Anda di halaman 1dari 28

Perubahan persepsi

sensori : halusinasi

TUGAS KEPERAWATAN JIWA


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Oleh :
A. ANITHA ASHARI
NIM. PO.76.3.01.21.1.005

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAMUJU
JURUSAN KEPERAWATAN
2024
PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah perubahan persepsi terhadap stimulus baik
internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang
berkurang, berlebihan atau terdistorsi (SDKI, 2016).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori
persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien
merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduaan tanpa adanya stimulus yang nyata
(Keliat, 2014).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana
klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, parabaan atau
penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak
ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangn eksternal
(dunia luar). Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa adanya objek atau rangsangan yang nyata.
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau
rangsangan dari luar (Herman, 2011).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli
mengenai halusinasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2. Etiologi
Faktor penyebab halusinasi menurut (Yosep, 2010) yaitu:
1) Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi,
hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian,
dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusiogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholin dan
dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak tanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2) Faktor Presipitasi
a. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung,
perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut

Rawlins dan Heacock dalam Yoseph (2010) mencoba


memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang
dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima simensi yaitu :
a) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hinnga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
c) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa
individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan, namu merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua prilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase
awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata.
e) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual
untuk mengucilkan dirinya. Irama sirkardiannya
terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun saat siang. Saat terbangun terasa hampa dan
tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memakai takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.

3. Tanda dan gejala


Adapun tanda dan gejala halusinasi berdasarkan (SDKI,
2016) sebagai berikut:
a. Gejala dan tanda mayor Subjektif :
- Mendengarkan suara bisikan atau melihat bayangan
- Merasakan sesuatu melalui indera perabaan,
penciuman, pengecapan
Objektif :
- Distorsi sensori
- Respon tidak sesuai
- Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba,
atau mencium sesuatu
b. Gejala dan tanda minor Subjektif :
- Menyatakan kesal Objektif :
- Menyendiri
- Melamun
- Konsentrasi buruk
- Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
- Curiga
- Melihat ke satu arah
- Mondar-mandir
- Bicara sendiri

4. Jenis-jenis
Menurut Kusumawati & Hartono (2011) membagi
halusinasi menjadi 10 jenis, antara lain sebagai berikut :
1) Halusinasi Pendengaran (auditory-hearing voices or sounds)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau
suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering
terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna.
Biasanya suara tersebut ditunjukkan pada penderita sehingga
tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-
suara tersebut. Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh
atau dekat bahkan mungkin datang dari tiap bagian tubuhnya
sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik,
tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau
bahkan yang menakutkan dan kadang-kadang mendesak atau
memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh atau
merusak.
2) Halusinasi Penglihatan (visual-seeing persons or thinks)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan
kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran
yang mengerikan.
3) Halusinasi Penciuman (olfaktory-smelling odors)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu
dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada
penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang
dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
4) Halusinasi Pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi
gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
5) Halusinasi Raba (taktile-feeling bodily sensation)
Merasa diraba , disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang
bergerak di bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis
dan skizofrenia.
6) Halusinasi kinestetik
Merasa badannya bergerak dalam sebuah ruangan, atau anggota
badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau
“phantomlimb”).
7) Halusinasi visceral
Perasaan tertentu timbul di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada

b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang


lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialami seperti
impian.

8) Halusinasi hipnagogik
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum
tertidur persepsi sensorik berkerja salah.
9) Halusinasi hipnopompik
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum
terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula
pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
10) Halusinasi histerik
Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional
11) Halusionis
Paling sering adalah halusinasi dengar yang berhubungan
dengan penyalahgunaan alcohol dan terjadi dalam sensorium
yang jernih berbeda

5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan dengan halusinasi:
a. Regresi, menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang
lain atau suatu benda
c. Menarik diri, sulit mencari orang lain dan asik dengan
stimulus internal
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

6. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis Kadang-kadang Waham


Persepsi akurat proses pikir Halusinasi
Emosi konsisten terganggu Kerusakan proses
dengan pengalaman Ilusi emosi
Perilaku cocok Emosi berlebihan Perilaku tidak
Hubungan sosial Perilaku yang tidak terorganisasi
harmonis biasa Isolasi sosial
Menarik diri

Keterangan:
a. Respon adaptif
1) Pikiran logis yaitu pandangan yang mengarah pada
kenyataan
2) Persepsi akurat yaitu pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten adalah pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan
b. Respon psikososial
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang
menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar- benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca
indera
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa yaitu sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain
c. Respon maladaptif
1) Waham adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan kenyataan social
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang
timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir yaitu suatu yang tidak teratur
5) Isolasi social yaitu kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

7. Fase-fase halusinasi
Halusinasi berkembang menjadi empat fase, yaitu sebagai
berikut (Yoseph, 2011) :
a. Fase pertama : Sleep Disorder
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi . pada fase
ini klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati
kekasih, masalah di kampus, PHK di tempat kerja penyakit,
utang, nilai di kampus, drop out dan sebagainya. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support system kurang
dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai
pemecahan masalah.
b. Fase kedua : Comforting
Disebut juga fase comporting yaitu fase yang
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan
nonpsikotik. Pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti
adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan
dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat ia control bila kecemasannya diatur, dalam
tahp ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya.
c. Fase ketiga : Condemning
Disebut denga fase condemming atau anisietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan.
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami
bias. Klien mulai tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai
berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain dengan
intensitas waktu yang lama.
d. Fase keempat : Controlling
Adalah fase controling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal
yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan Psychotic.
e. Fase kelima : Conquering
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Pengalaman
sensorinya terganggu, klien mulai merasa terancam dengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti
ancaman atau perintah yang ia
dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama
minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua
yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan,
yaitu :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/
skizofrenia biasanya diatasi dengan menggunakan obat-
obatan anti psikotik antara lain :
a) Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer.
Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk
injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup
3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral
3x1,5 mg atau 3x5 mg.
b) Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/
Promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut
biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi sudah
stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari
saja (Yosep, 2011).
2) Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran
listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika
oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3) Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena
bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik. Dianjurkan penderita untuk mengadakan
permainan atau pelatihan bersama.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien
dengan Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010):
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses
ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus
dalam kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus
dan persepsi. Stimulus yang disediakan : baca
artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini
merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari
pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi
klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan,
kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang
lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap
stimulus.
2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien.
Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus
yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal
(ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak
mau mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi
emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons.
Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik,
seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui
sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu
kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
III. Pohon Masalah

efek Risiko
perilaku
kekerasan

Core Problem
Defisit Perawatan
Diri

Cause

Isolasi Sosial

Keterangan :
: Masalah Utama (core problem)
: Hubungan sebab akibat
IV. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan dari pohon masalah diatas dapat ditegakkan
diagnosa keperawatan sesuai prioritas masalah pada klien dengan
halusinasi menurut (SDKI,2016) yaitu :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan
Penyebab :
- Gangguan penglihatan
- Gangguan pendengaran
- Gangguan penciuman
- Gangguan perabaan
- Hipoksia serebral
- Penyalahgunaan zat
- Usia lanjut
- Pemajanan toksin lingkungan Yang ditandai dengan :
Gejala & Tanda Mayor Subjektif :
- Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
- Merasakan sesuatu melalui indera penglihatan,
penciuman, perabaan, atau pengecapan
Objektif :
- Distorsi sensori
- Respon tidak sesuai
- Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba
atau mencium sesuatu
Gejala & Tanda Minor Subjektif :
- Menyatakan kesal Objektif :
- Menyendiri
- Melamun
- Konsentrasi buruk
- Disorientasi waktu, tempat, orang dan situasi
- Curiga
- Melihat ke satu arah
- Mondar mandir
- Bicara sendiri
2. Isolasi Sosial berhubungan dengan Penyebab :
- Keterlambatan perkembangan
- Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
- Ketidaksesuaian minat dengan tahap perkembangan
- Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma
- Ketidaksesuaian perilaku sosial dengan norma
- Perubahan penampilan fisik
- Perubahan status mental
- Ketidakadekuatan sumber daya personal (mis. disfungsi
berduka, pengendalian diri buruk)
Yang ditandai dengan :
Gejala & Tanda Mayor Subjektif :
- Merasa ingin sendirian
- Merasa tidak aman di tempat umum atau lingkungan Objektif :
- Menarik diri
- Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain Gejala
& Tanda Minor
Subjektif :
- Merasa berbeda dengan orang lain
- Merasa asyik dengan pikiran sendiri
- Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas Objektif :
- Afek datar
- Afek sedih
- Riwayat ditolak
- Menunjukkan permusuhan
- Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
- Kondisi difabel
- Tindakan tidak berarti
- Tidak ada kontak mata
- Perkembangan terlambat
- Tidak bergairah/lesu
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan : Penyebab :
- Gangguan musculoskeletal
- Gangguan neuromuskuler
- Kelemahan
- Gangguan psikologis dan/atau psikotik
- Penurunan motivasi/minat Yang ditandai dengan :
Gejala & Tanda Mayor Subjektif :
- Menolak melakukan perawatan diri Objektif :
- Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri
- Minat melakukan perawatan diri kurang
4. Resiko perilaku kekerasan dengan faktor
- Pemikiran waham/delusi
- Curiga pada orang lain
- Halusinasi
- Berencana bunuh diri
- Disfungsi sistem keluarga
- Kerusakan kognitif
- Disorientasi atau konfusi
- Kerusakan kontrol impuls
- Persepsi pada lingkungan tidak akurat
- Alam perasaan depresi
- Riwayat kekerasan pada hewan
- Kelainan neurologis
- Lingkungan tidak teratur
- Penganiayaan atau pengabaian anak
- Riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau
orang lain atau destruksi properti orang lain
- Impulsif
- Ilusi
V. Rencana Tindakan Keperawatan
Hari/ Diagnosa Perencanaan
Rasional
Tgl/ Keperawata Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Jam n
Gangguan TUM : Setelah diberikan 1. Sapa klien dengan nama Hubungan saling percaya
persepsi sensori Klien dapat asuhan keperawatan baik verbal maupun non merupakan dasar untuk
Halusinasi mengontrol selama … x… menit verbal kelancaran hubungan
halusinasi yang dengan 1 kali 2. Perkenalkan diri dengan interaksi selanjutnya
dialaminya. pertemuan sopan
TUK 1 : 3. Tanyakan nama lengkap
Pasien dapat pasien diharapkan: klien dan nama
membina Kriteria Evaluasi : panggilan yang disukai
hubungan saling percaya 1. Ekspresi klien
4. Jelaskan tujuan
pertemuan
wajah bersahabat
5. Jujur dan menepati janji
2. Menunjukan
6. Tunjukan sikap empati
dan menerima klien apa
rasa senang
adanya
3. Ada kontak mata
7. Berikan perhatian
4. Mau berjabat
kepada klien
tangan, mau
menyebut nama,
mau menjawab
salam
5. Mau

duduk
berdampingan
dengan perawat
6. Mau
mengutarakan
masalah

yang dihadapi.
TUK 2 : Setelah 1. Adakah kontak sering 1. Kontak sering tapi
Klien mengenal dan singkat secara singkat selain
diberikan
bertahap membina hubungan
halusinasinya asuhan
saling percaya, juga
keperawatan
dapat memutuskan
selama …x…
halusinasi
menit
2. Observasi tingkah laku 2. Mengenal perilaku
dengan 1 kali
klien terkait dengan pada saat halusinasi
pertemuan pasien
halusinasinya; bicara dan timbul memudahkan
diharapkan: Kriteria
tertawa terhadap
Evaluasi :
stimulus, memandang ke perawat dalam
1. Klien dapat
kiri atau ke kanan melakukan intervensi
menyebutkan
seolah-olah ada teman
waktu, isi,
bicara
frekuensi 3. Mengenal halusinasi
3. Bantu klien
timbulnya mengenal memungkinkan klien
halusinasi untuk menghindarkan
Klien dapat Untuk mengidentifikasi
mengungkapkan
pengaruh halusinasi
peran terhadap
halusinasi. klien
timbulnya
4. Halusina Dengan
mengetahui waktu, isi,
dan frekuensi
Munculnya halusinasi
mempermudah
tindakan keperawatan
klien yang akan
dilakukan perawat.

4. Diskusikan dengan klien 5.


situasi yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan
halusinasi , waktu dan
frekuensi

terjadinya halusinasi

5. Diskusikan dengan klien


apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi, beri
kesempatan
mengungkapkan
perasaannya
TUK 3 : Klien Setelah diberikan 1. Identifikasi bersama 1. Upaya untuk
dapat mengontrol asuhan keperawatan klien cara tindakan memutuskan halusinasi
halusinasinya selama … x… menit yang dilakukan jika sehingga tidak
dengan 1 kali terjadi halusinasi berlanjut.
pertemuan 2. Diskusikan manfaat
cara yang akan 2. Reinforcement positif
pasien diharapkan : dilakukan klien, jika akan meningkatkan
Kriteria Hasil : bermanfaat beri pujian. harga diri klien.
1. Klien dapat 3. Diskusikan cara baru 3. Memberikan
menyebutkan untuk memutus atau alternative pilihan bagi
tindakan yang mengontrol halusinansi klien mengontrol
biasa dilakukan : halusinasi
untuk a. Katakan “ Saya
mengendalikan tidak mau dengar
halusinasinya. kamu” ( pada saat
2. Klien dapat halusinasi terjadi )
menyebutkan b. Menemui orang lain
cara baru untuk bercakap –
3. Klien dapat cakap atau
memilih cara
mengatasi mengatakan
halusinasi seperti halusinasi
Yang telah yang
terdengar
c. Membuat

jadwal
kegiatan sehari –
hari

didiskusikan dengan agar halusinasi tidak


klien. muncul
d. Minta keluarga/
teman/ perawat jika
nampak bicara
sendiri.
e. Bantu klien memilih
dan melatih cara
memutuskan
halusinasi
secara bertahap.
TUK 4 : Klien dapat Setelah diberikan 1. Diskusikan 1.
dukungan dari asuhan keperawatan ntuk
keluarga selama … x… menit dengan keluarga:
dengan 1 kali a. Gejala halusinasi mengetahui
dalam mengontrol pertemuan yang dialami klien pengetahuan keluarga
halusinasi b. Cara yang dapat dan meningkatkan
pasien diharapkan : dilakukan klien dan kemampuan
Kriterian Hasil : keluarga untuk pengetahuan
Keluarga memutus halusinasi
c. Cara merawat tentang halusinasi
dapat menyebutkan anggota keluarga
pengertian, tanda dan untuk memutus
kegiatan untuk halusinasi di rumah,
mengendalikan beri kegiatan,
halusinasi jangan biarkan
sendiri, makan
bersama, berpergian
bersama.
d. Beri informasi
waktu follow up
atau kapan perlu
mendapat bantuan
halusinasi terkontrol
dan risiko
mencederai orang
lain.
TUK 5: Setelah diberikan 1. Diskusikan dengan 1. Dengan menyebutkan
Klien dapat Asuhan keperawatan klien dan keluaraga dosis, frekuensi dan
memanfaatkan selama …x… tentang dosis, manfaat obat.
obat dengan benar menit dengan 1 kali frekuensi, manfaat obat
pertemuan pasien 2. Anjurkan klien minta 2. Diharapkan klien
diharapkan: Kriteria sendiri obat pada melaksanakan program
Evaluasi : perawat Dan merasakan pengobatan.
1. Klien dapat

Menyebutkan manfaatnya
manfaat, dosis, dan 3. Anjurkan klien bicara 3. Menilai kemampuan
efek samping obat dengan dokter tentang klien dalam
2. Klien dapat manfaat dan efek pengobatannya sendiri.
mendemonstrasika samping obat yang
n penggunaan dirasakan 4. Dengan mengetahui
3. obat secara benar 4. Diskusikan akibat efek samping obat klien
4. Klien dapat berhenti minum obat akan tahu apa yang
informasi tentang tanpa konsultasi harus dilakukan setelah
efek samping obat minum obat
5. Klien dapat 5. Bantu klien

memahami akibat menggunakan obat

berhenti minum dengan prinsip benar 5. Dengan mengetahui

obat prinsip penggunaan

6. Klien dapat obat, maka kemandirian

menyebutkan klien untuk pengobatan

prinsip 12 benar
penggunaan obat dapat
Ditingkatkan secara
bertahap.
VI. Implementasi
SP PASIEN SP KELUARGA
SP1 : SP 1:
a. Bina hubungan
a. Identifikasi masalah
saling percaya dengan mengungkapkan
keluarga dalam merawat
prinsip komunikasi
pasien.
- Sapa klien dengan ramah
b. Jelaskan tentang halusinasi :
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Pengertian halusinasi.
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jenis halusinasi yang
- Jujur dan menepati janji
dialami pasien.
b. Bantu pasien
- Tanda dan gejala
mengenal halusinasi (isi, waktu
halusinasi.
terjadinya, frekuensi, situasi pencetus,
- Cara merawat pasien
perasaan saat terjadi halusinasi.
halusinasi
c. Latih mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. (cara berkomunikasi,
Tahapan tindakannya meliputi : pemberian obat &
- Jelaskan cara menghardik halusinasi. pemberian aktivitas
- Peragakan cara menghardik kepada pasien).
- Minta pasien memperagakan ulang. - Sumber-sumber
- Pantau penerapan cara ini, beri pelayanan kesehatan yang
penguatan perilaku pasien bisa dijangkau.
d. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien - Bermain peran cara
merawat.
- Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat pasien
SP 2: SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) a. Evaluasi kemampuan
b. Latih berbicara / bercakap dengan keluarga (SP 1).
orang lain saat halusinasi muncul b. Latih keluarga merawat
c. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien pasien.
c. RTL keluarga / jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 3: SP 3
b. Evaluasi kemampuan
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2).
Latih keluarga
agar (SP 2)
tidakmuncul. Tahapannya : a. Latih keluarga merawat pasien.
- Jelaskan pentingnya aktivitas yang
b. RTL keluarga / jadwal
teratur untuk mengatasi halusinasi
keluarga untuk merawat pasien
- Diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien.
- Latih pasien melakukan aktivitas.
- Susun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih (dari bangun pagi sampai
tidur malam)

b. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,


berikan penguatan terhadap perilaku
pasien yang (
SP 4: SP 4
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2 & 3) a. Evaluasikemampuan
b. Tanyakan program pengobatan. keluarga.
c. Jelaskan pentingnya penggunaan obat b. Evaluasi kemampuan
pasien.
pada gangguan jiwa
c. RTL Keluarga:
d. Jelaskan akibat bila tidak digunakan
- Follow Up
sesuai program
- Rujukan
e. Jelaskan akibat bila putus obat.
f. Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat.
g. Jelaskan pengobatan (12B).
h. Latih pasien minum obat
i. Masukkan dalam jadwal harian pasien
VII. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi menjadi
dua yaitu evaluasi proses dan promotive yang dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan
khusus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Menurut (Damayanti, 2012) evaluasi dilakukan sesuai TUK
pada perubahan persepsi sensori : halusinasi yaitu sebagai berikut
:
a. Klien akan mampu membina hubungan saling percaya
b. Klien akan memahami cara menghardik
c. Klien akan dapat mengontrol halusinasi
d. Klien akan memahami program terapi yang diberikan
e. Klien akan mengungkapkan tidak adanya halusinasi
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Bandung : PT Refika Aditama

Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa,


Yogyakarta : Nuha Medika

Keliat, dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta
: Selemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan:
DPP PPNI.

Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai