Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan

panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami

suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu

(Prabowo, 2014). Halusinasi adalah kesalahan sensori persepsi yang

menyerang pancaindera, hal umum yang terjadi yaitu halusinasi pendengaran

dan pengelihatan walaupun halusinasi pencium, peraba, dan pengecap dapat

terjadi (Townsend, 2010). Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien

mengalami perubahan sensori persepsi yang disebabkan stimulus yang

sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017).

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus

yang nyata, sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata

tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016).

Berdasarkan pengertian halusnasi itu dapat diartikan bahwa, halusinasi

adalah gangguan respon yang diakibatkan oleh stimulus atau rangsangan

yang membuat klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

B. Rentang Respon Neuobiologis Halusinasi

Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya

pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan dan bayangan

yang menakutkan.pengalaman, perilaku cocok, dan terciptanya hubungan

sosial yang harmonis. Sedangkan,respon maladaptive yang meliputi waham,


halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi, dan isolasi

sosial. Rentang respon neurobiologis halusinasi digambaran sebagai berikut

(Stuart, 2013).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

• Pikiran logis • Distorsi pikiran • Gangguan isi

• Persepsi akurat • Ilusi pikir

• Emosi konsisten • Reaksi emosi • Sulit merespon

dengan pengalaman berlebihan atau emosi

• Perilaku sesuai kurang • Perilaku

• Hubungan sosial • Berlaku aneh/tidak disorganisasi

harmonis biasa • Isolasi sosial

Gambar 1. Rentang Respon

Neurobiologis Halusinasi

C. Faktor Penyebab Halusinasi

Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:

1. Faktor presdisposisi

a. Faktor Perkembangan

b. Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan

kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,

mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.

c. Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga

akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingkungannya
d. Faktor Biokimia

Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress

yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat

stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter

otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.

e. Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien lebih suka

memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam

hayal.

f. Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang

sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam

hakekatnya seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur

biopsiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,yaitu:

a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium

dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.

b. Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat

diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan.

Klien tida sanggup menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap

ketakutan tersebut.

c. Dimensi Intelektual

Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi

ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk

melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan

yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan

mengontrol semua perilaku klien.

d. Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan

comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat

membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya

seolaholah itu tempat untuk bersosialisasi.

e. Dimensi Spiritual

Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien


halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan

hidupnya.

D. Jenis Halusinasi

Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari beberapa jenis

dengan karakteristik tertentu, diantaranya

1. Halusinasi pendengaran (audotorik)

Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara

orang. Biasanya mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa

yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi pengelihatan (visual)

Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran cahaya,

gambaran geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan bayangan

yang menakutkan Halusinasi penghidu (Olfaktori).

Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau

busuk, amis, dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau harum.

3. Halusinasi peraba (taktil)

Gangguan stimulusyang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak

enak tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik

datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

4. Halusinasi pengecap (gustatorik)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatuyang busuk,

amis, dan menjijikan

5. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh

seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau

pembentuan urine.

E. Tanda dan gejala halusinasi

Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar

dapat menetapkan masalah halusinasi, antara lain: 1. Berbicara,

tertawa, dan tersenyum sendiri

1. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu

2. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan

sesuatu

3. Disorientasi

4. Tidak mampu atau kurang konsentrasi

5. Cepat berubah pikiran

6. Alur pikiran kacau

7. Respon yang tidak sesuai

8. Menarik diri

9. Sering melamun

F. Fase Halusinasi

Menurut stuart dan laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukan tahapan

terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai

karakteristik yang berbeda yaitu:

1. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, dan

takut serta mencoba untuk berfokus pada pkiran yang menyenangkan

untuk meredakan ansietas disini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak

sesuai, gerakan mata cepat,dan asyik sendiri.

2. Fase II

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas

kendali dan mencoba jaga jarak dengan sumber yang dipersepsikan

sehingga timbul peningkatan tanda-tanda vital.

3. Fase III

Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah pada

halusinasi. Disini pasien sukar berhubungan dengan orang lain, tidak

mampu mematuhi perintah dari orang lain, dan kondisi sangat

menegangkan terutama berhubungan dengan orang lain.

4. Fase IV

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah

halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri dan

tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak

mampu berespon lebih dari 1 orang.

G. Terapi Psikofarmakologi

Klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi salah satu

penatalaksanaanya yaitu dengan pemberian terapi psikofarmakologi.

Menurut

(Sadock, B & Sadock, V,2010). Proses Keperawatan


H. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan

wawancara pada klien dan keluarga pasien (O’brien, 2014). Pengkajian awal

mencakup :

1. Keluhan atau masalah utama

2. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional

3. Riwayat pribadi dan keluarga

4. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas

5. Kegiatan sehari-hari

6. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan

7. Pemakaian obat yang diresepkan

8. Pola koping

9. Keyakinan dan nilai spiritual

Dalam proses pengakajian dapat dilakukan secara observasional dan

wawancara. Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai secara

observasional. Menurut Videbeck dalam Yosep (2014) data pengkajian

terhadap klien halusinasi yaitu:

a. Data Subjektif

1) Mendengar suara menyuruh

2) Mendengar suara mengajak bercakap-cakap

3) Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan

4) Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang menyenangkan


5) Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau

dingin

b. Data Objektif

1) Mengarahkan telinga pada sumber suara

2) Bicara atau tertawa sendiri

3) Marah-marah tanpa sebab

4) Tatapan mata pada tempat tertentu

5) Menunjuk-nujuk arah tertentu

6) Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu.

Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan

pengkajian wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu a) Jenis Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk

mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien.

a) Isi Halusinasi

Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui

halusinasi yang dialami klien.

b) Waktu Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan

untuk mengetahui kapan saja halusinasi itu mncul

c) Frekuensi Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan

untuk mengetahui berapasering halusinasi itu muncul pada klien.

d) Situasi Munculnya Halusinasi


Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan

untuk mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.

e) Respon terhadap Halusinasi

Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk

mengetahui respon halusinasi dari klien dan dampa dari halusinasi

itu.

I. Pohon Masalah

Dalam Proses keperawatan tindakan selanjutnya yaitu menentukan

doagnosa keperawatan. Adapun pohon masalah untuk mengetahui penyebab,

masalah utama dan dampak yang ditimbulkan. Menurut (Yosep, 2014) yaitu :

Resiko Perilaku Efect


Kekerasan

Perubahan persepsi Cor problem


sensori :
Halusinasi

Isolasi social : Causa


menarik diri
J. Diagnosa Keperawatan Halusinasi

Menurut (Yosep,2014) yaitu :

1. Resiko Perilaku Kekerasan

2. Perubahan Persepsi Sensori Halusinasi

3. Isolasi Sosial

K. Rencana Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi

Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan

Tujuan khusus: -

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran

hubungan interaksi seanjutnya

Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik dengan cara :

1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

2) Perkenalkan diri dengan sopan

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang

disukai

4) Jelaskan tujuan pertemuan

5) Jujur dan menepati janji

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan

dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya

Tindakan :

a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya:

bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/

kedepan seolah-olah ada teman bicara

c. Bantu klien mengenal halusinasinya

1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar

2) Apa yang dikatakan halusinasinya

3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu ,

namun perawat sendiri tidak mendengarnya.

4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu

5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien

d. Diskusikan dengan klien :

1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi

2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,

sore, malam)

e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi

halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien

mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya

Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika

terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)

b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat

ber pujian

c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya

halusinasi:

1) Katakan “ saya tidak mau dengar”

2) Menemui orang lain

3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari

4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika

klien tampak bicara sendiri

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya

secara bertahap

e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih

f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil

g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi

persepsi

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol

halusinasinya

Tindakan :

a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami

halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat

kunjungan rumah):

1) Gejala halusinasi yang dialami klien

2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk

memutus halusinasi

3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah,

diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,

bepergian bersama

4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu

mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko

mencederai diri atau orang lain

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik

Tindakan :

a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi

dan manfaat minum obat

b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan

merasakan manfaatnya

c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek

samping minum obat yang dirasakan

d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi

e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.


Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri

Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi:

halusinasi

Tujuan khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,

memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan

lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang

topik, tempat dan waktu.

b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak

menjawab.

c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan

terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan

klien.

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Tindakan :

a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-

tandanya

b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan

penyebab menarik diri atau mau bergaul

c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-

tanda serta penyebab yang muncul


d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan

perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain

dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Tindakan :

a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan

berhubungan dengan orang lain

b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan

tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain

c. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan

orang lain

d. Berireinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan

perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain

e. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan

dengan orang lain

f. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan

dengan orang lain

g. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan

dengan orang lain

h. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan

dengan orang lain


4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial

Tindakan :

a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain

melalui tahap :

1) K–P

2) K – P – P lain

3) K – P – P lain – K lain

4) K – Kel/Klp/Masy

c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah

dicapai

d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam

mengisi waktu

f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan

ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan

orang lain

Tindakan :

a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila

berhubungan dengan orang lain


b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat

berhubungan dengan orang lain

c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien

mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan

oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga

Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

1) Salam, perkenalan diri

2) Jelaskan tujuan

3) Buat kontrak

4) Eksplorasi perasaan klien

b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

1) Perilaku menarik diri

2) Penyebab perilaku menarik diri

3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak

ditanggapi

4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri

c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada

klien untuk berkomunikasi dengan orang lain

d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian

menjenguk klien minimal satu kali seminggu


e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai

oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta :


Nuha Medica.

Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Fajarwati, A. I. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan


Perubahan Sensori Persepsi: Halusinasi Penglihatan Di Ruang Xii (Madrim) Rsjd
Dr. Amino Gondhohutomo Semarang (Doctoral Dissertation, Fakultas Ilmu
Keperawatan Unissula).

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Cmhn(Basic


Course). Jakarta:Egc

Stuart, W. Gail. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier

Zuhdi, E. V. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Defisit


Perawatan Diri Di Bangsal Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
(Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Anda mungkin juga menyukai