LANDASAN TEORI
2010)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata
suara-suara tersebut. Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau
dekat bahkan mungkin datang dari tiap bagian tubuhnya sendiri. Suara bisa
merusak.
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan
moral.
halusinasi gustatorik.
Merasa diraba , disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang bergerak di
f. Halusinasi Kinestetik
g. Halusinasi Viseral
C. Fase-fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2008) membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietasnya yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin berat
mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
1. Fase 1 : Comforting : Ansietas Sedang : halusinasi menyenangkan.
Karakteristik : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasah bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada pikiran
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-
pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas
dapat ditangani.
Perilaku klien :
a. Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai.
b. Menggerakkan bibir tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang cepat.
d. Respon verbal yang lambat jika sedang asyik.
e. Diam dan asyik sendiri.
2. Fase II : Condemning : Ansietas Berat : Halusinasi menjadi menjijikkan.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Perilaku Klien :
a. Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom
akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan
tekanan darah.
b. Rentang perhatian menyempit.
c. Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
3. Fase III : Controlling : Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi berkuasa
Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien
mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Perilaku Klien :
a. Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
b. Kesukaran berhubungan dengan orang lain.
c. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
d. Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah.
4. Fase IV : Conquering : Panik : Umumnya menjadi melebur dalam halusinasi.
Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak
ada intervensi terapeutik.
Perilaku Klien :
a. Perilaku teror akibat panik.
b. Potensi kuat suicide (bunuh diri) atau homicide (membunuh orang lain)
c. Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, atau katatonia.
d. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks.
e. Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
D. Penyebab
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan
terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi
ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa
cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor presipitasi
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang
pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien
d) Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah
dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering
memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan memburuk.
F. Mekanisme Koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien menurut Yosep (2010),
meliputi :
1. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2. Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu
benda.
3. Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
G. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia
untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya (Maramis,2008).
H. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di BPK RSJ Propinsi Bali
dan klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga
yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2008)
a. Farmakoterapi
yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit.
2) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan
pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul
dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien
1) Therapy aktivitas
a) Therapy music
b) Therapy seni
seni.
c) Therapy menari
e) Therapy sosial
f) Therapy kelompok
g) Therapy lingkungan
like atmosphere)
2. Isi halusinasi.
Data dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila
halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar, atau apa bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan,
bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk
halusinasi pengecapan, atau merasakan apa di permukaan tubuh bila halusinasi
perabaan Yosep (2010).
5. Respon klien.
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa
dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus
halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi Yosep (2010).
Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu dikaji :
a. Risiko perilaku kekerasan
1). Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Gangguan sensori perseptual : halusinasi
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2) Data Objektif
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d) Disorientasi
c. Kerusakan Interaksi Sosial : menarik diri
1) Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat ”tidak” atau ”ya”.
2) Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang
lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak
diam), kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan orang lain,
perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur)
d. Harga diri rendah
1) Data Subyektif
Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain.
2) Data Obyektif
Tidak bisa mengambil keputusan, menarik diri dari realitas, merusak
diri, rasa bersalah dan khawatir
e. Sindrom deficit perawatan diri
1) Data subyektif
Pasien mengatakan malas melakukan perawatan diri
2) Data Obyektif
Penampilan kurang bersih
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan sensori perceptual : Halusinasi
b. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri
c. Harga diri rendah
d. Risiko perilaku kekerasan
e. Sindrom deficit perawatan diri : mandi/kebersihan , berpakaian/berhias.
J. Rencana Tindakan Keperawatan
PERENCANAAN
DIAGNOSA INTERVENSI
TUJUAN KRITERIA EVALUASI
Gangguan Sensori TUM :
Persepsi: Klien tidak mengalami
Halusinasi halusinasi
TUK 1 TUK 1 Ekspresi wajah bersahabat, 1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
Klien dapat membina menunjukkan rasa senang, ada komunikasi terapeutik :
hubungan saling percaya. kontak mata, mau berjabat tangan, a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
mau menyebutkan nama, mau b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
menjawab salam, mau duduk
disukai klien.
berdampingan dengan perawat, mau d. Jelaskan tujuan pertemuan
mengutarakan masalah yang e. Jujur dan menepati janji
dihadapi f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar
TUK 2 TUK 2 a. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, 1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
Klien dapat mengenal frekuensi timbulnya halusinasi 2. Observasi tingkah laku terkait dengan halusinasinya : bicara dan
halusinasinya tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri/kanan/depan seolah-
b. Klien dapat mengungkapkan olah ada teman bicara.
perasaan terhadap halusinasinya 3. Bantu klien mengenal halusinasinya :
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar.
b. Jika ada, apa yang dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
d. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore
dan malam atau jika sendiri, jengkel/sedih)
5. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah/takut, sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan
b. Klien dapat mendemonstrasikan 2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
penggunaan obat dengan benar manfaatnya
c. Klien dapat informasi tentang 3. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (obat,
penggunaan obat pasien, cara, cara, waktu dan dosis).
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Maramis. (2008). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Stuart, G.W. and Laraia. (2008). Principles and Praktice of Psychiatric Nursing, St.
Louis: Mosby Year B