Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

DETEKSIDINI ABK & AUTISME

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah
Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Oleh :
RAHMAWATI ASIYAH
NANDI RAUDATULNASITOH
IRFAN IKHSANUDIN
DELLA
FAUZI

Dosen Pengampu :
ANGGITA WAHYU HAPSARI, S.Psi, M.Psi

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


INSTITUT DARUL ‘ULUM SAROLANGUN
2024 M / 1445H
KATA PENGANTAR

Dengan segala rasa syukur, kami memulai dengan ungkapan puji kepada
Allah Swt., yang telah memberikan berbagai nikmat, kesehatan, dan petunjuk-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah " Psikologi anak
berkebutuhan khusus (ABK)
Shalawat dan salam kami persembahkan kepada Nabi besar, Muhammad
saw., yang telah memberikan petunjuk dalam Al-Qur'an dan sunnahnya, sebagai
pedoman hidup bagi keselamatan umat di dunia.
Kami sadar bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk meningkatkan kualitas makalah ini.

Sarolangun, 10 Februari 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Autisme ................................................................ 2
B. PenyebabTerjadi Autisme ...................................................... 4
C. Ciri-Ciri Autisme ................................................................... 6
D. Klasifikasi Anak Autistic ....................................................... 9
E. Diagnose Autism ................................................................... 10
F. Pengobatan Anak Autistic (Autisme) .................................... 11
G. Teknik & Pendekatan Bimbingan Konseling Untuk Anak
Autisme .................................................................................. 14
H. Peranan Orang Tua, Guru, & Masyarakat Dalam Pendidikan
Anak Autisme ........................................................................ 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah autism dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada
banyak definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme
merupakan cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh
dirisendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri,
dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.
Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidak normalan
perkembangan yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan
gangguannya tidak hanya mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan
berfungsi di dunia luartetapi juga kemampuannya untuk mengadakan
hubungan dengan anggota keluarganya.”
Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai
gangguan yaitu: kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi.
Sifat khas pada anak autistik adalah: (1) Perkembangan hubungan sosial yang
terganggu, (2) gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-
verbal, (3) pola perilaku yang khas dan terbatas, (4) manifestasi gangguannya
timbul pada tiga tahun yang pertama.
Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1).
Faktor psikososial, karena orang tua “dingin” dalam mengasuh anak sehingga
anak menjadi “dingin” pula; dan (2). Teori gangguan neuro-biologist yang
menyebutkan gangguan neuro anatomi atau gangguan biokimiawi otak. Pada
10-15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran telah canggih dan
penelitian mulai membuahkan hasil. Penelitian pada kembar identic
menunjukkan adanya kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis
karena cenderung terjadi pada kedua anak kembar.
Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti,
beberapa faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autismea dalah:
faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan
pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu,

1
kasusautisme juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah
pre-natal, seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester
pertama-kedua, anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35
tahun, serta banyak pula dialami oleh anak-anak dengan riwayat persalinan
yang tidaks pontan.
Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali
lebih banyak pada anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi,
tingkat pendidikan orang tua, ras, etnik maupun agama, dengan ciri fungsi
abnormal dalam tiga bidang: interaksisosial, komunikasi, dan perilaku yang
terbatas dan berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun
keinginannya yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi
terganggu. Gangguan perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan
tidak belajar dengan cara yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar
jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila dibandingkan denga nanak lain.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka penulis
merumuskan masalah, sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Autisme?
2. Apa Penyebab Terjadi Autisme?
3. Apa Ciri-Ciri Autisme?
4. Apa Klasifikasi Anak Autistic?
5. Apa Diagnose Autism?
6. Apa Pengobatan Anak Autistic (Autisme)?
7. Apa Teknik & Pendekatan Bimbingan Konseling Untuk Anak Autisme?
8. Apa Peranan Orang Tua, Guru, & Masyarakat Dalam Pendidikan Anak
Autisme?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AUTISME
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu ‘aut’yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung
menyatakan ‘orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat
didefinisikan sebagai kondisiseseorang yang luar biasa asik dengan dirinya
sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998). Pengertian ini menunjuk
pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindakdengan minat pada orang lain,
tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka.Ini, tidak membantu
orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka. Sudah sejak tahun
1938, sebenarnya dr. Leo Keanner (seorang dokter spesialispenyakit
jiwa)melaporkan bahwa dia telah mendiagnosa dan mengobati pasien dengan
sindroma autisme yang dia sebut infantile autisme.untuk menghormatinya
autisme juga disebut dengan sindroma keanner. Dengan gejala tidak mampu
bersosialisasi, megalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku
berulang-ulang, serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitar.
Sedangkan menurut Dawson Autisme adalah gangguan perkembangan
yang parah yang meliputi ketidakmampuan dalam membangun hubungan
sosial, ketidaknormalan dalam berkomunikasi, dan pola perilaku yang
terbatas, berulang-ulang, dan stereotip. (Dawson,1989). Ketidakmampuan
sosial meliputi suatu kegagalan untuk menggunakan kontak mata langsung
untuk membangun interaksi sosial, jarang mencari orang lain untuk
memperoleh kenyamanan atau afeksi, jarang memprakarsai permainan dengan
orang lain dan tidak memiliki relasi dengan teman sebaya untuk berbagi minat
dan emosi secara timbal balik. Selain kekurangan sosial ini, anak-anak autistik
juga memperlihatkan keabnormalan komunikasi yang terfokus pada masalah
penggunaan bahasa dalam rangka membangun komunikasi sosial, tidak
adanya keselarasan dan kurangnya timbal balik, serta penggunaan bahasa yang
stereotip dan berulang-ulang. Misalnya jika kita bertanya (pada anak autistik)
“Apa kabar Budi?” Budi akan menjawab “Apa kabar Budi” anak-anak autistik

3
juga juga bingung dengan kata ganti misalnya ialah ketika mereka memakai
kata anda untuk aku.
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun
saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan
sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari
manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang
obsesif.
Autisme merupakan gangguan perkembangan organik yang
mempengaruhi anak-anak dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya.
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berentetan atau
pervasive (Matson dalam APA, 1987).
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks
menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Dan anak
autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang
komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku dan
emosi. (Depdiknas, 2002).
Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma
(kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial,
kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Sehingga
anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri. Dengan kata lain pada
anak autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan
pervasive). Autisme merupakan suatu keadaaan dimana seorang anak berbuat
semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai
terjadi sejak usia masih kecil biasanya sekitar usia 2-3 tahun.Autisme bisa
mengenai siapa saja, baik yang sosio ekonomi mapan maupun kurang, anak
maupun dewasa, dan semua etnis.

B. PENYEBAB TERJADI AUTISME


Faktor penyebab atuisme mesih terus dicari dan masih dalam
penelitian parah ahli. Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor
genetika (keturunan memegang peranan penting dalam proses terjadinya
autisme.

4
1. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh
faktor genetik.Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme
adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%).
Disebut fragile- X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai
oleh adanya kerapuhan (fragile) X 4.Sindrome fragile X merupakan
penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui
kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti
penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa
digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat
menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH
Faradz, Ph.D, 2003)
2. Ganguan pada Sistem Syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki
kelainan pada hampir semuastruktur otak. Tetapi kelainan yang paling
konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Otak kecil
berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai
sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak
atau terganggu maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem
saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan
perilaku.
3. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi
terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu,
tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan
pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun
2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak
yang memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM IV. Rentang
umur antara 1 – 10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan
23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa

5
anak anak ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks, dan
setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang
anak yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten
dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2
orang anak (1,66 %) alergi terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly
Budiman, SpKJ, 2003). Penelitian lain menghubungkan autism dengan
ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi
tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan
motivasi.
4. Kemungkinan Lain
Autisme juga diduga dapat disebabkan oleh virus, seperti rubella,
toxo, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan dan keracunan
makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertuimbuhan sel
otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu
terutama fungsi pemahaman komunikasi dan interaksi (Depdiknas, 2002).
Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang
tuanya sehingga tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan
anak, atau anak tidak pernah diajak berbicara sejak kecil, itu juga dapat
menyebabkan anak menderita autisme.

C. CIRI-CIRI AUTISME
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun
tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya
keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda
ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut
mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap
rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan,
penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-
kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-
ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada
diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar
kemungkinan,perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin

6
menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat
yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu
melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar
terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising,
cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa
tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Autisme ditandai oleh ciri-ciri utama antara lain:
1. Tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya
2. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
3. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal
4. Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang.
Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah
adanya 6 gangguan dalam bidang :
1. Interaksi sosial
2. Komunikasi (bicara dan bahasa)
3. Perilaku – emosi
4. Pola bermain
5. Gangguan sensorik – motorik
6. Perkembangan terlambat atau tidak normal
Menurut Depdiknas (2002) mendeskripsikan anak dengan autisme
berdasarkan jenis masalahgangguan yang dialami anak dengan autisme.
Karakteristik dari masing-masing masalah/gangguan itu di deskripsikan
sebagai berikut:
1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi dengan karakteristiknya sebagai
berikut :
a. Perkembangan bahasa anak autistic lambat atau sama sekali tidak ada.
Anak tampak seperti tuli, dan sulit bicara.
b. Kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak
dapat dimengerti orang lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi senang meniru atau
membeo (echolalia)

7
e. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial dengan karakteristik berupa:
a. anak autistic lebih suka menyendiri
b. anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau meghindari
tatapan muka atau mata orang lain.
c. Tidak tertarik bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua.
d. Bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan menjauh.
3. Masalah/gangguan di bidang sensoris degan karakteristiknya berupa:
a. Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b. Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Anak autistic senang mencium-cium atau menjilat-jilat mainan atau
benda-benda yang ada disekitarnya.
d. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain karakteristiknya berupa:
a. Anak autistic tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
b. Anak autistik tidak suka bermain dengan teman sebayanya
c. Anak autistik tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan, misalnya
sepeda dibalik lalu rodanya diputar.
5. Masalah/gangguan di bidang perilaku karakteristiknya berupa:
a. Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif
(hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b. Anak autistik memperlihatkan stimulasi diri atau merangsang diri
sendiri seperti bergoyang-goyang mengepakan tangan seperti burung.
c. Anak autistik tidak suka kepada perubahan
d. Anak autistik duduk bengong dengan tatapan kosong.
6. Masalah/gangguan di bidang emosi karakteristiknya berupa:
a. Anak autistic sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-
tawa dan menangis tanpa alasan
b. Anak autistik kadang agresif dan merusak
c. Anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri

8
d. Anak autistik tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang
lain yang ada di sekitarnya.

D. KLASIFIKASI ANAK AUTISTIK (AUTISME)


Dalam berinteraksi sosial anak autistikdikelompokan atas 3 kelompok
yaitu:
1. Kelompok Menyendiri
 Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya
 Bertedensi kurang menggunakan kata-kata, dan kadang-kadang sulit
berubah meskipun usianya bertambah lanjut. Dan meskipun ada ada
perubahan, mungkin hanya bisa mengucapkan beberapa patah kata
yang sederhana saja.
 Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri, dan kalu berbuat
sesuatu, akan melakukannya berulang-ulang.
 Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-bunyi
aneh, gerakan tangan, tabiat yang mudah marah, melukai diri sendiri,
menyerang teman sendiri, merusak dan menghancurkan mainannya.
2. Kelompok Anak Autisme Yang Pasif
 Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu bermain
dengan kelompok teman bergaul dan sebaya, tetapi jarang sekali
mencari teman sendiri.
 Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih
agak terlambat bisa berbicara dibandingkan dengan anak sebaya.
 Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang-
kadang pula dibumbui kata yang kurang dimengerti.
 Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan dengan
anak autisme yang menyendiri dan yang aktif tetapi menurut
kemauannya sendiri.
3. Kelompok Anak Autisme Yang Aktif Tetapi Menurut Kemauannya Sendiri
 Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak
autisme yang menyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan memiliki
perbendaharaan kata yang paling banyak

9
 Meskipun dapat merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja terselip
kata-kata yang aneh dan kurang dimengerti.
 Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.
 Dalam berdialog, seringmengajukan pertanyaan dengan topik yang
menarik, dan bila jawaban tidak memuaskan atau pertanyaannya
dipotong, akan bereaksi sangat marah.

E. DIAGNOSA AUTISME
1. Perkembangan anak menurun dan tidak normal, yang mulai terlihat sejak
anak usia 3 tahun, disertai salah satu gejala berikut:
a. Menggunakan bahasa yang tidak wajar dalam berkomunikasi sehari-
hari.
b. Tidak mampu menciptakan hubungan persahabatan yang akrab dan
hangat
c. Tidak mampu berakting (peran), misalnya kadang-kadang berperan
sebagai bapak atau guru dll.
2. Paling tidak ditemukan sebanyak enam (6) gejala dari No. 1, 2, dan 3:
Sekurang-kurangnya dua (2) gejala dari No. 1, serta paling tidak satu (1)
gejala dari No.2 dan No. 3. berikut:
a. Secara kualitas interaksi sosial sangat kurang, yang terlihat paling
tidak 2 gejala pada keadaan berikut:
 Tidak mau berpandangan secara kontak mata, raut wajah gerakan
tubuh dan tangan dalam mengekspresikan keakraban pergaulan
sehari-hari.
 Gagal mengembangkan pemkiran yang wajar dalam menghadapi
sejumlah kesempatan, menghadapi teman sebaya,berbagi perhatian
, bebagi kegiatan dan emosi.
 Tidak mampu berbagi rasa terhadap perasaan orang sekitar, dalam
hal hubungan antarteman sepergaulan dan perilaku berkomunikasi.
 Kurang mampu mencari kegembiraaan bersama-sama dengan
teman sepergaulan dan kurang bisa memperlihatkan atau menunjuk
seseorang yang menjadi perhatiannya.

10
b. Kurangnya kualitas dalam berkomunikasi, seperti terlihat paling tidak
1 gejala berikut:
 Terlambat atau tidak mampu sama sekali berbahasa sehingga
kadang-kadang didimbangi dengan bahasa isyarat melalui gerakan
tangan, mimik, dan gerakan tubuh. Keadaan ini sering dimulai
dengan bersungut-sungut.
 Kurang mampu bercakap-cakap dengan teman sepergaulan
meskipun mungkin masih ada kemampuan berbahasa.
 Mengulang-ulang kata atau kalimat-kalimat.
 Tidak bisa spontan mempercayai teman bermain
c. Perilaku dan perhatian yang berulang-ulang, seperti terlihat paling
tidak 1 gejala berikut:
 Buah pikiran yang berulang-ulang dan perhatian terbatas baik
itensitas maupun isinya.
 Kegiatan rutin dan gerakan ritual seperti dipaksakan
 Gerakan otot berulang-ulang, seperti melambai-lambaikan tangan
atau memutar-mutar tangan, atau menggerak-gerakakan tubuh.
 Perhatian terpaku pada atu bahan/benda permainan, (seperti
mencium-cium bau, meraba-raba halusnya permukaan mainan.

F. PENGOBATAN ANAK AUTISTIK (AUTISME)


Menurut ahli, sebagian besar anak autisme bila diagnosanya cepat di
tegakkan dan di tanggulangi dengan baik oleh penyakit jiwa, bisa tumbuh
samapai dewasa dan masih bisa berbuat dan berguna untuk sesama meskipun
mungkin cara hidup kesehariannya masih autistik (menurut keinginan dan
caranya sendiri).
Jangan dikira tidak ada cara pengobatannya. Banyak yang bisa
dilakukan terhadap penderita autisme, antara lain :
1. Terutama melalui program pendidikan dan latihan di ikuti pelayanan dan
perlakuan lingkungan yang wajar.
2. Untuk mngurangi perilaku anak yang tidak wajar, pengasuh dan orang tua
harus di ajari cara menghadapi anak autisme.

11
3. Pengobatan yang dilakukan adalah untuk membatasi memberatnya gejala
dan keluhan, sejalan dengan pertambahan usia anak.
4. Diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan tanggung jawab
terhadap orang sekitarnya.
5. Untuk mencapai keadaan tersebut, bimbingan dan pendidikan harus
dilakukan secara perorangan, dan tidak mungkin efektif bila di lakukan
secara kelas.
6. Orang tua, saudara atau pelatih sukarela, harus ikut menyediakan waktu
dan perhatian beesama-sama tenaga penolong sehingga anak tidak
mempunyai peluang untuk kembali pada kebiasaannya yang kurang baik,
yang sudah terbiasa dia lakukan sebelumnya.
7. Perlunya menegakkan diagnosa autisme secara dini.
Berikut ini adalah contoh dalam menangani penderita autisme.
“Seorang ibu datang membawa anaknya yang baru berumur 9 minggu,
mengeluhkan anaknya seperti tidak ada kontak pandang dengan orang tua
disertai beberapa keterlambatan perkembangan, seperti sangat peka trhadap
beberapa jenis makanan. Dikarenakan diagnosanya segera di tegakkan,
lingkungan dapat memahami, dan diberikan bantuan seperlunya sehingga
pada umur 15 tahun dapat dipahami sepenuhnya masalah pada anak yang
menderita autisme ini. Ternyata pendengaran anak ini sangat kurang peka
demikian juga penglihatannya. Berkat temuan ini pengelolaan terhadap
penderita tentu saja berbeda satu sama lain, misalnya keterbatasan penglihatan
anak ini bisa di atasi dengan bahasa isyarat. Masalah lain pada anak ini adalah
ingin terus menerus dalam gendongan, dan duduk di pangkuan, sulit
melupakan bau sesuatu, termasuk bau pakaiannya sendiri. Sebagi tambahan,
pengelolaan terhadap anak ini di usahakan agar suasana rumah dan
lingkungan tidak terlalu bising, radio tidak boleh distel keras-keras, dan
makanan pun yang diberikan harus lunak tanpa dibubuhi penyedap rasa.
Jadi, penanganan masalah dari anak autisme ini, anatara lain adalah :
1. Mengurangi kepekaan terhadap bunyi, rasa perabaan kulit, cahaya, rasa
makanan, dan lain-lain serta mengusahakan perubahan perilaku yang
menyimpang.

12
2. Bila kebiasaan perilaku dan tutur bahasanya yang kacau bertambah
memburuk, saatnya anak ini memerlukan pembimbing khusus.
3. latihan bicara berbahasa, dan bahasa isyarat, diperlukan untuk
memberikan pelatihan dan bimbingan bagi anak yang mengalami ganguan
berbahasa yang berat (sampai anak seperti orang bisu, tak mau bicara).
4. Psycoterapy lebih diperlukan pada autisme anak yang lebih besar dari
pada untuk anak autisme yang masih balita.
Perencanaan pengobatan yang paripurna terhadap anak autisme,
termasuk :
 Program pendidikan
 Petunjuk bagi pengasuh dan keluarga dalam menghadapi anak autisme
 Perhatian pada pengaruh langkah pengibatan yang di ambil
Obat-obat psikotropik kadang-kadang bermanfaat pada beberapa
penderita autisme. Fasilitas pengobatan untuk anak prasekolah biasnya
dipersiapkan untuk anak autisme yang masih kecil dan berat. Sekolah
pemerintah, sebaiknya tanggap untuk menyediakan fasilitas untuk menangani
anak autisme.
Program pelatihan anak autisme antara lain :
a) Program playgroup untuk anak autisme usia prasekolah.
b) Program wisata dan rekreasi.
c) Konsultasi disertai pelatihan bagi orang tua dan kelurga anak autisme.
d) Tempat tinggal/ruang perawatan anak autisme bila keluarganya tidak
mampu menanggulangi di dalam keluarga.
e) Latihan kerja dan beberapa program persiapan bergaul dan bekerja
dimasyarakat bagi anak autisme yang sudah agak besar dan remaja.
f) Fasilitas perawatan gigi, dan pelayanan kesehatan khusus untuk penderita
autisme.
g) Persiapan fasilitas lain di dalam masyarakat sehingga penderita autisme
tidak terlalu tergantung pada orang sekitarnya.
Berikut ini langkah-langkah yang diperlukan dalam pengelolaan
penderita autisme.

13
1. Tentukan terlebih dahulu masalah penyimpangan perilaku dan perilaku
yang mana kira-kira kita perlu ditingkatkan.
2. Tentukan berapa sering timbulnya penyimpangan perilaku tersebut.
3. Tentukan apa faktor pencetus timbulnya penyimpangan perilaku tersebut.
4. Tentukan perubahan mana yang perlu untuk meningkatkan atau
mengurangi penyimpangan perilaku.
5. Rencanakan program tersebut.
6. Yakinkan dan usahakan agar semua pihak yang terlibat ikut peduli dengan
program tersebut.
7. Periksa dan usahakan agar semua program yang direncanakan bisa
berjalansecara konsisten.
8. Adakan penilaian program secara teratur dan jangan terlalu mengharapkan
hasilnya dalam waktu singkat.
9. Adakan modifikasi atau hentikan program setelah hasil yang anda harapkan
tercapai. Ingat, beberapa jenis kelainan perilaku tidak mudah untuk di
ubah. Salah seorang ahli menganjurkan, paling tidak, 3 bulan setelah
program dilaksanakan baru dilakukan penilaian apakah berhasil atau
gagal. Bila terlalu buru-buru mengubah langkah pengelolaan, bisa
menimbulkan malapetaka bagi si penderita.
10. Memberikan permainan yang rutin dan tetap merupakan jenis pengobatan
bagi anak autisme, yang bisa mengurangi kecemasan dan meningkatkan
rasa aman dalam dunianya.
11. Bergaul akrab dengan penderita, menuntun dalam berjalan, misalnya
berekreasi, juga di anjurkan oleh para profesional.
12. Pengobatan secara psikologi dan secara bermain, termasuk yang
dianjurkan juga.
13. Begitu juga latihan memilih dan latihan berkomunikasi.

G. TEKNIK & PENDEKATAN BIMBINGAN KONSELING UNTUK


ANAK AUTISME
Dalam usaha untuk memahami masalah yang dialami oleh anak
autistik dan membantu meringankan dan mengatasi masalah anak autistik,

14
maka perlu diterapkan teknik dan pendekatan bimbingan dan konseling yang
sesuai. Teknik-teknik bimbingan menurut Mortensen dan Schmuller
(1984)ialah mencakup teknik observasi, pengetesan, studi kasus, wawancara,
catatan kumulatif, otobiografi, pertemuan dengan orang tua, sosiometri,
widiawisata, diskusi dan bermain peran, dan rekreasi.
Pendekatan bimbingan konseling untuk anak autistik pada prinsipnya
sama dengan pendekatan bimbingan konseling untuk anak normal pada
umumnya. Hanya pendekatan bimbingan konseling tersebut disesuaikan
dengan karakteristik dan kemampuan anak autistik, baik secara individual
maupun kelompok. Beberapa diantaranya adalah pendekatan behavior
(perilaku) dan pendekatan realitas.

H. PERANAN ORANG TUA, GURU, DAN MASYARAKAT DALAM


PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK (AUTISME).
1. Peranan Orang Tua
Menurut Puspita (2001) bahwa peranan orang tua anak autistik
dalam membantu anak untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan
optimal sangat menentukkan. Tindakan awal yang perlu dilakukan oleh
para orang tua anak autistik ialah orang tua perlu teliti dalam mengamati
berbagai gejala yang nampak pada diri anak yang autistik. Ketelitian orang
dalam mengamati berbagai gejala tersebut akan menjadi bahan acuan bagi
orang tua dalam mengambil keputusan yang tepat dalam memberikan
penanganan secara dini kepada anak autistik. Namun, pada umumnya para
orang tua berlindung dibalik harapan kosong dengan beranggapan bahwa
“anak saya tergolong autisme ringan”, padahal autisme ringan, sedang,
berat akan cenderung menjadikkan anak tidak dapat “mandiri” bilamana
tidak di tangani secara dini.
Tindakan lain yang perlu diperhatikan oleh para orang tua anak
autistik adalah memberikan penanganan kepada anaknya berdasarkan
masalah dan gejala perilaku yang nampak pada diri anak autistik. Masalah
dan gejala perilaku yang ditunjukan oleh sesama anak yang autistik adalah

15
tidak sama. Karena itu, penanganan yang diberikan kepada setiap anak
juga tidak sama.
Penanganan yang diberikan orang tua kepada anaknya yang
autistik sebaiknya bersifat terpadu dan menyeluruh yang mencangkup
aspek fisik dan psikis atau jasmani dan rohani. Pemberian pendidikan dan
latihan secara intensif tanpa di barengi dengan upaya memperbaiki
keseimbangan metabolisme atau perbaikan kondisi fisik pada diri anak
yang autistik, maka akan memberikan hasil yang kurang optimal.
Sebaliknya, jika para orang tua hanya menggantungkan harapan pada
obat-obatan atau kontrol makanan tanpa ada usaha pemberian pendidikan
dan latihan yang intensif, kontinyu, dan konsisten kepada anak yang
autistik, tentu saja hasilnya juga kurang optimal.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu dilakukan oleh
para orang tua dalam menetapkan tatalaksana yang tepat bagi srtiap anak,
yaitu orang tua harus mengenali kelebihan dan kekurangan anak, lengkap
dengan ciri autisnya untuk mengetahui kebutuhan anak, mengenali
kemungkinan penanganan yang dapat diberikan kepada anak, menetapkan
beberapa jenis penanganan sesuai kebutuhan, melakukan pemantauan
secara terus menerus terhadap perkembangan anak, dan secara berkala
kembali kepada langkah pertama, yaitu mengetahui kelebihan dan
kekurangan pada diri anak yang autistik sesuai dengan proses
perkembangan yang terjadi pada diri anak autistik. (puspita, 2001).
Para orang tua tidak boleh lupa bahwa meskipun anaknya autistik,
namun anaknya yang autistik tersebut terus mengalami perubahan atau
perkembangan. Karena itu, para orangtua anak autistik harus juga selalu
berkembang dengan cara para orang tua harus selalu berusaha dan belajar
terus menerus untuk mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan
semua aspek kehidupan anak yang autistik.
Greenspan (1998) mengemukakan bahwa peran orang tua anak
autistik perlu meluangkan waktu sedikitnya 6-8 kali selama 20-30 menit
secara terus menerus bersama anak dalam bentuk aneka kegiatan yang
dilakukan anak bersama di lantai. Tujuan utama pendekatan ini adalah

16
untuk menumbuhkan perhatian dan kedekatan anak kepada orang tua,
memancing komunikasi dua arah antara anak dengan orang tua,
mendorong ekspresi dan penggunaan perasaan dan pendapat, dan
menumbuhkan kemampuan berpikir logis pada diri anak.
Dalam memberikan penanganan kepada anak autis dirumah,
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orang tua anak autistik
ialah orang tua harus dapat mengenali keadaan anak apa adanya. Para
orang tua perlu ingat bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang
terjadi pada anak usia dibawah tiga tahun. Perwujudan gangguan
perkembangan ini mencangkup tiga aspek utama, yaitu gangguan
komunikasi, gangguan perilaku, dan gangguan interaksi (puspita, 2001).
Setelah para orang tua mengenali keadaan anaknya apa adanya dan
mengetahui ciri autisme yang dimiliki anak serta gejala autisme yang
muncul pada setiap anak yang bersifat sangat individual dan unik, maka
langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh para orang tua anak autistik
adalah melakukan pendampingan yang intensif. Pendampingan yang
dimaksud adalah memastikan adanya interaksi aktif antara anak dengan
orang tua atau pengasuhnya yang ada disekitar nya. Tujuan kegiatan
pendampingan yang intensif ini ialah untuk membina kontak batin secara
terus menerus dengan anak dan untuk meningkatkan pemahaman anak
yang umumnya cenderung terbatas.
Proses pendampingan dilaksanakan sejak anak autistik mulai
membuka mata sampai saatnya anak autistik tersebut tertidur kembali di
malam hari. Saat proses pendampingan terjadi anak ditemani untuk
memberikan informasi dan pengalaman dalam berbagai bentuk kepada
anak. Yang perlu diingat oleh para orang tua adalah jangan membiarkan
anak sendirian tanpa melakukan sesuatu. Para orang tua harus selalu
berusaha meningkatkan pemahaman anaknya dalam berbagai bidang,
misalnya dalm bidang kemampuan berpikir dan kemandirian mengurus
diri sendiri agar kemampuan anak autistik pada bidang tersebut mendekati
kemampuan yang dimiliki oleh anak lain yang seusia dengan mereka.

17
Peningkatan pemahaman anak dalam bidang kemampuan berpikir
dan kemandirian mengurus diri sendiri tersebut dapat dilakukan oleh para
orang tua dengan cara memberikan pengalaman sebanyak mungkin kepada
anak yang disertai dengan pengarahan. Orang tua harus mengikuti
anaknya kemana ia pergi, memeberi tahu terhadap apa yang dipegang dan
dilihat anaknya, dan menjelaskan beberapa kejadian yang dialami
anaknya, serta orang tua perlu memberi makna pada kehidupan anaknya
(puspita 2001).
Penanganan anak auitistik seharusnya tidak tertuju kepada
keinginan agar anak mampu berbicra, tetapi memahami apapun yang
dikatakan oleh orang lain. Perkenalkan kepada anak berbagai kegiatan
untuk mengembangkan minat anak auitstik dalam dunia disekitarnya.
Selain meningkatkan pemahaman anak autis, upaya selanjutnya adalah
sedapat mungkin mengurangi atau menghilangkan ciri negatif yang ada
pada anak. Misalnya anak autis yang cenderung membenturkan kepala
untuk mencari perhatian, peganglah kepala anak sambil diusap-usap.
Dengan cara seperti ini anak merasa diperhatikan.
Para orang tua perlu menanamkan pemahaman kepada anak bhawa
dalam kehidupan didunia ini ada aturan-aturan yang perlu ditaati. Aturan
itu ada disekolah, dirumah, dan dalam kehidupan masyarakat. Misalnya
mengajarkan anak untuk taat terhadap aturan waktu salat, maka orang tua
perlu memberikan contoh keteladanan berupa salat lima waktu sesuai
dengan waktu salat.
Dalam proses pewarisan keteladanan tersebut, anak autistik
sebagai sudah diikutkan dalam shalat berjamaah dengan orang tua dan
anggota keluarga lainnya pada setiap waktu shalat tiba. Pewarisan
keteladanan seperti ini, juga dapat di lakukan pada bidang-bidang
kehidupan yang lain, seperti pembiasaan cara berperilaku santun dan
sopan kepada orang tua dan ke[ada orang yang lebih tua, anggota keluarga
lainnya dalam satu rumah, kepada teman, dan orang lain disekitar rumah,
dan lingkungan dimasyarakat.

18
Para orang tua juga perlu mengenali pola perilaku yang
ditampilkan oleh anak autistik, karena pola perilaku trsebut sering
merupakan perwujudan dari kebutuhan fisik anak autistik akan sesuatu.
Misalnya anak autistik senang melompat di tempat tidur dan kegiatan ini
bisa dilakukan berjam-jam lamanya, maka tnidakan yang perlu dilakukan
oleh para orang tua adalah memberikan fasilitas yang dapt mencegah anak
mengalami kecelakaan. Biarkan anak melompat sesuka hatinya, selama
tidak membahayakan bagi dirinya dan merusak barang miliknya dan
barang-barang yang ada disekitar tempat tidur itu.
Jika para orang tua anak yang autistik itu berhasrat mengajarkan
konsep-konsep baru, misalnya konsep tentang warna, angka, bentuk, dan
sebagainya, maka pastikan bahwa pada saat tersebut hanya ada satu aspek
dari konsep baru tersebut yang ditargetkan dicapai oleh anak. Gunakan
alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemahaman
anak. Jika orang tua mengajarkan anak tentang benda-benda yang
berbentuk balok, maka ambil ambil balok yang berasal dari kayu (aslinya)
lalu terangkan kepada anak tentang balok tersebut. Sesudah itu, anak
autistik disuruh mengambil gambar balok tersebut dengan balok kayu asli
untuk mengetahui apakah anak sudah memehami tentang konsep bentuk
balok.
Dalam melayani kebutuhan anak autistik anak autistik oloeh pihak
orang tua, keluarga, guru, terapis, pembantu di rumah tangga, dan pihak
lain yang menaruh minat dan peduli terhadap anak autistik, di butuhkan
kesabaran, ketekunan, keikhlasan, dan sikap mau menerima keberadaan
anak autistik apa adanya. Selain itu, dibutuhkan kerja sama yang sinergik
kesemua pihak tersebut untuk menghindari rasa bosan dalam melayani
kebutuhan anak autistik, seperti yang dikemukakan oleh lovaas, 1996
bahwa orang tua yang paling hangat dan penuh kasih sayang terhadap
anaknya yang autistik dapat mengalami hilang akal dan bahkan berubah
menjadi maniak (gila) yang selalu berteriak-teriak jika tertekan
menghadapi anaknya.

19
Jika para orang tua, guru, terapis, anggota keluarga lainya, dan
pihak terkait lainnya melatih kemampuan motorik kasar dan halus anak
autistik, maka latihan koordinasi visual motorik, keseimbangan, ketelitian,
dan latihan konsentrasi sangat perlu diberikan kepada anak autistik. Dalam
pemberian latihan tersebut, yang perlu diperhatikan ialah kesesuaian
program dengan karakteristik, kemampuan, dan kondisi perkembangan
anak autistik (puspita, 2001).
Selain usaha tersebut diatas yang dapt dilakukan oleh para orang
tua anak auitistik, orang tua juga perlu menerima bimbingan keluarga
melalui kegiatan “home training”. Pelatihan yang diterima oleh para orang
tua dirumah (home training) dapt berupa: para ahli yang terdiri dari dokter,
psikolog, psikiater, dan pedagog menerangkan tentang apa, bagaimana,
dan di apakan anak autisme itu; para guru dan pelatih memberikan latihan-
latihan sederhana untuk dipraktekkan dirumah khusus nya untuk memberi
stimulasi kepada anak nya dalam bidang latihan panca indera; orang perlu
mendapatkan dan mempelajari isi video home training dari lembaga yang
menangani anak autis.
Tujuan pemberian latihan kepada orang tua adalah agar orang tua
dapt mempelajari dan mempraktekkan isi video home itu dirumah.
Latihan-latihan tersebut dapat berupa latihan kontak mata dengan orang
lain, latihan makan sendiri dengan nasi tidak berantakan, latihan
konsentrasi terhadap permainan, latihan berpakaian, latihan sosialisasi
dalm kelompok bermain, dan sebagainya.
Usaha lain yang dapat dilakukan oleh para orang tua anak autis
ialah membawa anaknya ke pusat-pusat terapi dan mengikuti programnya.
Di pusat-pusat terpai tersebut dilakukan latihan-latihan perkembangan
anak yang mengarah kepada domain kognitif, afektif, dan psikomotor
(saragi, 2002).
Hanafi (2002) juga mengemukakan bahwa ada bebrapa hal yang
perlu dilakukan oleh para orang tua anak yang autistik, yaitu bersikap
realistis menerima anaknya dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
tidk hanya memindahkan beban dan tanggung jawab pendidikan kepada

20
lembaga pendidikan autisme, tetapi lebih bersikap proaktif terlibat dalm
proses pendidikan dan pemandirian anak autistik, misalnya mempelajari
metode penanganan autistik yang tepat dan sesuai karakter putra nya, ikut
aktif dalam penyusunan program pendidikan anaknya, melanjutkan dan
menyelaraskan kegiatan dirumah dengan program disekolah. Selain itu,
para orang tua secara bersama-sama dengan lembaga penyelengara
pendidikan untuk anak autisme mempersiapkan dan mengupayakan
kemandirian anak dan orang tua perlu memupuk kerja sama dan
menanamkan pengertian kepada semua anggota keluarga lainnya di dalam
satu rumah tangga untuk terlibat aktif dalam usaha memandirikan anaknya
yang autistik.
2. Peranan Guru
Guru sebagai pengajar dan pendidik di sekolah memiliki peranan
yang ganda. Yaitu membantu orang tua anak autistik disekolah dan
membantu terapis atau pembimbing dan pelatih dalam program penata
laksanaan gangguan autisme. Widyawati (2002) mengemukakan bahwa
tujuan terapi pada gangguan autistik adalah untuk mengurangi masalah
perilaku, meningkatkan kemampuan dan perkembangan belajar anak
autistik, terutama dalam hal penguasaan bahsa, dan membantu anak
autistik agr mampu bersosialisasi dalm beradaptasi dilingkungan
sosialnya.
Tujuan tersebut diatas dapat tercapai dengan baik melalui suatu
program terapi yang menyeluruh dan bersifat individual, dimana
pendidikan khusus dan terapi wicara meupakan kompenen yang penting.
Namun yang tidak boleh dilakukan oleh pihak guru khususnya dan pihak
lain yang terkait ialah bhwa masing-masing individu anak yang autistik
adalah unik, sehingga jangan beranggapan bahwa satu metode berhasil
untuk satu anak dan metode tersebut berhasil pula untuk anak autistik
yang lain. Jadi suatu metode yang duterapkan disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan dari masing-masing anak yang autistik.
Guru perlu memperhatikan kelemahan dan kekuatan anak sebagai
basis dalam menyusun dan menerapkan pendidikan untuk anak autistik.

21
Guru perlu memberikan pelatihan yang terstruktur yang memperkecil
kesempatan anak untuk melepaskan diri dari teman-temannya dan guru
segera bertindak bila anak melakukan aktivitas sendiri. Anak perlu di iukt
sertakan dalam proses penyusunan program pelatihan struktur ini dengan
tujuan agar anak dapat mengatur sendiri pikiran dan tindakannya agar
anak dapat bekerja atas dasar kemampuan sendiri (mandiri).
Dalam mebelajarkan tetang bahasa, sebaiknya materinya
membicarakan tentang hal-hal yang ada di dalam kehidupan sehari-hari
anak. Dengan materi tersebut, anak lebih mudah mengembangkan
kemampuannya dalam berkomunikasi. Pada bebrapa anak dapat dilatih
bahasa isyarat dan keterampilan sosial yang ada sangkut pautnya dengan
kehidupan sehari hari.
Untuk anak autistik yang berusia remaja dan dewasa muda.
Program pendidikan dan latihan yang perlu diberikan oleh guru kerjasama
dengan pihak yang terkait (orang tua, terapis, dan tenaga medis, ahli terapi
wicara, psikolog, dan lainnya) ialah masalah yang berkenaan dengan
kekurangan dalam interaksi sosial, hubungan timbal balik, memahami
aturan-aturan sosial, memusatkan perhatian bila anak berada dalam suatu
kelompok, dan kemampuan mengerjakan cara-cara yang di ajarkan oleh
pembimbingnya (widyawati, 2002).
Dalam menangani anak autistik yang agresif, peranan yang perlu
dilakukan oleh guru adalah mengajari berkomunikasi bukan kata-kata dan
tingkatan keterampilan sosial anak melalui peragaan. Guru perlu juga
konsultasikan anak ke ahli endokrinologi untuk mengatasi agresivitas
seksual anak dan konsultasi neurologi untuk mengatasi adanya serangan
kejang lobus temporalis dan sindrom hipo talamik. Guru harus
menciptakan lingjungan sekolah yang aman, teratur, dan responsif
terhadap anak autistik. Guru harus berusaha untuk membangkitkan rasa
percaya diri pada anak dan membantu orang tua untuk mengerti dan
mempraktekkan teknik-teknik perilaku yang di ajarkan bersama-sama
dengan anak autistik agar meningkatkan persepsi orang tua, sehingga para
orang tua dapat membantu dengan efektif dan mengintrol perilaku anak

22
mereka. Selain itu, guru perlu juga mengembangkan berbagai
keterampilan sebagai pengganti agresivitas, seperti keterampilan sosial,
keterampilan berkomunikasi, kerjasama, menggunakan waktu senggang,
dan keterampilan berekreasi (widyawati, 2002).
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan oleh guru disekolah
dan para orang tua dirumah untuk mencegah timbulnya perilaku
agresivitas pada diri anak. Teknik-teknik tersebut, yaitu dengan :
Membina hubungan yang kuat dengan anak, memastikan anak
memiliki rutinitas yang teratur(terutama dirumah), meninjau kembali
bermacam tuntunan terhadap anak autistis, mengatur perubahan
rutinitas(sebelum/sesudah hari libur), menjelaskan dan menyiapkan anak
terhadap perubahan, mengurangi suara dan keributan disekitar anak,
membuat rencana untuk “hari-hari buruk” dengan memilih suatu tempat
yang tenang agar anak autistis dapat lebih tenang, pergunakan relaksasi
dan kontrol diri sebagai cara untuk memberi lebih banyak keterampilan
pada anak, pertemuan rutin dengan anggota tim
terapis/pembimbing/pendidik/pelatih agar mereka menyadari anggota tim
menyadari tanda-tanda agresivitas yang muncul pada anak autistis, dan
supervisi dari ahli ilmu jiwa atau psikolog yang terlatih dalam perilaku
kognitif anak autistik (widyawati, 2003).
Guru perlu juga mengetahui gaya belajar anak autistik. Berupa:
Rote Learner, yaitu anak cenderung mengafalkan informasi apa adanya
tanpa memahami arti simbol yang dihapalkan itu; Gestalt Learner, yaitu
anak dapat mengahafalkan kalimat-kalimat secara utuh tanpa mengerti arti
kata perkata yang terdapat pada kalimat itu dan anak cenderung belajar
menggunakan gaya gestalt, yaitu melihat sesuatu secara keseluruhan;
Visual Learner, yaitu anak senang melihat buku, gambar-gambar dan tv
dan mudah memahami sesuatu yang dilihat daripada yang mereka dengar;
Hands on Learner, yaitu anak senang mencoba-coba dan mendapatkan
pengetahuan dari pengalamannya mencoba-coba ini; dan Auditory
Learner, yaitu anak autistik senang bicara dan lebih mudah memahami
terhadap yang mereka dengar dari pada terhadap apa yang mereka lihat.

23
Dengan mengetahui gaya belajar dari setiap anak autistik, maka guru
diharapkan dapat menyesuaikan proses pendidikan, bimbingan, dan
latihannya terhadap gaya belajar anak autistik tersebut.
Guru perlu juga mengetahui masalah belajar yang dialami anak
autistik. Ada empat masalah belajar yang mempengaruhi proses berpikir
yang mempengaruhi proses belajar anak autistik disekolah menurut paull
dan jordan (1999), yaitu: masalah persepsi, msalah kesadaran akan
pengalaman, masalah daya ingat, dan masalah emosi. Anak autistik
bermasalah persepsi karena tidak dapat mempersepsi stimulus dari
lingkungan seperti dilingkungan anak normal. Anak autistik bermasalah
dalam hal kesadaran terhadap pengalaman karena anak autistik sulit
memahami bahwa sesuatu itu telah dialaminya, anak autistik bermasalah
dalam hal daya ingat karena anak autistik daya ingatnya lemah, sehingga
anak autistik seulit mengaitkan ingatan dengan pengalaman mereka
sebagai pribadi dan anak autistik bermasalah emosi karena emosi anak
autistik tidak stabil dan cenderung subjektif.
Puspita (2001) menyatakan peran dan tugas guru pendamping
anak autistik sangat besar. Guru pendamping anak autistik memiliki peran
ganda, yaitu membantu anak menguasai tugas akademis dan membantu
anak berkembang sesuai tahapan perkembangan yang seharusnya.
Greenspan (1998) mengemukakan bahwa tugas guru pendamping secara
umum adalah: membantu anak mempersiapkan diri menghadapi tugas
berikutnya, membantu anak mengerti bagaimana bekerja dikelas, tidak
sekedar duduk dibelakang anak, dan membantu terlaksananya tugas anak
tetapi menggunakan tugas sekolah sebagai kesempatan interaksi sehingga
anak belajar dua keterampilan pada saat yang sama, dan menjembatani
terjadinya interaksi antara yang satu dengan anak yang lain sehingga anak
dapat memahami tentang bagaimana bergaul, berbagi, bergiliran, dan
sebagainya.
Untuk dapat membantu anak autistik mengaktualisasikan
potensinya secara maksimal, ada beberapa hal yang perlu diprtimbangkan
oleh guru, beberapa hal tersebut ialah berupa: guru perlu memahami

24
bagaimana anak autis melihat dunia, guru perlu memanfaatkan gaya
belajar anak, guru perlu membuat anak sadar akan makna setiap informasi,
guru perlu mengaitkan informasi yang diterima anak didalam kelas dengan
kehidupannya sehari-hari, dan guru perlu memulai bimbingannya dengan
memulai dari minat anak.
Selain itu, guru perlu pula memperhatikan perbedaaan individu,
jangan membiarkan anak asik sendiri tetapi guru perlu mengupayakan
adanya interaksi anak dengan orang lain, jangan terlalu mengarahkan
anak, hindari gaya bertanya yang kaku, biarkan anak melakukan berbagai
hal secara mandiri, dan jangan pernah asumsi pada guru bahwa anak
memahami perkataan anda.
3. Peranan Masyarakat
Keterlibatan masyarakat dalam usaha membantu anak autistik
dalam berbagai hal, khususnya dalam masalah pemberian pendidikan,
pelatihan, dan bimbingan dibidang pendidikan, sosial, karier, pribadi, dan
keterampilan sensorik dan motorik sangat besar peranannya. Hanafi(2002)
mengemukakan bahwa anak autistik yang menunjukan perbaikan gejala
yang menggembirakan, memerlukan dukungan, bantuan dan kesempatan
serta toleransi dari lingkungan diluar keluarga dan sekolah khusus atau
klinik untuk anak autistik. Untuk mengembangkan potensi anak autistik
sebagai makhluk sosial, maka masyarakat pendidikan dan masyarakat
diluar sekolah sangan dibutuhkan kontribusinya.
Kontribusi yang perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan ialah:
memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai atau
diintegrasikan keseolah umum sesuai dengan potensi dan kemampuan
yang dimiliki. Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan informasi
secara jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan hasil dan segala
sesuatu yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan
membantu usaha sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang
berhubungan dengannya bagi masyarakat luas melalui media cetak dan
elektronik.

25
Sedangkan kontribusi yang diharapkan dari masyarakat luas ialah
berupa: membantu menciptakan situasi lingkungan yang kondusif atau
mendukung bagi anak autistik. Selain itu, para orang tua “anak yang
normal” diharapkan dapat memahami dan menerima kebutuhan
pendidikan anak autistik untuk diintegrasikan kedalam lingkungan normal,
dan masyarakat luas baik sebagai individu maupun sebagai pemilik
fasilitas umum, bersedia memberikan kesempatan kepada anak autistik
untuk menggunakan fasilitas umum yang dimilikinya sebagai sarana
belajar dan interaksi sosial bagi anak yang autistik. Misalnya pemilik
pusat perbelanjaan atau swalayan dapat memberikan kesempatan kedapa
anak autistik untu belajar berbelanja, belajar antri, belajar membayar
sendiri harga barang yang dibeli, dan bahkan jika memungkinkan untuk
membuka kasier khusus untuk anak yang autistik (hanafi 2002).

26
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu ‘aut’yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung
menyatakan ‘orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat
didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya
sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthen dkk, 1998). Penyebab terjadinya
autisme adalah factor genetic, gangguan pada system syaraf, ketidak
seimbangan kimiawi, dan kemungkinan lainya. Karakteristik menurut power
(1989) yaitu adanya 6 gangguan dalam bidang interaksi social, komunikasi
( bcara dan bahasa), prilaku emosi, pola bermain, gangguan sensorik –
motorik, dan perkembangan terlambat atau tidak normal.
Untuk mendidik anak autism diperlukan kerjasama yang
berkesinambungan antara guru, orang tua dan pihak sekolah. Kontribusi yang
perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan ialah: memberikan kesempatan
kepada anak autistik untuk bersosialisai atau diintegrasikan keseolah umum
sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Selain itu, masyarakat
juga perlu memberikan informasi secara jujur dan berimbang atau
proporsional tentang dan hasil dan segala sesuatu yang berkenaan dengan
penanganan pendidikan autisme, dan membantu usaha sosialisasi tentang
autisme dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya bagi masyarakat
luas melalui media cetak dan elektronik.

27
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Abdul. 2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik. Bandung:


Alfabeta Bandung
Yatim, Faisal. dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak.
Jakarta: Pustaka Populer Obor
Santrock, John. W.1995. Live – Span Development : Perkembangan Masa
Hidup Jilid I.Jakarta: Erlangga
www. Wikipedia.org/autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )
www.autis.info.org/tentang autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )

28

Anda mungkin juga menyukai