Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

Disusun Oleh:
Nama : Nanda Aulia

Kelas : 3B

NIRM : 18077

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA

TAHUN AJARAN 2020

ii
I. Kasus Halusinasi
Istilah halusinasi berasal dari bahasa latin hallucination yang bermakna secara
mental mengembara atau menjadi linglung , jardri , dkk , ( 2013 ) menegaskan “ the
term hallucination comes from the latin “ hallucination” : to wander mentally or to be
absent – minded “. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan ( stimulus ) eksternal ( stuart & laraia , 2005 ). Halusinasi
merupakan suatu gejala gangguan jiwa di mana klien merasakan suatu stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori persepsi , merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan , pengecapan , perabaan , atau penciuman. Pada
gangguan halusinasi penglihatan misalnya klien melihat suatu bayangan menakutkan
padahal tidak ada bayangan tersebut . salah satu manifestasi yang timbul adalah
halusinasi membuat klien tidak dapat memenuhi kehidupannya sehari – hari. Halusinasi
merupakan salah satu dari sekian bentuk psikopatologi yang paling parah dan
membingungkan. Secara fenomenologis halusinasi adalah gangguan yang paling umum
dan paling penting. Selain itu halusinasi dianggap sebagai karakteristik psikosis.

Delusi adalah Tafsiran yang salah terhadap pengalaman yang sudah terungkap
secara tepat pada penderita. Psikosis ditandai dengan ketidakseimbangan antara
pemikiran, imajinasi dan emosi dengan realitas yang sebenarnya atau hal – hal yang
tidak nyata atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan


internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
(Kusumawati & Hartono, 2012). Halusinasi sebagai suatu tanggapan dari panca indera
tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal. Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Stuart
& Laraia, 2009).

II. Proses Terjadinya Halusinasi

A. Faktor Predisposisi
1) Factor Biologis : adanya riwayat anggota keluarga yng mengalami
gangguan jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan
riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
(NAPZA)
2) Faktor Psikologis : memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi
korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya
kasih saying dari orang-orang di sekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
3
Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan
social ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari
longkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali
memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernah mengalami
kegagalan dalam hubungan social (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.
B. Factor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
ditemukan adanya riwayat penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya
riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di keluarg atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.

C. Jenis – Jenis Halusinasi

Ada beberapa jenis halusinasi pada klien gangguan jiwa sekitar 70%
halusinasi yang dialami klien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar/suara ,
20% halusinasi penglihatan , dan 10% halusinasi penciuman, pengecapan , dan
perabaan. Halusinasi diklasifikasikan menjadi 5 jenis yaitu :

a. Halusinasi penglihatan ( visual, optik ) :


Ketakutan pada sesuatu objek yang dilihat , terkadang tatapan mata
menuju tempat tertentu beberapa klien terkadang melihat makhluk
tertentu, bayangan seseorang yang sudah meninggal sesuatu yang
menakutkan misalnya hantu / cahaya.

iii
b. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) :
Terkadang halusinasi ini menimbulkan klien mendengar suara atau bunyi
gaduh , mendengar suara yang menyuruh untuk melakukan sesuatu yang
berbahaya, dan terkadang klien mendengar suara yang mengajak bercakap-
cakap dan juga mendengar suara orang yang sudah meninggal.
c. Halusinasi pencium (olfaktorik) :
Pada halusinasi ini klien terkadang menicum bau dari bau – bauan tertentu
seperti bau mayat , masakan , feses , bayi atau parfume. Klien juga
mengalami halusinasi yang membuat nya sering mengatakan mencium bau.
d. Halusinasi pengecap (gustatorik) :
Klien dengan halusinasi pengecapan sering merasakan makanan atau rasa
tertentu atau mengunyah sesuatu.
e. Halusinasi peraba (taktil) :
Pada halusinasi ini klien terkadang mengatakan ada sesuatu yang
menggerayangi tubuh, seperti tangan , serangga, atau makhluk halus dan
selain itu klien merasakan sesuatu di permukaan kulit seperti rasa yang sangat
panas dan dingin atau rasa tersengat listrik.
f. Halusinasi somatik
Halusinasi ini mengacu paX CASda saat seseorang mengalami perasaan
tubuh mereka merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi atau
pergeseran sendi. Pasien juga melaporkan bahwa ia juga mengalami
penyerahan oleh hewan pada tubuh mereka seperti ular merayap dalam perut.

D. Fase-Fase Halusinasi
a. Fase pertama disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
 Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini
hanya menolong sementara.

iii
 Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

b. Fase kedua Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
 Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengontrolnya.
 Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

c. Fase ketiga Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
 Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
 Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase keempat Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
 Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah,
dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
 Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.

E. Rentang Respon Neurobiologi Halusinasi


Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori sehingga halusinasi
merupakan gangguan dari respon neurobiologis . oleh karenya secara keseluruhan ,
rentang respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neurobiologis.

iii
Rentang respons neurobiologis yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis
persepsi akurat, emosi yang konsistensi dengan pengalaman, perilaku cocok, dan
terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sementara itu respons maldatif meliputi
adanya waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak terorganisasi dan
isolasi sosial.

ADAPTIF Respon MALADAPTIF Respon


Adaptif Maladaptif

1. Pikiran logis 1. pikiran kadang 1. Gangguan pikiran atau


menyimpang Waham
2. Persepsi akurat 2. Ilusi 2. Halusinasi
3. Emosi konsisten 3. Reaksi emsional 3. Ketidakmampuan
untuk kontrol
emosi
4. Perilaku sesuai 4.perilakuak aneh 4.Ketidakteraturan
perilaku
5. Hubungan sosial 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

Dari bagan diatas bisa dilihat rentang respon neurobiologis bahwa respon adaptif
sampai maladaptif yaitu:
a. Respon adaptif
1. Pikiran logis
Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
2. Persepsi akurat
Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman
Kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
4. Perilaku sesuai

iii
Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut
diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan
moral.
5. Hubungan sosial
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah-tengah
masyarakat.
b. Respon transisi
1. Pikiran kadang menyimpang
Kegagalan dalam mengabstrakkan dan mengambil kesimpulan.
2. Ilusi
Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
3. Reaksi emosi berlebihan atau berkurang
Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
4. Perilaku aneh atau tak lazim
Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah
dan tidak kenal orang lain.
5. Menarik diri
Perilaku menghindar dari orang lain.
c. Respon maladaptif
1. Gangguan pikiran atau waham
Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walau tidak diyakini oleh
orang lain dan bertentangan dengan realita sosial.
2. Halusinasi
Persepsi yang salah terhadap rangsang.
3. Ketidakmampuan untuk kontrol emosi
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,
kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
4. Ketidakteraturan perilaku
Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.
5. Isolasi sosial

iii
Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan
sikap yang negatif dan mengancam.

 Tingkat halusinasi meliputi empat tingkat , mulai dari tingkat I sampai IV

A. Tingkat I

Tahap I ( Non – psikotik )


Pada tahap ini, halusinasi mamapu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat
orientasi sedang. Secara unum pada tahap ini merupakan hal yang menyenangkan
bagi klien.

 Karakteristik :

1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan


2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilagkan kecemasan
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.

 Perilaku yang muncul :

1) Tersenyum atau tertawa sendiri


2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal rambat, diam, dan berkonsentrasi

B. Tahap II ( Non – psikotik )


Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan berat. Secara umum hausinasi yang ada dapat menyebabkan
antipati.

 Karakteristik :

1. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut


2. Mulai merasa kehilangan kontrol
3. Menarik diri dari orang lain

iii
 Prilaku yang muncul :

1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD


2) Perhatian terhadap lingkunagn menurun
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
4) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinai dan realita.

C. Tahap III ( Psikotik )


Klien biasanya tidak dapat mengontrol didinya sendiri, tingkat kecemasnan
berat, dan halusiansi tidak dapat ditolak lagi.

 Karakteristik :

1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya


2) Isi halusinasi menjadi atraktif
3) Klien menjasi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir

 Prilaku yang muncul :

1) Klien menuruti perintah halusinasi


2) Sulit berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
4) Tidak mampu emngikuti perintah yang nyata
5) Klien tampak temor dan berkeringat

D. Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.

 Prilaku yang muncul :

1) Risiko tinggi mencederai


2) Agitasi / kataton
3) Tidak mampu merespons rangsang yang ada.

iii
F. Mekanisme Koping penderita gangguan halusinasi
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor pada
halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :

a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pengalaman
internalnya.
b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan .
c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah
dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas
(Iskandar;2012;58).

III. A. Pohon Masalah Halusinasi

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
2. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
4. Isolasi sosial : menarik diri

 Data yang Perlu Dikaji


Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama
dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data
iii
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2005).
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangkan formulir
pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian.
Isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Tanggal Masuk, Informan, Tanggal
Pengkajian, No. Rekam medik.                        
b. Keluhan utama atau alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek pemeriksaan fisik atau biologis
e. Aspek psikososial
Genogram, Konsep diri, Hubungan sosial dan spiritual.
f. Status mental
Penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek (ekspresi
wajah), interaksi saat wawancara, persepsi, proses berfikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian/berhias, istirahat dan tidur, penggunaan
obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam rumah, aktivitas diluar rumah.
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Aspek medik

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Perilaku Kekerasan Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain dan Lingkungan
2. Perubahan Persepsi Sensori Halusinasi
3. Isolasi Sosial
4. Gangguan Konsep Diri
5. Koping Individu Tidak Efektif

iii
V. Rencana Tindakan Keperawatan

DIAGNOSA 1 : Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan

TUJUAN UMUM : Klien dapat mengenal hakusinasinya sehingga tidak mencederai


diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

TUJUAN KHUSUS: KRITERIA HASIL : INTERVENSI

TUK 1 : 1.1 Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling


Klien dapat membina bersahabat, menunjukan percaya dengan
hubungan saling rasa senang, ada kontak menggunakan prinsip
percaya. mata, mau berjabat tangan, komunikasi terapeutik.
mau menyebutkan nama, 2. Sapa klien dengan ramah
mau menjawab salam, baik verbal maupun non
klien duduk berdampingan verbal.
dengan perawat, mau 3. Tanyakan nama lengkap
mengutarakan masalah klien dan nama panggilan
yang dihadapinya. yang disukai klien.
4. Tunjukan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya.
5. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.

TUK 2 : 2.1 Klien dapat 1. Adakan kontak sering dan


Klien dapat mengenal menyebutkan waktu, isi, singkat secara bertahap.

iii
halusinasinya. frekuensi timbulnya 2. Observasi tingkah laku
halusinasi. klien terkait dengan
halusinasi-nya
3. Bantu klien mengenal
halusinasinya.
4. Jika menemukan klien
yang sedang halusinasi-
nya, tanyakan apakah ada
suara yang didengar. Jika
klien menjawab ada,
lanjutkan; apa yang
dikatakan.
5. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya (dengan
nada bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi
2.2 Klien dapat
mengungkapkan perasaan 1. Diskusikan dengan klien
terhadap halusinasinya. apa yang dirasakan jika
terjadinya halusinasi
(marah/takut, sedih,
senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.

3.1 Klien dapat


TUK 3 : menyebutkan tindakan 1. Identifikasi bersama klien
Klien dapat mengontrol yang biasanya dilakukan cara tindakan yang
iii
halusinasinya. untuk mengendalikan dilakukan jika terjadi
halusinasinya. halusinasinya (tidur,
marah, menyibukan diri,
dll).
2. Diskusikan manfaat dan
cara yang digunakan klien,
jika bermanfaat beri
pujian.

3.2 Klien dapat memilih 1. Bantu klien memilih dan


cara mengatasi halusinasi melatih cara memutus
seperti yang telah halusinasi secara bertahap.
didiskusikan dengan klien.

3.3 Klien dapat 1. Beri kesempatan untuk


melaksanakan cara yang melakukan cara yang telah
telah dipilih untuk dilatih. Evaluasi hasilnya
mengendalikan dan beri pujian jika
halusinasinya. berhasil.

TUK 4: 4.1 Keluarga dapat 1. Anjurkan klien untuk


Klien dapat dukungan membina hubungan saling memberi tahu keluarga
dari keluarga dalam percaya dengan perawat. jika mengalami halusinasi.
mengonrol
halusinasinya.

TUK 5 : 5.1 Klien dan keluarga 1. Diskusikan dengan klien


Klien dapat dapat menyebutkan dan keluarga tentang
iii
memanfaatkan obat manfaat, dosis dan efek dosis, frekuensi dan
dengan baik. samping obat. manfaat obat.

5.2 Klien memahami


akibat berhentinya minum 1. Diskusikan akibat
obat tanpa konsultasi berhentinya minum obat-
obat tanpa konsultasi.

DIAGNOSA II : Perubahan persepsi-sensorik

TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi.

TUJUAN KHUSUS KRITERIA HASIL INTERVENSI

TUK 1 : 1.1 Klien dapat  1. Kaji pengetahuan klien


Klien dapat menyebutkan penyebab tentang perilaku menarik
menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal diri dan tanda-tandanya.
menarik diri. dari : Diri sendiri, Orang 2. Berikan kesempatan pada
lain dan Lingkungan klien untuk
mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri
atau tidak mau bergaul.
3. Diskusikan bersama klien
tentang perilaku menarik
diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul.
4. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien
iii
mengungkapkan
perasaannya.

2.1Klien dapat
menyebutkan keuntungan 1. Kaji pengetahuan klien
TUK 2: berhubungan dengan orang tentang manfaat dan
Klien dapat lain. keuntungan berhubungan
menyebutkan dengan orang lain.
keuntungan 2. Beri kesempatan pada
berhubungan dengan klien untuk
orang lain dan kerugian mengungkapkan perasaan
tidak berhubungan tentang keuntungan
dengan orang lain berhubungan dengan
orang lain.
3. Diskusikan bersama klien
tentang manfaat
berhubungan dengan
orang lain.
3.1 Klien dapat
mendemonstrasikan 1. Kaji kemampuan klien
TUK 3 : hubungan sosial  secara membina hubungan
Klien dapat melakukan bertahap antara : dengan orang lain.
hubungan sosial secara o Klien dan perawat. 2. Dorong dan bantu klien
bertahap o Klien dan perawat dan untuk berhubungan
klien. dengan orang lain secara
o Klien dan perawat dan bertahap

keluarga. 3. Bantu klien untuk

o Klien dan perawat dan mengevaluasi manfaat

kelompok berhubungan.
4. Diskusikan jadwal
kegiatan harian yang dapat
iii
dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu.
5. Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan harian.

4.1 Keluarga dapat :


o Menjelaskan 1. Bina        hubungan saling
TUK 4 : perasaannya. percaya dengan keluarga :
Klien dapat o Menjelaskan cara o Salam, perkenalkan
memberdayakan sistem merawat klien menarik diri.
pendukung atau diri. o Sampaikan tujuan.
keluarga mampu o Mendemon-strasikan o Buat kontrak.
mengembangkan cara perawatan klien 2. Eksplorasikan perasaan
kemampuan klien menarik diri. keluarga.
untuk berhubungan o Berpartisipasi dalam 3. Diskusikan dengan
dengan orang lain perawatan klien anggota keluarga tentang :
menarik diri. o Perilaku menarik diri.
o Penyebab perilaku
menarik diri.
o Akibat yang akan
terjadi jika perilaku
menarik diri tidak
ditanggapi.
4. Dorong anggota keluarga
untuk memberi dukungan
kepada klien untuk
berkomunikasi dengan
orang lain.
5. Anjurkan   anggota
keluarga secara rutin dan
bergantian menjenguk
iii
klien minimal satu  kali
seminggu.
6.1.5.  

DIAGNOSA III : Isolasi  sosial

TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal.

TUJUAN KHUSUS KRITERIA HASIL INTERVENSI


TUK 1 : 1.1 Setelah 4x pertemuan 1. Diskusikan kemampuan
Klien dapat klien dapat dan aspek positif yang
mengidentifikasi mengidentifikasi dimiliki klien.
kemampuan dan aspek kemampuan dan aspek 2. Setiap bertemu klien
positif yang dimiliki positif yang dimiliki : dihindari memberi
o Aspek intelektua penilaian negatif.
o Aspek sosial budaya. 3. Utamakan memberi pujian
o Aspek fisik. yang realistis.

o Aspek emosional/ke-
pribadian klien.

TUK 2 : 2.1 Setelah 6X pertemuan 1. Diskusikan dengan klien


Klien dapat menilai klien dapat kemampuan yang masih
kemampuan yang menyebutkan dapat digunakan selama
digunakan kemampuan yang dapat sakit.

digunakan. 2. Diskusikan kemampuan


yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.

TUK 3 : 1. Beri kesempatan pada


iii
Klien dapat melakukan 3.1 Setelah 10 kali klien untuk mencoba
kegiatan sesuai kondisi pertemuan klien dapat kegiatan yang telah
sakit dan melakukan kegiatan sesuai direncanakan.
kemampuannya kondisi sakit dan 2. Beri pujian atas
kemampuan. keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan di rumah.
TUK 4 :
Klien dapat 4.1 Setelah 12 kali 1. Beri pendidikan kesehatan
memanfaatkan sistem pertemuan klien dapat pada keluarga tentang cara
pendukung yang ada. memanfaatkan sistem merawat klien dengan
pendukung yang ada di harga diri rendah.
keluarga. 2. Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan di
rumah.

DAFTAR PUSTAKA

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi/

Ns. Sutejo. 2019. Konsep Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa : Gangguan Jiwa Dan
Psikososial. Yogyakarta.

Keliat, B.A, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa ( Edisi 2 ). Jakarta: EGC.

Stuart, G.W & Laraia,M.T.2005. Principles and Practice of psychiatric Nursing( 7th Edition).
St.Louis: Mosby.
iii
https://www.academia.edu/11780072/ HALUSINASI.

iii

Anda mungkin juga menyukai