Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN JIWA PROFESI

NERS DIAGNOSA MEDIS HALUSINASI RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI


PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:
Gunanti Nurikasari
24.19.1373

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Masalah Utama
Perubahan presepsi sensori: Halusinasi.
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu
yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau
penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal
rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri
secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan
rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang
yang diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri (Sadock, 2016).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini
meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala
gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi,
serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan
perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (Nihayati dalam Kiswandani, 2013).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang
diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu
pengurangan, berlebih – lebihan, distorsi atau kelainan berespon
terhadap semua stimulus (Towsend dalam Kiswandani, 2013),
sedangkan menurut varcorolis dalam Kiswandani (2013), halusinasi
dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak dapat distimulus.
Jenis halusinasi menurut Stuart (2016) antara lain:
Jenis Halusinasi Karakteristik
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering
70 % suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai pada percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penglihatan 20% Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang
rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan
atau menakutkan seperti melihat monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin,
dan feses umumnya bau-bauan yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena
atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan
urine
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa
bergerak.
2. Etiologi
Penyebab halusinasi menurut Kiswandani (2013) antara lain adalah klien
menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dan kurangnya
keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan.
Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya. Stimulus internal
menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama
kelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan
stumulus eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.
3. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Empat fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin erat fase halusinasi, klien
semakin berat mengalami ansietas dan semakin dikendalikan oleh
halusinasinya. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut (Patricia, 2013) :
a. Fase I: Comforting
Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan
Karakteristik: klien mengalami persaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah, dan takut, serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali
bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berbeda dalam kendali
kesadaranjika ansietas dapat ditangani. Merupakan non psikosis
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat,
jika sedang asyik dengan halusinasinya, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II: Condeming
Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikkan. Karakteristik:
pengalaman sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dsan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan.Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Merupakan halusinasi dan psikosis ringan. Perilaku klien:
meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang
perhatian klien menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c. Fase III: Controlling
Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik: klien
menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin
mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis.
Perilaku klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih
diikuti. Klien mengalami kesukaran berhubungan dengan dengan orang
lain dan rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Klien
menunjukkan adanya tanda-tanda fisik ansietas berat yaitu berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase IV: Conquering
Panik, umumnya menjadi melebar dalam halusinasinya.. Karakteristik:
pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah
halusinasi halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada
intrevensi terapeutik. Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis berat.
Perilaku klien: perilaku terror akibat panik. Klien berpotensi kuat untuk
melakukan suicide atau homicide. Aktivitas fisik klien merefleksikan isi
halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia,
klien tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.
4. Rentang Respon
Menurut Zulham (2013), halusinasi merupakan salah satu respon mal
adaptif individu yang berada pada rentang respon neurobiology. Jika pasien
sehat persepsinya akurat mampu mengidentifikasi stimulus berdasarkan
informasi yang ditrima melalui panca indra, walaupun stimulus itu tidak ada.
Diantara kedua respon itu adalah respon individu yang karna sesuatu hal
yang mengalami klainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut dengan ilusi. Klien mengalami ilusi jika
interprestasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat
sesuai dengan stimulus yang ditrima. Rentang respon tersebut digambarkan
sesuai gambar :

Respon Adaptif Respon Mal Adaptif

1. Pikiran logis 1. Pikiran 1. Kelainan pikiran


2. Persepsi akurat menyimpang 2. Halusinasi
3. Emosi konsisten 2. Ilusi 3. Ketidakmampuan
dengan 3. Reaksi emosi mengenali emosi
pengalaman yang berlebihan 4. Perilaku tidak
4. Perilaku sesuai atau kurang terorganisir
5. Hubungan sosial 4. Perilaku ganjil / 5. Isolasi sosial
tak lazim
5. Menarik diri

Dari bagan diatas bias dilihat rentang respon neurobiologist bahwa


respon adaptif sampai mal-adaptif yaitu:

a. Respon Adaptif
1) Pikiran logis
Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima
2) Persepsi akurat
Pandangan dari seseorang dari suatu pristiwa secara cermat.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman
Kemantapan prasaan jiwa sesuai dengan pristiwa yangan perna
dialami.
4) Perilaku Sesuai
Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu
tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak tau ucapan yang tidak
bertentangan dengan moral.
5) Hubungan Sesuai
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan ditengah-
tengah masyarakat.
b. Respon Transisi
1) Pikiran kadang menyimpang
Kegagalan dalam pengabstrakan dengan pengambilan kesimpulan.
2) Ilusi
Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
3) Reaksi emosional berlebihan tau berkurang
Emosi yang diespresikan dengan sikap yang tidak sesui.
4) Perilaku ganjil atau tak lazim
Perilaku aneh yang tidak enak dipandang,membingungkan.
5) Menarik Diri
Perilaku menghindar dari orang lain.
c. Respon Maldaptif
1) Gangguan pikiran dan waham
Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan.
2) Halusinasi
Persepsi yang salah terhadap rangsangan.
3) Ketidak mampuan untuk kontrol emosi
Ketidak mampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami
kesenangan.
4) Ketidak Teraturan prilaku
Ketidakselarasan prilaku dengan gerakan yang timbul.
5) Isolasi Sosial
Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karna orang lain
menyatakan sikap yang negative dan mengancam.

5. Manifestasi Klinis
Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan (tim
keperawatan jiwa (FIK- UI dalam Keliat, B.A. 2012)
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap 1
a) Memberi rasa a) Mengalami ansietas, a) Tersenyum,
nyaman tingkat kesepian,rasa tertawa sendiri.
ansietas sedang bersalah, dan b) Menggerakkan
secara umum ketakutan. bibir tanpa suara.
halusinasi b) Mencoba berfokus c) Pergerakan mata
merupakan suatu pada pikiran yang yang cepat.
kesenangan dapat d) Respon verbal
menghilangkan yang lambat.
ansietas. e) Diam dan
c) Pikiran dan berkonsentrasi.
pengalaman sensori
masih ada dalam
kontol kesadaran
NON PSIKOTIK
Tahap 2
a) Menyalahkan a) Pengalaman sensori a) Terjadi peningkatan
b) Tingkat menakutkan. denyut jantung,
kecemasan berat b) Merasa dilecehkan pernafasan dan
secara umum oleh pengalaman tekanan darah.
halusinasi sensori tersebut. b) Perhatian dengan
menyebabkan rasa c) Mulai merasa lingkungan
antipati kehilangan kontrol. berkurang.
d) Menarik diri dari c) Konsentrasi terhadap
orang lain. pengalaman
e) NON PSIKOTIK sensorinya.
d) Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap 3
a) Mengontrol. a) Klien menyerah a) Perintah halusinasi
b) Tingkat dan menerima ditaati.
kecemasan berat. pengalaman b) Sulit berhubungan
c) Pengalaman sensorinya dengan orang lain.
halusinasi tidak (halusinasi) c) Perhatian terhadap
dapat ditolak lagi. b) Isi halusinasi lingkungan
menjadi atraktif. berkurang, hanya
c) Kesepian bila beberapa detik.
pengalaman sensori d) Tidak mampu
berakhir. mengikuti perintah
d) PSIKOTIK dari perawat, tampak
tremor dan
berkeringat..
Tahap 4
a) Klien sudah a) Perilaku panik.
dikuasai oleh b) Resiko tinggi
halusinasi. mencederai.
b) Klien panik. c) Agitasi atau kataton
d) Tidak mampu
berespon terhadap
lingkungan.

6. Jenis-Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik).
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah terhadap
stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi. Halusinasi
dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu
tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen, 2011).
Tanda dan gejala perilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut:
1) Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa
yang sedang berbicara.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak
sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok
dll.
3) Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang
yang tidak tampak.
4) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
b. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran- gambaran yang mengerikan.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak
enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan
sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kondisi
moral
d. Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu.
e. Halusinasi raba (taktil).
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau atau seperti ada ulat yang bergerak
di bawah kulit
f. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba.
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia denagn
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ
g. Halusinasi kinestetik.
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam sutau ruangan atau
anggota badannya yang bergerak-gerak, misalnya ”phantom
phenomenon” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak.
h. Halusinasi viseral.
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
7. Patofisiologi
Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga
bisa membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, hal ini terjadi
jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan
perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain
(homocide) dan merusak lingkungan (Stuart, 2011).
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga
mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya
halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi social (Stuart
dan Laria dalam Kiswandani, 2013).
Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan social ,
klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih
dominan di bandingkan stimulus eksternal.Klien selanjutnya kehilangan
kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal.
Ini memicu timbulnya halusinasi (Stuart, 2011)

8. Pathway/ Pohon Permasalahan

Defisit perawatan diri


mandi kebersihan
Resiko tinggi perilaku kekerasan

Perubahan sensori perseptual halusinasi

Interaksi sosial, kerusakan menarik diri Isolasi sosial

Harga diri rendah


9. Akibat Halusinasi
Menurut Tiaswarasita (2017), komplikasi yang dapat terjadi pada
gangguan halusinasi adalah Risiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan. Tanda dan Gejala seseorang akibat halusinasi yang
memungkinkan resiko mencederai diri sendiri dan oranglain :
a) Memperlihatkan permusuhan
b) Mendekati orang lain dengan ancaman
c) Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
d) Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
e) Mempunyai rencana untuk melukai.

10. Manajemen Halusinasi


Dalam Nursing Intervention Classification (Mc closkey & Bulechek,
2016). Tindakan keperawatan dalam penanganan halusinasi meliputi bina
hubungan terapeutik dan saling percaya, dukung klien bertanggung jawab
terhadap perilakunya, manajemen halusinasi, pendidikan kesehatan:
proses penyakit, dan perawatan serta fasilitasi kebutuhsn belajar.
Adapun tindakan dalam manajemen halusinasi menurut Standar
Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Grasia Pemerintah
Provinsi Daerah Yogyakarta (2006) adalah:
a. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi
b. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus atau mengontrol
yang telah dipilih dan dilatih
c. Beri kesempatan untuk melakukan cara mengontrol atau memutus
halusinasi yang telah dipilih atau dilatih
d. Evaluasi bersama klien cara baru yang telah dipilih atau diterapkan
e. Beri reinforcement positif kepada klien terhadap cara yang dipilih
dan diterapkan
f. Libatkan klien dalam TAK orientasi realita, stimulasi persepsi
umum, dan stimulasi persepsi halusinas
Salah satu strategi dalam merawat klien halusinasi dengan mengkaji
gejala halusinasi yaitu:
a. Lama halusinasi
Mengamati isyarat perilaku yang mengindikasikan adanya halusinasi
b. Intensitas
Mengamati isyarat yang mengidentifikasikan tingkat intensitas dan
lama halusinasi
c. Frekuensi
Membantu pasien mencatat banyaknya ha,usinasi yang dialami klien
setiap hari.
11. Penatalaksanaan
SP 1 SP 2 SP 3 SP 4 SP 5 s.d SP 12
1. Identifikasi 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan
halusinasi: isi, menghardik. Beri latihan menghardik latihan menghardik latihan menghardik
frekuensi, waktu pujian dan obat. Beri pujian dan obat dan dan obat dan
terjadi, situasi 2. Latih cara 2. Latih cara mengontrol bercakap-cakap. Beri bercakap-cakap dan
pencetus, perasaan, mengontrol halusinasi dengan pujian kegiatan harian. Beri
respon halusinasi dengan bercakap-cakap saat 2. Latih cara mengontrol pujian
2. Jelaskan cara obat (jelaskan 6 terjadi halusinasi halusinasi dengan 2. Latih kegiatan
mengontrol benar: jenis, guna, 3. Masukkan pada melakukan kegiatan harian
halusinasi: hardik, dosis, frekuensi, cara, jadwal kegiatan untuk harian (mulai 2 3. Nilai kemampuan
obat, bercakap- kontinuitas minum latihan menghardik, kegiatan) yang telah mandiri
cakap, melakukan obat) minum obat dan 3. Masukkan pada 4. Nilai apakah
kegiatan 3. Masukkan pada bercakap-cakap jadwal kegiatan untuk halusinasi terkontrol
3. Latih cara jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
mengontrol latihan menghardik minum obat,
halusinasi dengan dan minum obat bercakap-cakap dan
menghardik kegiatan harian
4. Masukan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
menghardik
ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORI
PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembagan terlambat
1) Usia bayi, tdak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan
rasa aman
2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
1) Komunikasi peran ganda
2) Tidak ada komunikasi
3) Tidak ada kehangatan
4) Komunikasi dengan emosi berlebihan
5) Komunikasi tertutup
6) Orang tua membandingkan anak-anaknya, orang tua yang
otoritas, dan komflik orang tua.
c. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negative dan koping destruktif.
d. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian fisik berupa atropi otak, pembesaran ventrikel,
perubahan besar, dan bentuk sel koteks limbik.
f. Faktor genetik
Ada pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota terdahulu
yang mengalami skizofrenia dan kembar monozigot.
2. Perilaku
Bibir komat-kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala
mengangguk-angguk seperti mendengar sesuatu, tiba-tiba menutup
telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu,
tiba-tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah,
menarik diri.
3. Fisik
a. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak
makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri
atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktifitas fisik yang berlebihan atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras dan penggunaan obat-obatan serta zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
c. Riwayat kesehatan
Skizofrenia delirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
d. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
e. Fungsi system tubuh
Perubahan barat badan, hipotermi (demam), neurological
perubahan mood, disorientasi ketidakefektifan endokrin oleh
peningkatan temperature.
4. Status emosi
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negative atau
bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
a. Isi halusinasi
1) Mendengar atau melihat apa?
2) Suaranya berkata apa?
b. Waktu terjadinya halusinasi
1) Kapan halusinasi terjadi?
c. Situasi pencetus
1) Dalam situasi seperti apa halusinasi muncul?
d. Respon terhadap halusnasi
1) Bagaimana perasaan pasien kalau ada halusinasi
2) Apa yang dilkukan jika halusinasi muncul?
e. Faktor presipitasi
Sosial budaya
Stress lingkungan mengakibatkan respon neurologis maladapatif
1) Penuh kritik
2) Kehilangan harga diri
3) Gangguan hubungan interpersonal
4) Tekanan ekonomi
f. Status mental
a. Persepsi: Halusinasi
1) Pendengaran
2) Penglihatan
3) Perabaan
4) Pengecapan
5) Penghidu
5. Status intelektual
Gangguan persepsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan
pengecapan, isi pikir.
Data yang perlu dikaji dari setiap jenis halusinaasi yaitu:
1) Halusinasi pendengaran
a) Data objektif
Bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedangkan telinga
kearah tertentu, menutup telinga
b) Data subjektif
Mendengar suara-suara kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.
2) Penglihatan
a) Data objektif
Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan dengan sesuatu yang
tidak jelas
b) Data subjektif
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon,
melihat hantu, atau monster
3) Perabaan
a) Data objektif
Menggaruk-garuk kulit
b) Data subjektif
Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti
tersengat listrik
4) Pengecapan
a) Data objektif
Sering meludah-ludah
b) Data subjektif
Merasa seperti urin, darah atau feses
5) Penciuman
a) Data objektif
Menghidu seperti sedang mencium bau-bauan tertentu, menutup
hidung
b) Data subjektif
Membaui bau-bauan seperti darah, urin, feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan
dengan menarik
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi pendengaran diri.
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2012. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing, Edisi


1. Toronto: the C.V Mosby Company.
Kiswandani, Novi. 2013. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan
Halusinasi Di RSJD Dr Amino Gondohutomo. Semarang: Universitas
Kristen Satya Wacana (Diakses pada tanggal 28 Januari 2020 pukul
16.30 WIB dari http://www.academia.edu).
Patricia, 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta
Sadock, B.J. and Sadock, V.A. 2016. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook
of Clinical Psychiatry. 2nd Ed, Lippincott & Wilkins, Inc. USA. Alih
bahasa Profitasari & Nisa, T.M . Kaplan & Sadock Buku Ajar Pskiatri
Klinis. Edisi 2. EGC: Jakarta.
Stuart, G.W. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart
1st Edisi Indonesia, Editor Keliat, B.A & Pasaribu, J. Elsevier:
Singapore.
Stuart. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta
Tiaswarasita, Ajeng, dkk. 2017. Keperawatan Jiwa Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi. Surabaya: Politeknik Kesehatan Kemenkes
Surabaya (Diakses pada tanggal 28 Januari pukul 16.30 WIB dari
http://www.academia.edu).
Zulham, dkk, 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Edisi 5,
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai