Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN JIWA

“LAPORAN PENDAHULAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI:


HALUSINASI PENDENGARAN”

STIKes Pertamedika

Di Susun Oleh :
Linda Meilani Farida
NIM : 21222060

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
JAKARTA
2022
I. Kasus (Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi)
A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori Persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata. (Dr.Budi Anna K,
Akemat, Novy H, Heni, 2014)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, parabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-
betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi
atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara (Direja, 2011).
B. Jenis-Jenis
Ada beberapa jenis halusinasi. Yosep (2007), membagi halusinasi menjadi 8 jenis
yaitu : 
1. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara bising yang tidak
mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat
yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan kepada penderita sehingga
tidak jarang penderita bertengkar atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering
muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat
gambaran-gambaran yang mengerikan
3. Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak
enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai
pengalaman yang dianggap penderita sebagai kombinasi moral
4. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman.
Penderita merasa mengecap sesuatu.
5. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah kulit.
6. Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan waham
kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota
badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom” atau tungkai yang
diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8. Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya
 Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
 Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya
seperti impian.
C. Fase-Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan keparahannya.
Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan
tingkat ansietasnya yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya.
Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan
makin dikendalikan oleh halusinasinya.
1. Fase 1 : Comforting : Ansietas Sedang : halusinasi menyenangkan.
Karakteristik : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasah bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan
pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani.
Perilaku klien :     
1) Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa suara. 
3) Pergerakan mata yang cepat. 
4) Respon verbal yang lambat jika sedang asyik. 
5) Diam dan asyik sendiri. 
2. Fase II : Condemning : Ansietas Berat : Halusinasi menjadi menjijikkan.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. 
Perilaku Klien : 
1) Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom akibat
ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah. 
2) Rentang perhatian menyempit. 
3) Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan   
halusinasi dan realita. 
3. Fase III : Controlling : Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi berkuasa
Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin
mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti. 
Perilaku Klien : 
1) Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
2) Kesukaran berhubungan dengan orang lain.
3) Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
4) Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah.
4. Fase IV : Conquering : Panik : Umumnya menjadi melebur dalam halusinasi.
Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada
intervensi terapeutik.
Perilaku Klien :
1) Perilaku teror akibat panik.
2) Potensi kuat suicide  (bunuh diri) atau homicide (membunuh orang lain)
3) Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, atau katatonia.
4) Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks.
5) Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
D. Etiologi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi
ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang  tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa
cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor presipitasi
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan  penyebab  halusinasi  terjadi. Isi  dari  halusinai dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien
4) Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan memburuk.
E. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia
untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya
F. Manifestasi Klinik
Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurt Direja, 2011 sebagai berikut  :
1) Halusinasi Pendengaran
Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
Data Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
2) Halusinasi Penglihatan
Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas.
Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartoon,
melihat hantu atau monster.
3) Halusinasi Penghidungan
Data Objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
menutup hidung.
Data Subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan.
4) Halusinasi Pengecapan
Data Objektif : Sering meludah, muntah.
Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
5) Halusinasi Perabaan
Data Objektif : Menggaruk- garuk permukaan kulit.
Data Subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa
tersengat listrik.
G. Penatalaksanaan
1. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya
diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
- Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut
biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi
biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral
3x1,5 mg atau 3x5 mg.
- Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile. Biasanya
diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila
kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja
(Yosep, 2011).
2. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi
yaitu ( Keliat, 2010):
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan
pada tiap sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap
berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa
stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan : baca
artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan stimulus
yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan
proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya
kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang
lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa
ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh).
Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan
testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas
yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi, menari.
Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus,
misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
4. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan
diri lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik. Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan
bersama (Maramis, 2005).
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan Effect

Gangguan persepsi sensori Core proble


: halusinasi
Isolasi sosial Cause
B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan jiwa yang mungkin muncul pada pasien dengan halusinasi,
diantaranya yaitu:
1) Risiko perilaku kekerasan
2) Gangguan sensori persepsi: halusinasi
3) Isolasi sosial
4) Harga Diri Rendah
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan halusinasi, yaitu
diantaranya:
a. Data Subjektif:
1) Klien mengatakan mendengar sesuatu
2) Klien mengatakan melihat bayangan putih
3) Klien mengatak dirinya seperti disengat listrik
4) Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses.
5) Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
6) Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berebda pada
dirinya
b. Data Objektif:
1) Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
2) Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3) Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk menfengarkan sesuatu
4) Disorientasi
5) Kosentrasi rendah
6) Pikiran cepat berubah-ubah
7) Kekacauan alur pikiran

III. Diagnosa Keperawatan


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
IV. Recana Tindakan Keperawatan

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasionalisasi


TUM :
Klien dapat membedakan
antara halusinasi dengan
realita.
TUK :
1. Klien dapat membina 1. Setelah satu kali interaksi klien Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip Bila sudah terbina hubungan saling percaya
hubungan saling percaya. menunjukkan tanda-tanda percaya komunikasi terapeutik diharapkan klien dapat kooperatif, sehingga
kepada perawat :  Sapa klien dengan ramah baik verbal dan non verbal. pelaksanaan asuhan keperawatan dapat
 Ekspresi wajah bersahabat.  Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berjalan dengan baik.
 Menunjukkan rasa senang. berkenalan.
 Ada kontak mata.  Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
 Mau berjabat tangan. klien.
 Mau menyebutkan nama.  Buat kontrak yang jelas.
 Mau menjawab salam.  Tunjukkan sikap jujur. dan menepati janji setiap kali interaksi.
 Mau duduk berdampingan  Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya.
dengan perawat.  Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
 Bersedia mengungkapkan  Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
masalah yang dihadapi.  Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
2.Klien dapat mengenal 1. Setelah x interaksi klien 2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap  Kontak sering dan singkat selain upaya
halusinasinya. menyebutkan : membina hubungan saling percaya, juga
 Isi 2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, dapat memutuskan halusinasi.
 Waktu jika klien sedang berhalusinasi :  Mengenal perilaku pada saat halusinasi
 Frekuensi  Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi timbul, memudahkan perawat dalam
 Situasi dan kondisi yang dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap). melakukan intervensi.
menimbulkan halusinasi  Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang  Mengenal halusinasi memungkinkan
dialaminya. klien untuk menghindarkan faktor
 Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal pencetus timbulnya halusinasinya.
tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya
(dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi).
 Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang
sama.
 Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

Jika klien sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya  Dengan mengetahui waktu, isi dan
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien : frekuensi munculnya halusinasi
 Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, mempermudah tindakan keperawatan
sore, malam atau sering dan kadang-kadang). yang akan di lakukan perawat.
 Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak  Untuk mengidentifikasi pengaruh
menimbulkan halusinasi. halusinasi pasien.

2. Setelah …x interaksi klien 2.1 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi  Untuk mengetahui koping yang
menyatakan perasaan dan halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan digunakan oleh klien.
responnya saat mengalami. perasaannya.  Agar klien mengetahui akibat dari
halusinasi : 2.2 Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi menikmati halusinasi sehingga klien
 Marah perasaan tersebut. meminimalisir halusinasinya.
 Takut 2.3 Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien
 Sedih menikmati halusinasinya.
 Senang
 Cemas
 Jengkel

3. Klien dapat mengontrol 1. Setelah …x interaksi klien Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika  Upaya untuk memutuskan siklus
halusinasinya. menyebutkan tindakan yang terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll). halusinasi sehingga halusinasi tidak
biasanya dilakukan untuk Diskusikan cara yang digunakan klien : berlanjut.
mengendalikan halusinasinya.  Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
2. Setelah …x interaksi klien  Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara  Resinforcement positif dapat
menyebutkan cara baru tersebut. menngkatkan harga diri klien.
mengontrol halusinasi. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya
halusinasi :  Memberikan alternatif pilihan bagi klien
 Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (“saya tidak untuk mengontrol lingkungan.
mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap”) pada saat halusinasi
terjadi.
 Menemui orang lain perawat/ teman/ anggota keluarga) untuk
menceritakan halusinasinya.
 Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang
telah disusun.
 Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika sedang
berhalusinasi.
3. Setelah …x interaksi klien dapat 1. Bantu klien memilih cara yang sudah diajarkan dan latih untuk  Memotivasi dapat meningkatkan
memilih dan memperagakan cara mencobanya. kegiatan klien untuk mencoba memilih
mengatasi halusinasi (dengar/ salah satu cara mengendalikan halusinasi
lihat/ penghidu/ raba/ kecap). 2. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dan dapat meningkatkan harga diri klien.
4. Setelah …x interaksi klien dilatih.  Memberi kesempatan kepada klien untuk
melaksanakan cara yang telah mencoba cara yang sudah di pilih.
dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya. 3. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil
5. Setelah …x pertemuan klien beri pujian. Stimulasi persepsi dapat mengurangi
mengikuti terapi aktivitas perubahan interpretasi realitas klien akibat
kelompok. halusinasi.

Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi


realita, stimulasi persepsi.
4. Klien dapat dukungan 1. Setelah …x pertemuan keluarga, 1. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat, Untuk mendapatkan bantuan keluarga
dari keluarga dalam keluarga menyatakan setuju untuk dan topik). mengontrol halusinasi.
mengontrol mengikuti pertemuan dengan
halusinasinya. perawat.

2. Setelah …x interaksi keluarga 2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/ Untuk mengetahui pengetahuan keluarga
menyebutkan pengertian, tanda kunjungan rumah). dan meningkatkan kemampuan pengetahuan
dan gejala, proses terjadinya  Pengertian halusinasi tentang halusinasi
halusinasi dan tindakan untuk  Tanda dan gejala halusinasi.
mengendalikan halusinasi.  Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
 Obat-obatan halusinasi. Agar keluarga dapat merawat klien atau
 Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah (beri anggota keluarga lain yang berhalusinasi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian dirumah
bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi). Keluarga klien menjadi tahu cara mencari
 Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi
cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di dirumah.
rumah.
5. Klien dapat 1. Setelah …x interaksi klien 1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak  Dengan menyebutkan dosis, frekuensi
memanfaatkan obat menyebutkan : minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek dan manfaat obat, diharapkan klien
dengan baik.  Manfaat minum obat samping penggunaan minum obatPantau klien saat melaksanakan program pengobatan.
 Kerugian tidak minum obat penggunaan obat  Menilai kemampuan klien dalam
 Nama, warna, dosis,efek pengobatannya sendiri.
terapi dan efek samping obat  Program pengobatan dapat berjalan
sesuai rencana.
 Dengan mengetahui prinsip penggunaan
2. Setelah …x interaksi klien 2. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar. obat, maka kemandirian klien untuk
mendemontrasikan penggunaan pengobatan dapat ditingkatkan secara
obat dengan benar. bertahap
3. Setelah …x interaksi klien 3. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
menyebutkan akibat minum obat dengan dokter.
tanpa konsultasi dokter. 4. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika
terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung :


Refika Aditama.
Keliat B. A. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC.
Keliat, B. A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
EGC, Jakarta.
Keliat, B. A dan Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta:EGC.
Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC
Townsend, M. C, (2014). Psychiatric Mental Healt Nursing : Concepts of
Care in Evidence-BasedPractice (6th ed.), Philadelphia: F.A.
Davis. https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=3a0-
Yosep I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika
Aditama http://repository.um-surabaya.ac.id/id/eprint/3356
Yusuf, A Dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta
Salemba Medika. http://eprints.umpo.ac.id/id/eprint/6107

Anda mungkin juga menyukai