Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN JIWA

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS / AUTISME

Disusun Oleh Kelompok II :


1. DAHLIA VANLESDIAN PUTRI (1911015)
2. ELISA DHEA CINDY S. (1911020)
3. FARICHA OKTARINA P. (1911021)
4. DIO ALIF AUFA (1011035)

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI S1 PENDIDIKAN NERS


STIKES PATRIA HUSADA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
serta karunianya-Nya kami dapat menyalesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas dari mata kuliah Keperawatan Jiwa II dengan judul ”ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS/ AUTISME”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat sederhana dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan untuk perbaikan makalah selanjutnya.
Akhirnya kami ucapkan terimakasih dan semoga saja makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.

Blitar, 16 Mei 2022


DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A.LATAR BELAKANG MASALAH .............................................. 1
B.RUMUSAN MASALAH ............................................................... 1
C.TUJUAN MASALAH .................................................................. 2
D.MANFAAT PENULISAN ............................................................ 3
BAB II KONSEP MEDIS ............................................................................. 4
A.DEFENISI ...................................................................................... 4
B.KLASIFIKASI ............................................................................... 5
C.ETIOLOGI ..................................................................................... 6
D.PATOFISIOLOGI ......................................................................... 8
E.MANIFESTASI KLINIS ............................................................... 10
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK .................................................. 12
G.PENATALAKSANAAN ............................................................... 13
PENYIMPANGAN KDM ............................................................................. 15
BAB III KONSEP KEPERAWATAN ......................................................... 16
A.PENGKAJIAN............................................................................... 16
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN ................................................... 17
C.INTERVENSI KEPERAWATAN ................................................. 18
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 21
A.KESIMPULAN .............................................................................. 21
B.SARAN .......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam
Anak Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autisme. Anak
Autisme juga merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik
itu keterampilan, maupun secara akademik. Permasalahan yang ada
dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak Autisme
tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak Autisme.
Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai siapa anak
Autisme, penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu
pendidikan secara umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut
dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut dapat mengembangkan potensi
yang ada dan dimilikinya yang selama ini terpendam karena ia belum bisa
mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat membantu kita
mengetahui anak Autisme tersebut.
Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria
lebih sering dari wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan
yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit
sistemik, infeksi dan neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti-austik
atau memberi kecenderungan penderita pada perkembangan gejala austik.
Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari data pada latar belakang masalah pada Anak Berkebutuhan
Khusus Autisme, maka rumusan masalah Anak Berkebutuhan Khusus
Autisme adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan anak Autisme ?
2. Bagaimana jenis-jenis anak Autisme ?
3. Apa yang menyebabkan anak Autisme ?
4. Bagimana patofisiologi anak yang Autisme ?
5. Apa saja manifestasi klinis anak Autisme ?
6. Apa sajakah dan bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak Autisme ?
7. Apa saja penatalaksana anak autis?
8. Bagaimana Pengkajian pada klien anak dengan Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
9. Apa saja Diagnosa Keperawatan pada klien anak dengan Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
10. Apa saja Intervensi Keperawatan yang diberikan pada klien anak dengan
Berkebutuhan Khusus “ Autisme”.
C. TUJUAN MASALAH
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang Konsep Medis dan Konsep
Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
2. Tujuan Khusus
Konsep Medis Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengertian Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
b. Memperoleh informasi tentang jenis-jenis Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
c. Memperolah pengetahuan tentang Etiologi Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
d. Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
e. Dapat mengetahui manifestasi klinis Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
f. Memperoleh pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
g. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
Konsep keperawanan Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengkajian pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
b. Memperoleh informasi tentang diagnosa keperawanan pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
c. Memperoleh informasi tentang intervensi keperawanan pada
Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih
dan menambah pengetahuan tentang Anak Berkebutuhan Khusus Autisme.
Dan diharapkan agar menjadi acuan mahasiswa/mahasiswi dalam membuat
asuhan keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus Autisme. Disamping itu
juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.
BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFENISI
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis
menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,
2003)
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan
perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak
Austistik”. (American Psychiatic Association, 2000)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan
perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak
lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). “Sumber dari
Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan
anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak
umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta
perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan
pendidikan secara khusus sejak dini.
b. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan
otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial,
perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/terapi secara klinis.
c. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya
penanganan secara psikologis.
d. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi
sosial, sehingga anak ini memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar
dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan
fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak
autisme mempunyai dunianya sendiri.

B. KLASIFIKASI
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah lingkup PDD
(Perpasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder).
Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai
untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di
bawah lingkup PDD, yaitu:
1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan
adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan
bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan
aktivitas.
2. Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan
adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan
keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-
rata hingga di atas rata-rata.
3. Pervasive Developmental Disorder–Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila
seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa
tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
4. Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang
terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal
kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya;
kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan
gerakan-gerakan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1–4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan
yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-
tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.
C. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa
pada otak anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa
sebabnya sampai timbul kelainan tersebut memang belum dapat
dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar, kekurangan
nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan.
Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ
otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak
negara diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme
mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan
anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak
kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil
bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar
berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel
Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau
kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang
disebut hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control
terahadap agresi dan emosi yang disebabkan oleh keracunan logam berat
seperti mercury yang banyak terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu
yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang
tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis
terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu
agresif atau sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap
fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan
informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif
juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun
bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam
timbulnya gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus
lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat
memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post partum) juga
dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan
sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat
menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan
terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak sempurnanya
pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah
sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut
terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak
anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang
diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi
karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena
faktor ekonomi.
D. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls
listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu
(korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak
berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua
tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai
brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.
Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson,
dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan
kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak
adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide)
yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan
jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi
kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan
mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel
saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel
saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil
pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan
akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga
terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan
akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan
brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian
sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau
sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena
ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan
atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-
motorik, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak
kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi
atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian
depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman
menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan
otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan
amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses
memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak
antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri,
infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam
waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Tidak
mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu
artinya. Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak
menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang
atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang
yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya.
Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati
malah menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan
sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan
mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus
dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak
mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau
benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam
bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai
permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya
sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang
ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila
bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus
melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia
datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan
berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan
tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri
seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau
sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong.
Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian
pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan
akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.
Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah
tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum),
terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa
menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan
anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci
rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak
menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri
dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal,
karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ
diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran
simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang
menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat
menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes
secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya
autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang
dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
         Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa
kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang
didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15;
anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan
gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal
         The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar
pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi
anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal
tahun 1990-an.
         The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang
terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun
untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
         The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme
bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt
didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor
dan konsentrasi.
G. PENATALAKSANAA
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Umunya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan
penerangan kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi
anak. Manajemen yang efektif dapat mempengaruhi outcome. Intervensi
farmakologi, yang saat ini dievaluasi, mencakup obat fenfluramine,
lithium, haloperidol dan naltrexone. Terhadap gejala yang menyertai.
Terapi anak dengan autisme membutuhkan identifikasi diri. Intervensi
edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf
yang terlatih baik, peran serta orang tua dapat meningkat prognosis.
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para anak autis untuk
lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja guru yang
harus menerapkan terapi perilaku pada saat belajar, namun setiap anggota
keluarga di rumah harus bersikap sama dan konsisten dalam menghadapi
anak autis. Terapi peilaku terdiri dari tetapi wicara, terapi okupasi, dan
menghilangkan perilaku yang asosial. Dalam terapi farmakologi
dinyatakan belum ada obat atau terapi khusus yang menyembuhkan
kelainan ini. Medikasi (terapi obat) berguna terhadap gejala yang
menyertai, misalnya haloperidol, risperidone dan obat anti-psikotik
teradap perilaku agresif, ledakan-ledakan perilaku, instabilitas mood
(suasana hati). Obat antidepresi jenis SSRI dapat digunakan terhadap
ansietas, kecemasan, mengurangi stereotip dan perilaku perseveratif dan
mengurangi ansietas dan fluktuasi mood. Perilaku mencederai diri sendiri
dan mengamuk kadang dapat diatasi dengan obat naltrexone.
2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
1) Mengurangi masalah perilaku.
2) Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat
meningkatkan kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat
mengubah perilaku destruktif dan agresif.
3) Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama
bahasa.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant
conditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif
(hukuman).
4) Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
Mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan praktik
PENYIMPANGAN KDM
Partus lama Genetik Keracunan Pemakaian
logam antibiotik
MK: Resti berlebihan
infeksi
Gangguan
>>> neurotropin
nutrisi dan
dan neuropaptida Infeksi jamur
oksigenisasi

Kebocoran usus dan tidak


Gg pada otak Kerusakan pada sempurna pencernaan
sel purkinye dan kasein dan gluten
hippocampus
Abnormalitas
pertumbuhan sel Protein terpecah
saraf Gg keseimbangan sampai polipeptida
serotonin dan
dopamin
Peningkatan Kasein dan gluten
neurokimia secara terserap kedalam
abnormal Gg pada aliran darah
otak kecil

Growth Menimbulkan
without Reaksi atensi efek morfin pada
guidance lebih lambat otak

AUTISME

Gg Gg interaksi Gg Gg persepsi
komunikasi sosial perilaku sensori

Keterlam Bicara Menga Acuh tak Peri hiperaktif Penglihatan pendengaran


batan dlm monoton baikan acuh thd laku
berbahasa dan tidak dan lingku yang
dimenger menghi ngan dan aneh
Sangat Sensitif Menutup
ti orang ndari orang
agresif thd telinga bila
lain orang lain
thd cahaya mendengar
lain
orang lain suara
dirinya
MK: Gg MK : sendiri MK :
komunikasi kelemahan perubahan
verbal dan interaksi persepsi
non verbal sosial sensori
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain
bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu
pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend
apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ
dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun
sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekolalia.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
percaya pada orang lain.
2. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan
keterlambatan dalam berbahasa.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan sensitif terhadap
penglihatan.
4. Resiko tinggi infeksi behubungan dengan mikroorganisme (jamur).

C. NURSING CARE PLAN

SDKI SLKI SIKI


BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang
secara klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang
dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang
dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas,
perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan
(stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap
pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini
penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu
adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang
berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan
pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan
perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak
mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak
terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan
dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi
orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup
dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca ksususnya
bagi mahasiswa-mahasiswi STIKES PHB dapat memahami asuhan
keperawatan autisme pada anak dan khususnya bagi orang tua yang memiliki
anak autisme.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/192463554/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-
ANAK-DENGAN-AUTISME-docx#download. Diakses 1 desember 2014 pukul
13:46:58 wita.

http://dhie-akamoto.blogspot.com/2012/04/askep-autisme-pada-anak.html diakses
1 desember 2014 pukul 13:51:53 wita

Marilynn E.1999.rencana asuhan keperawatan.Edisi tiga.Jakarta:EGC

Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta

Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih
Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta 

Anonim,Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html

Soetjiningsih (1994). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.

Yupi Supartini, 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul.2006. pengantar ilmu keperawatan 2. Edisi pertama. Jakarta


:Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai