Anda di halaman 1dari 151

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN JIWA

Oleh :
NI LUH GEDE BINTANG KARTIKA
NIM: 209012472

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2015).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2015).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
20013).
Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya suatu rangsangan (objek) yang jelas
dari luar diri klien terhadap panca indra pada saat klien dalam keadaan sadar atau
bangun (kesan/pengalaman sensori yang salah). (Azizah, 2016).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

2. Etiologi
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss
berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri
(Townsend, M.C, 2015).
a. Faktor pencetus :
1) Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladptif
yang baru mulai dipahami.
2) Psikologis
Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif
belum didukung oleh penelitian ( Stuart dan Sundeen, 2009 ).
3) Sosio Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizoprenia
dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan ( Stuart dan Sundeen, 2009 ).
b.  Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
a).  Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.
b).  Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c).  Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak.
d).  Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e).  Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
c. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a).  Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b).  Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c).  Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
d). Rentang respon halusinasi

Respon Adaptif : Respon Maladaptive :


1. Pikiran logis 1. Waham
2. Persepsi akurat 2. Sulit berespon emosi
3. Emosi konsisten 3. Prilaku disorganisasi
dengan pengalaman 4. Isolasi sosial
4. Perilaku cocok 5. Halusinasi
5. Hubungan sosial
harmonis

3. Patofisologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.
Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat
timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma
otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau
kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik. klien yang mendengar
suara – suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami
berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien.
Suara– suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau
membunuh orang lain.
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Herman, 2011):
a.    Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik.
b.   Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
c.    Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d.   Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
2007) :
a.    Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1)      Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2)      Menggerakkan bibir tanpa bicara
3)      Gerakan mata cepat
4)      Bicara lambat
5)      Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b.   Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1)      Cemas
2)      Konsentrasi menurun
3)      Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c.    Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1)      Cenderung mengikuti halusinasi
2)      Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3)      Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4)     Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak bisa mengikuti petunjuk).
d.   Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1)      Pasien mengikuti halusinasi
2)      Tidak mampu mengendalikan diri
3)      Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4)      Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
5. Klasifikasi / Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Visual
Pengelihatan bisa berbentuk seperti orang, binatang, atau tidak berbentuk
sinar kilat, bisa berwarna atau tidak berwarna.
b. Halusinasi Dengar
Bisa berupa suara manusia, hewan, mesin music, ataun kejadian alam
lainnya.
c. Halusinasi Penciuman
Bisa mencium bau khusus dimana orang lain tidak mencium
d. Halusinasi Pengecapan
Bisa mengecap/merasakan sesuatu ada yang enak atau tidak
e. Halusinasi Perabaan
Bisa merasakan suatu perabaan, sentuhan tiupan disinari, dipanasi
f. Halusinasi Kinestetik
Anggota badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya
bisa merasakan suatu gerakan seperti pada pasien ambulasi
g. Halusinasi Vesceral
Seperti ada rasa – rasa tertentu yang terjadi di dalam organ tubuh
h. Halusinasi Histerik
Timbul pada neurosa histerik karena adanya konflik emosional
i. Halusinasi Hipnogogik
Sensori persepsi yang muncul setelah bangun tidur
j. Halusinasi Hipnopompik
Seperti halusinasi hipnogogik tetapi terjadi tepat sebelum terbangun .
disamping itu adapula pengalaman halusinatorik dalam impian normal.
k. Halusinasi Perintah
Isinya menyuruh klien untuk melakukan sesuatu seperti bunuh diri,
mencabut tanaman, dll. (sumber: Azis, 2011).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a.    Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien
di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di
sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan
dinding, majalah dan permainan
b.   Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c.    Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d.   Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan
orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.
e.    Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1). Genetika
2). Neurobiologi
3). Neurotransmitter
4). Abnormal perkembangan saraf
5). Psikologis
b. Faktor Presipitasi
1). Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2). Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3). Adanya gejala pemicu
c. Mekanisme Koping
1). Regresi
2). Proyeksi
3). Menarik diri
d. Perilaku Halusinasi
1). Isi halusinasi
2). Waktu terjadinya
3). Frekuensi
4). Situasi pencetus
5). Respon klien saat halusinasi

Pohon Masalah

Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan, Defisit Perawatan Diri

Core Problem Gangguan persepsi sensori halusinasi

Causa Isolasi sosial

Gangguan konsep diri HDR

e. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji


1). Resiko tinggi perilaku kekerasan
a). Perilaku hiperaktif
b). Mudah tersinggung
c). Perilaku menyerang seperti panik
d). Ansietas
2). Gangguan sensori persepsi halusinasi
a). Berbicara, senyum, tertawa sendiri
b). Bertindak seolah-olah dipenuhi oleh sesuatu yang menyenangkan
c). Tidak dapat memusatkan perhatian
d). Kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dengan realita
3). Isolasi sosial
a). Kesulitan berinteraksi dengan orang lain
b). Menarik diri
c). Kurangnya kontak mata dan komunikasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan sensori persepsi halusinasi : pendengaran
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
3. Rencana Tindakan Keperawatan

Hari / Perencanaan
No. Diagnosa
Tgl / Intervensi Rasional
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
Jam
1 2 3 4 5 6 7
Gangguan TUM : 1. Setelah …x 1. Bina hubungan saling percaya dengan 1. Pembinaan hubungan saling percaya
Sensori Klien dapat interaksi klien menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar terjadinya
Persepi : mengontrol menunjukkan tanda- terapeutik : komunikasi terbuka sehingga
halusinasi halusinasi tanda percaya  Sapa klien dengan ramah, baik mempermudah dalam menggali
(lihat /dengar yang terhadap perawat : verbal maupun non verbal. masalah klien.
/penghidu/rab Dialaminya.  Ekspresi wajah  Perkenalkan nama, nama
a/kecap ). bersahabat. panggilan, dan tujuan perawat
 Menunjukkan berkenalan.
TUK 1 : rasa senang.  Tanyakan nama lengkap dan nama
Klien dapat  Ada kontak mata. panggilan kesukaan klien.
membina  Mau berjabat  Buat kontrak yang jelas.
hubungan tangan.  Tunjukkan sikap jujur dan
saling percaya  Mau menepati janji setiap kali interaksi.
dengan menyebutkan  Tunjukkan sikap empati dan
perawat. nama. menerima klien apa adanya.
 Mau menjawab  Beri perhatian dan perhatikan
salam. kebutuhan dasar klien.
 Klien mau duduk  Tanyakan perasaan klien dan
berdampingan masalah yang dihadapi klien.
dengan perawat.  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Bersedia ekspresi perasaan klien.
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.
TUK 2 : 1. Setelah …x 1. Adakan kontrak sering dan singkat 1. Dengan kontak sering dan singkat
Klien dapat interaksi klien secara bertahap. diharapkan klien dapat mengurangi
mengenal menyebutkan : 2. Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya.
halusinasinya.  Isi. dengan halusinasinya ( halusinasi 2. Untuk mengetahui jenis halusinasi
 Waktu. lihat / dengar / penghidu / raba / klien serta dapat untuk mengarahkan

 Frekuensi. kecap ), jika menemukan klien yang klien di dalam mengenal

 Situasi dan sedang halusinasi : halusinasinya sampai klien benar-

kondisi yang  Tanyakan apakah klien benar menyadari bahwa dirinya

menimbulkan mengalami sesuatu ( halusinasi sedang mengalami halusinasi yang

halusinasi. lihat / dengar / penghidu / raba / sangat memerlukan bantuan


kecap ). perawat.
 Jika klien menjawab ya, tanyakan 3. Dengan mengetahui isi, waktu,
apa yang sedang dialaminya. frekuensi terjadinya halusinasi dan
 Katakan bahwa perawat percaya situasi dan kondisi yang
klien mengalami hal tersebut, menimbulkan halusinasi sehingga
namun perawat sendiri tidak nanti dapat membantu klien dalam
mengalaminya ( dengan nada mengatasi halusinasinya.
bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi ).
 Katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang sama.
 Katakan bahwa perawat akan
membantu klien.
3. Jika klien tidak sedang berhalusinasi
klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi. Diskusikan
dengan klien :
 Isi, waktu, dan frekuensi
terjadinya halusinasi ( pagi, siang,
sore, malam, atau sering dan
kadang-kadang ).
 Situasi dan kondisi yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi.
2. Setelah … x 1. Diskusikan dengan klien apa yang 1. Untuk menentukan fase dari
interaksi, klien dirasakan jika terjadi halusinasi dan halusinasi klien terkait dengan
menyatakan perasaan beri kesempatan untuk perasaan klien saat berhalusinasi dan
dan responnya saat mengungkapkan perasaannya. dan tindakan apa yang dapat
mengalami halusinasi : 2. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi
 Marah. dilakukan untuk mengatasi masalah halusinasinya.
 Takut. tersebut.

 Sedih. 3. Diskusikan tentang dampak yang

 Senang. akan dialaminya bila klien menikmati


halusinasinya.
 Cemas.
 Jengkel.
TUK 3 : 1. Setelah … x 1. Identifikasi bersama klien cara atau 1. Untuk mengetahui kemampuan klien
Klien dapat interaksi klien tindakan yang dilakukan jika terjadi dalam mengontrol halusinasinya
mengontrol menyebutkan halusinasi ( tidur, marah, apakah sudah adaptif agar klien tidak
halusinasinya. tindakan yang menyibukkan diri, dll ). terus larut dalam halusinasinya.
biasanya dilakukan 2. Diskusikan cara yang digunakan 2. Dengan memberikan dan
untuk klien : mendemontrasikan cara-cara baru
mengendalikan  Jika cara yang digunakan adaptif, dalam mengotrol halusinasinya
halusinasinya. beri pujian. diharapkan nantinya klien mampu
2. Setelah … x  Jika cara yang digunakan untuk mengatasi sendiri saat
interaksi klien maladaptive, diskusikan kerugian halusinasinya muncul kembali dan
menyebutkan cara tersebut. mengetahui apa yang harus dilakukan
baru mengontrol 3. Diskusikan cara baru untuk memutus oleh klien untuk mengontrol
halusinasi. halusinasinya.
3. Setelah … x / mengontrol timbulnya halusinasi. 3. Dengan melakukan kegiatan terapi
interaksi klien dapat  Katakan pada diri sendiri bahwa aktivitas kelompok diharapkan klien
memilih dan ini tidak nyata ( “ saya tidak mau dapat mengungkapkan tentang
memperagakan cara dengar / lihat / penghidu / raba / halusinasinya dan mempunyai
mengatasi kecap pada saat halusinasi kesibukan dan mengurangi
halusinasi ( dengar, terjadi ). munculnya halusinasi.
lihat, penghidu,  Menemui orang lain ( perawat /
raba, kecap ). teman / anggota keluarga ) untuk
4. Setelah … x menceritakan tentang
interaksi klien halusinasinya.
melaksanakan cara  Membuat dan melaksanakan
yang telah dipilih jadwal kegiatan sehari-hari yang
untuk telah disusun.
mengendalikan  Meminta keluarga / teman /
halusinasinya. perawat menyapa jika sedang
5. Setelah … x berhalusinasi.
interaksi klien 4. Bantu klien memilih cara yang sudah
mengikuti terapi dianjurkan dan latih untuk
aktivitas kelompok. mencobanya.
5. Beri kesempatan untuk melakukan
cara yang sudah dipilih atau dilatih.
6. Pantau pelaksanaan yang sudah
dipilih dan dilatih, jika berhasil beri
pujian.
7. Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi.
TUK 4 : 1. Setelah … x 1. Buat kontrak dengan keluarga untuk 1. Melalui pendidikan kesehatan
Klien dapat pertemuan pertemuan. terhadap keluarga klien diharapkan
dukungan dari keluarga, keluarga 2. Diskusikan dengan keluarga ( pada nantinya keluarga dapat mengetahui
keluarga dalam menyatakan setuju saat pertemuan keluarga / kunjungan tentang halusinasi, tanda dan
mengontrol untuk mengikuti rumah ). gejalanya serta cara-cara mengatasi
halusinasinya pertemuan dengan  Pengertian halusinasi. halusinasinya dan pengobatannya
perawat  Tanda dan gejala halusinasi. sehingga keluarga dapat merawat
2. Setelah … x  Proses terjasinya halusinasi. klien dengan halusinasi di rumah
interaksi keluarga  Cara yang dapat dilakukan klien dalam hal ini klien dapat dukungan
menyebutkan dan keluarga untuk memutuskan keluarga demi kesembuhan klien.
pengertian, tanda halusinasi.
dan gejala, proses  Obat-obatan halusinasi.
terjadinya
 Cara merawat anggota keluarga
halusinasi, dan
yang halusinasi di rumah ( beri
tindakan untuk
kegiatan, jangan biarkan sendiri,
mengendalikan
makan bersama, bepergian
halusinasi. bersama, memantau obat-obatan
dan cara pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi ).
 Beri informasi waktu kontrol ke
rumah sakit dan bagaimana cara
mencari bantuan jika halusinasi
tidak dapat diatasi di rumah.
TUK 5 : 1. Setelah … x 1. Diskusikan dengan klien tentang 1. Diharapkan nantinya klien dapat
Klien dapat interaksi klien manfaat dan kerugian tidak minum merasakan pentingnya obat jiwa bagi
memanfaatkan menyebutkan : obat, nama, warna, dosis, cara, efek kesembuhan klien dalam mengontrol
obat dengan  Manfaat minum terapi, dan efek samping penggunaan perasaannya dan berkeinginan untuk
baik. obat. obat. berobat secara kontinu serta klien
 Kerugian tidak 2. Pantau klien saat penggunaan obat. sendiri dapat mengatur sendiri obat-
minum obat. 3. Beri pujian jika klien menggunakan obat yang harus diminum disamping
 Nama, warna, obat dengan benar. diperlukan juga peran keluarga
dosis, efek terapi 4. Diskusikan akibat berhenti minum sebagai pendamping dalam minum
dan efek samping obat tanpa konsultasi dengan dokter. obat.
obat. 5. Anjurkan klien untuk konsultasi
2. Setelah … x kepada dokter / perawat jika terjadi
interaksi klien hal-hal yang tidak diinginkan.
mendemonstrasikan
penggunaan obat
dengan benar.
3. Setelah … x
interaksi klien
menyebutkan akibat
berhenti minum
obat tanpa
konsultasi dokter.
4. Implementasi Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi

5. Evalusasi Keperawatan
a. Klien akan mampu membina hubungan saling percaya
b. Klien akan memahami cara menghardik
c. Klien akan dapat mengontrol halusinasi
d. Klien akan memahami program terapi yang diberikan
e. Klien akan mengungkapkan tidak adanya halusinasi

6. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga


Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi halusinasi (isi, waktu 1. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam
terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, merawat pasien
perasaan saat terjadi halusinasi) 2. Menjelaskan proses terkadinya
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan halusianasi
menghardik 3. Cara merawat pasien halusinasi ( cara
3. Membuat jadwal kegiatan berkomunikasi, pemberian obat, dan
pemberian aktivitas kepada pasien ).
4. Bermain peran cara merawat.
5. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat pasien
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1) 1. Mengevaluasi kemampuan keluarga ( SP
2. Mengaarkan cara mengontrol dengan 1)
minum obat sesuai prinsip 6 benar 2. Melatih keluarga merawat pasien.
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan 3. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
merawat pasien.
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1 dan 1. Mengevaluasi kemampuan keluarga ( SP
SP 2) 1 dan SP 2 ).
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan 2. Melatih keluarga merawat pasien.
cara bercakap-cakap 3. Evaluasi kemampuan keluarga
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan 4. Evaluasi kemampuan pasien
5. RTL keluarga (follow up, rujukan)

SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1, SP
2 dan SP 3)
2. Mengajarkan cara mengontrol dengan
melakukan kegiatan
3. Membuat ke dalam jadwal kegiatan
DAFTRAR PUSTAKA

Azizah, M. (2016). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Carpenito, L.J. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8. Jakarta:
EGC.

Herman, Ade. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medical Book

Surya, Direja dan Ade Herman. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.

Stuart, G.W dan Sundeen. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida Hartono Yudi. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.

Keliat, B.A. (2013). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.F. (2015). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya: Arilangga.


LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PROSES PIKIR WAHAM

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan Proses Pikir: Waham

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon
stimulus internal dan eksternal melalui proses iteraksi atau informasi secara
akurat (Yosep, 2009).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara
kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2010).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon
stimulus internal dan ekternal melalui proses interaksi atau informasi secara
akurat (Keliat, 2009).

2. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir,
yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic

3. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir:
waham, yaitu :
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.

4. Mekanisme Koping
1. Klien : identifikasi koping kekuatan dan kemampuan yang masih
dimiliki klien.
2. Sumber daya dan duungan sosial : pengetahuan keluarga, finansial
keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia, kemampuan
keluarga memberikan asuhan.
5. Proses terjadinya
Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
a. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis.Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi
pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas.Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakuakn
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi.
Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai
seorang yang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga
oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
b. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya.Misalnya, saat lingkungan sudah
banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut.Padahal self
reality-nya sangat jauh.Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Tetapi mengahadapi kenyataan bagi klien adalah
sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan
untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam
hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal.Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan
secara adequate karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga
perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak
merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (Super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering diserati halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya.Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interkasi sosial (isolasi sosial).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk menggung kayakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya kayakinan religiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta konsekuensi
sosial.
6. Klasifikasi, Jenis dan Sifat Masalah
Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran dan arus
pikiran. Menurut Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan, symbol dan
asosiasi yang diarahkan oleh tujuan, dimulai oleh suatu masalah atau tugas
dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan.
a. Gangguan Bentuk Pikir
Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran
rasional, logic dan terarah pada tujuan.
1) Dereisme/ pikiran dereistik
Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses
mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses
mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan,
logika atau pengalaman.
2) Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari
dalam pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham,
atau halusinasi. Cara berfikir seperti ini hanya akan memuaskan
keinginannya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
seitarnya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
sekitarnya. Hidup dalam alam pikirannya sendiri.
3) Bentuk pikiran non realistic
Bentu pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan,
mengambil sesuatu kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.
b. Gangguan Arus Pikir
Yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang
timbul dalam berbagai jenis :
1) Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran atau
tema secara berlebihan.
2) Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada
hubungannya satu sama lain, misalnya “saya mau makan semua
orang dapat berjalan-jalan”. Bila ekstrim, maka akan terjadi
inkoherensi.
3) Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu
kalimat pun sudah sulit ditangap atau diikuti maksudnya.
4) Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat
sekali atau sangat cepat.
5) Benturan : piiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah
kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan mengapa ia berhenti.
6) Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi tanpa
kontrol, mungkin koherent atau incoherent.
7) Pikiran melayang (flight of ideas) :perubahan yang mendadak lagi
cepat dalam pembicaraan, sehingga satu ide yang belum selesai
diceritakan sudah disusul oleh ide yang lain.
8) Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai
persamaan bunyi, misalnya pernah disengar “saya mau makan”
diutarakan seakan berontak.
9) Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami oleh
umum, misalnya : saya radiitu, semua partinum.
10) Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya
dengan pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
11) Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak
langsung kepada ide pkok dengan menambahan banyak hal yang
remeh-remeh yang majemuk dan tidak relevan.
12) Main-main dengan kata-kata : membuat sejak secara tidak wajar.
13) Afasi : mungkin sensori (tidak atau sukar mengerti biacara orang
lain) atau motorik (tidak dapat atau sukar bicara), sering kedua-
duanya sekaligus dan terjadi kerusakan otak.
c. Gangguan Isi Pikir
Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran
yang diceritakan misalnya :
1) Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara
mengambang pada orang yang normal selama fase permulaan
narkosa (anastesi umum)
2) Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang
diharapkan/ diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
3) Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau
keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien,
biarpun diketahui bahwa hal itu irasional adanya.
4) Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun tidak
dikendalikannya dan diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau tidak
mungkin.
5) Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang
biasanya berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional
yang kuat.
6) Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang ekstrinsik,
tidak cocok dengan banyak hal, terutama dalam pergaulan dan
pekerjaan seseorang.
7) Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari
kadang-kadang memikirkan hal bunuh dari sampai terus menerus
memikirkan cara bagaimana ia dapat membunuh dirinya
8) Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau
sesuatu kejadian dihubungkan dengan dirinya.
9) Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi
lain, berbeda asing, umpamanya heran, siapakah dia itu
sebenarnya, rasanya ia berbeda sekali dengan orang lain.
10) Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat,
terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai
orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih
suka menyendiri.
11) Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri,
menyalahkan dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak
pernah dilakukannya.
12) Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka ada
orang lain yang telah merugikannya, sedang mengambil
keuntungan dari dirinya, atau sedang mencelakakannya.
13) Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang hal
seksual, kegairahan seksual berkurang secara umum
(hiposeksualitas).
14) Rasa salah : sering mengatakan ia telah bersalah; ini bukanlah
waham dosa.
15) Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak
hal pada bidangnya.
16) Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang
lain; buan waham curiga.
17) Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar
belakang kebudayaannya, biarpun dibutikan kemustahilan hal itu.
Menurut Direja (2011) dan Azizah (2011), adapun jenis-jenis waham, yaitu :
a) Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan
khusus atau berlebihan yang berbeda dengan orang lain,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b) Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c) Waham Curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
d) Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
e) Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
f) Waham Dosa
Keyakinan klien terhadap dirinya telah atau selalu salah atau
berbuat dosa atau perbuatannya tidak dapat diampuni lagi.
g) Waham yang bizar terdiri dari:
1) Sisp pikir yaitu keyakinan klien terhadap suatu pikiran
orang lain disisipkan ke dalam pikiran dirinya.
2) Siar pikir/broadcasting yaitu keyakinan klien bahwa ide
dirinya dipakai oleh/disampaikan kepada orang lain
mengetahui apa yang ia pikirkan meskipun ia tidak pernah
secara nyata mengatakan pada orang tersebut.
3) Kontrol pikir/waham pengaruh yaitu keyakinan klien bahwa
pikiran, emosi dan perbuatannya selalu
dikontrol/dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya yang
aneh.

7. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis
skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2009), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan
Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine
(Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat
diberikan apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai
tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik.Psikotherapi pada klien dengan gangguan
jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam
ruangan khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun
klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).
8. Rentang Respon Sosial
Menurut Stuart and Sundeen (2010) waham merupakan salah satu
respon persepsi paling maladaptif dalam rentang respon neurobiologi.
Rentang respon tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan proses


pikir / delusi / waham

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi


Emosi konsisten Reaksi emosi Sulit berespon emosi
dengan pengalaman berlebihan atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau Perilaku disorganisasi
tidak biasa
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

Dari rentang respon neurobiologik diatas digambarkan bahwa bila


klien/individu mendapat suatu stressor maka individu akan berespon
menuju respon adaptif maupun respon maladaptif.Bila individu berespon
adaptif, cenderung dapat berpikir logis, persepsi akurat, emosi konsisten
dengan pengalaman, perilaku sesuai dan dapat berhubungan sosial. Bila
individu berespon antara respon adaptif dan maladaptif maka akan
menimbulkan pemikiran kadang – kadang menyimpang, ilusi, reaksi
emosional berlebihan atau berkurang, perilaku ganjil dan menarik diri.
Namun bila individu berespon maladaptif maka cenderung mengalami
kelainan pemikiran/delusi/waham, halusinasi, ketidakmampuan untuk
mengalami emosi, ketidakteraturan dan isolasi sosial.
C. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien
dengan waham adalah sebagai berikut:
Risiko Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan proses Pikir: Waham Core Problem

Isolasi Sosial Causa

Harga Diri Rendah Kronik

D. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gangguan isi pikir: waham (Fitria, 2009), adalah:
a. Gangguan proses pikir: waham
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronik
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan isi
pikir: waham (Fitria, 2009 dan Yosep, 2009), adalah:
a. Data subyektif
1) Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat
2) Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus.
b. Data obyektif
1) Klien terus berbicara tentang kemampuan yang dimilikinya.
2) Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang
3) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.

E. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Proses Pikir: Waham
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronik
F. Intervensi Keperawatan

Tgl No. Dx. Perencanaan


Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Dx Keperawatan
Gangguan Isi TUM :
1 Pikir : Waham. Klien dapat mengontrol 1. Setelah 2x interaksi klien : 1. Bina hubungan saling percaya dengan
wahamnya.  Mau menerima menggunakan prinsip komunikasi
kehadiran perawat di terapeutik :
sampingnya.  Beri salam.
TUK 1 :  Mengatakan mau  Perkenalkan diri, tanyakan nama
Klien dapat membina menerima bantuan serta nama panggilan yang disukai.
hubungan saling percaya perawat.  Jelaskan tujuan interaksi.
dengan perawat.  Tidak menunjukkan  Yakinkan klien dalam keadaan aman
tanda-tanda curiga. dan perawat siap menolong dan
 Mengijinkan duduk di mendampinginya.
samping.  Yakinkan bahwa kerahasiaan klien
akan tetap terjaga.
 Tunjukkan sikap terbuka dan jujur.
 Perhatikan kebutuhan dasar dan beri
bantuan untuk memenuhinya.

TUK 2 : 2. Setelah 2x interaksi klien : 2. Bantu klien untuk mengungkapkan


Klien dapat  Klien menceritakan perasaan dan pikirannya.
mengidentifikasi perasaan ide-ide dan perasaan  Diskusikan dengan klien
yang muncul secara yang muncul secara pengalaman yang dialami selama ini
berulang dalam pikiran berulang dalam termasuk hubungan dengan orang
klien. pikirannya. yang berarti, lingkungannya kerja,
sekolah,dsb.
 Dengarkan pernyataan klien dengan
empati tanpa dukungan atau
menentang pernyataan wahamnya.
 Katakan perawat dapat memahami
apa yang diceritakan klien.

TUK 3: 3. Setelah 2x interaksi klien : 3. Bantu klien untuk mengidentifikasi


Klien dapat  Dapat menyebutkan kebutuhan yang tidak terpenuhi serta
mengidentifikasi stressor kejadian-kejadian kejadian yang menjadi faktor pencetus
atau pencetus wahamnya sesuai dengan urutan wahamnya.
( triggers factor ). waktu serta harapan / 3.1 Diskusikan dengan klien tentang
kebutuhan dasar yang kejadian-kejadian traumatik yang
tidak terpenuhi seperti menimbulkan rasa takut, ansietas,
: harga diri, rasa maupun perasaan tidak dihargai.
aman, dsb. 3.2 Diskusikan kebutuhan / harapan yang
 Dapat menyebutkan belum terpenuhi.
hubungan antara 3.3 Diskusikan dengan klien cara-cara
kejadian traumatis / mengatasi kebutuhan yang tidak
kebutuhan tidak terpenuhi dan kejadian yang traumatik.
terpenuhi dengan 3.4 Diskusikan dengan klien apakah ada
wahamnya. halusinasi yang meningkatkan pikiran /
perasaan yang terkait wahamnya.
3.5 Diskusikan dengan klien antara
kejadian-kejadian tersebut dengan
wahamnya.
TUK 4: 4. Setelah 2x interaksi klien : 4. Bantu klien mengidentifikasi
Klien dapat menyebutkan perbedaan keyakinanya yang salah tentang situasi
mengidentifikasi pengalaman nyata dengan yang nyata ( bila klien sudah siap ).
wahamnya. pengalaman wahamnya.  Diskusikan dengan klien
pengalaman wahamnya tanpa
berargumentasi.
 Katakan kepada klien akan
keraguan perawat terhadap
pernyataan klien.
 Diskusikan dengan klien respon
perasaan terhadap wahamnya.
 Diskusikan frekuensi, intensitas,
dan durasi terjadinya waham.
 Bantu klien membedakan situasi
nyata dengan situasi yang
dipersepsikan salah oleh klien.
TUK 5 : 5. Setelah 2x interaksi : klien 5.1 Diskusikan dengan klien pengalaman-
Klien dapat menjelaskan gangguan pengalaman yang tidak
mengidentifikasi fungsi hidup sehari-hari menguntungkan sebagai akibat dari
konsekuensi dari yang diakibatkan ide-ide / wahamnya seperti :
wahamnya. pikirannya yang tidak  Hambatan dalam berinteraksi dengan
sesuai dengan kenyataan keluarga.
seperti :  Hambatan dalam berinteraksi dengan
 Hubungan dengan orang lain.
keluarga.  Hambatan dalam melakukan
 Hubungan dengan orang aktivitas sehari- hari.
lain.  Perubahan dalam prestasi kerja /
 Aktivitas sehari-hari. sekolah.
 Pekerjaan. 5.2 Ajak klien melihat bahwa waham
 Sekolah. tersebut adalah masalah yang

 Prestasi, dsb. membutuhkan bantuan dari orang lain.


5.3 Diskusikan dengan klien orang /
tempat ia minta bantuan apabila
wahamnya timbul / sulit dikendalikan.
TUK 6 : 6. Setelah 2x interaksi klien : 6.1 Diskusikan hobi / aktivitas yang
Klien dapat melakukan klien melakukan aktivitas disukainya.
teknik distraksi sebagai yang konstruktif sesuai 6.2 Anjurkan klien memilih dan
cara menghentikan pikiran dengan minatnya yang melakukan aktivitas yang
yang terpusat pada dapat mengalihkan fokus membutuhkan perhatian dan
wahamnya. klien dari wahamnya. keterampilan fisik.
6.3 Ikut sertakan klien dalam aktivitas fisik
yang membutuhkan perhatian sebagai
pengisi waktu luang.
6.4 Libatkan klien dalam TAK orientasi
realita.
6.5 Bicara dengan klien topik-topik yang
nyata.
6.6 Anjurkan klien untuk bertanggung
jawab secara personal dalam
mempertahankan / meningkatkan
kesehatan dan pemulihannya.
6.7 Beri penghargaan bagi setiap upaya
klien yang positif.
TUK 7 : 7.1 Setelah 2x interaksi 7.1 Diskusikan pentingnya peran serta
Klien mendapat dukungan keluarga dapat keluarga sebagai pendukung untuk
keluarga. menjelaskan tentang : mengatasi waham.
 Pengertian waham. 7.2 Diskusikan potensi keluarga untuk
 Tanda dan gejala membantu klien mengatsi waham.
waham. 7.3 Jelaskan pada keluarga tentang :
 Penyebab dan akibat  Pengertian waham.
waham.  Tanda dan gejala waham.
 Cara merawat klien  Penyebab dan akibat waham.
waham.  Cara merawat klien waham.
7.2 Setelah ….x interaksi 7.4 Latih keluarga cara merawat klien
keluarga dapat waham.
mempraktekan cara 7.5 Tanyakan perasaan keluarga setelah
merawat klien waham. mencoba cara yang telah dilatihkan.
7.6 Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya merawat klien di
rumah sakit.
TUK 8 : 8.1 Setelah 2 x interaksi klien 8.1 Diskusikan dengan klien tentang
Klien dapat memanfaatkan menyebutkan : manfaat dan kerugian tidak minum
obat dengan baik.  Manfaat minum obat. obat, nama, warna, dosis, cara, efek
 Kerugian tidak minum terapi dan efek samping penggunaan
obat. obat.
 Nama, warna, dosis, 8.2 Pantau klien saat penggunaan obat.
efek terapi dan efek  Beri pujian jika klien menggunakan
samping obat. obat dengan benar.
8.2 Setelah 1x interaksi klien 8.3 Diskusikan akibat berhenti minum obat
mendemonstrasikan tanpa konsultasi dengan dokter.
penggunaan obat dengan  Anjurkan klien untuk konsultasi
benar. kepada dokter / perawat jika terjadi
8.3 Setelah 1x interaksi klien hal-hal yang tidak diinginkan.
menyebutkan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter.
G. Implementasi Tindakan Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi
H. Evalusasi Keperawatan
1. Klien akan mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien akan mampu memenuhi kebutuhan yang tidak tepenuhi
3. Klien mampu berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
4. Klien akan mengungkapkan tidak adanya waham

I. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga


Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengorientasikan realita 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak dirasakan keluarga
terpenuhi 2. Menjelaskan waham
3. Membantu memenuhi kebutuhan 3. Menjelaskan cara merawat keluarga
yang tidak terpenuhi dengan waham
4. Membuat ke dalam jadwal kegiatan
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1) 1. Melatih keluarga cara merawat pasien
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dengan waham
dimiliki 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Melatih tentang kemampuan yang merawat pasien dengan waham
dimiliki
4. Membuat ke dalam jadwal kegiatan
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1 1. Membantu keluarga membuat jadwal
dan SP 2) kegiatan harian termasuk minum obat
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang 2. Menjelaskan follow up setelah pasien
dimiliki pulang
3. Melatih tentang kemampuan yang
dimiliki
4. Membuat ke dalam jadwal kegiatan
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L. M. (2016). Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Direja, A.H.S. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Medikal Book.
Fitria, N. (2014). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Keliat, B.A. (2014). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Stuart & Sundden. (2015). Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5.
St Louis: Mosby Year Book.
Townsed, M. C. (2014). Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Pengertian
Prilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk daan gaduh gelisah yang tidak terkontrol ( kusumawati dan hartono, 2010).
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.
2. Etiologi
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia
tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan 
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan  oleh
Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls 
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus
frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada
penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight
yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem
limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang  menimbulkan perubahan
serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori Psikologik
a) Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak
kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra
diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa 
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut
diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang
tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan
yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang
lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang
tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu
menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi
secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat
menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan  dengan (Yosep, 2009):
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
4. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan yaitu;
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasan

5. Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

Keterangan :
a. Asertif
individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kupuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternative
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
d. Agresif
Prilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol
e. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
Perbandingan antara prilaku asertif, pasif, agrsif / kekerasan
Pasif Asertif Agresif
Isi Negatif menurun Positif dan Menyombongkan
pembicaraan menandakan diit, menwarkan diri, diri, memindahkan
contoh contoh : orang lain contoh
“dapatkah saya?” “saya dapat…. “ kamu selalu….”
“Dapatkah “saya akan…. “kamu tidak
kamu ?” pernah…”
Tekanan Cepat lambat , Sedang Keras dan mengotot
suara mengeluh.
Posisi badan Menundukan Tegap dan santai Kaku, cenderung
kepala
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap acuh jarak yang dan menyerang orang
mengabaikan nyaman lain
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam posisi
tenang menyerang
Kontak mata Sedikit/ sama Mepmpertahanka Mata melotot dan di
sekali tidak n kontak mata pertahankan
sesuai dengan
hubungan

6. Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan effect

Resiko Prilaku Kekerasan core problem

Harga Diri Rendah causa

7. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Perilaku kekerasan
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah

8. Data yang perlu dikaji


Masalah Keperawatan Data yang perlu di kaji
Resiko Perilaku Subjektif :
Kekersan         Klien mengancam
        Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
        Klien mengaatkan dendam dan jengkel
        Klien mengatakan ingin berkelahi
        Klien mengatakan menyalahkan dan menuntut
        Klien meremehkan
Objektif:
         Mata melotot/pandangan tajam
         Tangan mengepal
         Rahang mengatup
         Wajah memerah dan tegang
         Postur tubuh kaku
         Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain sebagai
berikut:
a. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
b.      Stimulus lingkungan
c.       Konflik interpersonal
d.      Status mental
e.       Putus obat
f.       Penyalahgunaan narkoba
9. Diagnosa keperawatan.
Resiko Perilaku Kekerasan
10. Rencana Tindakan Keperawatan
Tg No. Dx. Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
l Dx Keperawatan
Risiko TUM :
Perilaku Klien tidak melakukan tindakan 1. Setelah …x pertemuan 2. Bina hubungan saling percaya dengan :
Kekerasan. kekerasan. klien menunjukkan tanda-  Beri salam setiap berinteraksi.
tanda percaya pada perawat  Perkenalkan nama, nama panggilan
TUK 1 : : perawat, dan tujuan perawat
Klien dapat membina hubungan  Wajah cerah, berinteraksi.
saling percaya. tersenyum.  Tanyakan dan panggil nama kesukaan
 Mau berkenalan. klien, tunjukkan sikap empati, jujur
 Ada kontak mata. dan menepati janji setiap kali
 Bersedia menceritakan berinteraksi.
perasaan.  Tanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi klien.
 Buat kontrak interaksi yang jelas.
 Dengarkan dengan penuh perhatian,
ungkapan perasaan klien.
TUK 2 : 3. Setelah …x pertemuan, 2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
Klien dapat mengidentifikasi klien menceritakan marahnya:
penyebab perilaku kekerasan yang penyebab perilaku  Motivasi klien untuk menceritakan
dilakukannya. kekerasan yang penyebab rasa kesal atau jengkelnya.
dilakukannya:  Dengarkan tanpa menyela atau
 Menceritakan penyebab memberi penilaian setiap ungkapan
perasaan jengkel atau perasaan klien.
kesal baik dari diri
sendiri maupun
lingkungannya.
TUK 3 : 3. Setelah … x pertemuan, 4. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda
Klien dapat klien menceritakan tanda- perilaku kekerasan yang dialaminya:
mengidentifikasi tanda-tanda tanda saat terjadi perilaku  Motivasi klien menceritakan kondisi
perilaku kekerasan. kekerasan : fisik ( tanda-tanda fisik) saat perilaku
 Tanda fisik : mata kekerasan terjadi.
merah, tangan  Motivasi klien menceritakan kondisi
mengepal, ekspresi emosinya ( tanda-tanda emosional)
tegang, dll. saat terjadi perilaku kekerasan.
 Tanda emosional :  Motivasi klien menceritakan kondisi
perasaan marah, hubungan dengan orang lain ( tanda-
jengkel, bicara kasar. tanda sosial) saat terjadi perilaku
 Tanda sosial : kekerasan.
bermusuhan yang
dialami saat terjadi
perilaku kekerasan.
TUK 4 : 4. Setelah … x pertemuan, 5. Diskusikan dengan klien perilaku
Klien dapat klien menjelaskan : kekerasan yang dilakukannya selama ini :
mengidentifikasi jenis perilaku  Jenis-jenis ekspresi  Motivasi klien menceritakan jenis-
kekerasan yang pernah kemarahan yang jenis tindak kekerasan yang selama ini
dilakukannya. selama ini telah pernah dilakukannya.
dilakukannya.  Motivasi klien menceritakan perasaan
 Perasaannya saat klien setelah tindak kekerasan tersebut
melakukan kekerasan. terjadi.
 Efektifitas cara yang  Diskusikan apakah dengan tindak
dipakai dalam kekerasan yang dilakukannya,
menyelesaikan masalah. masalah yang dialami teratasi.
TUK 5 : 5. Setelah … x pertemuan 6. Diskusikan dengan klien akibat negatif
Klien dapat klien menjelaskan akibat (kerugian) cara yang dilakukan pada :
mengidentifikasi akibat perilaku tindak kekerasan yang  Diri sendiri.
kekerasan. dilakukannya :  Orang lain / lingkungan.
 Diri sendiri : luka,  Lingkungan.
dijauhi teman, dll.
 Orang lain/keluarga :
luka, tersinggung,
ketakutan, dll.
 Lingkungan : barang
atau benda rusak, dll.
TUK 6 : 6. Setelah … x pertemuan 7. Diskusikan dengan klien:
Klien dapat klien :  Apakah klien mau mempelajari cara
mengidentifikasi cara  Menjelaskan cara-cara baru mengungkapkan marah yang
konstruktif dalam sehat sehat.
mengungkapkan kemarahan. mengungkapkan marah.  Jelaskan berbagai alternatif pilihan
untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang diketahui
klien.
 Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan marah :
- Cara fisik : nafas dalam, pukul
bantal/ kasur, olah raga.
- Verbal : mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal kepada orang
lain.
- Sosial : latihan asertif dengan orang
lain.
- Spiritual :sembahyang / doa, zikir,
meditasi, dsb sesuai keyakinan
agamanya masing-masing.
TUK 7 : 7. Setelah … x pertemuan 7.1 Diskusikan cara yang mungkin
Klien dapat klien memperagakan cara dipilih dan anjurkan klien memilih
mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku cara yang mungkin untuk
mengontrol perilaku kekerasan. kekerasan : mengungkapkan kemarahan.
 Fisik : nafas dalam, 7.2 Latih klien memperagakan cara yang
pukul bantal/ kasur, dipilih :
olah raga.  Peragakan cara melaksanakan
 Verbal: cara yang dipilih.
mengungkapkan bahwa  Jelaskan manfaat cara tersebut.
dirinya sedang kesal  Anjurkan klien menirukan
kepada orang lain. peragaan yang sudah dilakukan.
 Sosial : latihan asertif  Beri penguatan pada klien,
dengan orang lain. perbaiki cara yang masih belum
 Spiritual:sembahyang / sempurna.
doa, zikir, meditasi, dsb 7.3 Anjurkan klien menggunakan cara
sesuai keyakinan yang sudah dilatih saat marah /
agamanya masing- jengkel.
masing.
TUK 8 : 8. Setelah … x pertemuan 8.1 Diskusikan pentingnya peran serta
Klien keluarga : keluarga sebagai pendukung klien
 Menjelaskan cara untuk mengatasi perilaku kekerasan.
merawat klien dengan 8.2 Diskusikan potensi keluarga untuk
perilaku kekerasan. membantu klien mengatasi perilaku
 Mengungkapkan rasa kekerasan.
puas dalam merawat 8.3 Jelaskan pengertian, penyebab,
klien. akibat, dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga.
8.4 Peragakan cara merawat klien
(menangani petilaku kekerasan).
8.5 Beri kesempatan keluarga untuk
memperagakan ulang..
8.6 Beri pujian kepada keluarga setelah
peragaan.
8.7 Tanyakan perasaan keluarga setelah
mencoba cara yang dilatihkan.
TUK 9 : 9.1 Setelah … x pertemuan 9.1 Jelaskan manfaat menggunakan obat
Klien menggunakan obat sesuai klien menjelaskan : secara teratur dan kerugian jika
program yang telah ditetapkan.  Manfaat minum obat. tidak menggunakan obat.
 Kerugian tidak minum 9.2 Jelaskan kepada klien:
obat.  Jenis obat (nama, warna, dan
 Nama obat. bentuk obat).

 Bentuk dan warna obat.  Dosis yang tepat untuk klien.

 Dosis yang diberikan  Waktu pemakaian.


kepadanya.  Cara pemakaian.
 Waktu pemakaian.  Efek yang akan dirasakan
 Cara pemakaian. klien.

 Efek yang dirasakan.


9.3 Anjurkan klien :

9.2 Setelah … x pertemuan  Minta dan menggunakan obat


klien menggunakan obat tepat waktu.
sesuai program.  Lapor ke perawat atau dokter
jika mengalami efek yang tidak
biasa.
 Beri pujian terhadap
kedisiplinan klien
11. Implementasi Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi

12. Evalusasi Keperawatan


a. Pasien mampu mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala RPK, akibat
b. Pasien mampu melakukan cara fisik 1 dan 2 secara mandiri
c. Pasien mampu melakukan latihan cara verbal secara mandiri
d. Pasien mampu melakukan latihan spritial secara mandiri
e. Pasien mampu melakukan latihan patuh obat secara mandiri

13. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga


Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab prilaku 1. Mendiskusikan masalah yang diharapkan
kekerasan. keluarga dalam merawat klien .
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala 2. Menjelaskan pengertian prilaku
prilaku kekerasan. kekerasan, tanda dan gejala prilaku
3. Mengidentifikasi prilaku kekerasan yang kekerasan, serta proses terjadinya prilaku
di lakukan. kekerasan.
4. Mengidentifikasi akibat perilaku 3. Cara merawat pasien RPK
kekrasan. 4. Latih/simulasi 2 cara merawat
5. Menyebutkan cara mengontrol prilaku 5. RTL Keluarga
kekerasan.
6. Membantu klien mempraktekan latihan
cara mengontrol prilaku kekerasan
secara fisik 1 : latihan nafas dalam.
7. Menganjurkan klien memasukkan ke
dalam kegiatan harian.
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Mengevaluasi SP 1
klien (SP1). 2. Melatih keluarga mempraktikan
2. Melatih pasien untuk patuh obat. langsung cara pemberian obat ke pasien.
3. Masukan ke jadwal harian pasien 3. RTL Keluarga
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi SP 1&2 1. Mengevaluasi SP 1&2
2. Melatih pasien mengontrol prilaku 2. Melatih 2 cara lain untuk merawat pasien
kekerasan dengan cara fisik 2: pukul 3. Melatih keluarga untuk merawat
kasur dan bantal . langsung ke pasien
3. Memasukkan ke dalam kegiatan harian 4. RTL Keluarga
SP 4 SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Mengevaluasi SP 1,2&3
klien (SP 1,2&3) 2. Melatih langsung keluarga ke pasien
2. Melatih klien mengontrol prilaku 3. RTL keluarga: Follow up dan rujukan
kekerasan dengan cara spiritual
3. Memasukan ke dalam kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

Direja Ade Herman Surya. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika:
Yogyakarta.

Fitria,Nita. (2014). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.

Purba. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa.Medan: USU Press.

Keliat Budi Anna, Panjaitan Ria Utami, Helena Novy. (2011). Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa Edisi 2. EGC: Jakarta.

Kusumawati dan Hartono. (2015) .Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Definisi Isolasi Sosial


Isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman (Balitbang 2007, dalam Herman 2011)
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
Penarikan diri adalah suatu tindakan pelepasan diri baik dari perhatian
maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).
Penarikan diri sebagai pola tingkah laku.
Menarik diri merupakan hambatan sosial yang berhubungan dengan
situasi yang menyebabkan hubungan baik antar personal tidak adekuat, terlalu
halus perasaan (peka) terhadap kritikan, penolakan dan rasa malu.

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Sentuhan, perhatian, kehangatan, dari keluarga yang
menyebabkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan
dengan klien tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b. Komunikasi dalam keluarga
Klien sering mengalami kecemasan dalam berhubungan dengan
anggota keluarga : sering menjadi kambing hitam, sikap keluarga
yang tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak boleh). Situasi ini
membuat klien enggan berkomunikasi dengan orang lain.
c. Sosial budaya
Dikota besar, masing-masing individu sibuk memperjuangkan
hidup, sehingga tidak ada waktu bersosialisasi, situasi ini
mendukung perilaku menarik diri.
2. Faktor Presipitasi
a. Stressor sosiokultur
Menurunnya stabilitas unit keluarga. Berpisah dengan orang
yang berarti dalam kehidupannya, missal karena dirawat di rumah
sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasi. Sehingga memunculkan
stress.

C. Rentang respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Solitude - Kesepian - Manipulasi


- Otonomi - Menarik diri - Impulsif
- Kebersamaan - Ketergantungan - Narkisme
- Saling ketergantungan
Gambar 1. Rentang respon Sosial

1. Rentang Respon Adaptif


a. Menyendiri ( Solitute)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide, pikiran perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan
Merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
2. Rentang respon antara adaptif dan maladaptif
a. Kesepian
Merupakan kondisi klien yang sendiri tanpa teman.
b. Menarik diri
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
c. Ketergantungan
Terjadi apabila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
3. Rentang respon maladaptif
a. Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan social yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek, hubungan
terpusat pada pengendalian dan individu berorientasi pada diri
sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain.
b. Impulsif
Yaitu suatu keadaan dimana klien tidak mampu merencanakan
suatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, penilaian yang
buruk dan tak dapat diandalkan.
c. Narkisme
Merupakan suatu keadaan dimana harga diri klien rapuh, secara
terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan pujian, sikap
egosentris, pencemburu dan marah jika orang tidak mendukung.
D. Tanda dan gejala
Tanda-tanda pasien mengalami isolasi sosial, diantaranya :
1. Kurang spontan, apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindar dari orang lain
3. Komunikasi kurang atau tidak ada
4. Tidak ada kontak mata
5. Menolak berhubungan
6. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari
Batasan karakteristik lainnya seperti :
1. Menyendiri dalam ruangan
2. Tidak berkomunikasi, menarik diri
3. Tidak melakukan kontak mata
4. Meringkuk ditempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu
5. Menyatakan secara verbal atau memperlihatkan ketidaknyamanan
dalam situasi-situasi sosial
6. Disfungsi interaksi dengan teman sebaya, keluarga, atau orang lain
7. Terkadang mendekati perawat untuk berinteraksi, namun kemudian
menolak untuk berespon terhadap penerimaan perawat terhadap dirinya

E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Haloperidol (HPD)
1) Indikasi
Berdaya berat dalam kemampuan, menilai realitas dalam fungsi
internal serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
2) Mekanisme kerja
Obat anti psikosi dalam memblokade dopamine pada reseptor
pasca sinoptik neuron di otak khususnya system limbik dan
system ekstra piramidal.
3) Efek samping
Sedasi gangguan otonomik, gangguan endokrin.
4) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, dan kelainan jantung.
b. Trihexipenidyl (THP)
1) Indikasi
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca encephalitis dan
idiopatik
2) Mekanisme kerja
Sinergis dengan kinidine, obat anti depresi dan anti kolinergik
lainnya.
3) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
binggung, takikardi, retensi urine.
4) Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap trihexipenidyl, psikosis berat,
psikoneurosis, dan obstruksi saluran cerna.
c. Risperidone
1) Indikasi
Untuk skizofreniaakut dan kronik, keadaan psikotik lain dengan
gejala (halusinasi, delusi, curiga, gangguan emosi) atau
mengurangi gejala afektif berhubungan dengan skizofrenia.
2) Efek samping
Insomnia, agitasi, cemas, sakit kepala, somnolen, lelah, takikardi.
3) Kontra indikasi
Hipotensi, penyakit ginjal, lanjut usia, Parkinson, epilepsi.
2. Terapi somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi
fisik klien. Walaupun yang diberikan perlakuan fisik adalah fisik klien,
tetapi target terapi adalah perlakuan klien. Jenis terapi somatik adalah
meliputi pengikatan, ECT, isolasi, dan fototerapi
a. Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual
untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk
melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang lain.
b. Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang
(Grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3
joule) melalui electrode yang ditempelkan di bebrapa titik pada
pelipis kiri/kanan (lobus  frontalis) klien.
c. Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di
ruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi
klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang
mungkin terjadi.
d. Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan
klien pada sinar terang 5-10 x lebih terang daripada sinar ruangan
dengan posisi klien duduk, mata terbuka, pada jarak 1,5 meter di
depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
3. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi
ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari perilaku yang
maladaptif menjadi perilaku adaptif. Jenis-jenis terapi modalitas antara
lain:
a. Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi
yang didasarkan pada pembelajaran hubungan interpersonal. Fokus
terapi aktifitas kelompok adalah membuat sadar diri (self-
awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya.
b. Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat
membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas kesehatan
yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sehat,
menciptakan lingkungan yang sehat, dan menggunakan sumber yang
ada dalam masyarakat.
c. Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi
modalitas lain atau berdiri sendiri, seperti Terapi okupasi, rekreasi,
gerak, dan musik.
d. Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau
pengalaman klien dalam suatu drama. Drama ini memberi
kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan
perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
e. Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan
penderita dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada
di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan.
Upaya terapi harus bersifat komprehensif, holistik, dan
multidisipliner.

F. Pohon Masalah

Risiko tinggi perubahan sensori persepsi : halusinasi

Isolasi sosial : Menarik Diri Defisit Perawatan Diri

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah


G. Akibat Yang Di Timbulkan
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah
persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi
sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan
atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca
indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat
disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau
histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi
tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan
(pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi
yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

H. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Data subyektif:
a. Pasien mengatakan malas berinteraksi
b. Pasien mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya.
c. Pasien mengatakan curiga dengan orang lain.
d. Pasien mengatakan mendengar suara-suara/melihat bayangan.
e. Pasien mengatakan orang lain tidak selevel
f. Pasien mengatakan merasa tak berguna.
2. Data obyektif:
a. Pasien tampak menyendiri.
b. Pasien tampak mengurung diri.
c. Pasien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
d. Pasien tampak mematung.
e. Pasien tampak mondar mandir tanpa arah.
I. Diagnosa keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri ( Prioritas )
2. Risiko tinggi perubahan sensori persepsi :
halusinasi
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
J. Rencana Keperawatan
Tg No. Dx. Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
l Dx Keperawatan
Kerusakan TUM :
Interaksi Klien dapat berinteraksi dengan 1. Setelah …x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan :
Sosial : orang lain. menunjukkan tanda-tanda  Beri salam setiap berinteraksi.
Menarik Diri. percaya pada perawat :  Perkenalkan nama, nama panggilan
TUK 1 :  Wajah cerah, perawat, dan tujuan perawat
Klien dapat membina hubungan tersenyum. berinteraksi.
saling percaya.  Mau berkenalan.  Tanyakan dan panggil nama kesukaan
 Ada kontak mata. klien.
 Bersedia menceritakan  Tunjukkan sikap empati, jujur dan
perasaan. menepati janji setiap kali berinteraksi.
 Bersedia  Tanyakan perasaan klien dan masalah
mengungkapkan yang dihadapi klien.
masalahnya.  Buat kontrak interaksi yang jelas.
 Dengarkan dengan penuh perhatian,
ekspresi perasaan klien.
TUK 2 : 2. Setelah …x interaksi klien 2.1. tanyakan pada klien tentang :
Klien mampu dapat menyebutkan  Orang yang tinggal serumah /
menyebutkan penyebab menarik minimal satu penyebab teman sekamar klien.
diri. menarik diri dari :  Orang yang paling dekat dengan
 Diri sendiri. klien di rumah / di ruang
 Orang lain. perawatan.
 Lingkungan.  Apa yang membuat klien dekat
dengan orang tersebut.
 Orang yang tidak dekat dengan
klien dirumah / di ruang perawatan.
 Apa yang membuat klien tidak
dekat dengan orang tersebut.
 Upaya yang sudah dilakukan agar
dekat dengan orang lain.
2.2. Diskusikan dengan klien penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul
dengan orang lain.
2.3. Beri pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya.
TUK 3 : 3. Setelah …x interaksi 3.1. Tanyakan pada klien tentang :
Klien mampu menyebutkan dengan klien dapat  Manfaat hubungan sosial.
keuntungan berhubungan sosial menyebutkan keuntungan  Kerugian menarik diri.
dan kerugian menarik diri. berhubungan sosial, 3.2. Diskusikan bersama klien tentang
misalnya : manfaat berhubungan sosial dan kerugian
 Banyak teman. menarik diri.
 Tidak kesepian. 3.3. Beri pujian terhadap kemampuan klien

 Bisa diskusi. mengungkapkan perasaannya.

 Saling menolong.
Dan kerugian menarik
diri, misalnya:
 Sendiri.
 Kesepian.
 Tidak bisa diskusi.
TUK 4 : 4. Setelah …x interaksi, klien 4.1. Observasi perilaku klien saat
Klien dapat melaksanakan dapat melaksanakan berhubungan sosial.
hubungan sosial secara bertahap. hubungan sosial secara 4.2. Beri motivasi dan bantu klien untuk
bertahap dengan : berkenalan / berkomunikasi dengan :
 Perawat.  Perawat lain.
 Klien lain.  Klien lain.
 Kelompok.  Kelompok.
4.3. Libatkan klien dalam Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi.
4.4. Diskusikan jadwal harian yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan klien bersosialisasi.
4.5. Beri motivasi klien untuk melakukan
kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah
dibuat.
4.6. Beri pujian terhadap kemampuan klien
memperluas pergaulannya melalui
aktivitas yang dilaksanakan.
TUK 5 : 5. Setelah …x interaksi klien 5.1. Diskusikan dengan klien tentang
Klien mampu menjelaskan dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial
perasaannya setelah berhubungan perasaannya setelah dengan :
sosial. berhubungan sosial dengan  Orang lain.
:  Kelompok.
 Orang lain. 5.2. Beri pujian terhadap kemampuan klien
 Kelompok. mengungkapkan perasaannya.
TUK 6 : 6.1 Setelah … x pertemuan, 6.1 Diskusikan pentingnya peran serta keluarga
Klien mendapat dukungan keluarga dapat menjelaskan sebagai pendukung untuk mengatasi
keluarga dalam memperluas tentang : perilaku menarik diri.
hubungan sosial.  Pengerian menarik 6.2 Diskusikan potensi keluarga untuk
diri. membantu klien mengatasi perilaku
 Tanda dan gejala menarik diri.
menarik diri. 6.3 Jelaskan pada keluarga tentang :
 Penyebab dan akibat  Pengerian menarik diri.
menarik diri.  Tanda dan gejala menarik diri.
 Cara merawat klien  Penyebab dan akibat menarik diri.
menarik diri.  Cara merawat klien menarik diri.
6.2 Setelah … x pertemuan, 6.4 Latih keluarga cara merawat klien menarik
keluarga dapat diri.
mempraktekkan cara 6.5 Tanyakan perasaan keluarga setelah
merawat klien menarik mencoba cara yang dilatihkan.
diri. 6.6 Beri motivasi keluarga agar membantu
klien untuk bersosialisasi.
6.7 Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya merawat klien di rumah
sakit.
TUK 7 : 7.1 Setelah … x interaksi, 7.1 Diskusikan dengan klien tentang
Klien dapat memanfaatkan obat klien menyebutkan : manfaat dan kerugian tidak minum
dengan baik.  Manfaat minum obat. obat, nama, warna, dosis, cara, efek
 Kerugian tidak minum terapi dan efek samping penggunaan
obat. obat.
 Nama, warna, dosis, 7.2 Pantau klien saat penggunaan obat.
efek terapi, dan efek 7.3 Beri pujian jika klien menggunakan
samping obat. obat dengan benar.
7.2 Setelah … x interaksi 7.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat
klien mendemonstrasikan tanpa konsultasi dengan dokter.
penggunaan obat dengan 7.5 Anjurkan klien untuk konsultasi
benar. kepada dokter / perawat jika terjadi
7.3 Setelah … x interaksi, hal-hal yang tidak diinginkan.
klien menyebutkan
akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi
dokter.
K. Implementasi Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi

L. Evaluasi Keperawatan
a. Pasien mengungkapkan masalahnya
b. Pasien dapat berkenalan dengan orang lain
c. Kontak mata (+)
d. Pasien mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain
e. Jadwal kegitatan pasien terisi

M. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga


Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi 1. Mendiskusikan masalah yang
social dirasakan keluarga dalam merawat
2. Berdikusi dengan pasien tentang pasien.
manfaat berinteraksi dengan orang lain 2. Menjelaskan pengertian,tanda dan
3. Berdiskusi dengan pasien tentang gejala isolasi social yang dialami
kerugian tidak berinteraksi dengan pasien beserta proses terjadinya.
orang lain 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
4. Berdiskusi dengan pasien tentang dengan isolasi social
kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
5. Memasukkan ke jadwal kegiatan
pasien
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktikan cara
pasien (SP 1) merawat pasien dengan isolasi social.
2. Memberikan kesempatan kepada 2. Melatih keluarga melakukan cara
pasien mempratikan cara berkenalan merawat langsung pada pasien isolasi
dengan satu orang sosial
3. Membantu pasien memasukkan
kegiatan bercakap-cakap dengan orang
lain sebagian salah satu kegiatan
harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktivitas dirumah termasuk minum
2. Memberikan kesempatan kepada obat (perencanaan pulang)
pasien berkenalan dengan dua orang 2. Menjelaskan tindakan tindak lanjut
atau lebih pasien setelah pulang.
3. Memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian
DAFTAR PUSTAKA

Anna, Budi Keliat. (2015). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Herman, Ade. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medical Book.

Nurjanah, Intansari. (2014). Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta:


Momedia.

Perry, Potter. (2015) . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun. (2014). Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan.
Jakarta: CV Sagung Seto.

Stuart, GW. (2015). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH

A. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu
mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2009).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, (Fitria
2012).
Harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh prilaku sesuai dengan ideal diri. (Prabowo 2014).
Harga diri rendah yaitu individu cendrung untuk menilai dirinya negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain, (Direja 2011).
Kesimpulan harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang percayaan diri, harga diri serta menolak dirinya. Tidak dapat bertanggung jawab
atas kehidupan sendiri serta gagal dalam menyesuaikan tingkah laku dan cita-cita.

2. Tanda dan gejala harga diri rendah


a. Mengkritik diri sendiri.
b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penurunan produktifitas
e. Penolakan terhadap kemampuan diri
f. Terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri
g. Berpakaian tidak rapih.
h. Selera makan kurang
i. Tidak berani menatap lawan bicara.
j. Lebih banyak menunduk.
k. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
(Direja, 2011)

3. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan identitas Depersonalisasi
1
Gambar 1.1 : Rentang respon Harga Diri Rendah (Sumber Keliat 1999 dalam Fitria
2012)

a. Respon Adaptif
Respon adaptif adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya.
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketidak dia tidak
mampu lagi menyelesaikan maslah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitass diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) yaitu mempunyai kepribadian yang
kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lai n secara intim.
Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain (Yosep, 2009).
4. Faktor-faktor
a. Faktor predisposisi
1) Penolakan orang tua
2) Harapan orang tua yang tidakrealistis
3) Kegagalan yang berulang kali
4) Kurang mempunyai tanggung jawab personal
5) Ketergantungan kepada orang lain
6) Ideal diri tidak realistis
b. Faktor presipitasi
1) Citra tubuh yang tidak sesuai
2) Keluhan fisik
3) Ketegangan peran yang dirasakan
4) Perasaan tidak mampu
5) Penolakan terhadap kemampuan personal
6) Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri

5. Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
a. Chlorpromazine ( CPZ ): 3 x100 mg
1) Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma social dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental :waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin.
2) Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak khususnya sistem
ekstra piramidal.
3) Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang disebabkan
CNS Depresi.
4) Efek samping
a) Sedasi
b) Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).
c) Gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia, sindrom Parkinson
tremor, bradikinesia rigiditas).
d) Gangguan endokrin (amenorhoe, ginekomasti).
e) Metabolik (Jaundice)
f) Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang
b. Halloperidol ( HP ): 3 x 5 mg
a) Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada lansia,
pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
b) Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai anti
psikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak depresif,
skizofrenia dan sindrom paranoid.Di samping itu haloperidol juga
mempunyai daya anti emetic yaitu dengan menghambat sistem dopamine
dan hipotalamus. Pada pemberian oral haloperidol diserap kurang lebih 60–
70%, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan
menetap 2-4 jam. Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi
berlangsung lambat, sebagian besar diekskresikan bersama urine dan
sebagian kecil melalui empedu.
c) Kontraindikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita yang hipersensitif
terhadap halloperidol, dan keadaan koma.
d) Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi reaksi
ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar. Kadang-kadang terjadi
gangguan percernaan dan perubahan hematologikringan, akatsia, dystosia,
takikardi, hipertensi, EKG berubah, hipotensiortostatik, gangguan fungsi
hati, reaksi alergi, pusing, mengantuk, depresi, oedem, retensio urine,
hiperpireksia, gangguan akomodasi.
c. Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg
a) Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstrapiramidal
berkaitan dengan obat-obatan antipsikotik.
b) Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan keduan
eurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susunan saraf pusat
asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan
kelebihan asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptorasetilkolin disekat
pada sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebih.
c) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau anti kolonergik lain, glaukoma,
ulkus peptik stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi leher kandung kemih,
anak di bawah 3 tahun, kolitisul seratif.
d) Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan kabur,
disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium, kelemahan,
amnesia, sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik,
hipertensi, takikardi, palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria,
dermatitis lain. Pada gastrointestinal seperti mulut kering, mual, muntah,
distress epigastrik, konstipasi, dilatasikolon, ileus paralitik, parotitis
supuratif. Pada perkemihan seperti retensi urine, hestitansi urine, disuria,
kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti
depresi, delusu, halusinasi, dan paranoid.
2. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama. (Maramis,2009)
3. Therapy KejangListrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua
temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik. (Maramis, 2009)
4. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia
yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan social untuk meningkatkan kemampuan
social. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi
interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
stimulasi kognitif / persepsi, therapy aktivitas kelompok stimulasi sensori,
therapy aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok
sosialisasi (Keliat dan Akemat,2009). Dari empat jenis therapy aktivitas
kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan
konsep diri harga diri rendah adalah therapy aktivitas kelompok stimulasi
persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy
yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat
berupa kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah.(Keliat dan
Akemat,2009).

C. Pohon Masalah

Resiko tinggi prilaku kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi sosial

Core Problem Harga Diri Rendah

Causa Koping individu tidak efektif

Gambar 2.1 : Pohon Masalah Harga Diri Rendah (Sumber Keliat 2009 dalam Fitria
2012)
Pohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat. Masalah utama
adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien.
Umumnya, masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama.
Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan penyebab
masalah utama.
Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian
seterusnya. Akibat adalah adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang
merupakan efek atau akibat dari masalah utama.

D. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Data Subjektif
a) Klien mengatakan ingin diakui jati dirinya.
b) Klien mengatakan tidak ada lagi yang peduli dengannya.
c) Klien mengatakan tidak bisa apa-apa.
d) Klien mengatakan dirinya tidak berguna.
e) Klien mengkritik dirinya sendiri.
f) Klien mengatakan enggan berbicara duluan dengan orang lain.
Data Objektif
a) Merusak diri sendiri
b) Menarik diri dari hubungan sosial
c) Tampak mudah tersinggung
d) Suara pelan dan tidak jelas.
e) Kurang energy
f) Kurang spontan
g) Apatis (Acuh terhadap lingkungan)

E. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Tg No. Dx. Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
l Dx Keperawatan
1 Harga Diri TUM :
Rendah. Klien memiliki konsep diri yang 1. Setelah 2x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan
positif. menunjukkan ekspresi menggunakan prinsip komunikasi
wajah bersahabat, terapeutik :
TUK 1 : menunjukkan rasa senang,  Sapa klien dengan ramah, baik verbal
Klien dapat membina hubungan ada kontak mata, mau maupun non verbal.
saling percaya dengan perawat. berjabat tangan, mau  Perkenalkan diri dengan sopan.
menyebutkan nama, mau  Tanyakan nama lengkap dan nama
menjawab salam, klien panggilan kesukaan klien.
mau duduk berdampingan  Jelaskan tujuan pertemuan.
dengan perawat, mau  Jujur dan menepati janji.
mengutarakan masalah
 Tunjukkan sikap empati dan menerima
yang dihadapi.
klien apa adanya.
 Beri perhatian dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.
TUK 2 : 2. Setelah …x interaksi klien 2.1 Diskusikan dengan klien tentang :
Klien dapat mengidentifikasi aspek menyebutkan :  Aspek positif yang dimiliki klien,
positif dan kemampuan yang  Aspek positif dan keluarga, lingkungan.
dimiliki. kemampuan yang  Kemampuan yang dimiliki klien
dimiliki klien. 2.2 Bersama klien buat daftar tentang :
 Aspek positif  Aspek positif klien, keluarga dan
keluarga. lingkungan.
 Aspek positif  Kemampuan yang dimiliki klien.
lingkungan klien. 2.3 Beri pujian yang realistis, hindarkan
memberi penilaian negatif.
TUK 3 : 3. Setelah …x interaksi klien 3.1 Diskusikan dengan klien kemampuan
Klien dapat menilai kemampuan menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan.
yang dimiliki untuk dilaksanakan. yang dapat dilaksanakan. 3.2 Diskusikan kemampuan yang dapat
dilanjutkan pelaksanaannya.

TUK 4 : 4. Setelah …x interaksi 4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang


Klien dapat merencanakan kegiatan klien, membuat rencana dapat dilakukan setiap hari sesuai
sesuai dengan kemampuan yang kegiatan harian. kemampuan klien :
dimiliki.  Kegiatan mandiri.
 Kegiatan dengan bantuan.
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan
yang dapat klien lakukan.

TUK 5 : 5. Setelah …x interaksi klien 5.1 Anjurkan klien untuk melaksanakan


Klien dapat melakukan kegiatan melakukan kegiatan sesuai kegiatan yang telah direncanakan.
sesuai rencana yang dibuat. jadwal yang dibuat. 5.2 Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
5.3 Beri pujian atas usaha yang dilakukan
klien.
5.4 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan
kegiatan setelah pulang.
TUK 6 : 6. Setelah …x interaksi klien 6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
Klien dapat memanfaatkan sistem memanfaatkan sistem tentang cara merawat klien dengan harga
pendukung yang ada. pendukung yang ada di diri rendah.
keluarga. 6.2 Bantu keluarga memberikan dukungan
selama klien dirawat.
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan
di rumah.
G. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah dirumuskan

H. Evaluasi
a. Pasien tampak tidak menyendiri lagi
b. Ekspresi pasien tampak tidak murung
c. Pasien tampak senang

I. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan SP Keluarga


Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek 1. Identifikasi masalah yang dirasakan
positif yang dimiliki pasien dalam merawat pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan 2. Jelaskan proses terjadinya HDR
pasien yang masih dapat digunakan.
3. Jelaskan tentang cara merawat pasien
3. Membantu pasien memilih kegiatan yang
4. Lakukan bermain peran dalam
akan dilatih sesuai dengan kemampuan
merawat pasien HDR
pasien.
5. Menyusun RTL keluarga
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang
dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilan pasien.
6. Memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 2 SP 2
1. Evaluasi SP 1 1. Evalusi kemampuan SP 1
2. Memilih kempuan kedua yang akan 2. Latih keluarga langsung kepasien
dilatih 3. Menyusun RTL keluarga
3. Melatih kemampuan yang dipilih
4. Masukan dalam jadwal kegiatan
SP 3 SP 3
1. Evaluasi SP 1 dan 2 1. Evaluasi kemampuan Keluarga
2. Latih hubungan social secara bertahap 2. Evaluasi kemampuan pasien
3. Masukan ke jadwal kegiatan 3. RTL keluarga (follow up, rujukan)
DAFTAR PUSAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2015). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC:  


Jakarta.

Direja, Ade Herman Surya. (2016). Buku Ajar Asujan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Fitria, Nita. (2017). Prinsip dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (LP dan SP) untuk tujuh
Diagnosa Keperawatan Jiwa Berat bagi Profesi S1 Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Keliat, Budi Anna. (2014). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Stuart dan Sundeen. (2014). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Towsend. (2014). Buku Saku diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.


Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. (2014). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Gunansa.


LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Kasus ( Masalah Utama)


1. Pengertian
Deficit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),
berpakaian atau berhias, makan, dan BAB atau BAK (toileting) (Fitria,
2015).
Deficit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang
yang mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri, seperti mandi, berganti pakaian, makan dan toileting
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2010).
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi
Deficit perawatan diri seringkali disebabkan oleh intoleransi
aktivitas, hambatan mobilitas fisik, nyeri, ansietas, atau gangguan kognitif
atau persepsi (misalnya deficit perawatan diri : makan yang berhubungan
dengan disorientasi). Sebagai etiologi, deficit perawatan diri dapat
menyebabkan depresi, ketakutan terhadap ketergantungan dan
ketidakberdayaan (misalnya, ketakutan menjadi ketergantungan total yang
berhubungan dengan deficit perawatan diri akibat kelemahan residual
karena penyakit stroke)
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010) faktor predisposisi deficit
perawatan diri adalah:
a. Perkembangan:
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan Realitas turun
Klien dengan dengan gangguan jiwa, dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri. Masalah psikologi tersebut contohnya harga
diri rendah : klien tidak mempunyai motivasi untuk merawat diri, body
image: gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri, misalnya individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan dari lingkungannya. Situasi
lingkngan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

Menurut Wilkinson dan Ahern (2012) deficit perawatan diri berhubungan


dengan:
a. Defisit perawatan diri mandi / hygiene berhubungan dengan :
Penurunan motivasi, kendala lingkungan, ketidakmampuan untuk
merasakan bagian tubuh, ketidakmampuan untuk merasakan hubungan
spasial, gangguan musculoskeletal, kerusakan neuromuscular, nyeri,
gangguan persepsi atau kognitif, ansietas hebat, kelemahan dan
kelelahan (NANDA).
Faktor lain yang berhubungan (non NANDA international)
depresi, ketunadayaan perkembangan, intoleran aktivitas, pembatasan
karena pengobatan, gangguan psikologis.
b. Defisit perawatan diri berpakaian / berhias berhubungan dengan :
Penurunan motivasi, ketidaknyamanan, hambatan lingkungan,
keletihan, gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, nyeri,
gangguan kognitif atau persepsi, ansietas berat, kelemahan / kelelahan.
c. Defisit perawatan diri makan berhubungan dengan :
Penurunan motivasi, hambatan lingkungan, keletihan, hambatan
mobilitas, hambatan kemampuan berpindah, gangguan
musculoskeletal, gangguan neuromuscular, nyeri, gangguan kognitif
atau persepsi, ansietas berat, kelemahan.
d. Defisit perawatan diri eliminasi (BAB / BAK) berhubungan dengan :
Penurunan motivasi, ketidaknyamanan, kendala lingkungan, keletihan,
gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, nyeri, gangguan
kognitif atau persepsi, ansietas berat, kelemahan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, gangguan kognitif atau perceptual, cemas, lelah atau lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. Faktor-faktor yang mempengaruhi :
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik, individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
e. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain-lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit, kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik.Gangguan fisik
yang terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah yang berhubungan dengan kebersihan diri / personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial
3. Mekanisme Koping
a. Regresi
Regresi adalah kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan
merupakan cirri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini
b. Penyangkalan
Penyangkalan merupakan mekanisme koping / pertahanan untuk
mengurangi kesulitan untuk menegakkan diagnosis.

c. Isolasi diri, menarik diri


Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada
atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
(sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk
melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga
mengandung unsur penipuan diri.
d. Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia
menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang
amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh
dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi
yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau
merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat
dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi,
manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada
dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.
4. Rentang Respon
Rentang respon meliputi respon adaptif dan maladaptif
a. Respon Adaptif
Respon adaptif merupakan respon yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di
masyarakat dan individu dalam menyelesaikan masalahnya, dengan
kata lain respon adaptif adalah respon atau masalah yang masih dapat
ditoleransi atau masih dapat diselesaikan oleh kita sendiri dalam batas
yang normal
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif merupakan respon yang diberikan individu dalam
menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma-norma dan
kebudayaan suatu tempat atau dengan kata lain diluar batas individu
tersebut.

Adaptif Maladaptif

- Pola perawatan - Kadang perawatan diri - Tidak melakukan

diri seimbang kadang tidak perawatan saat stres

Keterangan :
a. Pola perawatan diri seimbang, saat pasien mendapatkan stresor dan
mampu untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan
pasien seimbang, pasien masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak, saat pasien mendapatkan stresor
kadang – kadang pasien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
c. Tidak melakukan perawatan diri, pasien mengatakan dia tidak peduli
dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
5. Tanda Dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2)   Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur
5) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri
6. Klasifikasi
Menurut Nanda-I (2012), jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri
b. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
c. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
makan secara mandiri
d. Defisit perawatan diri : eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri
C. Pohon Masalah
Perawatan diri tidak efektif (BAB / BAK / PH / Nutrisi dan cairan )

Defisit Perawatan Diri

Penurunan Motivasi dan kemampuan

2. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Subjektif
1) Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin atau
di RS tidak tersedia alat mandi
2) Klien mengatakan dirinya malas berdandan
3) Klien mengatakan ingin disuapi makan
4) Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah
BAK maupun BAB
b. Objektif
1) Ketidakmampuan mandi / membersihkan diri ditandai dengan
rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, dan berbau, serta kuku
panjang dan kotor
2) Ketidakmampuan berpakaian / berhias ditandai dengan rambut
acak – acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai,
tidak bercukur, (laki-laki) atau tidak berdandan (wanita)
3) Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran dan
makan tidak pada tempatnya
4) Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan
BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan
baik setelah BAB/BAK

D. Diagnosa Keperawatan

Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK


E. Rencana Tindakan Keperawatan

Tgl No. Dx. Perencanaan


Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Dx Keperawatan
Defisit TUM :
Perawatan Klien dapat melakukan 1. Setelah …x…… interaksi 1. Bina hubungan saling percaya dengan :
Diri. perawatan diri secara mandiri. klien menunjukkan tanda-  Beri salam setiap berinteraksi.
tanda percaya pada  Perkenalkan nama, nama panggilan
perawat : perawat, dan tujuan perawat
 Wajah cerah, berinteraksi.
TUK 1 :
tersenyum.  Tanyakan dan panggil nama kesukaan
Klien dapat membina hubungan
 Mau berkenalan. klien.
saling percaya.
 Ada kontak mata.  Tunjukkan sikap empati, jujur dan
 Bersedia menceritakan menepati janji setiap kali berinteraksi.
perasaan.  Tanyakan perasaan klien dan masalah
 Bersedia yang dihadapi klien.
mengungkapkan  Buat kontrak interaksi yang jelas.
masalahnya.  Dengarkan dengan empati.
 Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK 2 : 2. Dalam…x interaksi klien 2. Diskusikan dengan klien :


Klien mengetahui pentingnya menyebutkan :  Penyebab klien tidak merawat diri.
perawatan diri.  Penyebab tidak  Manfaat menjaga perawatan diri
merawat diri. untuk keadaan fisik, mental dan
 Manfaat menjaga sosial.
perawatan diri.  Tanda-tanda perawatan diri yang
 Tanda-tanda bersih baik.
dan rapi.  Penyakit atau gangguan kesehatan
 Gangguan yang yang bisa dialami oleh klien bila
dialami jika perawatan perawatan diri tidak adekuat.
diri tidak diperhatikan.
TUK 3 : 3.1 Dalam …x interaksi klien 3.1 Diskusikan frekuensi menjaga perawatan
Klien mengetahui cara-cara menyebutkan frekuensi diri selama ini.
melakukan perawatan diri. menjaga perawatan diri :  Mandi.
 Frekuensi mandi.  Gosok gigi.
 Frekuensi gosok gigi.  Keramas.
 Frekuensi keramas.  Berpakaian.
 Frekuensi ganti  Berhias.
pakaian.  Gunting kuku.
 Frekuensi berhias.
 Frekuensi gunting
kuku.
3.2 Dalam …x interaksi klien 3.2 Diskusikan cara praktek perawatan diri
menjelaskan cara yang baik dan benar.
menjaga perawatan diri :  Mandi.
 Cara mandi.  Gosok gigi.
 Cara gosok gigi.  Keramas.
 Cara keramas.  Berpakaian.
 Cara berpakaian.  Berhias.
 Cara berhias.  Gunting kuku.
 Cara gunting kuku.
3.3 Berikan pujian untuk setiap respon kliken
yang positif.

TUK 4 : 4. Dalam …x interaksi klien 4.1 Bantu klien saat perawatan diri :
Klien dapat melaksanakan mempraktekan perawatan  Mandi.
perawatan diri dengan bantuan diri dengan dibantu oleh  Gosok gigi.
perawat. perawat :  Keramas.
 Mandi.  Berpakaian.
 Gosok gigi.  Berhias.
 Keramas.  Gunting kuku.
 Berpakaian.
 Berhias. 4.2 Beri pujian setelah klien selesai
 Gunting kuku. melaksanakan perawatan diri.

TUK 5 : 5. Dalam …x interaksi klien 5.1 Pantau klien dalam melaksanakan


Klien dapat melaksanakan melaksanakan praktek perawatan diri :
perawatan secara mandiri. perawatan diri secara  Mandi.
mandiri :  Gosok gigi.
 Mandi 2x sehari.  Keramas.
 Gosok gigi sehabis  Berpakaian.
makan.  Berhias.
 Keramas 2x  Gunting kuku.
seminggu. 5.2 Beri pujian saat klien melaksanakan
 Ganti pakaian 1x perawatan diri secara mandiri.
sehari.
 Berhias sehabis
mandi.
 Gunting kuku setelah
mulai panjang.
TUK 6 : 6.1 Dalam …x interaksi 6.1 Diskusikan dengan keluarga :
Klien mendapatkan dukungan keluarga menjelaskan  Penyebab klien tidak melaksanakan
keluarga untuk meningkatkan cara-cara membantu perawatan diri.
perawatan diri. klien dalam memenuhi  Tindakan yang telah dilakukan klien
kebutuhan perawatan selama di rumah sakit dalam menjaga
dirinya. perawatan diri dan kemajuan yang
6.2 Dalam …x interaksi telah dialami oleh klien.
keluarga menyiapkan  Dukungan yang bisa diberikan oleh
sarana perawatan diri keluarga untuk meningkatkan
klien : sabun mandi, kemampuan klien dalam perawatan
pasta gigi, sikat gigi, diri.
sampo, handuk, pakaian 6.2 Diskusikan dengan keluarga tentang :
bersih, sandal dan alat  Sarana yang diperlukan untuk menjaga
berhias. perawatan diri klien.
6.3 Keluarga mempraktekan  Anjurkan kepada keluarga menyiapkan
perawatan diri kepada sarana tersebut.
klien. 6.3 Diskusikan dengan keluarga hal-hal yang
perlu dilakukan keluarga dalam perawatan
diri :
 Anjurkan keluarga untuk
mempraktekan perawatan diri ( mandi,
gosok gigi, keramas, ganti baju,
berhias dan gunting kuku ).
 Ingatkan klien waktu mandi, gosok
gigi, keramas, ganti baju, berhias dan
gunting kuku.
 Bantu jika klien mengalami hambatan
dalam perawatan diri.
 Berikan pujian atas keberhasilan klien.
F. Implementasi Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi
G. Evaluasi
Menurut Nurhalimah, 2016 adapaun keberhasilan pemberian asuhan
keperawatan ditandai dengan peningkatan kemampuan pasien dalam
perawatan diri, seperti
1) Klien mampu melakukan mandi, mencuci rambut, menggosok gigi
dan
2) menggunting kuku dengan benar dan bersih
3) Mengganti pakaian dengan pakaian bersih
4) Membereskan pakaian kotor
5) Berdandan dengan benar
6) Mempersiapkan makanan
7) Mengambil makanan dan minuman dengan rapi
8) Menggunakan alat makan dan minum dengan benar
9) BAB dan BAK pada tempatnya
10) BAB dan BAK air kecil dengan bersih.
Evaluasi kemampuan keluarga defisit perawatan diri berhasil apabila
keluarga dapat :
1) Mengenal masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
(pengertian, tanda dan
2) gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri )
3) Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien
4) Merawat dan membimbing pasien dalam merawat diri : kebersihan
diri ,
5) berdandan (wanita), bercukur (pria), makan dan minum, BAB dan
BAK.
6) Follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan rujukan.
H. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga

Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Identifikasi masalah: 1. Identifikasi masalah dalam
Kebersihan diri, berdandan, merawat pasien dengan masalah
makan, BAB/ BAK kebersihan diri, berdandan,
2. Jelaskan pentingnya kebersihan makan, BAB/BAK
diri 2. Jelaskan deficit perawatan diri
3. Jelaskan alat dan cara kebersihan 3. Jelaskan cara merawat pasien
diri dengan masalah kebersihan diri,
4. Masukan dalam jadwal kegiatan berdandan, makan, BAB/BAK
4. Bermain peran cara merawat
5. RTL keluarga/ jadwal untuk
merawat
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) 1. Evaluasi SP 1
2. Jelaskan pentingnya berdandan 2. Latih/ simulasi cara merawat
3. Jelaskan alat dan cara berdandan kebersihan diri dan berdandan
4. Latih cara berdandan 3. Latih langsung ke pasien
5. Masukan dalam jadwal kegiatan 4. RTL keluarga
SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu 1. Evaluasi SP 1 dan 2
2. Jelaskan alat dan cara makan yang 2. Latih langsung ke pasien cara
benar makan, BAB/BAK
3. Latih cara makan yang benar 3. RTL keluarga
4. Masukan dalam jadwal kegiatan
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kemampuan pasien yang 1. Evaluasi SP 1,2,3
lalu 2. Latih langsung ke pasien
2. Latih cara BAB/ BAK yang benar 3. RTL Keluarga: follow up dan
3. Masukan dalam jadwal kegiatan rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Anna, Keliat Budi. (2011). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.

Direktorat Keperawatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. (2015).
Keperawatan Jiwa.Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa.

Fitria, Nita. (2015). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia

Tarwoto,Wartonah. (2015).Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Yusuf, A., Fitriasari, R.,& Nihayati, H.E. (2015).Keperawatan Kesehatan Jiwa.


Jakarta: Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman,
Silverman, dan Bongar (2000) bunuh diri memiliki 4 pengertian antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif) misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Menurut Miramis (2004), bunuh diri (suicide) adalah segala perbuatan
dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan
sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin
pada waktu yang singkat.
Tanda dan gejala yaitu : sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan
isyarat verbal maupun non verbal

2. Faktor Predisposisi
Secara universal karena ketidakmampuan individu untuk
menyelesaikan masalah, terbagi menjadi :
a. Faktor genetik (berdasarkan penelitian)
1) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
2) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.
b. Faktor biologis lain
Biasanya penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya : Stroke,
Gangguan kerusakan kognitif (demensia), Diabetes, Kanker, HIV/AIDS
c. Faktor psikososial dan ligkungan
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika : Teori Freud yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan
negatif terhadap diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Prilaku Kognitif : Teori Beck yaitu pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri.
3) Stressor Lingkungan : kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial.

3. Jenis Bunuh Diri


Menurut Yosep (2010) macam-macam pembagian bunuh diri dan
percobaan bunuh diri yaitu :
a. Bunuh diri Egoistik
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini
disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyrakat yang
menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian.
b. Bunuh diri altruistik
Individu cenderung bunuh diri karena identifikasi yang terlalu kuat
dengan suatu kelompok, individu merasa bahwa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi apabila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan
tujuan, masyarakat dan kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan
kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap
kebutuhannya.
4. Psikodinamika bunuh diri
Terdapat hubungan yang erat antara suicidedan depresi. Individu
yang mengalami depresi mencoba melakukan bunuh diri untuk
menghilangkan depresinya. Namun banyak orang yang melakukan bunuh
diri tidak memperlihatkan gejala-gejala klinik mengenai depresi. Helbert
Hendin dalam Maramis (2004) mengemukakan psikodinamika bunuh diri
yaitu :
a. Kematian sebagai pelepasan pembalasan ( Death as retaliotary
abandonment) artinya yaitu suicide meruapakan usaha untuk mengurangi
preokupasi.
b. Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) ( Death as
retroflexed murder) artinya bagi individu yang mengalami gangguan
emosi hebat, suicide dapat mengganti kemarahan atau kekerasan yang
tidak dapat direpresi.
c. Kematian sebagai penyatuan kembali ( Death as reunion) artinya
kematian memiliki arti yang menyenangkan karena individu bersatu
kembali dengan orang yang telah meninggal.
d. Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri ( Death as self punishment)
artinya menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang
terjadi pada wanita, akan tetapi jika seorang ibu tidak mampu mencintai
maka keinginan untuk menghukum dirinya dapat terjadi.

5. Tanda –tanda bunuh diri


Solomon dalam Maramis (2004) membagi besarnya resiko bunuh
diri dengan melihat adanya tanda-tanda tertentu yaitu :
a. Tanda-tanda resiko berat
1) Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-
ulang baha individuingin mati
2) Adanya depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa terutama
terhadap orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin
dihukum berat,rasa cemas yang hebat serta adanya gangguan tidur
yang berat.
3) Adanya psikosa terutama penderita psikosa impulsive serta adanya
perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya
jika penderita mendengar suara yang memerintahkan untuk
membunuh dirinya.
b. Tanda – tanda bahaya
1) Pernah melakuakn percobaan bunuh diri
2) Penyakit yang menahun, penderita dengan penyakit kronis berat
dapat melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan
penyakitnya.
3) Ketergantungan obat dan alkohol karena mempunyai efek
melemahkan kontrol dan mengubah dorongan sehingga
memudahkan bunuh diri
4) Hipokondriasis, keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam
tanpa sebab organis dapat menimbukan depresi yang berbahaya.
5) Kebangkrutan, individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan
masa depan mempunyai keluarga dan dudukan sosial yang tinggi.
6) Catatan bunuh diri, seseorang yang mempunyai riwayat catatan
bunuh diridianggap sebagai tanda bahaya.

6. Psikopatologi bunuh diri


Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematiannya dengan
tindakan kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai nilai
untuk melakukannya. Perilaku bunuh diri dapat dibagi 4 yaitu :
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri. Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide
untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/non verbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan bunuh
diri. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh dirinamun
tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
c. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi
ini pasien aktif mencoba unuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi.
d. Bunuh diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat
pada waktunya.

7. Rentang respon

Peningkatan Berisiko Perilaku Pencenderaan Bunuh


Diri destruktif destruktif diri diri diri
tak langsung

a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri


secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecendrungan atau berisiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah
semangt bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan
padahal sudaj melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan dirinya.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang (Yosep, 2010).
8. Pengobatan
Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian yang serius.
Pertolongan pertama dilakukan di rumah sakit, dilakukan pengobatan
terhadap luka ataupun keracunan. Bila luka atau keracunan sudah dapat
diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatri. Untuk pasian depresi bisa diberikan
terapi elektrokonvulsi, obat – obatan berupa antidepresan dan psikoterapi.
9. Progmosa
Faktor yang mempengaruhi prognosa yaitu:
a. Pasien : bila pasien dapar menyesuaikan diri dengan baik dan stress yang
menjadi faktor pencetus untuk percobaan bunuh diri cukup besar maka
prognosanya lebih baik.
b. Lingkungan : bila lingkungan memberi dukungan dan banyak orang yang
memperhatikan penderita serta banyak hal yang dapat memberi arti dalam
kehidupan pasien, maka progonosanya akan lebih baik.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas meliputi ruangan rawat, inisial paisen, umur, pekerjaan,
pendidikan, tanggal rawat, tanggal pengkajian, nomer RM, status dan
informasi.
b. Alasan masuk RSJ
Disesuaikan dengan kondisi pasien. Biasanya pasien yang
mengalami resiko bunuh diri masuk RSJ dengan alasan mengungkapkan
perasaan sedih, marah, putus asa, tidak berdaya dan memberikan isyarat
verbal maupun non verbal, mengenai keinginannya untuk bunuh diri.
c. Faktor predisposisi
Pasien dengan resiko bunuh diri mungkin memiliki riwayat
keluarga yang mengalami gangguan jiwa di masa lalu dengan pengobatan
yang kurang berhasil, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,
dan lain sebagainya.
d. Fisik
Kaji TTV pasien, TB, keluhan fisik yang mungkin terjadi seperti
tidak nafsu makan, merasa lemas.
e. Psikososial
Gambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien
yang terdiri dari citra diri, identitas, peran, idela diri dan harga diri,
ubungan sosial dengan orang terdekat/ masyarakat serta kehidupan
spiritual. Pada pasien dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya
harga diri rendah, pasien akan memperlihatkan konsep diri yang buruk
misal perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhdap diri
sendiri, merendahkan martabat dengan menyatakan saya tidak bisa/ saya
tidak mampu/ saya orang bodoh/ tidak tahu apa –apa, menarik diri,
percaya diri kuranf, dan mencederai diri akibat harga diri yang rendah
disertai harapan suram dan akhirnya klien ingin mengakhiri
kehidupannya.
f. Status mental
Perlu dikaji penampilan psien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam
perasaa, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran diri. Pada paie dengan resiko bunuh diri mungkin akan
tampak penampilam tidak rapi, gaya bicara lambat, aktivitas motorik lesu,
alam perasaan sedih dan putus asa, interkasi selama wawancara
kurangdan lebih banyak membisu.
g. Kebutuhan pesiapan pulang
Perlu dikaji kesiapan pasien pulang mecakup kebutuhan ADL,
istirahat tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas dalam
rumah dan luar rumah.
h. Mekanisme koping
Pada pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki koping
maladaptif yakni dengan berusaha mencederai diri atau orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat,
dukungan kelompok lingkunan, pendidikan, oerumahan, dan ekonomi.
Mungkin pada pasuen resiko bunuh diri akan tampalk masalah dengan
dukugan kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak percaya diri
dalam berinteraksi dengan orang lain karena selalu mnganggap dirinya
tidak bisa, tidak mampu dan lain sebagainya.
j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/ faktor presipitasi/ koping
penyakit fisik/ obat-obatan.
k. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien.
Masalah keperwatan yang muncul pada pasien dengan resiko bunuh diri
adalah :

1. Resiko bunuh diri


DO : Menyatakan ingin bunuh diri/ mati saja, tak ada gunanya hidup.
DS : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
2. Resiko mencederai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan
DS : Mengatakan ingin membakar rumah, mencederai orang lain atau
dirinya sendiri, memberi kata – kata ancaman
DO : Tampak menyerang orang lain/ menyentuh orang lain dengan cara
menakutkan, memecahkan perabot dan lain sebagainya, memperlihatkan
permusuhan
3. Harga diri
DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan
dan tak berguna, malu.
DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah tidak dapat mengontrol ipmuls.

Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.

Risiko bunuh diri

Gangguan interaksi sosial (Menarik Diri)

Harga diri rendah


2. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko bunuh diri
2) Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
3) Harga diri rendah
3. Intervensi
Tg No.D Dx. Perencanaan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi
l x Keperawatan
Risiko Bunuh TUM : 1. Setelah ....x... 1. Bina hubungan saling percaya dengan :
Diri Klien dapat mengendalikan menit selam...jam klien menunjukkan a.
dorongan untuk bunuh diri. tanda-tanda percaya pada perawat : b.
a. Menjawab salam sabar dan tidak menyangkal
TUK 1 : b. Mau menerima perawat c.
Klien dapat membina c. Ada kontak mata d.
hubungan saling percaya d. Mau berjabat tangan e.
mencederai diri meningkat
f.
pisau, silet, gunting, tali kaca,sll).
TUK 2 : 2. Setelah 1. Dengar kan keluhan yang dirasakan klien
Klien mampu .....x..menit selama.....jam klien dapat 2. Bersikap empati untuk meninkatkan
mengekpresikan perasaannya. mengekpresikann perasaannya : unkapan keraguan, ketakutan dan
a. Menceritakan peneritaan secara keprihatinan.
terbuka dan konstruktif dengan oran 3. Beri dorongan kepada klien untuk
lain. mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapan karena harapan
adalah hal yang terpenting dalam
kehidupan.
TUK 3 : 3. Setelah .....x....menit selama...jam klien 1. Bantu klien untuk memahami bahwa ia
Klien dapat meningkatkan dapat mengenang dan meninjau kembali dapat mengatasi aspek-aspek keputusan
harga diri kehiupan secara positif : dan memisahkan dari aspek harapan.
a. Mempertimbangkan nilai-nilai dan 2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber
arti kehidupan. internal individu (outonomi, mandiri,
b. Mengekpresikan perasaan-perasaan rasional pemikiran kognitif , fleksibelitas
yang optimis tentang yang ada. dan spiritualitas.
3. Bantu klien mengidentifikasi sumber-
sumber harapan (misal : hubungan antar
sesama, keyakinan hak-hak untuk
diselesaikan).
4. Bantu klien mengembangkan tujuan-
tujuan realitas jangka panjang dan angka
pendek (beralih dari yang sederhana ke
yang lebih komplek dapat menggunakan
suatu poster tujuan untuk menandakan
jenis dan waktu untuk pencapaian
tujuan-tujuan spesifik).
TUK 4 : 4. Setelah ....x...menit selama ...jam klien d.1. Ajarkan klien untuk mengantisipasi
Klien menggunakan dapat mengekpresikan perasaan tentang pengalaman yang dia senang melakukan
dukungan sosial. hubungan yang positif dengan orang setiap hari ( misal : beralan, membaca
terdekat : buku favorit dan menulis surat).
a. Mengekpresikan percaya diri dengan d.2. Bantu klien untuk mengenali hal-hal
hasil yang diinginkan. yang dicintai yang ia sayang dan penting
b. Menekpresikan percaya ddiri dengan terhadap kehidupan orang lain disamping
diri dan orang lain. tentan kegagalan dalam kesehatan.
c. Menatap tujuan-tujuan yang realitis. d.3. Beri dorongan pada klien untuk berbaai
keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai masalah dan penyakit yang
sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi tersebut dengan
koping yang efektif.
TUK 5 : 5. Setelah ...x... menit selama...jam , 5.1. Kaji dan kerahkan sumber-sumber
Klien menggunakan sumber tersedia (keluarga, lingkungan ekternal individu (orang terdekat,
dukungan sosial. dan masyarakat) : timpelayanan kesehatan, kelompok
a. Keyakinan makin meningkat pendukung, agama dianutnya).
5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan(nilai,
pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
Lakukan rujukan selesai indikasi
4. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Identifikasi benda – benda yang dapat 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
membahayakan pasien keluarga dalam merawat pasien
2. Amankan benda yang dapat 2. Jelaskan pengertian tanda dan gejala
membahayakan pasien resiko bunuh diridan jenis perilaku
3. Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri yang dialami pasien beserta
bunuh diri proses terjadinya
4. Latih cara mengendalikan dorongan 3. Jelaskan cara merawat pasien bunuh
bunuh diri diri
SP 2 SP 2
1. Evaluasi SP 1 1. Evaluasi SP 1
2. Identifikasi askep positif pasien 2. Latih keluarga mempraktikan cara
3. Dorong pasien berfikir positif merawat pasien dengan resiko bunuh
4. Dorong pasien menghargai diri sendiri diri
3. Latih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien
risiko bunuh diri.
SP 3 SP 3
1. Evaluasi SP 1 dan 2 1. Evaluasi SP 1,2
2. Identifikasi pola koping yang dapat 2. Bantu keluarga membuat jadwal
diterapkan aktivitas di rumah termasuk minum
3. Menilai pola koping yang dapat obat (perencanaan pulang )
dilakukan 3. Jelaskan kepada keluarga setelah
4. Identifikasi dan dorong pasien memilih pulang
pola koping yang konstruktif
5. Anjurkan pasien menggunakan pola
koping yang kontruktif
SP 4 SP 4
1. Evaluasi SP 1,2,3 1. Evaluasi SP 1,2,3
2. Buat rencana masa depan yang realistis 2. Latih langsung ke pasien
3. Identifikasi cara mencapai masa depan 3. RTL keluarga: follow up dan rujukan
yang realistis
4. Beri dorongan melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan yang
realistis.

5. Implementasi Keperawatan
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi

6. Evaluasi Keperawatan
Menurut Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015 adapan evalusia keperawatan antara
lain :
1) Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh
diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang
tetap aman dan selamat.
2) Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan
bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan
keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri.
3) Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan hal berikut.
- Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
4) Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan
asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat
pasien dengan risiko bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal
berikut.
- Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri.
- Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi anggota
keluarga yang berisiko bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA

Maramis. (2014). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Atrlangga University Press : Surabaya.

Herman, Ade. (2016).Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Medical Book


Keliat, Budi Anna. (2012). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, I. (2015). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Stuart, GW. (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA RESIKO
BUNUH DIRI

Oleh :
NI LUH GEDE BINTANG KARTIKA
NIM: 209012472

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA

IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny.D
Dirawat : Ruang A
Umur : 37 tahun
Tgl Pengkajian: 22 Oktober 2020
Alamat : Jl. Melati, Bali
Pendidikan : SMA
Agama : Hindu
Rawat : Rawat Inap
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
JenisKel. : Perempuan
No Rm : 209012

ALASAN MASUK
a. Data Pada saat masuk RS
Pada tanggal 20 Oktober 2020 pasien datang ke RSJ Provinsi Bali diantar oleh
keluarganya dan dibantu beberapa tokoh masyarakat ke UGD RSJ. Kondisi pasien
tersebut diikat, mata cekung, bau badan menyengat dan kotor, ada luka lecet
dipergelangan tangan, dan benjolan di kepala. Menurut keluarganya klien sempat
membenturkan kepalanya ke dinding sebelum dibawa ke UGD RSJ. Saat itu klien bicara
kacau dan mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja.
b. Data pada saat dikaji
Pasien mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja. Pada saat pengkajian
pasien tampak sudah sedikit kooperatif menjawab, pasien sudah dibersihkan dan sudah
tidak kotor dan bau sudah tidak terlalu menyengat

Masalah Keperawatan : Resiko Bunuh Diri

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI


FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?
[ ] Ya
[] Tidak
Jika Ya, Jelaskan :
2. Pengobatan sebelumnya
[ ] Berhasil
[ ] Kurang berhasil
[ ] Tidak berhasil
Jelaskan :

3. a. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)


[ ] Ya
[ ] Tidak
Jika Ya Jelaskan :

b. Pernah ada riwayat NAPZA


[ ] Narkotika
[ ] Penyalahgunaan Psikotropika
[ ] Zat aditif : kafein, nikotin, alcohol
[ ] Dll

c.Riwayat Trauma

Usia Perilaku Korban Saksi

Aniaya fisik

Aniaya Seksual

Penolakan

Kekerasan dalam keluarga

Tindakan kriminal

Usaha Bunuh Diri 37 tahun Menciderai Diri Keluarga


diri sendiri Sendiri

Jelaskan : pasien mencoba melakukan usaha bunuh diri dengan menciderai diri
sendiri dan kemudian diketahui oleh keluarganya dan kemudian diceegah oleh
keluarganya

Masalah / Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh Diri

4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan, kematian,


perpisahan)
Bila Ya
Jelaskan

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


1. Anggota keluarga yang gangguan jiwa ?
[ ] Ada
[ ] Tidak
Kalau ada :
Hubungan keluarga :
Gejala :
Riwayat pengobatan :
Masalah / Diagnosa Keperawatan :

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 22 Oktober 2020
1. Keadaan umum :

2. Tanda vital :
TD :110/80 mmHg
N : 84 x/menit
S : 360C
P : 20 x/menit

3. Ukur : BB : 65 kg TB : 163 cm
 Turun
 Naik

4. Keluhan Fisik :
[] Nyeri : Ringan (1,2,3), Sedang (4,5,6), Berat terkontrol (7,8,9), Berat tidak
terkontrol (10), (Standar JCI)
Ya :
P : terdapat luka lecet dan benjol/memar
Q : pada pergelangan tangan terasa seperti teriris-iris dan pada kepala terasa
seperti tertekan/tertimpa benda berat
R : terdapat luka lecet dipergelangan tangan dan benturan pada kepala, rasa
sakit hanya dirasakan pada luka/memar dan tidak menyebar ke area lain yang
tidak cedera
S:4
T : nyeri dirasakan pada saat ada pergerakan pada pergelangan tangan dan jika
bagian luka atau memar disentuh, nyeri dirasakan secara bertahap
Tidak :

[ ]Keluhan lain
[]Tidak ada keluhan
Jelaskan :
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh Diri
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (Sebelum dan sesudah sakit)
1. Genogram :

X X

Keterangan Gambar :

= Laki - laki

= Perempuan

X = Meninggal

= Klien
= Tinggal serumah
= Hubungan Dekat

Jelaskan : pasien mengatakan bersaudara 3 orang dengan jenis kelamin 2 org


perempuan dan 1 orang laki-laki,pasien merupakan anak kedua dan pasien
mengatakan tinggal serumah dengan ayah mertua, suaminya dan ke 2 orang
anaknya

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

a. Citra tubuh : pasien (Ny.D) mengatakan tidak ada satupun bagian Tubuh yang
tidak disukai, semua bagian Tubuh saya sukai
b. Identitas dir : pasien (Ny.D) mengatakan dia terlahir sebagai perempuan dan
sekarang berusia 37 tahun serta sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Pasien
(Ny.D) bernama legkap Ny.DD dan biasa dipanggil Ny. D
c. Peran diri : pasien (Ny.D) mengatakan ia sebagai IRT mengurus anak, suami
dan mengerjakan pekrjaan rumah
d. Ideal diri : pasien (Ny.D) mengatakan untuk saat ini ingin pulang kerumah
ingin bertemu dengan anak dan suaminya
e. Harga diri : pasien (Ny.D) mengatakan sedih dan malu dengan kondisinya
saat ini, ia malu pada tetangga dan saudaranya karena ia dan suaminya memiliki
banyak hutang dan ditagih hutang dimana-mana tapi ia belum bisa membayar
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat :
pasien mengtakan sanagt dekat dengan anak-anaknya dan juga suaminya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Sebelum sakit pasien sering mengikuti kegiataqn di masyarakat seperti ngayah,
namun semenjak dirawat di RSJ Prof.Bali pasien biasanya diajak untuk
mengikuti kegiatan gotong royong direhab maupun diruangan
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Dirumah sakit pasien tidak menemukan hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain. Dirumahpun sama, pasien mengatakan tidak mempunyai hambatan
untuk berinteraksi dengan orang lain

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : pasien menganut Agama Hindu
b. Kegiatan ibadah : pasien mengatakan sering sembahyang

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

STATUS MENTAL
1. Penampilan
[] Tidak rapi
[ ] Penggunaan pakaian tidak sesuai
[ ] Cara berpakaian tidak sesuai fungsinya
Jelaskan : pnampilan pasien tampak sedikit kurang rapi, baju berwarna biru dan
celana hitam yg sedikit kotor

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

2. Pembicaraan
[] Cepat
[ ] Keras
[ ] Gagap
[ ] Apatis
[ ] Lambat
[ ] Membisu
[ ] Tidak mampu memulai pembicaraan
[ ] Lain-lain

Jelaskan : dalam melakukan pembicaraan pasien menjawab pertanyaan dengan baik


dan mampu memberikan jawaban yang sesuai. Pasien bicara dengan nada yg agak
cepat
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
3. Aktifitas Motorik/Psikomotor
Kelambatan :
 Hipokinesia, hipoaktifitas
 Katalepsi
 Sub stupor katatonik
 Fleksibilitasserea
Jelaskan :

Peningkatan :
 Hiperkinesia, hiperaktifitas
 Gagap
 Stereotipi
 Gaduh gelisah katatonik
 Mannarism
 Katapleksi
 Tik
 Ekhopraxia
 Command automatism
 Grimace
 Otomatisma
 Negativisme
 Reaksikonversi
 Tremor
 Verbigerasi
 Berjalan kaku/rigid
 Kompulsif : sebutkan

Jelaskan : pada saat pengkajian pasien tampak tenang dalam berbicara, tidak ada
gerakan maupun jawaban yang diulang-ulang dan pasien tidak gemetaran

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

4. Afek dan Emosi


Pertanyaan :
- Bagaimana perasaan anda akhir akhir ini ?
- Jika tidak ada respon, lanjutkan dengan pertanyaan :
Bagaimana perasaan anda snang apa sedih ?
- Jika pasien tampak sedih, tanyakan : bagaimana sedihnya ? Dapatkah anda
menceritakannya ?
- Jika pasien menunjukkan gambaran depresi, lanjutkan dengan pertanyaan:
- Bagaimana dengan masa depanmu? Apakah anda benar-benar tidak punya
harapan?
- Jika “ya” Lanjutkan dengan : Bukankah hidup ini berharga?
- Lanjutkan dengan pertanyaan : adalah keinginan untuk bunuh diri?

a. Afek
[] Adekuat
[ ] Tumpul
[ ] Dangkal/datar
[ ] Inadekuat
[ ] Labil
[ ] Ambivalensi
Jelaskan: dari hasil observasi afek pasien adekuat

Masalah / Diagnosa Keperawatan :


b. Emosi
[ ] Merasa Kesepian
[ ] Apatis
[ ] Marah
[ ] Anhedonia
[ ] Eforia
[ ] Cemas (ringan, sedang, berat, panic)
[] Sedih
[] Depresi
[] Keinginan Bunuh Diri
Jelaskan : pasien mengatakan sanagt sedih dan stress dengan keadaannya sudah
merasa putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya

Masalah / Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh Diri

5. Interaksi selama wawancara


 Bermusuhan
 Tidak kooperatif
 Mudah tersinggung
 Kontak mata kurang
 Defentif
 Curiga

Jelaskan : saat diwawancara pasien kooperatif, pasien mau menjawab pertanyaan


dengan benar tetapi pasien tampak sedikit malu

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

6. Persepsi – Sensorik
Pertanyaan pada pasien :
- Apakah ada sering mendengar suara saat tidak ada orang atau saat tidak ada orang
yang berbicara?
- ATAU : Apakah anda mendengar suara orang yang tidak dapat anda lihat.
- Jika : ‘ya”
- Apakah itu benar suara yang datang dari luar kepala anda atau dalam pikiran anda.
- Apa yang dikatakan oleh suara itu?
- Berikan contohnya, apa yang anda dengar hari ini atau kemarin
Halusinasi
 Pendengaran
 Penglihatan
 Perabaan
 Pengecapan
 Penciuman
 Kinestetik
 Visceral
 Histerik
 Hipnogogik
 Hipnopompik
 Perintah
 Seksual

Ilusi
 Ada
 Tidak ada

Depersonalisasi
 Ada
 Tidak ada
Derealisasi
 Ada
 Tidak ada
Jelaskan:

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

7. Proses Pikir
Pertanyaan :
a. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang atau suatu kekuatan di luar anda
memasukkan buah pikiran yang bukan milik anda ke dalam pikiran anda, atau
menyebabkan anda bertindak tidak seperti biasanya ?
b. Pernahkah anda percaya bahwa anda sedang dikirimi pesan khusus melalui TV,
radio atau Koran, atau bahwa ada seseorang yang tidak anda kenal secara pribadi
tertarik pada anda ?
c. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang membaca pikiran anda atau bisa
mendengar pikiran anda atau bahkan anda bisa membaca dan mendengar yang
sedang dipikirkan oleh orang lain ?
d. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang memata matai anda, atau
seseorang telah berkomplot melawan anda atau mencederai anda ?
e. Apakah keluarga atau teman anda pernah menganggap keyakinan anda aneh atau
tidak lazim ?

Arus Pikir
[ ] Koheren
[ ] Inkoheren
[ ] Sirkumtansial
[ ] Neologisme
[ ] Tangensial
[ ] Logorea
[ ] Kehilangan asosiasi
[ ] Bicara lambat
[ ] Flight of idea
[ ] Bicara cepat
[ ] Irrelevansi
[ ] Min kata – kata
[ ] Blocking
[ ] Pengulangan Pembicaraan/perseverasi
[ ] Afasia
[ ] Asosiasi bunyi
Jelaskan:

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

Isi Pikir
[ ] Obsesif
[ ] Ekstasi
[ ] Fantasi
[ ] Alienasi
[] Pikiran Bunuh Diri
[ ] Preokupasi
[ ] Pikiran Isolasi Sosial
[ ] Ide yang terkait
[ ] Pikiran Rendah diri
[ ] Pesimisme
[ ] Pikiran magis
[ ] Pikiran curiga
[ ] Fobia, sebutkan
[ ] Waham:
 Agama
 Somatik/hipokondria
 Kebesaran
 Kejar/curiga
 Nihilistik
 Dosa
[ ] Sisip pikir
[ ] Siar pikir
[ ] Kontrol piker
Jelaskan : pasien mengatakan mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidupnya karena
sudah tidak tahan lagi dan agar masalah yang sedang menimpa hidupnya juga ikut
berakhir

Masalah / Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh Diri

 Gangguan proses pikir :


 Lain-lain, jelaskan

8. Kesadaran
 Menurun :
[] Compos mentis
[ ] Sopor
[ ] Apatis/sedasi
[ ] Subkoma
[ ] Somnolensia
[ ] Koma
 Meninggi
 Hipnosa
 Disosiasi
 Gangguan perhatian
Jelaskan:

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

9. Orientasi
 Waktu
 Tempat
 Orang
Jelaskan: pasien mengatakan dirinya berada di RSJ Prof.Bali, pasien juga dapat
menjawab dengan benar waktu dan orang disekitarnya

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

10. Memori
 Gangguan daya ingat jangka panjang ( > 1 bulan )
 Gangguan daya ingat jangka pendek ( 1 hari - 1 bulan )
 Gangguan daya ingat saat ini ( < 24 jam )
 Amnesia
 Paramnesia
 Konfabulasi
 Dejavu
 Jamaisvu
 Fause reconnaissance
 Hiperamnesia
Jelaskan: pasien tidak memiliki gangguan daya ingat, pasin masih ingat siapa yang
mengantar ia kesini (RSJ Prof.Bali)

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

11. Tingkat konsentrasi dan berhitung


 Mudah beralih
 Tidak mampu berkonsentrasi
 Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan: pasien mampu berhitung penjumblahan, pengurangan, pembagian dan
pengalian, tidak ada masalah pada tingkat konsentrasi dan juga kemampuan berhitung

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

12. Kemampuan penilaian


 Gangguan ringan
 Gangguan bermakna
Jelaskan: pasien mampu mengambil keputusan menggunakan baju tidak terbalik dsb

Masalah / Diagnosa Keperawatan :


 Gangguan proses pikir : (jelaskan)

13. Daya titik diri


[ ] Mengingkari penyakit yang diderita
[ ] Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan: pasien selalu menyalahkan keadaan

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

 Gangguan proses pikir : (jelaskan)

KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
Jelaskan: pasien mampu makan dan minum secara mandiri, pasien makan 3x sehari
yaitu sarapan pada pukul 6.30, makan siang pukul 12.00 dan makan malam pukul
17.00, minum -+ 6-8 gelas perhari
Masalah / Diagnosa Keperawatan :

2. BAB/BAK
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
Jelaskan: pasien BAB 1x sehari, BAK -+ 4x sehari dan mampu melakukan eliminasi
dengan baik, menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

3. Mandi
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
4. Sikat gigi
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
5. Keramas
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
Jelaskan: pasien mengatakan mandi secar mandiri dan tanpa perlu diarahkan oleh
perawat,pasien mengatakan mandi 2x sehari yaitu pagi dan sore hari, pasien
menggosok gigi 3x sehari

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

6. Berpakaian/berhias
[] Mandiri
[ ] Bantuan Minimal
[ ] Bantuan total
Jelaskan: pasien mengatakan mampu menngunakan pakaian secarqa mandiri dan tidak
terbalik, pasien mengatakan sehabis mandi pasien selalu diarahkan perawat untuk
menyisir rambut dan mengikat rambutnya agar rapi
Masalah / Diagnosa Keperawatan :

7. Istirahat dan tidur


 Tidur Siang, Lama : jam 12.30 s/d 13.00
 Tidur Malam, Lama : jam 21.00 s/d 05.00
 Aktifitas sebelum/sesudah tidur : pasien mengtakan sebelum tidur selalu mencuci
kaki dan menggosok gigi, setelah bangun tidur pasien selalu mencuci wajahya
Jelaskan :

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

8. Penggunaan obat
 Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan:

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

9. Pemeliharaan kesehatan

Ya Tidak
Perawatan Lanjutan
Sistem pendukung
Keluarga
Terapis
Teman sejawat
Kelompok sosial
Jelaskan :

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

10. Aktifitas dalam rumah

Ya Tidak
Mempersiapkan makanan

Menjaga kerapihan rumah
Mencuci pakaian 
Pengaturan keuangan 


11. Aktifitas di luar rumah

Ya Tidak
Belanja 
Transportasi 
Lain-lain

Jelaskan : pasien mengatakan dirinya sebagai IRT dan semua kebutuhan rumah dan
keluarga ia yang mengerjakan/menyiapkannya

Masalah / Diagnosa Keperawatan :

MEKANISME KOPING

Adaptif Maladaptif

[ ] Bicara dengan orang lain [ ] Minum alkhohol


[ ] Mampu menyelesaikan [ ] Reaksi lambat/berlebihan
masalah [ ] Bekerja berlebihan
[ ] Teknik relaksasi [ ] Menghindar
[ ] Aktifitas konstruktif [ ] Menciderai diri
[ ] Olah raga [ ] Lain-lain………………….
[ ] Lain-
lain……………………….

Jelaskan : pasien mengatakan sudah tidak tau lagi bagaimana cara menyelesaikan
masalahnya pasien mengatakan ia ingin mati saja pasien mencoba menciderai dirinya
dibagian pergelangan tangan dan membenturkan kepalanya ketembok berkali-kali
Masalah/Diagnosa Keperawatan: Resiko Bunuh Diri

MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


[ ] Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya

[ ] Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya

[ ] Masalah dengan pendidikan, spesifiknya

[ ] Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya

[ ] Msalah dengan perumahan, spesifiknya

[  ] Masalah dengan ekonomi, spesifiknya


[ ] Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya

[ ] Masalah lainnya, spesifiknya

Masalah/Diagnosa Keperawatan:

ASPEK PENGETAHUAN
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang
tentang suatu hal?
[ ] Penyakit/gangguan jiwa
[ ] Sistem pendukung
[ ] Faktor presipitasi
[ ] Mekanisme koping
[ ] Penyakit fisik
[ ] Obat-obatan
[ ] Lain-lain, jelaskan
Jelaskan: pasien kurang mengetahui meknisme koping/cara untuk menenangkan diri
dan berfikir dengan kepala dingin untuk mencari jalan keluar dari masalah yang sedang
dihadapi

Masalah/Diagnosa Keperawatan:

ASPEK MEDIS
Diagnosis medik : Resiko Bunuh Diri
Terapi medik :

ANALISA DATA

NO DATA MASALAH / DIAGNOSA


KEPERAWATAN

1. DS: pasien mengatakan Resiko Bunuh Diri


masuk rumah sakit karena
berusaha mencederai
dirinya sendiri

DO : pasien tampak
kooperatif saat ditanya
Pasien sempat mencoba
menyayat pergelangan
tangan dan membenturkan
kepalanya ketembok
berkali-kali dirumah
sebelum dibawa ke RSJ

2. DS:

DO:

3. DS:

DO:

dst DS:

DO:

DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko Bunuh Diri
2. ……………………………………………
3. ……………………………………………
4. Dst

POHON MASALAH
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Risiko bunuh diri

Gangguan interaksi sosial (Menarik Diri)

Harga diri rendah

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko Bunuh Diri
2. ……………………………………………
3. ……………………………………………
4. ……………………………………………

Denpasar,………………………..
Perawat yang mengkaji

NIM/NIRM:……………………
INTERVENSI KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT
JIWA

Inisial Klien : Ny.D


Ruangan : Ruang A
RM No : 209012

Tg No.D Dx. Perencanaan


Tujuan Kriteria hasil Intervensi
l x Keperawatan
Risiko Bunuh TUM : 1. Setelah ....x... menit selam...jam klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan :
Diri Klien dapat mengendalikan menunjukkan tanda-tanda percaya pada a.
dorongan untuk bunuh diri. perawat : b.
a. Menjawab salam sabar dan tidak menyangkal
TUK 1 : b. Mau menerima perawat c.
Klien dapat membina c. Ada kontak mata d.
hubungan saling percaya d. Mau berjabat tangan e.
mencederai diri meningkat
f.
pisau, silet, gunting, tali kaca,sll).
TUK 2 : 2. Setelah .....x..menit selama.....jam klien 1. Dengar kan keluhan yang dirasakan klien
Klien mampu dapat mengekpresikann perasaannya : 2. Bersikap empati untuk meninkatkan
mengekpresikan perasaannya. b. Menceritakan peneritaan secara unkapan keraguan, ketakutan dan
terbuka dan konstruktif dengan oran keprihatinan.
lain. 3. Beri dorongan kepada klien untuk
mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapan karena harapan
adalah hal yang terpenting dalam
kehidupan.
TUK 3 : 3. Setelah .....x....menit selama...jam klien 1. Bantu klien untuk memahami bahwa ia
Klien dapat meningkatkan dapat mengenang dan meninjau kembali dapat mengatasi aspek-aspek keputusan
harga diri kehiupan secara positif : dan memisahkan dari aspek harapan.
c. Mempertimbangkan nilai-nilai dan 2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber
arti kehidupan. internal individu (outonomi, mandiri,
d. Mengekpresikan perasaan-perasaan rasional pemikiran kognitif , fleksibelitas
yang optimis tentang yang ada. dan spiritualitas.
3. Bantu klien mengidentifikasi sumber-
sumber harapan (misal : hubungan antar
sesama, keyakinan hak-hak untuk
diselesaikan).
4. Bantu klien mengembangkan tujuan-
tujuan realitas jangka panjang dan angka
pendek (beralih dari yang sederhana ke
yang lebih komplek dapat menggunakan
suatu poster tujuan untuk menandakan
jenis dan waktu untuk pencapaian
tujuan-tujuan spesifik).
TUK 4 : 4. Setelah ....x...menit selama ...jam klien 1. Ajarkan klien
Klien menggunakan dapat mengekpresikan perasaan tentang untuk mengantisipasi pengalaman yang
dukungan sosial. hubungan yang positif dengan orang dia senang melakukan setiap hari
terdekat : ( misal : membaca buku favorit dan
d. Mengekpresikan percaya diri dengan menulis surat).
hasil yang diinginkan. 2. Bantu klien
e. Menekpresikan percaya ddiri dengan untuk mengenali hal-hal yang dicintai
diri dan orang lain. yang ia sayang dan penting terhadap
f. Menatap tujuan-tujuan yang realitis. kehidupan orang lain disamping tentan
kegagalan dalam kesehatan.
3. Beri dorongan
pada klien untuk berbaai keprihatinan
pada orang lain yang mempunyai
masalah dan penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasi tersebut dengan koping
yang efektif.
TUK 5 : 5. Setelah ...x... menit selama...jam , 1. Kaji dan kerahkan sumber-sumber
Klien menggunakan sumber tersedia (keluarga, lingkungan ekternal individu (orang terdekat,
dukungan sosial. dan masyarakat) : timpelayanan kesehatan, kelompok
- Keyakinan makin meningkat pendukung, agama dianutnya).
2. Kaji sistem pendukung keyakinan(nilai,
pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
Lakukan rujukan selesai indikasi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA …

Nama : Ruangan : RM :
No :

DX EVALUASI
TANGGAL IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
22/10/2020 Resiko Bunuh Diri DS : pasien mengatakan sedih dan malu dengan S : pasien mengatakan bernama Ny.D
keadaannya dan mengatakan ingin mati saja Pasien mengatakan mau berbincang-bincang
DO : - pasien tampak kooperatif dengan perawat
- Kontak mata baik O : Pasien tampak kooperatif
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri Kontak mata baik
Tindakan : BHSP Pasien mampu menjawab pertanyaan yang
1. Beri salam setiap berinteraksi diberikan oleh perawat
2. Perkenalkan nama : nama lengkap nama A : Tujuan tercapai
panggilan perawat dan tujuan berinteraksi P : Lanjutkan SP 1
3. Meenanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi
4. Membuat kontrak interaksi yang jelas
5. Mendengarkan dengan penuh perhatian
ungkapan perasaan klien
Rencana tindak lanjut :
1.
2.
membahayakan pasien
3.
pasien
4.
bunuh diri
5.
diri
Resiko Bunuh Diri DS : pasien bernama Ny.D, pasien mengatakan S : Pasien mengatakan Bernama Ny.D
ingat dengan nama perawat Pasien mengatakan bisa mengendalikan dorongan
DO : Kontak mata baik bunuh diri dengan cara relaksasi otot progresif
Pasien kooperatif yang sudah diajarkan
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri O : kontak mata baik
Tindakan : SP 1 Pasien kooperatif
1. Beri salam setiap akan mulai berinteraksi Pasien tampak mampu mengikuti relaksasi yang
2. Mengevaluasi kegiatan yang lalu diajarkan
3. Identifikasi benda – benda yang dapat A : Tujuan tercapai
membahayakan pasien P : Pertahankan SP 1
4. Amankan benda yang dapat Lanjutkan SP 2
membahayakan pasien
5. Ajarkan cara mengendalikan dorongan
bunuh diri seperti diskusikan perasaan yang
dialami kepada orang lain/perawat dan
relaksasi otot progresif
6. Latih cara mengendalikan dorongan bunuh
diri
7. Memasukkan dalam jadwal harian
Rencana tindak lanjut :
1. Evaluasi BHSP dan SP 1
2. Mengevaluasi kegiatan lalu
3. Identifikasi askep positif pasien
4. Dorong pasien berfikir positif
5. Dorong pasien menghargai diri sendiri

Resiko Bunuh Diri DS : pasien bernama Ny.D, pasien mengatakan S : Pasien mengatakan Bernama Ny.D
sudah menerapkan pengendalian dorongan bunuh Pasien mengatakan sudah mencoba selalu berfikir
diri dengan cara relaksasi otot progresif yang positif dan mulai belajar menghargai diri sendiri
sudah diajarkan sebelumnya O : kontak mata baik
DO : Kontak mata baik Pasien kooperatif
Pasien kooperatif A : Tujuan tercapai
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri P : Lanjutkan SP 3
Tindakan : SP 2 Pertahankan BHSP, SP1 dan SP 2
1. Beri salam setiap akan mulai berinteraksi
2. Mengevaluasi kegiatan yang lalu
3. Identifikasi askep positif pasien
4. Dorong pasien berfikir positif
5. Dorong pasien menghargai diri sendiri
6. Memasukkan dalam jadwal harian
Rencana tindak lanjut :
1. Evaluasi BHSP,SP 1 dan SP 2
2. Identifikasi pola koping yang dapat
diterapkan
3. Menilai pola koping yang dapat dilakukan
4. Identifikasi dan dorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Anjurkan pasien menggunakan pola koping
yang kontruktif
Resiko Bunuh Diri DS : pasien bernama Ny.D, pasien mengatakan S : Pasien mngetahui cara pengendalian dorongan
sudah mengetahui 2 cara pengendalian dorongan bunuh diri dengan cara relaksasi otot progresif dan
bunuh diri dengan cara relaksasi otot progresif selalu berfikir positif serta mulai belajar menghargai
dan selalu berfikir positif serta mulai belajar diri sendiri
menghargai diri sendiri O : psien tampak tenang sambal tersenyum
DO : Kontak mata baik Pasien tampak menjawab dengan jelas
Pasien tenang Pasien kooperatif
Pasien kooperatif A: Tjuan tercapai
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri P: Lanjutkan SP 4
Tindakan : SP 3 Pertahankan BHSP, SP1, SP2 dan SP3
1. Beri salam setiap akan mulai berinteraksi
2. Evaluasi SP 1 dan 2
3. Identifikasi pola koping yang dapat
diterapkan (seperti pada SP 2 melakukan
relaksasi otot progresif dan SP 3 berfikir
positif dan menghargai diri)
4. Menilai pola koping yang dapat dilakukan
5. Identifikasi dan dorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
6. Anjurkan pasien menggunakan pola
koping yang kontruktif
Rencana tindak lanjut :
1. Evaluasi BHSP, SP1, SP 2 dan SP 3
2. Buat rencana masa depan yang realistis
3. Identifikasi cara mencapai masa depan yang
realistis
4. Beri dorongan melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan yang realistis.
Resiko Bunuh Diri DS : pasien bernama Ny.D, pasien mengatakan S : pasien mengatakan masih sedikit bingung dan
DO : Kontak mata baik ragu untuk pembuatan rencana masa depan
O : pasien tampak bingung
Pasien tenang
Pasien tampak mnjawab pertanyaan dengan ragu-
Pasien kooperatif ragu
Diagnosa : Resiko Bunuh Diri A : Tujuan tercapai sebagian
P : lanjutkan intervensi pada point 3,4 dan 5
Tindakan : SP 4
1. Beri salam setiap akan mulai berinteraksi
2. Evaluasi BHSP, SP1, SP 2 dan SP 3
3. Buat rencana masa depan yang realistis
4. Identifikasi cara mencapai masa depan
yang realistis
5. Beri dorongan melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan yang realistis.
Rencana tindak lanjut :
1. Pertahankan SP1, SP2, SP3 dan ulangi
pemberian SP4
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/Tanggal : Kamis, 22-10-2020 No. RM : 209012


Jam : 09.00 Wita Nama : Ny.D
Pertemuan :1 Asal : Gianyar
Topik : SP I Jenis Kelamin : Perempuan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
………………………………………………………………………………………………..

DS : - Pasien mengatakan bernama Ny.D


- Pasien mengatakan masih ingat nama perawat
DO : - Pasien mampu menyebutkan nama perawat
- Kontak mata baik
- Pasien kooperatif

2. Diagnosa keperawatan
………………………………………………………………………………………………..

- Resiko Bunuh Diri

3. Tujuan khusus …

- Klien dapat membina hubungan saling percaya


- Klien mampu mengekpresikan perasaannya
- Klien dapat meningkatkan harga diri
- Klien menggunakan dukungan sosial.
4. Tindakan …

- Menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi


- Mendengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien
- dentifikasi benda – benda yang dapat membahayakan pasien
- Amankan benda yang dapat membahayakan pasien
- Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
- Dorong pasien berfikir positif
- Dorong pasien menghargai diri sendiri
STRATEGI KOMUNIKASI
DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

FASE ORIENTASI
a. Salam terapeutik
Selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya? Saya Bintang Mahasiswa dari Stikes Wira
Medika
b. Evaluasi/validasi
Bagus ya bu masih ingat nama saya
Bagaimana perasaan ibu sekarang ?
c. Kontrak
 Topik
Ibu sesuai janjikita kemarin, hari ini kita berbincang-bincang tentang penyebab
ibu seperti ini ya, dan saya akan mengajarkan ibu cara mengendalikan dorongan
bunuh diri
 Waktu
Ibu berapa lama kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?
 Tempat
Ibu mau dimana berbincang-bincang? Bagaimana kalau di kamar ibu?
……………………………………………………………………………………………

FASE KERJA
- Baik ibu sekarang kita mulai ya.
- Bagaimana perasaan Ibu setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini ibu paling
merasa menderita di dunia ini ? Apakah ibu pernah kehilangan kepercayaan diri?
- Apakah ibu merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?
- Apakah ibu merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri
- Apakah ibu berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap
ibu mati ? Apakah ibu pernah mencoba bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana
caranya? Apa yang ibu rasakan?
- Bu, bagaimana kalau sekarang kita belajar relaksasi otot progreif?
- Caranya begini ibu, ibu duduk atau berbaring diruangan yang nyaman dan jauh
dari kebisingan, lalu kencangkan otot-otot kaki selama 5 detik lalu lemaskan otot-
otot tersebut selama 5, Rentangkan jari-jari kaki Anda agar tidak kram, kembali
kencangkan dan lemaskan otot-otot betis dengan durasi waktu yang sama,
Selanjutnya, kencangkan dan lemaskan otot-otot pinggul dan bokong, Lalu,
lakukan juga metode yang sama pada otot-otot perut dan dada, Setelah itu,
kencangkan otot-otot bahu lalu lemaskan, Anda lalu bisa mengencangkan otot-
otot wajah dengan cara mengerutkan wajah sambil memejamkan mata selama 5
detik, Lalu lemaskan otot-otot wajah selama 5 detik, Terakhir, lemaskan otot-otot
tangan Anda dengan mengepal tangan selama 5 detik dan melepaskan kepalan
perlahan-lahan selama 5 detik
- Sekarang ayo dicoba bu
- Ibu sekarang kita memasukkan ke jadwal kegiatan ya bu

FASE TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi subjektif
Ibu, Bagaimana perasaannya setelah berbincang-bincang dengan saya?
b. Evaluasi objektif
Ibu coba sekarang ulangi cara relaksasi otot progresif seperti yang saya ajarkan
tadi
Iya sudah benar ya bu, nanti terus dilatih ya bu
2. Rencana tindak lanjut
- Ibu nanti bisa melakukan cara relaksasi otot progresif seperti yang kita pelajari
tadi jika ibu mrasakan ada dorongan bunuh diri lagi
3. Kontrak yang akan datang
 Topik
Ibu, besok kita berbincang-bincang lagi ya dengan topic pembahsan mengenai
cara berfikir positif dan mnghargai diri sendiri
 Waktu
Ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincangnya pukul 14.00 wita
apakah iubu setuju?
 Tempat
Ibu untuk tempatnya bagaimana kalau kita berbincang-bincang di kamar ibu
saja, Apakah ibu setuju?

Anda mungkin juga menyukai