Disusun Oleh:
Nama : Nanda Aulia
Kelas : 3B
NIRM : 18077
ii
I. Kasus Halusinasi
Istilah halusinasi berasal dari bahasa latin hallucination yang bermakna secara
mental mengembara atau menjadi linglung , jardri , dkk , ( 2013 ) menegaskan “ the
term hallucination comes from the latin “ hallucination” : to wander mentally or to be
absent – minded “. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan ( stimulus ) eksternal ( stuart & laraia , 2005 ). Halusinasi
merupakan suatu gejala gangguan jiwa di mana klien merasakan suatu stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori persepsi , merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan , pengecapan , perabaan , atau penciuman. Pada
gangguan halusinasi penglihatan misalnya klien melihat suatu bayangan menakutkan
padahal tidak ada bayangan tersebut . salah satu manifestasi yang timbul adalah
halusinasi membuat klien tidak dapat memenuhi kehidupannya sehari – hari. Halusinasi
merupakan salah satu dari sekian bentuk psikopatologi yang paling parah dan
membingungkan. Secara fenomenologis halusinasi adalah gangguan yang paling umum
dan paling penting. Selain itu halusinasi dianggap sebagai karakteristik psikosis.
Delusi adalah Tafsiran yang salah terhadap pengalaman yang sudah terungkap
secara tepat pada penderita. Psikosis ditandai dengan ketidakseimbangan antara
pemikiran, imajinasi dan emosi dengan realitas yang sebenarnya atau hal – hal yang
tidak nyata atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
A. Faktor Predisposisi
1) Factor Biologis : adanya riwayat anggota keluarga yng mengalami
gangguan jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan
riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
(NAPZA)
2) Faktor Psikologis : memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi
korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya
kasih saying dari orang-orang di sekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
3
Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan
social ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari
longkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali
memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernah mengalami
kegagalan dalam hubungan social (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.
B. Factor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
ditemukan adanya riwayat penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya
riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di keluarg atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
Ada beberapa jenis halusinasi pada klien gangguan jiwa sekitar 70%
halusinasi yang dialami klien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar/suara ,
20% halusinasi penglihatan , dan 10% halusinasi penciuman, pengecapan , dan
perabaan. Halusinasi diklasifikasikan menjadi 5 jenis yaitu :
iii
b. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) :
Terkadang halusinasi ini menimbulkan klien mendengar suara atau bunyi
gaduh , mendengar suara yang menyuruh untuk melakukan sesuatu yang
berbahaya, dan terkadang klien mendengar suara yang mengajak bercakap-
cakap dan juga mendengar suara orang yang sudah meninggal.
c. Halusinasi pencium (olfaktorik) :
Pada halusinasi ini klien terkadang menicum bau dari bau – bauan tertentu
seperti bau mayat , masakan , feses , bayi atau parfume. Klien juga
mengalami halusinasi yang membuat nya sering mengatakan mencium bau.
d. Halusinasi pengecap (gustatorik) :
Klien dengan halusinasi pengecapan sering merasakan makanan atau rasa
tertentu atau mengunyah sesuatu.
e. Halusinasi peraba (taktil) :
Pada halusinasi ini klien terkadang mengatakan ada sesuatu yang
menggerayangi tubuh, seperti tangan , serangga, atau makhluk halus dan
selain itu klien merasakan sesuatu di permukaan kulit seperti rasa yang sangat
panas dan dingin atau rasa tersengat listrik.
f. Halusinasi somatik
Halusinasi ini mengacu paX CASda saat seseorang mengalami perasaan
tubuh mereka merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi atau
pergeseran sendi. Pasien juga melaporkan bahwa ia juga mengalami
penyerahan oleh hewan pada tubuh mereka seperti ular merayap dalam perut.
D. Fase-Fase Halusinasi
a. Fase pertama disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini
hanya menolong sementara.
iii
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah,
dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
iii
Rentang respons neurobiologis yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis
persepsi akurat, emosi yang konsistensi dengan pengalaman, perilaku cocok, dan
terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sementara itu respons maldatif meliputi
adanya waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak terorganisasi dan
isolasi sosial.
Dari bagan diatas bisa dilihat rentang respon neurobiologis bahwa respon adaptif
sampai maladaptif yaitu:
a. Respon adaptif
1. Pikiran logis
Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
2. Persepsi akurat
Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman
Kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
4. Perilaku sesuai
iii
Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut
diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan
moral.
5. Hubungan sosial
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah-tengah
masyarakat.
b. Respon transisi
1. Pikiran kadang menyimpang
Kegagalan dalam mengabstrakkan dan mengambil kesimpulan.
2. Ilusi
Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
3. Reaksi emosi berlebihan atau berkurang
Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
4. Perilaku aneh atau tak lazim
Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah
dan tidak kenal orang lain.
5. Menarik diri
Perilaku menghindar dari orang lain.
c. Respon maladaptif
1. Gangguan pikiran atau waham
Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walau tidak diyakini oleh
orang lain dan bertentangan dengan realita sosial.
2. Halusinasi
Persepsi yang salah terhadap rangsang.
3. Ketidakmampuan untuk kontrol emosi
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,
kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.
4. Ketidakteraturan perilaku
Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.
5. Isolasi sosial
iii
Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan
sikap yang negatif dan mengancam.
A. Tingkat I
Karakteristik :
Karakteristik :
iii
Prilaku yang muncul :
Karakteristik :
D. Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
iii
F. Mekanisme Koping penderita gangguan halusinasi
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor pada
halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :
a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pengalaman
internalnya.
b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan .
c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah
dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas
(Iskandar;2012;58).
iii
V. Rencana Tindakan Keperawatan
iii
halusinasinya. frekuensi timbulnya 2. Observasi tingkah laku
halusinasi. klien terkait dengan
halusinasi-nya
3. Bantu klien mengenal
halusinasinya.
4. Jika menemukan klien
yang sedang halusinasi-
nya, tanyakan apakah ada
suara yang didengar. Jika
klien menjawab ada,
lanjutkan; apa yang
dikatakan.
5. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya (dengan
nada bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi
2.2 Klien dapat
mengungkapkan perasaan 1. Diskusikan dengan klien
terhadap halusinasinya. apa yang dirasakan jika
terjadinya halusinasi
(marah/takut, sedih,
senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi.
2.1Klien dapat
menyebutkan keuntungan 1. Kaji pengetahuan klien
TUK 2: berhubungan dengan orang tentang manfaat dan
Klien dapat lain. keuntungan berhubungan
menyebutkan dengan orang lain.
keuntungan 2. Beri kesempatan pada
berhubungan dengan klien untuk
orang lain dan kerugian mengungkapkan perasaan
tidak berhubungan tentang keuntungan
dengan orang lain berhubungan dengan
orang lain.
3. Diskusikan bersama klien
tentang manfaat
berhubungan dengan
orang lain.
3.1 Klien dapat
mendemonstrasikan 1. Kaji kemampuan klien
TUK 3 : hubungan sosial secara membina hubungan
Klien dapat melakukan bertahap antara : dengan orang lain.
hubungan sosial secara o Klien dan perawat. 2. Dorong dan bantu klien
bertahap o Klien dan perawat dan untuk berhubungan
klien. dengan orang lain secara
o Klien dan perawat dan bertahap
kelompok berhubungan.
4. Diskusikan jadwal
kegiatan harian yang dapat
iii
dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu.
5. Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan harian.
TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal.
o Aspek emosional/ke-
pribadian klien.
DAFTAR PUSTAKA
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi/
Ns. Sutejo. 2019. Konsep Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa : Gangguan Jiwa Dan
Psikososial. Yogyakarta.
Keliat, B.A, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa ( Edisi 2 ). Jakarta: EGC.
Stuart, G.W & Laraia,M.T.2005. Principles and Practice of psychiatric Nursing( 7th Edition).
St.Louis: Mosby.
iii
https://www.academia.edu/11780072/ HALUSINASI.
iii