Anda di halaman 1dari 17

Nama Perceptee : Enjang Pangayuni

NIM : 2022090300184

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU


KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca
indra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa
mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, PK, & Nihayati,
2015).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada
(Sutejo, 2017). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak
nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016).
Berdasarkan pengertian halusnasi itu dapat diartikan bahwa, halusinasi
adalah gangguan respon yang diakibatkan oleh stimulus atau rangsangan
yang membuat klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
2. Tanda dan Gejala
Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat
menetapkan masalah halusinasi, antara lain :
a. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat
untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
f. Cepat berubah pikiran
g. Alur pikiran kacau
h. Respon yang tidak sesuai
i. Menarik diri
j. Sering melamun
3. Penyebab
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara lain
klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dankurangnya
keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari
lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya.
Stimulus internal menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal.
Klien lama kelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus
internal dengan stumulus eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya
halusinasi
4. Tanda dan gejala:
a. Aspek fisik :
- Makan dan minum kurang
- Tidur kurang atau terganggu
- Penampilan diri kurang
- Keberanian kurang
b. Aspek emosi :
- Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
- Merasa malu, bersalah
- Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
- Duduk menyendiri
- Selalu tunduk
- Tampak melamun
- Tidak peduli lingkungan
- Menghindar dari orang lain
- Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
- Putus asa
- Merasa sendiri, tidak ada sokongan
- Kurang percaya diri

Menurut Yosep (2014) terdapat dua faktor penyebab halusinasi, yaitu:


a. Faktor presdisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
3) Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak,misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.
Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan
tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian
Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014)
dalam hakekatnya seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar
unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi,yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan
tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan. Klien
tida sanggup menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego.
Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan
comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi
dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
5. Jenis-jenis halusinasi
a. Pendengaran: Mendengar suara- suara / kebisingan, paling sering
suara kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampaipercakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang- kadang dapat membahayakan
b. Penglihatan: stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
giometris, gambar karton dan atau panorama yang luas dan komplek.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan/ sesuatu yang
menakutkan seperti monster.
c. Penciuman: membau bau- bau seperti bau darah, urine, feses umumnya
bau-bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
sering kibat stroke, tumor, kejang/ dernentia.
d. Pengecapan: merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, feses.
e. Perabaan: mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Sinestetik: merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena (arteri),
pencernaan makanan.
g. Kinestetik: merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
6. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan
respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan asalah
tersebut.
Respon adaptif:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
daripengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
bataskewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
danlingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi:
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indra
3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi
yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesua
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
bataskewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol
emosi seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,
kebahagiaan, dan kedekatan.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku
berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di
timbulkan
5) Isolasi sosisal adalah merupakan kondisi dimana seseorang merasa
kesepian tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
sekitarnya. (Stuart, 2017).
7. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stress
(Prabowo,2014).
8. Tahapan halusinasi
Menurut stuart dan laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukan tahapan
terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai
karakteristik yang berbeda yaitu:
a. Tahap I (Comforting)
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami
ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada
pikiran yang dapat menghilangan ansietas, pikiran dan pengalaman masih
dalam kontrol kesadaran. Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I
(Comforting) yaitu tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat,
diam dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (Condeming)
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori
menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai
merasa kehilangan control, menarik diri dari orang lain. Perilaku klien
yang mencirikan dari tahap II yaiu dengan terjadi peningkatan denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan lingkungan
berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya, kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III (Controlling)
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat
ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima
pengalamansensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan
kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien pada tahap III
ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang
lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik,
tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan
berkeringat
d. Tahap IV (Conquering)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.
Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila
tidak diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panik, resiko
tinggi mencederai, agitasi atau kataton, tidak mampu berespon terhadap
lingkungan
9. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep
(2016), diantaranya
a. Regresi Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan
perilaku kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas, menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan kerancuan identitas).
c. Menarik diri Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.
10. Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan


(diri sendiri, orang lain,
lingkungan, dan verbal)

effect

Gangguan persepsi
sensori: halusinasi

Core Problem

Isolasi sosial

Causa

C. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain
dan lingkunganData Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. Data
Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang- barang.
b. Perubahan sensori
perseptual :
halusinasi Data
Subjektif :
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin
memukul/melempar barang-
barangData Objektif :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkansesuatu
- Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik
diri Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun,
Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
dibuktikan dengan mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
2. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber daya personal
dibuktikan dengan tidak berminat berinteraksi dengan orang lain atau
lingungan

3. Risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan halusinasi

E. Rencana Tindakan Keperawatan


No. Diagnosa SLKI SIKI
keperawatan
Dx
1. Gangguan persepsi sensori Persepsi sensori (L. 13124) Manajemen Halusinasi :
(D.0085) Setelah dilakukan…..x (I.09288) Observasi:
pertemuan diharapkan pasien 1.1 Monitor prilaku yang
Berhubungan dengan
mampu memenuhi kriteria mengindikasi halusinasi
gangguan penglihatan
hasil: 1.2 Monitor an sesuaikan tingkat
a. Verbalisasi aktivitas dan stimulasi
mendengarbisikan (5) lingkungan
b. Verbalisasi melihat bayangan 1.3 Monitor isi halusinasi (misalnya
(5) : Kekerasan dan membahayakan

c. Verbalisasi merasakan diri)

sesuatu melalui indra


Terapeutik:
perabaan (5)
1.4 Pertahankan lingkungan yang
d. Verbalisasi merasakan
aman
sesuatu melalui indra
1.5 Lakukan tindakan keselamatan
penciuman (5)
ketika tidak dapat mengontrol
e. Verbalisasi merasakan
prilaku
sesuatu melalui indra
1.6 Diskusikan perasaan dan
pengecapan (5)
respons terhadaphalusinasi
f. Distorsi sensori (5)
1.7 Hindari perdebatan tentang
g. Perilaku halusinasi (5) validitas halusinasi.

Skala outcome: Edukasi :

1 : menurun 1.8 Anjurkan memonitor sendiri

2 : cukup Menurun situasi terjainyahalusinasi

3 : sedang 1.9 Anjurkan bicara pada orang

4 : cukup yang dipercaya untuk memberi

meningkat 5 : dukungan dan umpan balik

meningkat korektifterhadap halusinasi


1.10 Anjurkan melakukan distraksi
(misalnya; mendengarkan
musik, melakukan aktivitas fisik
an teknik relaksasi)
1.11 Ajarkan pasien dan keluarga
cara mengontrolhalusinasi

Kolaborasi :
1.12 Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan antiansietas,
jika perlu.

2. Isolasi sosial (D. 0121) Keterlibatan sosial (L. Proosi sosialisasi ( I.13498)
berhubungan dengan 13115) Observasi :
ketidakadekuatan sumber Setelah dilakukan…..x pertemuan 1. Identifikasi kemampuan
daya personal diharapkan pasien mampu melakukan interaksi dengan
memenuhi kriteria hasil: orang lain
2. Identifikasi hambaatan
a. verbalisasi isolasi (5) melakukan interaksidegan orang lain
b. verbalisasi ketidakamanan di 3. Memotivasi meningkatkan
tempat umum (5) keterlibatan dalam suatu
c. perilaku menarik diri (5) hubungan

d. verbalisasi perasaan 4. Motivasi berpartisipasi dalam


berbedadengan orang lain aktifitas baru dan kegiatan

(5) kelompok
5. Berikan umpan balik positif
dalam perawatan diri dan
skala outcome:
setiappeningkatan kemampuan
1 : meningkat
2 : cukup meningkat
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun
2 Isolasi sosial (D. 0121) Keterlibatan sosial (L. 13115) Proosi sosialisasi ( I.13498)
berhubungan dengan Setelah dilakukan…..x pertemuan Observasi :
ketidakadekuatan sumber daya diharapkan pasien mampu memenuhi 1.1 Identifikasi kemampuan
personal kriteria hasil: melakukan interaksi dengan
orang lain
a. verbalisasi isolasi (5) 1.2 Identifikasi hambaatan

b. verbalisasi ketidakamanan di melakukan interaksi degan


tempat umum (5) orang lain

Edukasi :
1.3 Anjurkan berinteraksi
ddengan orang lain secara
bertahap
1.4 Anjurkan berbagi
pengalamandenganorang lain
1.5 Latih bermain peran untuk
meningkatan keterampilan
komunikasi
1.6 Latih mengekspresikan marah
dengan tepat
3 Risiko perilaku kekerasan kontrol diri (L. 09076) Pencegahan perilaku
dibuktikan dengan Setelah dilakukan…..x pertemuan kekerasan (I. 14544)
halusinasi diharapkan pasien mampu memenuhi Observasi
kriteria hasil: 1.1 Monitor adanya benda yang
berpotensi membahayakan
a. verbalisasi ancaman kepada (mis. Benda tajam, tali)
orang lain (5) 1.2 monitor keamanan barang
b. verbalisasi umpatan (5) yang dibawa oleh

c. perilaku menyerang (5) pengunjung


1.3 Monitor selama penggunaan
d. perilaku melukai diri
barang yang dapat
sendiri/orang lain (5)
membahayakan (mis. Pisau
e. perilaku merus
cukur).
f. bicara ketus (5)
Teraupetik
1.4 pertahankan lingkunganbebas
dari bahaya secara rutin
skala outcome:1 :
1.5 libatkan keluarga dalam
meningkat
perawatan
2 : cukup meningkat3
: sedang
Edukasi
g. 4 : cukup menurun5 : menurun
1.6 anjurkan pengunjung dan
keluarga untuk mendukung
keselamatan pasien
1.7 latih cara
mengungkapkan perasaan
secara asertif
1.8 latih mengurangi kemarahan
secara verbal dan nonverbal
( mis. Relaksasi, bercerita)
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta: EGC,
1999
Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta:
FIK UI. 1999
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Saktian Yusuf. Laporan Pendahuluan Halusinasi.
https://www.academia.edu/28333404/LAPO
RAN_PENDAHULUAN_HALUSINASI. Diakses pada tanggal 14 maret
2021.
Putri Lia. Makalah Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran.
https://www.academia.edu/16870056/MAKALAH_ASUHAN_KEPERAW
ATAN_JIWA_HALUSINASI_PENDENGARAN_bonita. Diakses
pada tanggal 14 maret 2021.
Elvira Helidrawati. Tinjauan Pustaka Halusinasi
http://repository.pkr.ac.id/464/7/BAB%202%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
warsono. Makalah halusinasi
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2146/3/WARSONO.pdf
B Hernandi . Tinjauan Pustaka Halusinasi
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2581/4/Chapter%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai