Disusun oleh :
Kelompok I
Dosen Pembimbing:
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayat-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas makalah Psikiatri
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Jalanan”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas Mata Ajar Psikiatri dalam Program
Studi Pendidikan S1 Keperawatan di STIKes PERTAMEDIKA. Tak lupa juga
penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Tati Suryati, M.Kep., Sp.Kep.J
selaku dosen mata kuliah Psikiatri yang membimbing dan mengarahkan kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Dan semua pihak-pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................................3
A. Pengkajian........................................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan....................................................................................15
C. Perencanaan Keperawatan...............................................................................15
D. Implementasi Keperawatan.............................................................................27
E. Evaluasi Keperawatan.....................................................................................27
BAB IV PENUTUP....................................................................................................30
A. Kesimpulan......................................................................................................30
B. Saran................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................32
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Populasi anak jalanan yang dilaporkan dalam studi terdiri dari laki-
laki dan perempuan. Sejumlah penelitian dari Afrika Selatan dan Utara
(Mesir) menunjukkan sebagian besar anak jalanan adalah laki – laki.
Sementara beberapa bagian Afrika Timur dan Barat anak jalanan terdiri dari
sejumlah kecil gadis (kurang dari 30%). Anak-anak tersebut biasanya berusia
antara 12 dan 17 tahun, meskipun beberapa penelitian di Afrika Barat
mengidentifikasi anak-anak jalanan berusia sekitar 7 tahun. Penelitian
menunjukkan bahwa beberapa anak jalanan memiliki sedikit atau tidak ada
kontak dengan keluarga mereka dan kebanyakan dari mereka tinggal di
bagian kota yang berbahaya seperti di bawah jembatan, di dalam dan di
1
sekitar pasar kota dan tempat-tempat gelap lainnya. (Attia, et al., 2017)
B. Rumusan Masalah
2
Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik
dan psikis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna
mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau
mental dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang
ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar
kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan
hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya
berperilaku negatif.
Menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), Anak jalanan adalah anak
yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan
hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di
jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri,
berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau
berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak
terurus, mobilitasnya tinggi.
Selain itu, Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia,
Departemen Sosial (2001: 30) memaparkan bahwa anak jalanan adalah anak
yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, usia mereka
berkisar dari 6 tahun sampain 18 tahun. Adapun waktu yang dihabiskan di
jalan lebih dari 4 jam dalam satu hari. Pada dasarnya anak jalanan
menghabiskan waktunya di jalan demi mencari nafkah, baik dengan kerelaan
hati maupun dengan paksaan orang tuanya.
Dari definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa anak jalanan adalah
anak yang menghabiskan sebagian waktunya di jalanan dan tempat umum
lainnya, baik untuk mencari nafkah maupun untuk merantau. Meskipun
sebagian anak secara sukarela mencari nafkah di jalanan, namun banyak juga
4
anak yang terpaksa bekerja di jalanan (mengemis, mengamen, menyemir
sepatu, dan lain-lain), biasa disuruh oleh orang-orang di sekitar mereka, entah
itu orang tua atau pihak keluarga lain, dengan alasan ekonomi keluarga yang
rendah. Ciri-ciri anak jalanan adalah anak yang berusia 6 – 18 tahun, berada
di jalanan lebih dari 4 jam dalam satu hari, melakukan kegiatan atau
berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak
terurus, dan mobilitasnya tinggi.
5
menghabiskan waktunya di jalanan untuk beketja mencari nafkah dengan
mengamen, mengemis, maupun menggelandang dari satu tempat ke
tempat lainnya. Mereka putus hubungan dengan sekolah (drop out).
Kedua, anak jalanan yang bekerja di jalanan (children on the street)
yaitu anak yang kesehariannya berada dijalanan untuk mencari nafkah
demi bertahan hidup akan tetapi anak ini bisa dikatakan lebih kreatif dari
kategori yang pertama karena anak ini cenderung lebih mandiri. Yang
termasuk dalam kelompok ini memiliki karakteristik intensitas hubungan
dengan orang tua tidak teratur, waktu yang dihabiskan di jalanan dalam
satu hari mencapai enam sampai delapan jam tiap hari, hidup di daerah
kumuh (slum), dengan cara mengontrak bersama dengan anak jalanan
lainnya, putus hubungan dengan sekolah (drop out), dan mencari nafkah
untuk mendapatkan uang dengan menjual koran, makanan dan minuman
(pengasong), mencuci kendaraan, memungut barang bekas (pemulung)
dan menyemir sepatu.
Ketiga adalah anak rentan menjadi anak jalanan (Vulberable children
to be street children) yaitu anak yang sering bergaul dengan temannya
yang hidup dijalanan sehingga anak ini rentan untuk hidup dijalanan juga.
Klasifikasi ini mengacu pada anak yang memiliki kriteria intensitas
penemuan dengan orang tuanya teratur karena mereka masih tinggal
dengan keluarganya (orang tua), empat sampai enam jam waktunya
digunakan untuk bekerja di jalan, rata-rata masih bersekolah, dan
melakukan berbagai aktivitas untuk mendapatkan uang dengan
mengamen, menjual koran, dan menyemir sepatu.
Anak Jalanan melakukan aktivitas tertentu di jalanan yang bertujuan
untuk mempertahankan hidup. Beberapa aktivitas yang dilakukan Anak
Jalanan antara lain adalah membangun solidaritas, melakukan kegiatan
ekonomi, memanfaatkan barang bekas atau sisa, melakukan tindakan
kriminal, dan melakukan kegiatan rentan terhadap eksploitasi seksual.
Lebih lanjut Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak membuat
kategorisasi anak jalanan adalah sebagai berikut:
a. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan ciri adalah:
6
1) Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya
minimal setahun yang lalu.
2) Berada di jalanan seharian untuk bekerja dan menggelandang.
3) Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat
seperti emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun.
4) Tidak bersekolah lagi.
b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan cirinya adalah:
1) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, yakni pulang
secara periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan
tidak tentu. Mereka umumnya berasal dari luar kota yang
bekerja di jalanan
2) Berada di jalanan sekitar 8 sampai dengan 12 jam untuk
bekerja, sebagian mencapai 16 jam.
3) Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau
bersama teman, dengan orang tua atau saudaranya atau di
tempat kerjanya di jalan.
4) Tidak bersekolah lagi.
c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan:
1) Setiap hari bertemu dengan orang tuanya (teratur).
2) Berada di jalanan sekitar 4 sampai dengan 6 jam untuk
bekerja.
3) Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali.
4) Masih bersekolah
3. Berdasarkan ciri-ciri fisik dan psikis
Anak jalanan mempunyai ciri-ciri psikis dan fisik menurut Badan
Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN 2000: 6) adalah sebagai berikut:
a. Ciri-ciri fisik
1) Penampilan dan warna kulit kusam
2) Rambut kemerah-merahan
3) Kebanyakan berbadan kurus
4) Pakaian tidak terurus
b. Ciri-ciri psikis
7
1) Mobilitas tinggi
2) Acuh tak acuh
3) Penuh curiga
4) Sangat sensitif
5) Berwatak keras
6) Kreatif
c. Psikososial anak jalanan :
Keadaan saat ini sangat memprihatinkan karena anak
yangrentan turun ke jalan lebih dari 20 kali lipat jumlah nya
dibandingkan dengan anak jalanan itu sendiri. Anak jalanan
perempuan jauh lebih buruk posisinya karena pasti akan menerima
berbagai kekerasan atau bahkan pelecehan seksual. Karena anak
jalanan lebih banyak berinteraksi dengan kerasnyahidup dijalan
dan mencari uang, itu berdampak pada perkembangan psikososial
nya dan tumbuh menjadi anak yang keras, liar, dan terkenal tidak
bisa diatur. Usia anak jalanan biasanya masih dalamusia sekolah
dimana usia sekolah termasuk ke dalam tahapan psikososial yang
mampu menghasilkan karya, dapat dan melatih interaksi yang
baik, dapat berprestasi dalam sekolah, serta dapat menggali ilmu
dengan kemauan sendiri. Tahap ini merupakan tahap anak
membuat konsep diri mereka sendiri. Jika tahap ini terlewatkan
terjadi masalah Psikososial. Masalah Psikososial adalah masalah
kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai
Pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan
sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa.
4. Berdasarkan intensitas hubungan dengan keluarga
Aktivitas utama anak jalanan adalah berada di jalanan baik untuk
mencari nafkah maupun melakukan aktivitas lain. Hal ini membuat
intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka kurang
intensif. Menurut Departemen Sosial RI (2001: 23), indikator anak
jalanan menurut intensitas hubungan dengan keluarga, yaitu:
8
1) Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari
2) Frekuensi dengan keluarga sangat kurang
3) Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga
Sedangkan menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (1999) anak
jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1) Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya
(children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan
menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya.
Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini
disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka
mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang
tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan
jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan
mereka.
2) Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua.
Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street).
Mereka seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang
pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada
umumnya mereka bekerja dari pagi hingg sore hari seperti menyemir
sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli
panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama
dengan saudara atau temanteman senasibnya.
3) Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka
tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau
sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman,
belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua.
Aktivitas usaha mereka yang paling menyolok adalah berjualan
Koran.
4) Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di
jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan.
Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka
biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua
9
ataupun saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci
bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul),
pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.
5. Berdasarkan tempat tinggal
Anak jalanan yang ditemui memiliki berbagai macam tempat tinggal.
Menurut Departemen Sosial RI (2001: 24), indikator anak jalanan
menurut tempat tinggalnya adalah:
1) Tinggal bersama orang tua
2) Tinggal berkelompok bersama teman-temannya
3) Tidak mempunyai tempat tinggal.
Sedangkan menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP
(BKSN, 2002: 13-15), beberapa macam tempat tinggal anak jalanan
adalah: menggelandang atau tidur di jalanan, mengontrak kamar sendiri
atau bersama teman, maupun ikut bersama orang tua atau keluarga yang
biasanya tinggal di daerah kumuh. Menurut BKSN (2000: 61-62),
beberapa tempat tinggal anak jalanan adalah:
1) Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti
emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, maupun stasiun;
2) Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama
teman; dan
3) Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali.
6. Berdasarkan aktivitas
Berdasarkan perkembangannya, keberadaan anak jalanan di beberapa
kota besar di Indonesia bukan hanya berasal dari luar kota, tetapi hampir
80% merupakan anak-anak dari kota itu sendiri. Artinya sebagian besar
anak jalanan tidak dapat dikategorikan dalam kelompok anak yang
mengalami masa “pelarian” dari rumah dan lingkungan sosialnya. Secara
sadar anak jalanan melakukan aktivitas di jalanan, tanpa takut jika
aktivitasnya diketahui oleh orang tua atau temantemannya. Sebagian anak
jalanan cenderung mendapatkan dukungan dari orang tuanya untuk
beraktivitas di jalanan. Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas
mereka di jalanan memang tidak dapat disamaratakan. Ini yang menjadi
10
masalah utama sulitnya melakukan penanganan terhadap anak jalanan
untuk keluar dari praktikpraktik eksploitasi ekonomi, baik yang dilakukan
oleh orang tuanya maupun pihak lain di sekitar lingkungan sosialnya.
Menurut Departemen Sosial RI (2002: 13-15), aktivitas yang
dilakukan anak jalanan di jalanan di antaranya adalah bekerja baik itu
mengamen, mengemis, memulung, menjual koran, mengasong, mencuci
bus, menyemir sepatu, menjadi calo, dan menggelandang. Selain itu
Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (2000: 61-62) menyebutkan bahwa
beberapa aktivitas yang dilakukan oleh anak jalanan adalah bekerja
sebagai pengamen, pemulung, pengemis, penjual koran, pengasong,
pencuci bus, penyemis, maupun calo; dan menggelandang.
11
pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk
meningkatkan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, anak-anak diajarkan
untuk bekerja. Pada masyarakat lain, pergi ke kota untuk bekerja.
3) Tingkat Makro (Basic Cause). Yaitu faktor yang berhubungan dengan
struktur masyarakat (struktur ini dianggap memiliki status sebab akibat
yang sangat menentukan dalam hal ini, sebab: banyak waktu di jalanan,
akibatnya: akan banyak uang).
Menurut Mulandar (1996), penyebab dari fenomena anak bekerja
antara lain:
a. Dipaksa orang tua,
b. Tekanan ekonomi keluarga,
c. Diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa,
d. Asumsi dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain,
e. Pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja.
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak
terjerumus dalam kehidupan di jalanan antara lain:
a. Kesulitan keuangan
b. Tekanan kemiskinan
c. Ketidakharmonisan rumah tangga
d. Hubungan orang tua dan anak
Namun demikian, banyaknya anak jalanan yang menempati fasilitas
umum di kota-kota, bukan hanya disebabkan oleh faktor penarik dari kota itu
sendiri. Sebaliknya ada pula faktor-faktor pendorong yang menyebabkan
anak-anak memilih hidup di jalan. Kehidupan rumah tangga asal anak-anak
tersebut merupakan salah satu faktor pendorong penting. Banyak anak jalanan
berasal dari keluarga yang diwarnai dengan ketidakharmonisan, baik itu
perceraian, percekcokan, hadirnya ayah atau ibu tiri, absennya orang tua, baik
karena meninggal dunia maupun tidak bisa menjalankan fungsinya. Hal ini
kadang semakin diperparah oleh hadirnya kekerasan fisik atau emosional
terhadap anak. Dalam keadaan seperti ini, sangatlah mudah bagi anak untuk
terjerumus ke jalan. Sebagian masyarakat Indonesia juga menganggap hal ini
sebagai hal yang wajar, sehingga lebih banyak melupakan kebutuhan yang
12
harus diperhatikan untuk seorang anak.
Berdasarkan perkembangannya, keberadaan anak jalanan di beberapa kota
besar di Indonesia bukan hanya berasal dari luar kota, tetapi hampir 80%
merupakan anak-anak dari kota itu sendiri. Artinya sebagian besar anak
jalanan tidak dapat dikategorikan dalam kelompok anak yang mengalami
masa “pelarian” dari rumah dan lingkungan sosialnya. Secara sadar anak
jalanan melakukan aktivitas di jalanan, tanpa takut jika aktivitasnya diketahui
oleh orang tua atau temantemannya. Sebagian anak jalanan cenderung
mendapatkan dukungan dari orang tuanya untuk beraktivitas di jalanan. Anak
jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka di jalanan memang tidak
dapat disamaratakan. Ini yang menjadi masalah utama sulitnya melakukan
penanganan terhadap anak jalanan untuk keluar dari praktikpraktik eksploitasi
ekonomi, baik yang dilakukan oleh orang tuanya maupun pihak lain di sekitar
lingkungan sosialnya.
13
BAB III
A. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
2) Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmiter.
3) Teori virus dan infeksi
b. Faktor presipitasi
1) Biologis
2) Sosial kutural
3) Psikologis
c. Penilaian terhadap stressor
d. Sumber koping
1) Disonasi kognitif (gangguan jiwa aktif )
2) Pencapaian wawasan
3) Kognitif yang konstan
14
4) Bergerak menuju prestasi kerja
e. Mekanisme koping
1) Regresi (berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
2) Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan
dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
3) Menarik diri
4) Pengingkaran
B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga Diri Rendah
2. Isolasi Sosial
3. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
4. Resiko perilaku kekerasan/Perilaku kekerasan
5. Gangguan Proses Pikir: Waham
6. Resiko Bunuh Diri
7. Defisit Perawatan Diri
C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa 1 : Harga Diri Rendah
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
b. Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
c. Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
d. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
e. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
f. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
15
sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
c. Utamakan memberi pujian yang realistis
d. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
16
Diagnosa 2 : Menarik diri
Tujuan Umum :Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
17
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
▪
K–P
▪
K – P – P lain
▪
K – P – P lain – K lain
▪
K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
18
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
▪
Salam, perkenalan diri
▪
Jelaskan tujuan
▪
Buat kontrak
▪
Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
▪
Perilaku menarik diri
▪
Penyebab perilaku menarik diri
▪
Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
▪
Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
19
Tindakan :
a. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c. Tanyakan nama lengkap dan panggilan yang disukai
d. Buat kontrak yang jelas
e. Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan sikap empati serta
menerima apa adanya
f. Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
g. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
h. Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh perhatian ada
ekspresi perasaan pasien.
2. Pasien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan
non verbal)
c. Bantu mengenal halusinasi
d. Jika pasien tidak berhalusinasi, klarifikasi tentang adanya halusinasi,
diskusikan dengn pasien isi, waktu, dan frekuensi halusinasi
pagi,siang,sore, malam atau sering, jarang)
e. Diskusikan tentang apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi
f. Diskusikan tentang dampak yang dialami jika pasien menikmati
halusinasi
3. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan pasien
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol halusinasi
d. Bantu pasien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
e. Pantau pelaksanan tindakan yang telah dipilih dan dilatih, jika
berhasil beri pujian.
20
4. Pasien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
a. Diskusikan tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, dosis,
nama, frekuensi, efek samping minum obat.
b. Pantau saat pasien minum obat (pasien harus minum obat didepan
perawat, dan benar-benar meminum obat)
c. Anjurkan pasien minta sendiri obatnya pada perawat
d. Beri reinforcmen jika pasien menggunakan obat dengan benar
e. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
f. Anjurkan pasien berkonsultasi dengan dokter/perawat jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
21
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.
c. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga,
memukul bantal / kasur.
d. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
e. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
22
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
23
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima, katakana perawat tidak mendukung disertai
ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
e. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
c. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
24
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
25
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
Tindakan :
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
26
b. Meningkatkan harga diri klien dengan memberikan kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya, berikan pujian untuk klien,
menyakinkan klien bahwa dirinya berarti untuk orang lain
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara
mendiskusikan dengan klien cara menyesaikan masalahnya,
mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang
telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi
dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian
bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan
data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikutnya.
Komponen tahap implementasi
a. Tindakan keperawatan mandiri.
b. Tindakan keperawatan edukatif
c. Tindakan keperawatan kolaboratif.
d. Dokumentasi Tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh manaperawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan (Tarwoto & Wartonah, 2011). Untuk menentukan masalah
27
teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah
dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang
telah di tetapkan. Format evaluasi mengguanakan :
28
kesehatan klien.Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik
dan periode yang telah ditentukan.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan.Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah
melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon klien
dan keluarga terkait pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada
akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan, yaitu:
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi jika klien menunjukkan perubahan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian atau klien masih
dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan
pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajauan sama sekali
serta dapat timbul masalah baru.
29
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil Analisa Jurnal di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik
dan psikis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan
dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna
mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau
mental dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang
ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar
kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan
hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya
berperilaku negatif.
2. Karakteristik anak jalanan dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti
berdasarkan usia, pengelompokkan, ciri-ciri fisik dan psikis, intensitas
hubungan dengan keluarga, tempat tinggal, dan berdasarkan aktivitas di
jalanan
3. Ada beberapa faktor penyebab anak jalanan, seperti dipaksa orang tua,
tekanan ekonomi keluarga, diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang
lebih dewasa, asumsi dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana
bermain, serta pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus
bekerja.
4. Pada teori asuhan keperawatan perlu adanya pengkajian yang lebih
spesifik terhadap faktor predisposisi (genetic, neurobiologis, teori virus
dan infeksi), faktor presipitasi (biologis, sosial kultural, dan psikologis),
sumber koping (gangguan jiwa aktif, pencapaian wawasan, kognitif yang
konstan, bergerak menuju prestasi kerja), dan mekanisme koping
(regresi, proyeksi, menarik diri, dan pengingkaran)
5. Pada teori asuhan keperawatan pada kasus anak jalanan dapat
dirumuskan beberapa diagnosa keperawatan : harga diri rendah, isolasi
sosial, gangguan persepsi sensori: halusinasi, resiko perilaku
kekerasan/perilaku kekerasan, gangguan proses pikir: waham, resiko
bunuh diri, dan defisit perawatan diri.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Mengembangkan pengajaran tentang masalah kesehatan jiwa masyarakat
terutama bagi anak jalanan
2. Bagi Pemerintah
a. Program Perlindungan Anak, penyediaan dan atau pemberian
pelayanan sosial dasar bagi anak, utamanya yang berasal dari
keluarga miskin sehingga hak-hak mereka dapat terpenuhi.
b. Program Rumah Singgah kepada anak-anak jalanan merupakan
pemberian kesempatan anak untuk memenuhi kebutuhannya dalam
hal belajar dan bermain sehingga bisa tumbuh dan berkembang
secara optimal dan selaras fisik maupun psikis.
c. Program pelatihan dan pemberian bantuan modal usaha bagi Anak
Jalanan. Program ini bertujuan untuk memberi latihan dasar
keterampilan bagi anak jalanan dengan tujuan agar anak mampu
melakukan usaha ekonomis produktif, misalnya home industri.
d. Pemberian layanan pendidikan gratis. Program ini dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu membebaskan biaya sekolah bagi anak
jalanan di sekolah-sekolah formal yang ditunjuk dan memberikan
layanan pendidikan model seperti Perpustakaan Keliling di mana
guru yang mendatangi tempat-tempat yang biasanya digunakan
anak-anak jalanan untuk berkumpul serta memberikan materi
pelajaran di tempat tersebut
31
DAFTAR PUSTAKA
Akmal Haekal Az Zam Zami dan Elsye Maria Rosa. 2021. “ Literature Review:
Masalah Kesehatan Anak Jalanan.” Jurnal Kesehatan Volume 12 Nomor 3
Tahun 2021. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Attia, M. S., Tayel, K. Y., Shata, Z. N., & Othman, S. S. 2017. Psychosocial profile
of institutionalised street children in Alexandria, Egypt: A comparative study
with school children. Journal of Child & Adolescent Mental Health, 29(2),
103-116. https://doi.org/10.2989/17280583.2017.1339606
Zulfendri, Lubis, A., Salmah, U., & Syahri, I. 2017. Health Problems of Street
Children in the Medan Amplas Station. 2nd International Conference on
Social and Political Development (ICOSOP 2017).
32