjutkan SP 1
3. Meenanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi
4. Membuat kontrak interaksi yang jelas
5. Mendengarkan dengan penuh perhatian
ungkapan perasaan klien
Rencana tindak lanjut :
1.
2.
membahayakan pasien
3.
pasien
4.
bunuh diri
5.
diri
Resiko Bunuh Diri DS : pasien bernama Ny.D, pasien mengatakan S : Pasien mengatakan Bernama Ny.D
ingat dengan nama perawat Pasien mengatakan bisa mengendalikan dorongan
DO : Kontak mata baik bunuh diri dengan cara relaksasi otot progresif
Pasien kooperatif yang sudah diajarkan
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri O : kontak mata baik
Tindakan : SP 1 Pasien kooperatif
1. Beri salam setiap akan mulai berinteraksi Pasien tampak mampu mengikuti relaksasi yang
2. Mengevaluasi kegiatan yang lalu diajarkan
3. Identifikasi benda – benda yang dapat A : Tujuan tercapai
membahayakan pasien P : Pertahankan SP 1
4. Amankan benda yang dapat Lanjutkan SP 2
membahayakan pasien
5. Ajarkan cara mengendalikan dorongan
bunuh diri seperti diskusikan perasaan yang
dialami kepada orang lain/perawat dan
relaksasi otot progresif
6. Latih cara mengendalikan dorongan bunuh
diri
7. Memasukkan dalam jadwal harian
Rencana tindak lanjut :
1. Evaluasi BHSP dan SP 1
2. Mengevaluasi kegiatan lalu
3. Identifikasi askep positif pasien
4. Dorong pasien berfikir positif
5. Dorong pasien menghargai diri sendiri
Resiko Bunuh Diri DS : pasien bernama Ny.D, pasien mengatakan S : Pasien mengatakan Bernama Ny.D
sudah menerapkan pengendalian dorongan bunuh Pasien mengatakan sudah mencoba selalu berfikir
diri dengan cara relaksasi otot progresif yang positif dan mulai belajar menghargai diri sendiri
sudah diajarkan sebelumnya O : kontak mata baik
DO : Kontak mata baik Pasien kooperatif
Pasien kooperatif A : Tujuan tercapai
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri P : Lanjutkan SP 3
Tindakan : SP 2 Pertahankan BHSP, SP1 dan SP 2
1. Beri salam setiap akan mulai berinteraksi
2. Mengevaluasi kegiatan yang lalu
3. Identifikasi askep positif pasien
4. Dorong pasien berfikir positif
5. Dorong pasien menghargai diri sendiri
6. Memasukkan dalam jadwal harian
Rencana tindak lanjut :
1. Evaluasi BHSP,SP 1 dan SP 2
2. Identifikasi pola koping yang dapat
diterapkan
3. Menilai pola koping yang dapat dilakukan
4. Identifikasi dan dorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Anjurkan pasien menggunakan pola koping
yang kontruktif
Resiko Bunuh Diri DS : pasien bernama Ny.D, pasien mengatakan S : Pasien mngetahui cara pengendalian dorongan
sudah mengetahui 2 cara pengendalian dorongan bunuh diri dengan cara relaksasi otot progresif dan
bunuh diri dengan cara relaksasi otot progresif selalu berfikir positif serta mulai belajar menghargai
dan selalu berfikir positif serta mulai belajar diri sendiri
menghargai diri sendiri O : psien tampak tenang sambal tersenyum
DO : Kontak mata baik Pasien tampak menjawab dengan jelas
Pasien tenang Pasien kooperatif
Pasien kooperatif A: Tjuan tercapai
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri P: Lanjutkan SP 4
Tindakan : SP 3 Pertahankan BHSP, SP1, SP2 dan SP3
1. Beri salam setiap akan mulai berinteraksi
2. Evaluasi SP 1 dan 2
3. Identifikasi pola koping yang dapat
diterapkan (seperti pada SP 2 melakukan
relaksasi otot progresif dan SP 3 berfikir
positif dan menghargai diri)
4. Menilai pola koping yang dapat dilakukan
5. Identifikasi dan dorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
6. Anjurkan pasien menggunakan pola
koping yang kontruktif
Rencana tindak lanjut :
1. Evaluasi BHSP, SP1, SP 2 dan SP 3
2. Buat rencana masa depan yang realistis
3. Identifikasi cara mencapai masa depan yang
realistis
4. Beri dorongan melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan yang realistis.
Resiko Bunuh Diri DS : pasien bernama Ny.D, pasien mengatakan S : pasien mengatakan masih sedikit bingung dan
DO : Kontak mata baik ragu untuk pembuatan rencana masa depan
O : pasien tampak bingung
Pasien tenang
Pasien tampak mnjawab pertanyaan dengan ragu-
Pasien kooperatif ragu
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri A : Tujuan tercapai sebagian
P : lanjutkan intervensi pada point 3,4 dan 5
Tindakan : SP 4
1. Beri salam setiap akan mulai berinteraksi
2. Evaluasi BHSP, SP1, SP 2 dan SP 3
3. Buat rencana masa depan yang realistis
4. Identifikasi cara mencapai masa depan
yang realistis
5. Beri dorongan melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan yang realistis.
Rencana tindak lanjut :
1. Pertahankan SP1, SP2, SP3 dan ulangi
pemberian SP4
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
2. Diagnosa keperawatan
………………………………………………………………………………………………..
3. Tujuan khusus …
FASE ORIENTASI
a. Salam terapeutik
Selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya? Saya Bintang Mahasiswa dari Stikes Wira
Medika
b. Evaluasi/validasi
Bagus ya bu masih ingat nama saya
Bagaimana perasaan ibu sekarang ?
c. Kontrak
Topik
Ibu sesuai janjikita kemarin, hari ini kita berbincang-bincang tentang penyebab
ibu seperti ini ya, dan saya akan mengajarkan ibu cara mengendalikan dorongan
bunuh diri
Waktu
Ibu berapa lama kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?
Tempat
Ibu mau dimana berbincang-bincang? Bagaimana kalau di kamar ibu?
……………………………………………………………………………………………
FASE KERJA
- Baik ibu sekarang kita mulai ya.
- Bagaimana perasaan Ibu setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini ibu paling
merasa menderita di dunia ini ? Apakah ibu pernah kehilangan kepercayaan diri?
- Apakah ibu merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?
- Apakah ibu merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri
- Apakah ibu berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap
ibu mati ? Apakah ibu pernah mencoba bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana
caranya? Apa yang ibu rasakan?
- Bu, bagaimana kalau sekarang kita belajar relaksasi otot progreif?
- Caranya begini ibu, ibu duduk atau berbaring diruangan yang nyaman dan jauh
dari kebisingan, lalu kencangkan otot-otot kaki selama 5 detik lalu lemaskan otot-
otot tersebut selama 5, Rentangkan jari-jari kaki Anda agar tidak kram, kembali
kencangkan dan lemaskan otot-otot betis dengan durasi waktu yang sama,
Selanjutnya, kencangkan dan lemaskan otot-otot pinggul dan bokong, Lalu,
lakukan juga metode yang sama pada otot-otot perut dan dada, Setelah itu,
kencangkan otot-otot bahu lalu lemaskan, Anda lalu bisa mengencangkan otot-
otot wajah dengan cara mengerutkan wajah sambil memejamkan mata selama 5
detik, Lalu lemaskan otot-otot wajah selama 5 detik, Terakhir, lemaskan otot-otot
tangan Anda dengan mengepal tangan selama 5 detik dan melepaskan kepalan
perlahan-lahan selama 5 detik
- Sekarang ayo dicoba bu
- Ibu sekarang kita memasukkan ke jadwal kegiatan ya bu
FASE TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi subjektif
Ibu, Bagaimana perasaannya setelah berbincang-bincang dengan saya?
b. Evaluasi objektif
Ibu coba sekarang ulangi cara relaksasi otot progresif seperti yang saya ajarkan
tadi
Iya sudah benar ya bu, nanti terus dilatih ya bu
2. Rencana tindak lanjut
- Ibu nanti bisa melakukan cara relaksasi otot progresif seperti yang kita pelajari
tadi jika ibu mrasakan ada dorongan bunuh diri lagi
3. Kontrak yang akan datang
Topik
Ibu, besok kita berbincang-bincang lagi ya dengan topic pembahsan mengenai
cara berfikir positif dan mnghargai diri sendiri
Waktu
Ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincangnya pukul 14.00 wita
apakah iubu setuju?
Tempat
Ibu untuk tempatnya bagaimana kalau kita berbincang-bincang di kamar ibu
saja, Apakah ibu setuju?