Kelas A7-19
Disusun oleh:
Kelompok 6
1. Irfan Nur Rahman (19144600246)
2. Nistu Waka Septia Ningrum (19144600261)
3. Ulfa Ayu Rakhmawati (19144600271)
Pertama dan yang utama, kami panjatkan puji syukur atas Rahmat dan
Ridho Allah SWT, karena tanpa Rahmat dan Ridho-Nya, kami tidak akan dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat pada waktu yang ditentukan.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Faiz Noormiyanto, M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah Anak Berkebutuhan Khusus yang membimbing
kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan
data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan
tentang Hakikat dan peran guru.
Penyusun
I
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Autis pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner.
Gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengaan orang lain,
gangguan berbahasa yang ditujnjukkan dengan penguasaan yang tertunda, ecocalia,
mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitive dan stereotipik,
rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di
dalam lingkungannya (Triantoro Safaria, 2005: 1).
Menurut Wall (2004) dalam (Joko Yuwono, 2009: 25) dituliskan: Autism
is a lifelong developmental disability that prevents indiviudal fromproperly
understanding what they see, hear and otherwise sense. This result in severe problem of
social relationships, communication and behavior.
2
1. Kemampuan komunikasi
Anak autis mengalami beberapa gangguan antara lain pada cerebellum yang
berfungsi dalam sensorik, mengingat, perhatian, dan kemampuan bahasanya. Sekitar
50% anak autis mengalami keterlambatan dalam berbahasa dan berbicara (Yosfan
Azwandi, 2005: 28). Banyak orang yang tidak memahami ucapan anak autis apabila
diajak berbicara. Anak autis sering mengoceh tanpa arti yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain, berbicara tidak
digunakan untuk berkomunikasi, serta senang meniru atau membeo (Agus Sunarya,
2004: 45). Anak biasanya berkomunikasi dengan menunjukkan suatu objek agar
orang lain mengambil objek yang dimaksud.
2. Gangguan perilaku
Anak autis mengalami gangguan pada sistem limbik yang merupakan pusat
emosi sehingga menyebabkan kesulitan mengendalikan emosi, mudah mengamuk,
marah, agresif, menangis tanpa sebab, takut pada hal-hal tertentu. Anak menyukai
rutinitas yang dilakukan tanpa berpikir dan dapat berpengaruh buruk jika dilarang
dan membangkitkan kemarahannya (Noor dalam Yosfan Azwandi, 2005: 17). Anak
autis menunjukkan pola perilaku, minat, dan kegiatan yang terbatas, pengulangan
dan steriotipik. Perilaku ini cenderung membentuk sikap kaku dan rutin dalam setiap
aktvitas, sering membeo, sering menarik tangan orang dewasa bila menginginkan
sesuatu, acuh tak acuh ketika diajak berbicara, mencederai diri sendiri, tidak tertarik
pada mainan (Yuniar dalam Pamuji 2007 : 12).
Perilaku negatif yang muncul pada anak sebenarnya tidak terjadi karena
tanpa sebab. Gangguan pada komunikasi menjadi salah satu penyebab munculnya
perilaku tersebut. Kemampuan interaks sosial Anak mengalami hambatan perhatian
terhadap lingkungan yan g disebabkan karena adanya gangguan pada lobus
parientalis. Selain itu, ketika dalam berinteraksi sosial, anak autis sedikit atau
bahkan tidak ada kontak mata terhadap lawan interaksinya (Noor dalam Yosfan
3
Azwandi 2005 : 17). Anak autis lebih suka menyendiri, tidak ada atau sedikit kontak
mata bahkan menghindar untuk bertatapan, tidak tertarik untuk bermain bersama
teman.
4
1. Autistic Disorder Sering juga disebut dengan mindblindness dimana anak yang
mengidap jenis penyakit autis ini tidak memiliki kemampuan memahami
permasalahan dari sudut pandang orang lain. Hidup di dunianya sendiri dan tidak
memahami peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sebagian dikarenakan
ketidakmampuan untuk menafsirkan emosi. Anak-anak dengan ciri sikap seperti ini
bukan berarti tidak memiliki keunggulan, malahan banyak yang punya kemampuan
berhitung, seni, musik dan memori yang lebih tinggi dibanding anak-anak
kebanyakan.
2. Asperger Syndrome
Tidak seperti autistic disorder, asperger syndrome lebih bisa berinteraksi
dengan orang lain dan tidak memiliki masalah dalam keterlambatan berbahasa.
Bahkan beberapa anak justru memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik tapi
hanya pada bidang yang memang disenanginya. Sekilas orang melihat kalau
asperger syndrome ini tidak memiliki empati.Mereka memiliki empati, memahami
sebuah peristiwa tapi tidak bisa memberikan respons yang umum dilakukan orang-
orang. Kalau secara penampakan fisik, anak-anak yang mengidap jenis penyakit
autis tipe ini masih bisa berkomunikasi secara normal tapi tidak menampakkan
ekspresi, kecenderungan mendiskusikan diri sendiri ataupun hal-hal yang
dianggapnya menarik.
3. Childhood Disintegrative Disorder
Sebuah kondisi dimana anak mengalami keterlambatan dalam
perkembangan motorik, bahasa dan fungsi sosialnya. Biasanya anak yang mengidap
jenis penyakit autis ini mengalami perkembangan normal sampai di usia dua tahun.
Setelah dua tahun, anak akan kehilangan keterampilan yang diperolehnya secara
perlahan menginjak usia tiga atau empat bahkan 10 tahun.
Penyebab gangguan ini karena terjadi ketidaksinkronan kerja sistem saraf di
dalam otak. Banyak para ahli yang menganggap childhood disintegratice disorder
adalah sebagai bentuk perkembangan dari autis itu sendiri. Tidak seperti dua jenis
autis sebelumnya, justru anak sempat memiliki kemampuan-kemampuan verbal,
motorik dan interaksi sosial tetapi seiring pertambahan usia malah mengalami
kemerosotan.
4. Pervasive Developmental Disorder (Not Otherwise Specified)
5
Biasanya syndrome ini menjadi hasil diagnosa terakhir ketika ada tambahan
dari gejala-gejala yang dialami anak salah satunya adalah interaksi dengan teman-
teman imajinatif anak. Gejalanya lebih kompleks ketimbang tiga jenis autis yang
diuraikan sebelumnya. Contohnya tidak bisa menanggapi perilaku orang baik secara
lisan maupun non-lisan, tahan terhadap perubahan dan sangat kaku dalam rutinitas,
sulit mengingat sesuatu dan lain sebagainya.
Untuk anak yang Autis, tidak dibiarkan begitu saja, ada macam-macam terapi penunjang
bagi anak Autis, di antaranya:
1. Terapi Okupasi
6
aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara
intensif, teratur dan konsisten pada usia dini
3. Teori Bermain
Menurut Hurlock (2004), bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan
untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bagi
anak, bermain dapat mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial.
4. Terapi Sensori Integrasi
Terapi sensori integrasi merupakan teori yang dikembangkan DR.Ayres dan
rekan-rekannya (1995) melalui berbagai penelitian terhadap sejumlah anak di
Amerika dan Kanada. Teori ini menjelaskan proses biologis pada otak untuk
mengolah serta menggunakan berbagai informasi dengan baik dan sesuai situasi.
Input sensori bermacam-macam, bisa dirasa dengan rabaan, didengar, dilihat dan
dicium. Jika sensoriknya tidak bekerja dengan baik maka anak kurang atau tidak
mampu menerima input sensoris dengan baik, sehingga akan timbul gangguan ASD.
5. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal ini yang paling menonjol, dan banyak pula individu autistic
yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang
kemampuan bicaranya cukup berkembang, namun anak autis tidak mampu untuk
memakai kemampuan bicaranya tersebut untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan
orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
6. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan
sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi
perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
7. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar
komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS (Picture
Exchange Communication System). Beberapa video games dan kartu bergambar bisa
juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
8. Terapi Snoezlen
7
Terapi snoezlen merupakan aktvitas yang dirancang untuk mempengaruhi
sistem saraf pusat (SSP) melalui pemberian rangsangan yang cukup pada sistem
sensori primer anak, seperti penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah, pembau
dan juga sistem sensoris internal. Fungsi terapi snoezlen bagi anak autis:
a) Sarana relaksasi; terapi snoezlen sebagai sarana relaksasi penderita gangguan
mental.
b) Sarana leisure enviroment; snoezlen sebagai media bermain anak.
c) Sarana terapi; anak diarahkan pada satu aktivitas.
d) Sarana pemberian pengalaman sensori; anak diberikan pengalaman berbagai
jenis sensoris Secara umum,
e) tujuan yang dapat dicapai dalam mlakukan terapi snoezlen, sebagai berikut:
f) Anak dapat menikmati permainan, aktivitas atau dirinya sendiri.
g) Anak dapat rileks mental maupun fisiknya.
h) Anak meningkatkan kesadarannya.
i) Anak mampu berinisatif melaksanakan aktivitas.
j) Anak mampu melakukan aktivitas.
9. Terapi Musik
Para ahli percaya bahwa musik dapat dijadikan wahana untuk pendidikan,
baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. Menurut Ewalt (1957)
berdasarkan risetnya, terapi musik efektif dalam kegiatan komunikasi dengan anak
yang sangat diam, penyendiri, atau terbelakang yang merupakan karakteristik anak
autis. Ruang lingkup terapi musik ;
a) Menggerakkan tubuh sesuai musik, bunyi, atau suara.
b) Mendengarkan musik, bunyi atau suara.
c) Menggunakan alat-alat instrumen.
d) Membunyikan alat bersama-sama.
e) Menyanyi.
f) Bergerak atau bermain sesuai musik atau nyanyian
10. Terapi Senam Otak
Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana dan menyenangkan yang
digunakan untuk memadukan semua bagian otak yang berfungsi meningkatkan
kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa kebersamaan (Dennison, 2006).
Rangkaian kegiatan ini sesuai untuk semua orang. Berguna dalam mempersiapkan
seseorang menyesuaikan dengan kehidupan sehari-hari. Dapat menambah atau
8
meningkatkan ketrampilan khusus dalam hal berpikir dan koordinasi, memudahkan
kegiatan belajar.
9
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti
pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non
verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya
dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan
mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan
masyarakat.
6. Panti Rehabilitasi Autis.
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat
parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti
rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
a) Pengenalan diri
b) Sensori motor dan persepsi
c) Motorik kasar dan halus
d) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
e) Bina diri, kemampuan sosial
f) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.
Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan
adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selain itu ada gejala lain yang menandakan bahwa anak tersebut mengalami
Autis yaitu kemampuan dalam komunikasi yang berbeda dari normal, gangguan
perilaku serta gangguan interaksi sosial. Ada beberapa klasifikasi anak autis antara lain
Autistic Disorder, Asperger Syndrome, Childhood Disintegrative Disorder dan
Pervasive Developmental Disorder, dari keempat klasifikasi tersebut masing-masing ada
penyebab dan cara menanganinya.
Anak Autis biasanya diberi terapi terapi sebagai penunjang antara lain
terapi okupasi, terapi perilaku, terapi bermain, terapi sensori integrasi, terapi wicara,
terapi perkembangan, terapi visual, terapi snoezlen, terapi musik serta terapi senam otak.
Jangan khawatir meskipun anak Autis berbeda dari anak normal biasanya, tetap
diberikan layanan pendidikan juga, walaupun bentuk layanan pendidikannya sedikit
berbeda. Ada 6 bentuk layanan pendidikan untuk anak Autis,dari keenam pendidikan
tersebut yang sudah eksis di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan
panti rehabilitasi.
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
https://journal.unesa.ac.id/index.php/jptt/article/view/1846.
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpa/article/view/2900.
https://www.alodokter.com/mengenali-ciri -ciri-anak-autis-sejak-dini
12