Anda di halaman 1dari 35

Tugas Makalah Psikiatri

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK JALANAN

Disusun oleh :

Kelompok I

1. Agun Tresna Satria 11232141


2. Eros Rosi Rostiani 11232152
3. M. Nurahadian A. P 11232203
4. Nur Halimah 11232147
5. Sirli Rara Amelia 11232146
6. Windy Nidya Sugiardi 11232144
7. Intan Dwi Lufianti 11232157
8. May Indariyanti 11232155

Dosen Pembimbing:

Ns. TATI SURYATI, M.Kep., Sp.Kep.J

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayat-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas makalah Psikiatri
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Jalanan”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas Mata Ajar Psikiatri dalam Program
Studi Pendidikan S1 Keperawatan di STIKes PERTAMEDIKA. Tak lupa juga
penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Tati Suryati, M.Kep., Sp.Kep.J
selaku dosen mata kuliah Psikiatri yang membimbing dan mengarahkan kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Dan semua pihak-pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dalam pembuatan
makalah ini.

Makalah ini diharapkan dapat dapat menambah, memperluas, dan memperkaya


pengetahuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak jalanan.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
kami kelompok berterima kasih bila terdapat masukan yang konstruktif sebagai
perbaikan makalah berikutnya.

Jakarta, 29 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................2

C. Tujuan................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................................................4

A. Pengertian Anak Jalanan....................................................................................4

B. Karakteristik Anak Jalanan................................................................................5

C. Faktor Penyebab Anak Jalanan........................................................................11

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................14

A. Pengkajian........................................................................................................14

B. Diagnosa Keperawatan....................................................................................15

C. Perencanaan Keperawatan...............................................................................15

D. Implementasi Keperawatan.............................................................................27

E. Evaluasi Keperawatan.....................................................................................27

BAB IV PENUTUP....................................................................................................30

A. Kesimpulan......................................................................................................30

B. Saran................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................32

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Anak-anak merupakan aset sebuah bangsa. Hak-hak dan kebutuhan


anak telah menjadi kesadaran dunia international. Kehadiran anak jalanan
merupakan sebuah manifestasi dari kelalaian dunia international. UNICEF
memperkirakan terdapat jutaan anak-anak tinggal dan bekerja di jalanan dan
jumlah ini terus mengalami peningkatan. UNICEF tahun 2019 menyebutkan
terdapat hampir 150 juta anak jalanan yang tinggal didaerah perkotaan
maupun semi perkotaan. Menurut United Nations Children's Fund (UNICEF)
kategori anak jalanan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : Children of the
street, yaitu anak-anak yang meninggalkan rumah dan memutuskan untuk
tidak berhubungan dengan keluarganya lagi. Mereka biasanya tidak memiliki
tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap, sehingga mereka tinggal, tidur dan
memenuhi kebutuhan dasar di jalan-jalan perkotaan maupun semi perkotaan.
Children on the street, yang disebut juga sebagai pekerja anak dijalan.
Mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk bekerja di jalanan
atau tempat-tempat umum untuk membantu ekonomi keluarganya tetapi pada
malam hari mereka kembali ke rumah untuk istirahat. Children in the street,
yaitu anak-anak yang hidup dan tinggal bersama keluarganya di jalanan.
(Akmal dan Elsye: 2021)

Populasi anak jalanan yang dilaporkan dalam studi terdiri dari laki-
laki dan perempuan. Sejumlah penelitian dari Afrika Selatan dan Utara
(Mesir) menunjukkan sebagian besar anak jalanan adalah laki – laki.
Sementara beberapa bagian Afrika Timur dan Barat anak jalanan terdiri dari
sejumlah kecil gadis (kurang dari 30%). Anak-anak tersebut biasanya berusia
antara 12 dan 17 tahun, meskipun beberapa penelitian di Afrika Barat
mengidentifikasi anak-anak jalanan berusia sekitar 7 tahun. Penelitian
menunjukkan bahwa beberapa anak jalanan memiliki sedikit atau tidak ada
kontak dengan keluarga mereka dan kebanyakan dari mereka tinggal di
bagian kota yang berbahaya seperti di bawah jembatan, di dalam dan di

1
sekitar pasar kota dan tempat-tempat gelap lainnya. (Attia, et al., 2017)

Anak-anak jalanan rentan menjadi korban penyalahgunaan segala


bentuk, kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan tidak manusiawi oleh antisosial
dan penjahat. Selain itu, Banyak sekali tantangan yang harus dihadapi anak
jalanan setiap harinya. Tantangan tersebut meliputi tidak adanya tempat
tinggal, pakaian dan makanan yang layak, tidak dapat menerima akses
pendidikan dan perawatan kesehatan, penyakit fisik kronis seperti penyakit
gastrointestinal, IMS dan gangguan fisik lainnya. Selain itu anak jalanan
beresiko mengalami gangguan psikologis, sifat kepribadian maladaptif,
alkohol dan kecanduan obat psikoaktif dan masih banyak lainya. (Akmal dan
Elsye: 2021)

PBB telah memiliki kebijkaan dalam melindungi anak anak di dunia,


UNICEF sendiri memiliki misi yang diberikan oleh Majelis Umum PBB
untuk advokasi perlindungan hak anak-anak, untuk turut memberikan
keperluan dasar mereka, memperluas peluang anak untuk menggapai potensi
yang mereka miliki. Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menetapkan
regulasi terkait upaya perlindungan anak, tentunya termasuk anak jalanan.
Pada Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dinyatakan
bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
(Nuzula, 2019)

Keberadaan anak jalanan berhubungan langsung dengan tidak


terpenuhinya kebutuhan dasar anak yang meliputi kebutuhan fisik, psikologis,
sosial dan spiritual sehingga mereka tidak mampu menjalankan fungsi
sosialnya sebagai anak secara alami. Untuk itu, anak-anak berusaha untuk
menemukan pemenuhan kebutuhan ini dengan turun ke jalan. (Zulfendri, et
al., 2017)

B. Rumusan Masalah

2
Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian dari anak jalanan?

2. Apa saja karakteristik dari anak jalanan?

3. Bagaimana perkembangan sosial emosional dari anak jalanan?

4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak


jalanan?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep anak jalanan dan asuhan


keperawatan kepada anak jalanan.

2. Tujuan Khusus

a. Menambah wawasan pengetahuan tentang anak jalanan.

b. Mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada anak jalanan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik
dan psikis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna
mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau
mental dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang
ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar
kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan
hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya
berperilaku negatif.
Menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), Anak jalanan adalah anak
yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan
hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di
jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri,
berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau
berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak
terurus, mobilitasnya tinggi.
Selain itu, Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia,
Departemen Sosial (2001: 30) memaparkan bahwa anak jalanan adalah anak
yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, usia mereka
berkisar dari 6 tahun sampain 18 tahun. Adapun waktu yang dihabiskan di
jalan lebih dari 4 jam dalam satu hari. Pada dasarnya anak jalanan
menghabiskan waktunya di jalan demi mencari nafkah, baik dengan kerelaan
hati maupun dengan paksaan orang tuanya.
Dari definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa anak jalanan adalah
anak yang menghabiskan sebagian waktunya di jalanan dan tempat umum
lainnya, baik untuk mencari nafkah maupun untuk merantau. Meskipun
sebagian anak secara sukarela mencari nafkah di jalanan, namun banyak juga

4
anak yang terpaksa bekerja di jalanan (mengemis, mengamen, menyemir
sepatu, dan lain-lain), biasa disuruh oleh orang-orang di sekitar mereka, entah
itu orang tua atau pihak keluarga lain, dengan alasan ekonomi keluarga yang
rendah. Ciri-ciri anak jalanan adalah anak yang berusia 6 – 18 tahun, berada
di jalanan lebih dari 4 jam dalam satu hari, melakukan kegiatan atau
berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak
terurus, dan mobilitasnya tinggi.

B. Karakteristik Anak Jalanan


1. Berdasarkan Usia
Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Departemen
Sosial (2001: 30) memaparkan bahwa anak jalanan adalah anak yang
sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, usia mereka
berkisar dari 6 tahun sampain 18 tahun. Selain itu dijelaskan oleh
Departemen Sosial RI (2001: 23–24), indikator anak jalanan menurut
usianya adalah anak yang berusia berkisar antara 6 sampai 18 tahun.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dapat
dikategorikan sebagai anak jalanan adalah yang memiliki usia berkisar
antara 6 sampai 18 tahun.
2. Berdasarkan Pengelompokkan
Departemen Sosial Republik Indonesia menyusun tiga kategori anak
jalanan. Kategori tersebut didasarkan pada bentuk-bemuk strategi
pengentasan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam
kluster anak jalanan. Terdapat tiga kategori anak jalanan;
Pertama anak jalanan yang hidup di jalanan (children of the street)
yaitu anak yang kesehariannya dihabiskan dijalanan bahkan anak dalam
kategori ini tidak mempunyai tempat tinggal untuk dijadikan tempat
pulang dan istirahat sehingga mereka tidur dan istirahat di semua tempat
yang menurut mereka layak. anak jalanan dengan kriteria intensitas
hubungan yang sangat rendah bahkan putus hubungan dengan orang tua.
Dari segi waktu, delapan sampai 16 jam dalam sehari mereka

5
menghabiskan waktunya di jalanan untuk beketja mencari nafkah dengan
mengamen, mengemis, maupun menggelandang dari satu tempat ke
tempat lainnya. Mereka putus hubungan dengan sekolah (drop out).
Kedua, anak jalanan yang bekerja di jalanan (children on the street)
yaitu anak yang kesehariannya berada dijalanan untuk mencari nafkah
demi bertahan hidup akan tetapi anak ini bisa dikatakan lebih kreatif dari
kategori yang pertama karena anak ini cenderung lebih mandiri. Yang
termasuk dalam kelompok ini memiliki karakteristik intensitas hubungan
dengan orang tua tidak teratur, waktu yang dihabiskan di jalanan dalam
satu hari mencapai enam sampai delapan jam tiap hari, hidup di daerah
kumuh (slum), dengan cara mengontrak bersama dengan anak jalanan
lainnya, putus hubungan dengan sekolah (drop out), dan mencari nafkah
untuk mendapatkan uang dengan menjual koran, makanan dan minuman
(pengasong), mencuci kendaraan, memungut barang bekas (pemulung)
dan menyemir sepatu.
Ketiga adalah anak rentan menjadi anak jalanan (Vulberable children
to be street children) yaitu anak yang sering bergaul dengan temannya
yang hidup dijalanan sehingga anak ini rentan untuk hidup dijalanan juga.
Klasifikasi ini mengacu pada anak yang memiliki kriteria intensitas
penemuan dengan orang tuanya teratur karena mereka masih tinggal
dengan keluarganya (orang tua), empat sampai enam jam waktunya
digunakan untuk bekerja di jalan, rata-rata masih bersekolah, dan
melakukan berbagai aktivitas untuk mendapatkan uang dengan
mengamen, menjual koran, dan menyemir sepatu.
Anak Jalanan melakukan aktivitas tertentu di jalanan yang bertujuan
untuk mempertahankan hidup. Beberapa aktivitas yang dilakukan Anak
Jalanan antara lain adalah membangun solidaritas, melakukan kegiatan
ekonomi, memanfaatkan barang bekas atau sisa, melakukan tindakan
kriminal, dan melakukan kegiatan rentan terhadap eksploitasi seksual.
Lebih lanjut Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak membuat
kategorisasi anak jalanan adalah sebagai berikut:
a. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan ciri adalah:

6
1) Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya
minimal setahun yang lalu.
2) Berada di jalanan seharian untuk bekerja dan menggelandang.
3) Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat
seperti emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun.
4) Tidak bersekolah lagi.
b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan cirinya adalah:
1) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, yakni pulang
secara periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan
tidak tentu. Mereka umumnya berasal dari luar kota yang
bekerja di jalanan
2) Berada di jalanan sekitar 8 sampai dengan 12 jam untuk
bekerja, sebagian mencapai 16 jam.
3) Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau
bersama teman, dengan orang tua atau saudaranya atau di
tempat kerjanya di jalan.
4) Tidak bersekolah lagi.
c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan:
1) Setiap hari bertemu dengan orang tuanya (teratur).
2) Berada di jalanan sekitar 4 sampai dengan 6 jam untuk
bekerja.
3) Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali.
4) Masih bersekolah
3. Berdasarkan ciri-ciri fisik dan psikis
Anak jalanan mempunyai ciri-ciri psikis dan fisik menurut Badan
Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN 2000: 6) adalah sebagai berikut:
a. Ciri-ciri fisik
1) Penampilan dan warna kulit kusam
2) Rambut kemerah-merahan
3) Kebanyakan berbadan kurus
4) Pakaian tidak terurus
b. Ciri-ciri psikis

7
1) Mobilitas tinggi
2) Acuh tak acuh
3) Penuh curiga
4) Sangat sensitif
5) Berwatak keras
6) Kreatif
c. Psikososial anak jalanan :
Keadaan saat ini sangat memprihatinkan karena anak
yangrentan turun ke jalan lebih dari 20 kali lipat jumlah nya
dibandingkan dengan anak jalanan itu sendiri. Anak jalanan
perempuan jauh lebih buruk posisinya karena pasti akan menerima
berbagai kekerasan atau bahkan pelecehan seksual. Karena anak
jalanan lebih banyak berinteraksi dengan kerasnyahidup dijalan
dan mencari uang, itu berdampak pada perkembangan psikososial
nya dan tumbuh menjadi anak yang keras, liar, dan terkenal tidak
bisa diatur. Usia anak jalanan biasanya masih dalamusia sekolah
dimana usia sekolah termasuk ke dalam tahapan psikososial yang
mampu menghasilkan karya, dapat dan melatih interaksi yang
baik, dapat berprestasi dalam sekolah, serta dapat menggali ilmu
dengan kemauan sendiri. Tahap ini merupakan tahap anak
membuat konsep diri mereka sendiri. Jika tahap ini terlewatkan
terjadi masalah Psikososial. Masalah Psikososial adalah masalah
kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai
Pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan
sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa.
4. Berdasarkan intensitas hubungan dengan keluarga
Aktivitas utama anak jalanan adalah berada di jalanan baik untuk
mencari nafkah maupun melakukan aktivitas lain. Hal ini membuat
intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka kurang
intensif. Menurut Departemen Sosial RI (2001: 23), indikator anak
jalanan menurut intensitas hubungan dengan keluarga, yaitu:

8
1) Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari
2) Frekuensi dengan keluarga sangat kurang
3) Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga
Sedangkan menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (1999) anak
jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1) Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya
(children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan
menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya.
Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini
disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka
mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang
tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan
jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan
mereka.
2) Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua.
Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street).
Mereka seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang
pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada
umumnya mereka bekerja dari pagi hingg sore hari seperti menyemir
sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli
panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama
dengan saudara atau temanteman senasibnya.
3) Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka
tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau
sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman,
belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua.
Aktivitas usaha mereka yang paling menyolok adalah berjualan
Koran.
4) Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di
jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan.
Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka
biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua

9
ataupun saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci
bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul),
pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.
5. Berdasarkan tempat tinggal
Anak jalanan yang ditemui memiliki berbagai macam tempat tinggal.
Menurut Departemen Sosial RI (2001: 24), indikator anak jalanan
menurut tempat tinggalnya adalah:
1) Tinggal bersama orang tua
2) Tinggal berkelompok bersama teman-temannya
3) Tidak mempunyai tempat tinggal.
Sedangkan menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP
(BKSN, 2002: 13-15), beberapa macam tempat tinggal anak jalanan
adalah: menggelandang atau tidur di jalanan, mengontrak kamar sendiri
atau bersama teman, maupun ikut bersama orang tua atau keluarga yang
biasanya tinggal di daerah kumuh. Menurut BKSN (2000: 61-62),
beberapa tempat tinggal anak jalanan adalah:
1) Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti
emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, maupun stasiun;
2) Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama
teman; dan
3) Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali.
6. Berdasarkan aktivitas
Berdasarkan perkembangannya, keberadaan anak jalanan di beberapa
kota besar di Indonesia bukan hanya berasal dari luar kota, tetapi hampir
80% merupakan anak-anak dari kota itu sendiri. Artinya sebagian besar
anak jalanan tidak dapat dikategorikan dalam kelompok anak yang
mengalami masa “pelarian” dari rumah dan lingkungan sosialnya. Secara
sadar anak jalanan melakukan aktivitas di jalanan, tanpa takut jika
aktivitasnya diketahui oleh orang tua atau temantemannya. Sebagian anak
jalanan cenderung mendapatkan dukungan dari orang tuanya untuk
beraktivitas di jalanan. Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas
mereka di jalanan memang tidak dapat disamaratakan. Ini yang menjadi

10
masalah utama sulitnya melakukan penanganan terhadap anak jalanan
untuk keluar dari praktikpraktik eksploitasi ekonomi, baik yang dilakukan
oleh orang tuanya maupun pihak lain di sekitar lingkungan sosialnya.
Menurut Departemen Sosial RI (2002: 13-15), aktivitas yang
dilakukan anak jalanan di jalanan di antaranya adalah bekerja baik itu
mengamen, mengemis, memulung, menjual koran, mengasong, mencuci
bus, menyemir sepatu, menjadi calo, dan menggelandang. Selain itu
Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (2000: 61-62) menyebutkan bahwa
beberapa aktivitas yang dilakukan oleh anak jalanan adalah bekerja
sebagai pengamen, pemulung, pengemis, penjual koran, pengasong,
pencuci bus, penyemis, maupun calo; dan menggelandang.

C. Faktor Penyebab Anak Jalanan


Faktor-faktor yang kuat mendorong anak untuk turun ke jalanan. Bahkan
selain faktor internal, faktor eksternal pun diduga kuat menjadi penyebab
muncul dan berkembangnya fenomena tersebut. Surjana dalam Andriyani
Mustika mengungkapkan ada tiga tingkat faktor yang sangat kuat mendorong
anak untuk turun ke jalanan, yaitu:
1) Tingkat Mikro (Immediate Causes). Faktor yang berhubungan dengan
anak dan keluarga. Sebab-sebab yang bisa diidentifikasi dari anak jalanan
lari dari rumah (sebagai contoh, anak yang selalu hidup dengan orang tua
yang terbiasa dengan menggunakan kekerasan: sering memukul,
menampar, menganiaya karena kesalahan kecil), jika sudah melampaui
batas toleransi anak, maka anak cenderung keluar dari rumah dan
memilih hidup di jalanan, disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah,
dalam rangka bertualang, bermain-main dan diajak teman. Sebab-sebab
yang berasal dari keluarga adalah: terlantar, ketidakmampuan orangtua
menyediakan kebutuhan dasar, kondisi psikologis karena ditolak
orangtua, salah perawatan dari orangtua sehingga mengalami kekerasan
di rumah (child abuse).
2) Tingkat Meso (Underlying cause). Yaitu faktor agama berhubungan
dengan faktor masyarakat. Sebab-sebab yang dapat diidentifikasi, yaitu:

11
pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk
meningkatkan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, anak-anak diajarkan
untuk bekerja. Pada masyarakat lain, pergi ke kota untuk bekerja.
3) Tingkat Makro (Basic Cause). Yaitu faktor yang berhubungan dengan
struktur masyarakat (struktur ini dianggap memiliki status sebab akibat
yang sangat menentukan dalam hal ini, sebab: banyak waktu di jalanan,
akibatnya: akan banyak uang).
Menurut Mulandar (1996), penyebab dari fenomena anak bekerja
antara lain:
a. Dipaksa orang tua,
b. Tekanan ekonomi keluarga,
c. Diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa,
d. Asumsi dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain,
e. Pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja.
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak
terjerumus dalam kehidupan di jalanan antara lain:
a. Kesulitan keuangan
b. Tekanan kemiskinan
c. Ketidakharmonisan rumah tangga
d. Hubungan orang tua dan anak
Namun demikian, banyaknya anak jalanan yang menempati fasilitas
umum di kota-kota, bukan hanya disebabkan oleh faktor penarik dari kota itu
sendiri. Sebaliknya ada pula faktor-faktor pendorong yang menyebabkan
anak-anak memilih hidup di jalan. Kehidupan rumah tangga asal anak-anak
tersebut merupakan salah satu faktor pendorong penting. Banyak anak jalanan
berasal dari keluarga yang diwarnai dengan ketidakharmonisan, baik itu
perceraian, percekcokan, hadirnya ayah atau ibu tiri, absennya orang tua, baik
karena meninggal dunia maupun tidak bisa menjalankan fungsinya. Hal ini
kadang semakin diperparah oleh hadirnya kekerasan fisik atau emosional
terhadap anak. Dalam keadaan seperti ini, sangatlah mudah bagi anak untuk
terjerumus ke jalan. Sebagian masyarakat Indonesia juga menganggap hal ini
sebagai hal yang wajar, sehingga lebih banyak melupakan kebutuhan yang

12
harus diperhatikan untuk seorang anak.
Berdasarkan perkembangannya, keberadaan anak jalanan di beberapa kota
besar di Indonesia bukan hanya berasal dari luar kota, tetapi hampir 80%
merupakan anak-anak dari kota itu sendiri. Artinya sebagian besar anak
jalanan tidak dapat dikategorikan dalam kelompok anak yang mengalami
masa “pelarian” dari rumah dan lingkungan sosialnya. Secara sadar anak
jalanan melakukan aktivitas di jalanan, tanpa takut jika aktivitasnya diketahui
oleh orang tua atau temantemannya. Sebagian anak jalanan cenderung
mendapatkan dukungan dari orang tuanya untuk beraktivitas di jalanan. Anak
jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka di jalanan memang tidak
dapat disamaratakan. Ini yang menjadi masalah utama sulitnya melakukan
penanganan terhadap anak jalanan untuk keluar dari praktikpraktik eksploitasi
ekonomi, baik yang dilakukan oleh orang tuanya maupun pihak lain di sekitar
lingkungan sosialnya.

13
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
2) Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmiter.
3) Teori virus dan infeksi
b. Faktor presipitasi
1) Biologis
2) Sosial kutural
3) Psikologis
c. Penilaian terhadap stressor

Respon Adaptif Respon Maladaptif


- Berfikir logis - Pemikiran sesekali - Gangguan
- Persepsi akurat - Terdistorsi pemikiran
- Emosi konsisten - Ilusi - Waham/halusinasi
dengan - Reaksi emosi - Kesulitan
pengalaman berlebih dan tidak pengolahan
- Perilaku sesuai bereaksi - Emosi
- Berhubungan - Perilaku aneh - Perilaku kacau
sosial - Penarikan tidak dan isolasi sosial
bisa berhubungan
sosial

d. Sumber koping
1) Disonasi kognitif (gangguan jiwa aktif )
2) Pencapaian wawasan
3) Kognitif yang konstan

14
4) Bergerak menuju prestasi kerja
e. Mekanisme koping
1) Regresi (berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
2) Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan
dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
3) Menarik diri
4) Pengingkaran

B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga Diri Rendah
2. Isolasi Sosial
3. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
4. Resiko perilaku kekerasan/Perilaku kekerasan
5. Gangguan Proses Pikir: Waham
6. Resiko Bunuh Diri
7. Defisit Perawatan Diri

C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa 1 : Harga Diri Rendah
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
b. Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
c. Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
d. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
e. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
f. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya

15
sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
c. Utamakan memberi pujian yang realistis
d. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

16
Diagnosa 2 : Menarik diri
Tujuan Umum :Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan

17
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :

K–P

K – P – P lain

K – P – P lain – K lain

K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain

18
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

Salam, perkenalan diri

Jelaskan tujuan

Buat kontrak

Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

Perilaku menarik diri

Penyebab perilaku menarik diri

Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi

Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga

Diagnosa 3: perubahan persepsi sensorik : Halusinasi


Tujuan Umum : klien mampu mengontrol halusinasinya
Tujuan khusus :
- Klien mampu membina hubungan saling percaya
- Klien dapat mengenal halusinasinya
- Klien dapat mengotrol halusinasinya
- Klien dapat menggunakan obat dengan benar
TUK 1
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya

19
Tindakan :
a. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c. Tanyakan nama lengkap dan panggilan yang disukai
d. Buat kontrak yang jelas
e. Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan sikap empati serta
menerima apa adanya
f. Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
g. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
h. Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh perhatian ada
ekspresi perasaan pasien.
2. Pasien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan
non verbal)
c. Bantu mengenal halusinasi
d. Jika pasien tidak berhalusinasi, klarifikasi tentang adanya halusinasi,
diskusikan dengn pasien isi, waktu, dan frekuensi halusinasi
pagi,siang,sore, malam atau sering, jarang)
e. Diskusikan tentang apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi
f. Diskusikan tentang dampak yang dialami jika pasien menikmati
halusinasi
3. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan pasien
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol halusinasi
d. Bantu pasien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
e. Pantau pelaksanan tindakan yang telah dipilih dan dilatih, jika
berhasil beri pujian.

20
4. Pasien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
a. Diskusikan tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, dosis,
nama, frekuensi, efek samping minum obat.
b. Pantau saat pasien minum obat (pasien harus minum obat didepan
perawat, dan benar-benar meminum obat)
c. Anjurkan pasien minta sendiri obatnya pada perawat
d. Beri reinforcmen jika pasien menggunakan obat dengan benar
e. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
f. Anjurkan pasien berkonsultasi dengan dokter/perawat jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.

Diagnosa 4 : Perilaku Kekerasan


Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel / kesal.

21
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.
c. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga,
memukul bantal / kasur.
d. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
e. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.

22
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

Diagnosa 5: Gangguan Proses Pikir : Waham


Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan proses fikir yang berhubungan
dengan gangguan konsep diri (harga diri rendah/klien akan meningkat harga
dirinya)
Tujuan khusus :
- Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
- Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
- Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
1. Dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d. Jangan membantah dan mendungkung waham klien, katakan perawat

23
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima, katakana perawat tidak mendukung disertai
ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
e. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
c. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat

24
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 6 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB /


BAK
Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri kebersihan
diri, berdandan, makan, BAB/BAK.
Tujuan Khusus :
- Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
- Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
- Pasien mampu melakukan makan dengan baik
- Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Tindakan :
a. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
Tindakan :
a. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
b. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
Tindakan :
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan

25
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
Tindakan :
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Diagnosa 7: Risiko Bunuh Diri


1. Tindakan keperawatan klien yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
Tujuan : Klien tetap aman dan selamat
Tindakan : melindungi klien
1) Perawat yang dapat melakukan hal-hal berikut untuk melindungi klien
yang mengancam atau berupaya bunuh diri.
a. Tetap menemani klien sampai dipindahkan ketempat yang lebih
aman
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya
c. Memastikan bahwa pasien benar-benar telah meminum
obatnya, jika pasien mendapatkan obat
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa saudara akan
melindungi pasien sampai pasien melupakan keinginanya untuk
bunuh diri.
2. Tindakan keperawatan untuk klien yang menunjukan isyarat untuk bunuh
diri
Tujuan :
a. Klien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
b. Klien dapat mengungkapkan perasaanya
c. Klien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
Tindakan :
a. Mendiskusikan tentang cara menagatasi keinginan bunug diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman dekat

26
b. Meningkatkan harga diri klien dengan memberikan kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya, berikan pujian untuk klien,
menyakinkan klien bahwa dirinya berarti untuk orang lain
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara
mendiskusikan dengan klien cara menyesaikan masalahnya,
mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang
telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi
dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian
bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan
data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikutnya.
Komponen tahap implementasi
a. Tindakan keperawatan mandiri.
b. Tindakan keperawatan edukatif
c. Tindakan keperawatan kolaboratif.
d. Dokumentasi Tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan

E. Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh manaperawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan (Tarwoto & Wartonah, 2011). Untuk menentukan masalah

27
teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah
dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang
telah di tetapkan. Format evaluasi mengguanakan :

a. Evaluasi Formatif (Proses)


Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan
istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data
hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan
perencanaan.
1) S (Subjektif)
Data subjektif adalah keluhan yang berupa ungkapan yang didapat
dari klien.
2) O (Objektif)
Data objektif dari hasil observasi yang dilakukan oleh perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan
keperawatan, atau akibat pengobatan.
3) A (Analisis/assessment)
Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis/dikaji dari
data subjektif dan data objektif. Karena status klien selalu berubah
yang mengakibatkan informasi/data perlu pembaharuan, proses
analisis/ assessment bersifat dinamis. Oleh karena itu sering
memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan
diagnosis, rencana, dan tindakan.
4) P (Perencanaan/planning)
Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan,
baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil modifikasi
rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan

28
kesehatan klien.Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik
dan periode yang telah ditentukan.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan.Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah
melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon klien
dan keluarga terkait pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada
akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan, yaitu:
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi jika klien menunjukkan perubahan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian atau klien masih
dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan
pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajauan sama sekali
serta dapat timbul masalah baru.

29
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil Analisa Jurnal di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik
dan psikis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan
dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna
mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau
mental dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang
ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar
kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan
hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya
berperilaku negatif.
2. Karakteristik anak jalanan dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti
berdasarkan usia, pengelompokkan, ciri-ciri fisik dan psikis, intensitas
hubungan dengan keluarga, tempat tinggal, dan berdasarkan aktivitas di
jalanan
3. Ada beberapa faktor penyebab anak jalanan, seperti dipaksa orang tua,
tekanan ekonomi keluarga, diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang
lebih dewasa, asumsi dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana
bermain, serta pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus
bekerja.
4. Pada teori asuhan keperawatan perlu adanya pengkajian yang lebih
spesifik terhadap faktor predisposisi (genetic, neurobiologis, teori virus
dan infeksi), faktor presipitasi (biologis, sosial kultural, dan psikologis),
sumber koping (gangguan jiwa aktif, pencapaian wawasan, kognitif yang
konstan, bergerak menuju prestasi kerja), dan mekanisme koping
(regresi, proyeksi, menarik diri, dan pengingkaran)
5. Pada teori asuhan keperawatan pada kasus anak jalanan dapat
dirumuskan beberapa diagnosa keperawatan : harga diri rendah, isolasi
sosial, gangguan persepsi sensori: halusinasi, resiko perilaku
kekerasan/perilaku kekerasan, gangguan proses pikir: waham, resiko
bunuh diri, dan defisit perawatan diri.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Mengembangkan pengajaran tentang masalah kesehatan jiwa masyarakat
terutama bagi anak jalanan
2. Bagi Pemerintah
a. Program Perlindungan Anak, penyediaan dan atau pemberian
pelayanan sosial dasar bagi anak, utamanya yang berasal dari
keluarga miskin sehingga hak-hak mereka dapat terpenuhi.
b. Program Rumah Singgah kepada anak-anak jalanan merupakan
pemberian kesempatan anak untuk memenuhi kebutuhannya dalam
hal belajar dan bermain sehingga bisa tumbuh dan berkembang
secara optimal dan selaras fisik maupun psikis.
c. Program pelatihan dan pemberian bantuan modal usaha bagi Anak
Jalanan. Program ini bertujuan untuk memberi latihan dasar
keterampilan bagi anak jalanan dengan tujuan agar anak mampu
melakukan usaha ekonomis produktif, misalnya home industri.
d. Pemberian layanan pendidikan gratis. Program ini dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu membebaskan biaya sekolah bagi anak
jalanan di sekolah-sekolah formal yang ditunjuk dan memberikan
layanan pendidikan model seperti Perpustakaan Keliling di mana
guru yang mendatangi tempat-tempat yang biasanya digunakan
anak-anak jalanan untuk berkumpul serta memberikan materi
pelajaran di tempat tersebut

31
DAFTAR PUSTAKA

Akmal Haekal Az Zam Zami dan Elsye Maria Rosa. 2021. “ Literature Review:
Masalah Kesehatan Anak Jalanan.” Jurnal Kesehatan Volume 12 Nomor 3
Tahun 2021. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Attia, M. S., Tayel, K. Y., Shata, Z. N., & Othman, S. S. 2017. Psychosocial profile
of institutionalised street children in Alexandria, Egypt: A comparative study
with school children. Journal of Child & Adolescent Mental Health, 29(2),
103-116. https://doi.org/10.2989/17280583.2017.1339606

Nuzula, F. 2019. Pengaruh Penyuluhan Tentang Personal Hygiene Dan Dampak


Penyakit Yang Ditimbulkan Terhadap Tingkat Pengetahuan Pada Anak Jalanan
(Studi pada Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur di Malang). [Skripsi]. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.

Zulfendri, Lubis, A., Salmah, U., & Syahri, I. 2017. Health Problems of Street
Children in the Medan Amplas Station. 2nd International Conference on
Social and Political Development (ICOSOP 2017).

32

Anda mungkin juga menyukai