MAKALAH
Diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Pengembangan dan Pengorganisasian
Masyarakat Kelas D
UNIVERSITAS JEMBER
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Implementasi Body
Mapping Pada Pelatihan Pola Asuh Anak Pada Masyarakat sebagai tugas mata kuliah
Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang
yang tegak di atas agama-Nya hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada :
1. Mury Ririanty, S.KM, M.Kes., Iken Nafikadini, S.KM., M.Kes., Dr. Elfian
Zulkarnain, S.KM., M.Kes., selaku dosen pembimbing mata kuliah
Pengembangan & Pengorganisasian Masyarakat kelas D yang selama ini
telah tulus dan ikhlas membimbing kami.
2. Orang tua kami, atas segala restu dan dukungannya;
Penulis
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i
Daftar Isi……………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………2
ii
3.1.4 Manfaat Kegiatan…………………………………………………………….28
3.2 Implementasi Body Maping sebagai Tools………………………………….29
3.2.1 Sasaran Kegiatan…………………………………………………………….29
3.2.2 Tujuan Kegiatan….…………………………………………………………..29
3.2.3 Tahap Pelaksanaan…………………………………………………………...29
3.2.4 Manfaat Kegiatan…………………………………………………………….30
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………….31
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………..……31
4.2 Saran………………………………………………………………………....31
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................iii
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
Dalam mengembangkan anak untuk menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas diperlukan persiapan dan perlakuan terhadap anak secara tepat sesuai
dengan kondisi anak. Sebagai manusia, setiap anak mempunyai ciri individual yang
berbeda satu dengan yang lain. Di samping itu setiap anak yang lahir di dunia ini
berhak hidup dan berkembang semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi yang
dimilikinya. Untuk dapat memberi kesempatan berkembang bagi setiap anak
diperlukan pola asuh yang tepat dari orang tuanya, hal ini mengingat anak adalah
menjadi tanggung jawab orang tuanya baik secara fisik, psikis maupun sosial.
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui proses body mapping dalam pelatihan pola asuh anak pada
masyarakat.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui proses body mapping sebagai curah pendapat.
2. Mengetahui proses body mapping sebagai tool.
2
1.4.3. Bagi FKM
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan referensi
literatur di dunia akademik terutama untuk Fakultas Kesehatan
Masyarakat UNEJ dalam menganalisis pola asuh anak yang tepat.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
4
4. Bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama
5. Bersedia untuk memberikan kasih sayang dan pujian saat anak-anak
mereka berprestasi atau memenuhi harapan mereka.
a. Demandingness/Control
18. Menggambarkan bagaimana standar yang ditetapkan oleh
orang tua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari orang tua.
Mengacu pada beberapa aspek yaitu:
1. Pembatasan
19. Orang tua membatasi tingkah laku anak menunjukkan usaha
orang tua menentukan hal-hal yang harus dilakukan anak dan
memberikan batasan terhadap hal-hal yang ingin dilakukan anak.
2. Tuntutan
20. Agar anak memenuhi aturan, sikap, tingkah laku,dan tanggung
jawab sosial sesuai dengan standar yang berlaku sesuai keinginan
orang tua.
3. Sikap ketat
21. Berkaitan dengan sikap orang tua yang ketat dan tegas dalam
menjaga agar anak memenuhi aturan dan tuntutan mereka. Orang
tua tidak menghendaki anak membantah atau mengajukan
keberatan terhadap peraturan yang telah ditentukan
4. Campur tangan
5
22. Tidak adanya kebebasan bertingkah laku yang diberikan orang
tua kepada anaknnya. Orang tua selalu turut campur dalam
keputusan, rencana dan relasi anak, orang tua tidak melibatkan
anak dalam membuat keputusan tersebut, orang tua beranggapan
apa yang mereka putuskan untuk anak adalah yang terbaik dan
benar untuk anak.
5. Kekuasaan sewenang-wenang
23. Menggambarkan bahwa orang tua menerapkan kendali yang
ketat, kekuasaan terletak mutlak pada orang tua.
6
aturan-aturan yang diberikan oleh orangtua tanpa merasa perlu
menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan dibalik aturan tersebut,
serta cenderung mengekang keinginan anaknya. Pola asuh otoriter
dapat berdampak buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia,
ketakutan, kurang inisiatif, selalu tegang, cenderung ragu, tidak
mampu menyelesaikan masalah, kemampuan komunikasinya buruk,
serta mudah gugup, akibat seringnya mendapat hukuman dari orang
tua.
b. Pola Asuh Demokratis
26. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang bercirikan adanya
hak dan kewajiban orang tua dan anak adalah sama dalam arti saling
melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab dan menentukan
perilakunya sendiri agar dapat berdiplin. Menurut Shochib (dalam
yuniati, 2003) orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis
banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat keputusan
secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak
untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan sedikit
menggunakan hukuman badan untuk mengembangkan disiplin. Pola
asuh demokratis dihubungkan dengan tingkah laku anak-anak yang
memperlihatkan emosional positif, sosial, dan pengembangan kognitif.
c. Pola Asuh Permisif
27. Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak
secara bebas, anak diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan
apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat
lemah, juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi
anaknya. Semua apa yang telah dilakukan oleh anak adalah benar dan
tidak perlu mendapatkan teguran, arahan atau bimbingan. (Hourlock
dalam Chabib Thoha. 1996 : 111-112). Dari sisi negatif lain, anak
kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak
mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab,
7
maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan
mampu mewujudkan aktualisasinya (Agus Dariyo. 2004: 97).
8
31. Orang tua dari kelas sosial ekonomi menengah ke atas
cenderung lebih permissive dibanding dengan orang tua dari kelas
sosial ekonomi bawah yang cemderung autoritarian.
9
36. Orangtua yang menganut agama dan keyakinan religius
tertentu senantiasa berusaha agar anak pada akhirnya nanti juga dapat
mengikutinya.
e. Status ekonomi
37. Dengan perekonomian yang cukup, kesempatan dan fasilitas
yang diberikan serta lingkungan material yang mendukung cenderung
mengarahkan pola asuh orangtua menuju perlakuan tertentu yang
dianggap orangtua sesuai.
f. Bakat dan kemampuan orangtua
38. Orangtua yang memiliki kemampuan komunikasi dan
berhubungan dengan cara yang tepat dengan anaknya cenderung akan
mengembangkan pola asuh yang sesuai dengan diri anak.
g. Gaya hidup
39. Gaya hidup masyarakat di desa dan di kota besar cenderung
memiliki ragam dan cara yang berbeda dalam mengatur interaksi
orangtua dan anak.
10
41. Di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 26 tentang
Kewajiban dan Tanggung Jawab keluarga dan Orang Tua dijelaskan
bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memelihara,
mel\ndidik dan melindungi anaknya. Sedangkan di dalam pasal 31 ayat 2
Bab VI tentang Kuasa Asuh dijelaskan bahwa apabila salah satu orang
tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga tidak dapat
melaksanakan fungsinya maka kuasa asuh dapat dialaihkan kepada
lembaga yang berwenang. Pengasuhan oleh Lembaga dapat dilakukan di
dalam atau di luar Panti Sosial.
42. Hak-hak Anak dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002Landasan hukum yang digunakan dalam melaksanakan
pemenuhanhak-hak anak bertumpu pada Undang-Undang Dasar Negara
republik IndonesiaTahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak
Anak yang disahkan tahun1990 kemudian diserap ke dalam Undang-
Undang no 23 tahun 2002. Berdasarkansesuatu yang melekat pada diri
anak tersebut yaitu hak yang harus dilindungi dandijaga agar berkembang
secara wajar. Terdapat empat prinsip utama yang terkandung di dalam
Konvensi Hak Anak, prinsip-prinsip ini adalah yang kemudian diserap ke
dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang disebutkan secara
ringkas pada pasal 2.
Secara lebih rinci Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Prinsip non diskriminasi.
43. Artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam
Konvensi HakAnak harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa
pembedaan apapun.Prinsip ini tertuang dalam Pasal 2 Konvensi Hak
Anak, yakni : Negara-negara peserta akan menghormati dan menjamin
hak-hak yangditerapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang
berada dalam wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk
apapun, tanpamemandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, pandanganpolitik atau pandangan-pandangan lain, asal-usul
11
kebangsaan, etnikatau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak,
kelahiran atau statuslainnya baik dari si anak sendiri atau dari orang
tua atau walinya yang sah”. (Ayat 1). “Negara-negara peserta akan
mengambil semua langkahyang perlu untuk menjamin agar anak
dilindungi dari semua bentukdiskriminasi atau hukuman yang
didasarkan pada status, kegiatan,pendapat yang dikemukakan atau
keyakinan dari orang tua anak,walinya yang sah atau anggota
keluarga”. (Ayat 2).
2. Prinsip yang terbaik bagi anak (best interest of the child).
44. Yaitu bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak
yangdilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah
ataubadan legislatif. Maka dari itu, kepentingan yang terbaik bagi anak
harusmenjadi pertimbangan utama (Pasal 3 ayat 1).
3. Prinsip atas hak hidup, kelangsungan dan perkembangan (the rights to
life, survival and development).Yakni bahwa negara-negara peserta
mengakui bahwa setiap anakmemiliki hak yang melekat atas
kehidupan (Pasal 6 ayat 1). Disebutkan juga bahwa negara-negara
peserta akan menjamin sampai batas maksimalkelangsungan hidup dan
perkembangan anak (Pasal 6 ayat 2).
4. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of
the child). Maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika
menyangkut hal-hal yangmempengaruhi kehidupannya, perlu
diperhatikan dalam setiappengambilan keputusan. Prinsip ini tertuang
dalam Pasal 12 ayat 1Konvensi Hak Anak, yaitu: Negara-negara
peserta akan menjamin agaranak-anak yang mempunyai pandangan
sendiri akan memperoleh hakuntuk menyatakan pandangan-
pandangannya secara bebas dalam semuahal yang mempengaruhi
anak, dan pandangan tersebut akan dihargaisesuai dengan tingkat usia
dan kematangan anak.
12
Penegasan hak anak dalam UU No. 23 Tahun 2002 ini
merupakanlegalisasi hak-hak anak yang diserap dari KHA dan norma
hukum nasional.Dengan demikian, Pasal 4 s/d 19 UU No. 23 tahun 2002
menciptakan normahukum (legal norm) tentang apa yang menjadi hak-
hak anak. Hak anak atashidup, tumbuh kembang, perlindungan dan
partisipasi secara wajar.
13
diwujudkan dalam penyelenggaraanperlindungan dalam bidang
pendidikan, kesehatan, dan sosial, termasukagama.
2. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan(Pasal 5).
3. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi
sesuaidengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang
tua (Pasal 6). Hak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir
danberekspresi merupakan wujud dari jaminan dan penghormatan
Negara terhadap hak anak untuk berkembang, yang mengacu kepada
Pasal 14KHA.
4. Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh
orang tuanya sendiri (Pasal 7). Dalam pasal ini dijelaskan bahwa jika
orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak maka anak
tersebutberhak untuk diasuh oleh orang lain sebagai anak asuh atau
anak angkatsesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Pasal 7
ayat 2 dan 3).
5. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai
dengankebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial (Pasal 8). Hak
memperolehpelayanan kesehatan ini merupakan hak terpenting dalam
kelompok hakatas tumbuh kembang anak. Setidaknya, hak atas
pelayanan kesehatan bagi anak dirujuk ke dalam Pasal 24 dan 25
KHA. Mengenai bagaimanapelaksanaan hak-hak kesehatan ini,
selanjutnya dirumuskan dalamketentuan tentang penyelenggaraan hak
anak dalam bidang kesehatan yang diatur dalam Pasal 44 s/d Pasal 47
UU No.23/2002. Pemerintahwajib menyediakan fasilitas dan
menyelenggarakan upaya kesehatan yangkomprehensif bagi anak, agar
setiap anak memperoleh derajat kesehatanyang optimal sejak dalam
kandungan (pasal 44).
6. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembanganpribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
14
minat dan bakatnya (pasal 9). Hak anak atas pendidikan meliputi hak
untuk memperolehpendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan diri anak sesuaidengan bakat, minat, dan
kecerdasannya. Hak ini merupakan turunan danpelaksanaaan dari Pasal
31 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:“Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan”. Bahkan, Pasal 31ayat 4 UUD 1945
secara eksplisit memprioritaskan pendidikan dengan alokasi anggaran
dalam APBN serta dari APBD sebesar minimal 20persen.
7. Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak
memperolehpendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulanjuga berhak mendapatkan pendidikan khusus (Pasal 9 ayat
2).
8. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial (Pasal 12).
9. Hak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari,
danmemberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dankepatutan (Pasal 10).
10.Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul
dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan
diri (Pasal11).
11. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan yang menyimpang (Pasal 13), perlakuan
perlakuan yang menyimpang itu adalah:
a. Diskriminasi.
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.
c. Penelantaran.
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan.
15
e. Ketidakadilan.
f. Perlakuan salah lainnya.
12.Hak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir (Pasal 14). Pada prinsipnya, negara melakukan
upaya agar anak berada dalam pengasuhan orangtuanya sendiri, dan
tidak dipisahkan dariorangtua secara bertentangan dengan keinginan
anak. Pada pasal ini ditegaskan bahwa anak berhak untuk tidak
dipisahkan dari orangtuanya secara bertentangan dengan kehendak
anak, kecuali apabila pemisahan dimaksud mempunyai alasan hukum
yang sah, dan dilakukan demi kepentingan terbaik anak.
13.Hak untuk memperoleh perlindungan dari pelibatan dalam situasi
darurat atau kerusuhan (pasal 15),hal itu adalah :
a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata.
c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial.
d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.
e. Pelibatan dalam peperangan.
14.Hak untuk memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, hak
untukmemperoleh kebebasan sesuai dengan hukum dan perlindungan
dari penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16).
15.Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara
efektifdalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.
16
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan
anakyang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk
umum(Pasal 17 ayat 1).
16.Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan (Pasal 17 ayat 2).
17.Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18).
17
b. Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan
danperlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua
OrangTuanya sesuai dengan kemampuan,bakat, dan minatnya;
c. Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
d. Memperoleh Hak Anak lainnya.
5. Pada pasal 15 terkait dengan hak anak mendapat perlindungan
ditambah dengan poin f yaitu “kejahatan seksual”.
18
tanpa keluargadan perlindungan bagi anak anak pengungsi (protection
rights).
4. Hak partisipasi yang meliputi hak-hak anak untuk menyampaikan
pendapat/pandangannya dalam semua hal yang menyangkut nasib
anakitu (participation rights).
19
tidak bias mengendalikan diri, suka mendominasi, tidak jelas arah
hidupnya, danprestasinya rendah.
3. Pola asuh demokratis akan memberikan dampak kepada anak yaitu
anak akan memiliki rasa percaya diri, bersikap bersahabat, mampu
mengendalikan diri,bersikap sopan, mau bekerjasama, memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi,memiliki arah tujuan hidup yang jelas,
berorientasi kepada prestasi.
20
sendiri.Menurut Steede (2010) Terdapat 10 kesalahan orang tua dalam
mendidikanak. Kesalahan- kesalahan tersebut yaitu:
21
berceritamengenai suatu hal, sehingga membuat anak enggan untuk
bercerita lagi ( Steede,2008: 7).
5. Memainkan peran, membereskan masalah
52. Secara alamiah, orang tua ingin melindungi anak dari
perbuatan yangkurang terpuji serta pilihan yang mungkin terkesan
kurang baik bagianak. Hasrat untuk menuntut atau melindungi anak
cenderung membuat orang tuaterjebak ke dalam perangkap. Karena,
sebenarnya terlalu dini membereskanmasalah yang menimpa anak
akan membuat anak tidak memiliki kesempatanuntuk belajar dari
konsekuensi tindakan yang dilakukanya. Hal tersebut seringkali
mendorong anak menjadi serba tergantung kepada orang lain daripada
belajarsendiri (Steede, 2008: 9).
6. Orang tua vs anak
53. Kekuasaan di dalam sebuah keluarga tentunya melekat pada
orang tua. Ketidak seimbangan kekuasaan ini cenderung
menguntungkan bagi orang tua yang mengadopsi gaya otoriter. Situsi
semacam ini, akan membuat anak menjadi marah, frustasi, dan benci.
Tidak jarang ketika emosi muncul anak akan menjadi pemberontak
atau adu kekuatan yang berkepanjangan (Steede, 2008: 79).
7. Menggunakan „Destructive Discipline’
54. Orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi baik dan dapat
bersikapdisiplin. Sikap disiplin ini pastinya diciptakan oleh orang
tuanya. Namun, ketikaorang tua tidak memiliki perencanaan yang tepat
akan terjebak atau melakukankesalahan. Kesalahan semacam ini
menyebabkan upaya penegakan disiplin menjadi kurang efektif dan
bisa saja merrusak harga diri anak (Steede, 2008: 89).
8. Lakukan seperti yang saya katakan, bukan yang saya lakukan
Ketika orang tua memberikan nasihat kepada anak untuk melakukan
sesuatu hal yang baik, namun orang tuanya sendiri tidak melakukan
hal tersebut dan tidakmemberikan contoh yang baik. Hal ini akan
22
membuat anak meniru perilaku orangtuanya, dan tidak mendengar
nasihat orang tuanya. Sebab anak akan cenderungmeniru perilaku
orang tua (Steede, 2008: 99).
2.2 Keluarga
23
2.2.1. Definisi Keluarga
57. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam
keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya
dalam satu rumah tangga,mberinteraksi satu sama lain dan di dalam
perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
kebudayaan.
58. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar
pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi
dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan
dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
59.
2.2.2. Fungsi Keluarga
60.Fungsi yang dijalankan keluarga adalah:
1. Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa
depan anak.
2. Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga
mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3. Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi
anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
4. Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga.
Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga
24
menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan
kehidupan lain setelah dunia.
6. Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari
penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat
memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama,
bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.
25
BAB 3. PEMBAHASAN
Salah satu tujuan daari adanya body mapping menurut solomon (dalam
Gestaldo, tanpa tahun) menyebutkan body mapping bertujuan sebagai alat terapetik
dimana digunakan untuk mengembangkan wawasan baru, dalam hal ini kegiatan
26
pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi para orang tua mengenai
pola asuh secara umum serta dilengkapi dengan penekanan pada beberapa bidang
seperti pada pendidikan, kesehatan, pergaulan dan ibadah. Selain itu juga diupayakan
untuk memberikan pengetahuan pada orang tua mengenai hak-hak anak sesuai
dengan KHA (Konvensi Hak Anak).
3.1.3. Pelaksanaan
27
3.1.4. Manfaat Kegiatan
28
3.2 Implementasi Body Mapping Sebagai Tools
3.2.1. Sasaran Kegiatan
a. Sasaran Primer
64. Yaitu sasaran yang mempunyai masalah dan diharapkan mau
berperilaku seperti yang diharapkan serta memperoleh manfaat paling
besar dari perubahan tersebut. Dalam hal ini sasaran primernya adalah
anak-anak yang suka bermain game terlalu lama dan sering.
b. Sasaran Sekunder
65. Yaitu individu atau kelompok yang memperngaruhi sasaran
primer. Sasaran sekunder diharapkan mampu mendukung pesan –
pesan yang disampaikan pada sasaran. Dalam hal ini sasaran
sekundernya adalah anggota keluarga dari anak.
c. SasaranTersier
66. Yaitu para pengambil keputusan/kebijakan. Sasaran tersiernya
adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (KPP-PA), Lembaga Pemerhati Anak.
29
2. Media di tempatkan pada tempat dimana para peseta dapat melihatnya
dengan jelas, bisa di tempelkan di dinding, di papa, di tampilkan pada
proyektor, dll.
3. Faslitator menyampaikan informasi mengenai akibat dari seorang anak
yang terlalu lama dan sering bermain game.
4. Pada akhir sesi kegiatan peserta di berikan waktu untuk bertanya
mengenai materi yang telah disajikan dan berdiskusi bagaimana solusi
agar hal-hal yang telah dijelaskan tersebut tidak terjadi kepada
anaknya.
30
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/33631/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=66FB903B65237A7521C8F04628039FCB?sequence=3
Abdullah, A. (2013). [online] Tersedia
http://digilib.uinsby.ac.id/10882/5/Bab2.pdf (diakses 24 Mei 2017 Pukul
20.52)
32