Oleh :
Sirli Rara Amelia
NIM. 11232146
1
B. Faktor Presipitasi
1. Stresor sosial budaya Stres dan kecemasan akan meningkat bila
terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang
penting, atau diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan
halusinasi.
2. Faktor biokimia Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin,
indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan
orientasi realitas termasuk halusinasi.
3. Faktor psikologis Intensitas kecemasan yang ekstrem dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah
memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien
mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak
menyenangkan.
4. Perilaku Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan
orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif
persepsi, motorik, dan sosial.
C. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara
lain:
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
2
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu
bau harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
D. Fase-fase
Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan halusinasi ada
lima fase yaitu:
a) Stage I (Sleep Disorder)
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Karakteristik : Klien
merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin
terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih
hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah di kampus, di drop
out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan
support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.
Sulit tidur berlangung terus-menerus sehingga terbiasa menghayal.
3
Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan
masalah.
b) Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami.
Karakteristik : Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya
perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba
untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia
kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahapan ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya. Perilaku
yang muncul biasanya dalah menyeringai atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan
mata cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang
mengasyikkan.
c) Stage III (Condemning Severe Level of Anxiety)
Secara umum halusinasi sering mendatangi klien. Karakteristik:
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias.
Klien mulai merasa tidak mampu mengontrolnya dan mulai berupaya
untuk menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan
klien. Klien mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya
tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas watu yang
lama. Perilaku yang muncul adalah terjadinya peningkatan sistem
syaraf otonom yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti :
pernafasan meningkat, tekanan darah dan denyut nadi menurun,
konsentrasi menurun.
d) Stage IV (Controling Severe Level of Anxiety)
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan. Karakteristik:
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang
datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir.
Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik. Perilaku yang biasanya
muncul yaitu individu cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi
4
halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian
hanya beberapa detik/menit.
e) Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety) Klien mengalami
gangguan dalam menilai lingkungannya. Karakteristik : Pengalaman
sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam dengan datangnya
suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau
perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri
atau membunuh, dan kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi
(amuk, agitasi, menarik diri).
E. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
− Pikiran logis − Kadang-kadang − Waham
− Persepsi akurat proses pikir − Halusinasi
− Emosi konsisten terganggu (distorsi − Sulit
dengan pikiran berespons
pengalaman − Ilusi − Perilaku
− Perilaku sesuai − Menarik diri disorganisasi
− Hubungan sosial − Reaksi emosi − Isolasi sosial
harmonis berlebihan/dengan
pengalaman
kurang.
− Perilaku tidak
biasa
5
persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun
stimulus tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon
individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus
panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya
F. Mekanisme Koping
Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku
yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi maladaptif
meliputi:
1) Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
2) Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan
emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri
(sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
3) Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari
menghindari sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
6
III. A. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Isolasi social
7
2. Perubahan persepsi sensor: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
8
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, serta cara merawat pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.
Sumber Pustaka
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
9
SP I HALUSINASI
KASUS PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
Tn. X, 45 tahun, masuk RS Jiwa sejak 1 pekan yang lalu dengan alasan keluyuran
saat malam hari, tertawa dan bicara sendiri. Saat pengkajian pasien mengatakan
kesal mendengar suara-suara yang mengatakan dirinya bodoh & tidak berguna.
Suara-suara sering muncul di malam hari saat akan tidur malam. Pasien tampak
sering berbicara dan tertawa sendiri, tidak mengikuti kegiatan diruangan dan
menyendiri di sudut ruangan.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kesal mendengar suara-suara yang mengatakan
dirinya bodoh dan tidak berguna.
- Suara-suara sering muncul di malam hari saat akan tidur malam.
Data Objektif :
- Pasien tampak sering berbicara.
- Pasien tampak tertawa sendiri.
- Pasien tidak mengikuti kegiatan diruangan
- Pasien menyendiri di sudut ruangan
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan Khusus
Pasien mampu :
a. Pasien mampu mengidentifikasi jenis halusinasi.
b. Pasien mampu mengidentifikasi isi halusinasi.
c. Pasien mampu mengidentifikasi waktu halusinasi.
d. Pasien mampu mengidentifikasi frekuensi halusinasi.
e. Pasien mampu mengidentifikasi siruasi yang menimbulkan halusinasi.
f. Pasien mampu mengidentifikasi respon terhadap halusinasi.
g. Pasien mampu mengontrol halusinasi (menghardik) dan
memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian.
10
4. Tindakan Keperawatan
SP I
a. Identifikasi jenis halusinasi pasien
b. Identifikasi isi halusinasi pasien
c. Identifikasi waktu halusinasi pasien
d. Identifikasi frekuensi halusinasi pasien
e. Identifikasi siruasi yang menimbulkan halusinasi
f. Identifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g. Latih pasien cara kontrol halusinasi dengan cara menghardik
5. Bimbing pasien untuk memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian.
11
“Karena Bapak bersedia, dimana kita mau berbincang-bincang?
bagaimana kalau kita bicarakan masalah ini di taman?”
4) Tujuan Interaksi
“Adapun tujuan saya berbincang-bincang dengan Bapak Kita
berbincang – bincang agar kita saling mengenal.”
12
3. TERMINASI
a. Evaluasi respons klien berharap tindakkan keperawatan
1) Evaluasi klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap?”
2) Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement)
“Coba ulangi sekali lagi cara mengatasi suara-suara tersebut pak!”
b. Rencana tindak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil
tindakan yang telah dilakukan)
1) “Kalau suara itu muncul lagi silakan coba cara tersebut ya, Pak.”
2) “Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya, mau jam berapa saja
latihannya?”
3) “Bila Bapak melakukan tanpa bantuan, tulis M, bila Bapak
melakukan dengan bantuan, tulis B dan bila tidak melakukan tulis
T ya.”
c. Kontrak Topik yang akan datang :
1) Topik
“Baik lah Bapak bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang cara yang kedua yaitu dengan menemui orang lain untuk
mencegah suara-suara itu muncul, apakah Bapak bersedia?”
2) Waktu
“Kapan kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau besok jam
08.00 WIB selama 15 menit pak?”
3) Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruang
tamu saja?”
“Baiklah sampai jumpa besok Pak, Wassalamualaikum.”
--selesai---
Sirli Rara Amelia
13