Nurul Hikmah
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..................................................................................... iv
B. Rumusan masalah………………………………………………….. iv
C. Tujuan……………………………………………………………… v
D. Teori topik yang di ambil................................................................... v
BAB II ISI
A. Kajian teori………………………………………………………... 2
B. Gejala Anak Autisme…………………………………………….... 2
C. Penyebab dan penanganannya…………………………………….. 3
BAB III PENUTUP
A. Hasil observasi…………………………………………………….. 6
B. Hasil analisa……………………………………………………….. 6
C. Kesimpulan......................................................................................... 7
D. Saran.................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana definisi autisme pada anak?
2. Apa saja gejala autisme pada anak?
3. Bagaimana cara menangani dan mendukung anak autisme?
Dengan rumusan masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi secara jelas tujuan dari makalah
ini, yaitu untuk menyajikan informasi tentang autisme pada anak, gejala autisme pada anak, serta
cara menangani dan mendukung anak autisme di lingkungan sekitar.
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang definisi autisme pada anak.
2. Menyajikan informasi tentang gejala autisme pada anak.
3. Memberikan gambaran tentang cara menangani anak autisme.
4. Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi orang tua dan pendidik tentang autisme
pada anak.
5. Menyediakan sumber referensi yang berkualitas bagi pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang autisme.
Dengan menyajikan informasi tentang autisme pada anak, gejala autisme pada
anak, serta cara menangani anak autisme, maka diharapkan dapat membantu orang tua
dan pendidik dalam menangani perkembangan anak yang menderita autisme secara lebih
baik. Selain itu, makalah ini juga diharapkan dapat menjadi sumber referensi yang
berkualitas bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang autisme.
Berdasarkan latar belakang diatas topik yang di ambil dalam observasi ini adalah
prilaku anakautisme: gejala dan penanganannya.
Pada tahap perkembangan anak usia dini, yaitu sekitar 2-6 tahun, anak akan
mengalami konflik antara rasa percaya dan rasa tidak percaya. Anak akan belajar untuk
percaya pada orang lain dan lingkungan sekitarnya, serta membangun rasa percaya diri.
Namun, jika anak mengalami masalah dalam menyelesaikan konflik tersebut, maka dapat
terjadi gangguan perkembangan seperti autisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian teori
Pada dasarnya, Autisme atau Autism Spectrum Disorder, merupakan suatu gangguan
perkembangan otak yang mempersulit penyandangnya dalam berkomunikasi atau berinteraksi
dengan orang lain. Anak yang menderita autisme seringkali memiliki kemampuan intelektual
yang terbatas, dan dapat mengalami kesulitan dalam mengatur emosi dan impuls.
Untuk menjelaskan tentang perilaku anak autisme, dapat digunakan beberapa teori, seperti
teori perkembangan psikososial menurut Erik Erikson dan teori kepribadian menurut Sigmund
Freud. Teori perkembangan psikososial menurut Erik Erikson menjelaskan bahwa anak yang
mengalami konflik percaya dan tidak percaya pada tahap perkembangan anak usia dini dapat
mengalami gangguan perkembangan seperti autisme.
Teori kepribadian menurut Sigmund Freud menjelaskan bahwa kepribadian manusia terdiri
dari tiga bagian, yaitu id, ego, dan superego. Pada anak autisme, terjadi ketidak seimbangan
antara bagian id dan superego, sehingga menyebabkan kesulitan dalam mengatur emosi dan
perilaku.
Terdapat tiga gejala umum yang dapat ditemukan pada semua orang yang berada di bawah
spektrum autisme. Namun, tingkat keparahan dari tiga gejala ini berbeda-beda bagi setiap
penyandang autisme Ketiga gejala ini adalah, kurangnya keterampilan sosial, kesulitan
berkomunikasi, dan gangguan perilaku. Mayoritas penyandang autisme memiliki kecenderungan
untuk tidak merasa nyaman di keramaian, tidak merespon ketika dipanggil namanya, memiliki
kesulitan untuk memahami perasaan orang lain dan lain-lain. Dalam hal komunikasi,
penyandang autisme seringkali mengalami kesulitan memahami apa yang dikatakan orang lain,
terutama jika diberi guyonan, lelucon, atau sarkasme. Bahkan, 40% dari anak-anak penyandang
autisme tidak berbicara sama sekali saat kecil. Penyandang autisme juga memiliki
kecenderungan untuk melakukan tindakan yang repetitif, seperti mengayunkan tangan atau
mengatakan hal yang sama berulang kali Perlu diingat bahwa tidak semua penyandang autisme
sama. Terdapat tiga level autisme yang diurut berdasarkan tingkat keparahannya.
1. Level pertama adalah autisme ringan. Gejala-gejala yang timbul bagi penyandang
autisme ini, walaupun akan mempersulit mereka ketika bersosialisasi, secara garis besar,
autisme ringan tidak akan mengganggu kehidupannya sehari-hari. Bahkan, penyandang
autisme ringan terkadang memiliki IQ di atas rata-rata dan tergolong jenius dalam
bidang-bidang tertentu. Contohnya, Max Park, pemegang rekor pemecahan kubus rubik
tercepat di dunia.
2. Level kedua adalah autisme sedang. Penyandang autisme pada tingkat ini akan
mengalami kesulitan lebih besar ketika berkomunikasi dengan orang lain, jika
dibandingkan dengan autisme ringan. Selain itu, penyandang autisme ini umumnya tidak
menunjukkan kontak mata, dan tidak bisa mengekspresikan emosinya melalui intonasi
suara atau raut wajah layaknya orang lain.
3. Level ketiga adalah autisme berat. Penyandang autisme ini sangat sulit untuk menjalani
hidupnya secara mandiri dan bersifat kurang sensitif atau terkadang terlalu sensitif
terhadap stimulus dari luar seperti suara.
Diperkirakan penyandang autisme di Indonesia mencapai 2,4 juta orang, dan timbul pada
laki-laki sebesar 4 kali lipat lebih banyak dibanding perempuan. Sebab pasti dari autisme hingga
kini tidak diketahui. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang
terserang autisme, yaitu:
Adapun solusi yang bisa dilakukan untuk mengurangi gejala-gejala pada anak autisme
sebagai berikut:
1. Melakukan pengobatan medis secara teratur Anak yang menderita autisme dapat
menjalani pengobatan medis untuk mengatasi gejala-gejala yang muncul, seperti
gangguan tidur, gangguan sensori, atau kesulitan dalam mengatur emosi. Pengobatan
medis dapat dilakukan melalui obat-obatan yang diresepkan oleh dokter, atau melalui
terapi-terapi lain seperti terapi farmakologi atau terapi herbal.
2. Melakukan terapi komunikasi dan bahasa Karena anak autisme seringkali mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi, maka dapat dilakukan terapi komunikasi dan bahasa
untuk mendukung perkembangan bahasa anak. Terapi ini dapat dilakukan melalui
berbagai cara, seperti menggunakan bahasa isyarat, menggunakan bahasa tulis, atau
menggunakan teknologi assistif seperti komputer atau alat bantu komunikasi.
3. Melakukan terapi perilaku Anak autisme seringkali menunjukkan perilaku yang tidak
sesuai dengan situasi, seperti menangis atau marah secara berlebihan. Untuk mengatasi
hal ini, dapat dilakukan terapi perilaku yang bertujuan untuk mengubah perilaku anak
agar lebih sesuai dengan situasi yang ada. Terapi ini dapat dilakukan melalui berbagai
cara, seperti terapi ABA (Applied Behavior Analysis), terapi PRT (Pivotal Response
Treatment), atau terapi TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related
Communication Handicapped Children).
4. Melakukan pendidikan khusus Anak autisme memerlukan pendidikan khusus yang sesuai
dengan kebutuhan mereka. Pendidikan khusus ini dapat dilakukan di sekolah khusus atau
di rumah, dengan menggunakan metode dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Pendidikan khusus ini bertujuan untuk mendukung perkembangan anak secara optimal,
baik dari segi bahasa, motorik, maupun sosial.
Dengan gabungan terapi dan lingkungan yang suportif, penyandang autisme dapat
mengurangi gejala-gejalanya dan menjalani hidup yang bahagia. Hal terpenting yang perlu
dilakukan orang tua adalah mengidentifikasikan autisme sejak dini. Paling tidak sebelum anak
masuk TK. Yang perlu dipahami oleh semua orang adalah, cara berpikir dan cara seorang
penyandang autisme memandang dunia luar berbeda. Dan berbeda bukan berarti salah. Begitu
banyak orang berusaha untuk memaksa penyandang autisme untuk bersikap, dalam tanda kutip
normal. Namun, inilah yang normal bagi mereka. Untuk sekarang dan selamanya. Oleh karena
itu, mungkin saja kitalah yang justru harus memperbaiki diri sendiri, dan bersikap lebih
akomodatif, dan suportif terhadap sesama.
BAB III
PENUTUP
A. Hasil observasi
1. Anak tidak dapat menggunakan bahasa lisan atau menggunakan bahasa yang terbatas.
2. Anak tidak dapat memahami ungkapan wajah atau gerak tubuh orang lain.
3. Anak menunjukkan perilaku yang terulang dan berulang, seperti terobsesi dengan suatu
hal atau rutinitas tertentu.
4. Anak mengalami kesulitan dalam menangani perubahan atau gangguan dari rutinitas
yang sudah ada.
5. Anak menunjukkan reaksi yang tidak sesuai dengan situasi, seperti menangis atau marah
secara berlebihan.
Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat disimpulkan bahwa anak yang menderita autisme
memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dan interaksi sosial, serta menunjukkan perilaku yang
terulang dan berulang. Penanganan yang tepat terhadap anak autisme sangat penting untuk
mendukung perkembangan anak secara optimal.
B. Hasil analisa
Setelah dilakukan observasi terhadap perilaku anak autisme, didapatkan beberapa hasil
sebagai berikut:
1. Anak tidak dapat menggunakan bahasa lisan atau menggunakan bahasa yang terbatas.
Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan perkembangan pada bagian otak yang
bertanggung jawab terhadap fungsi bahasa.
2. Anak tidak dapat memahami ungkapan wajah atau gerak tubuh orang lain. Hal ini dapat
disebabkan oleh gangguan perkembangan pada bagian otak yang bertanggung jawab
terhadap fungsi sosial.
3. Anak menunjukkan perilaku yang terulang dan berulang, seperti terobsesi dengan suatu
hal atau rutinitas tertentu. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan anak untuk
mengontrol emosi dan impuls, sehingga mengalami kesulitan dalam mengatur perilaku.
Berdasarkan hasil analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa anak yang menderita autisme
memiliki gangguan perkembangan pada bagian otak yang bertanggung jawab terhadap fungsi
bahasa dan sosial. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi dan interaksi sosial,
serta menunjukkan perilaku yang terulang dan berulang. Penanganan yang tepat terhadap anak
autisme sangat penting untuk mendukung perkembangan anak secara optimal.
C. Kesimpulan
Autisme atau Autism Spectrum Disorder, merupakan suatu gangguan perkembangan otak
yang mempersulit penyandangnya dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang
lain. Terdapat tiga gejala umum yang dapat ditemukan pada semua orang yang berada di bawah
spektrum autisme. Namun, tingkat keparahan dari tiga gejala ini berbeda-beda bagi setiap
penyandang autisme Ketiga gejala ini adalah, kurangnya keterampilan sosial, kesulitan
berkomunikasi, dan gangguan perilaku. Mayoritas penyandang autisme memiliki kecenderungan
untuk tidak merasa nyaman di keramaian, tidak merespon ketika dipanggil namanya, memiliki
kesulitan untuk memahami perasaan orang lain dan lain-lain.
Autisme merupakan kondisi seumur hidup. Namun, hal ini bukan berarti penyandang autisme
harus sengsara seumur hidupnya. Dengan gabungan terapi dan lingkungan yang
suportif, penyandang autisme dapat mengurangi gejala-gejalanya dan menjalani hidup yang
bahagia. Hal terpenting yang perlu dilakukan orang tua adalah mengidentifikasikan autisme sejak
dini. Paling tidak sebelum anak masuk TK.
D. Saran
Alangkah baiknya apabila masyarakat,guru,,maupun orang tua melakukan:
1. Edukasi dan sosialisasi tentang autisme kepada masyarakat luas, agar masyarakat dapat
memahami dan membantu anak autisme.
2. Menyediakan layanan dan fasilitas yang memadai bagi anak autisme dan keluarganya,
seperti sekolah khusus, terapi komunikasi dan bahasa, terapi perilaku, atau layanan
kesehatan.
3. Menghargai perbedaan dan menghormati hak anak autisme, serta memberikan perlakuan
yang adil dan sama terhadap semua anak.
4. Melakukan koordinasi dan kerjasama yang efektif antara berbagai pihak, seperti orang
tua, sekolah, dokter, dan terapis, untuk mendukung perkembangan anak autisme secara
optimal.
5. Menyediakan dukungan emosional dan bimbingan bagi orang tua anak autisme, agar
dapat mengatasi tekanan dan tantangan yang dihadapi dalam menangani anak autisme.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.youtube.com/watch?v=DwXRIu0esT0
https://www.youtube.com/watch?v=k40tN8Eg__c&t=2228s
Mujiyanti, DM. 2011. Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi Pada Anak Autis Di Kota Bogor.
Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Kusumayanti, GAD. 2011. Pentingnya Pengaturan Makanan Bagi Anak Autis. Karya Tulis Ilmiah.
Denpasar : Poltekkes Denpasar.
LAMPIRAN
KULSIONER OBSERVASI
1. Apakah autisme berarti orang yang sekedar kurang pandai bergaul?
2. Apakah orang yang mengalami keterbelakangan mental juga termasuk autisme?
3. Atau apakah autisme mencakup kedua hal tersebut dan lebih banyak lagi?
4. Apakah Anda kenal seorang penyandang autisme?