Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN AUTISME

Di Susun Oleh Kelompok 18 :

1. Averose Millania Tsani (20171660117)


2. Aditya Laily Syafa’ati (20171660120)

Dosen Pembimbing :
Gita Marini, S. Kep., Ns., M. Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019-2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Anak dengan Autisme untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Anak II.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu metode
pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi program studi keperawatan. Ucapan terima kasih
tidak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas laporan makalah ini, diantaranya :
1. Gita Marini,S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing.
2. Teman-teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun makalah ini.
Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam pembuatan makalah
ini yang namanya penulis tidak dapat sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan makaah ini,
sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi penulis apabila mendapatkan kritikan
dan saran yang membangun agar makalah ini selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta
komprehensif.
Demikian akhir kata dari penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan
pembelajaran budaya khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat membuka wawasan ilmu
budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan datang.             

Surabaya, 29 September 2019


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................ ii

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2 Tujuan Penulisan........................................................................... 1

1.2.1 Tujuan Umum......................................................................... 1

1.2.2 Tujuan Khusus......................................................................... 1

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN TEORI......................................... 3

2.1 Definisi ......................................................................................... 3

2.2 Etiologi.......................................................................................... 3

2.3 patofisiologi .................................................................................. 5

2.4 Deteksi Dini................................................................................... 7

2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................ 8

2.6 Komplikasi .................................................................................. 10

2.7 Prognosis ..................................................................................... 11

2.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 12

2.9 Penatalaksanaan .......................................................................... 12

2.10 Discharge Planning .................................................................. 13

2.11 Pengkajian ................................................................................ 14

2.12 Diagnosa Keperawatan ............................................................ 16

2.13 Intervensi Keperawatan ........................................................... 16

BAB III WEB OF CAUTION (WOC)..................................................... 18

BAB IV PENUTUP.................................................................................... 19

iii
4.1 Kesimpulan................................................................................... 19

4.2 Saran............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 20

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada anak dengan autisme akan mengalami gangguan perkembangan dalam hal
berkomunikasi, interaksi sosial, perilaku, emosi, serta proses sensoris. Mereka hanya tertarik
pada aktivitas mental diri sendiri, seperti melamun, berkhayal dan menarik diri dari
kenyataan atau lingkungan.padahal komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan seseorang.
Komunikasi melibatkan beberapa proses yaitu pendengaran, pikiran, pengertian, kemauan
dan kebutuhan berkomunikas. Namun, terkadang hal itu sulit terjadi pada anak-anak tertentu,
seperti pada anak autisme, anak dengan inteligensi sangat rendah, anak hiperaktif, anak
tunarungu, dan lain-lain. Jumlah angka penderita autis terus meningkat di seluruh dunia.
Survey data dari California Departemen of Developmental Service, Amerika Serikat (AS),
melaporkan bahwa sampai Januari 2003, telah terjadi peningkatan kasus anak yang menderita
autisme di Amerika Serikat sampai 31%. Ikatan Dokter Anak AS dan Pusat Kontrol dan
Pencegahan penyakit AS bahkan menambahkan bahwa jumlah anak yang didiagnosis
menderita autisme sekitar 1:166 anak. Padahal, 10 tahun yang lalu, angka kejadiannya hanya
1:2500 anak.
Pada anak-anak, kelainan perilaku tersebut terlihat dari ketidakmampuan si anak untuk
berhubungan dengan orang lain. Seolah-olah mereka hidup dalam dunianya sendiri dari pada
beberapa kasus tertentu menggunakan bahasa atau ungkapan yang hanya dimengerti oleh
dirinya sendiri sehingga terkadangan membuatguru dan orang tua stress menghadapinya.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar dapat mempelajari konsep autisme dan asuhan keperawatan autisme

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Agar mahasiswa dapat memahami tentang perjalanan Autisme


2. Dapat menentukan diagnosa sesuai dengan standar diagnosa keperawatan
indonesia

1
3. Dapat menentukan intervensi sesuai dengan standar intervensi keperawatan
indonesia.
4. Dapat menentukan kriteria hasil sesuai dengan standar luaran keperawatan
indonesia.

2
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN AUTISME

2.1 Definisi

Autisme berasal dari kata “auto”, yang artinya sendiri. Kata ini digunakan sebab
penyandang autisme kerap kali terlihat seperti orang yang hidup sendiri di dunianya sendiri
dan terlepas dari kontak sosial yang ada disekitarnya. Autisme merupakan bentuk gangguan
perkembangan pada anak yang ditandai dengan gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial,
dan perilaku.Adapun yang menyebutkan bahwa autisme secara spesifik adalah gangguan dan
keterlambatan yang dialami anak autistik meliputi bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial.
Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa sekumpulan
gejala akibat adanya kelainan saraf-saraf tertentu yang menyebabkan fungsi otak menjadi
tidak bekerja secara normal sehingga memengaruhi tumbuh kembang. Kemampuan interaksi
sosial seseorang. Gejala-gejala autisme terlihat dari adanya penyimpangan dan ciri-ciri
tumbuh kembang anak secara normal (Sunu, 2012).
Autisme pertama kali diteliti oleh seorang ahli kesehatan jiwa bernama Leo Kanner
(1943). Kanner mengamati 11 anak dengan ciri-ciri khusus dan menyimpulkan bahwa dua
ciri penting anak autis adalah extreme alonnes dan keinginan untuk mempertahankan
kesamaan. Autisme dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
1. Autisme infantil adalah autisme yang sudah terjadi sejak lahir.
2. Autisme regresif adalah autisme yang baru terjadi setelah anak berusia 1,5-2 tahun. Pada
autismes regresif, sampai umur 18 bulam (1,5 tahun) pertumbuhan dan perkembangan
anak normal, tetapi setelah itu terjadi kemunduran perkembangan.

2.2 Etiologi

Berdasarkan faktor yang diyakini dapat menjadi faktor pemicu munculnya autism, antara lain
sebagai berikut :
1. Faktor pemicu yang dapat terjadi selama masa kehamilan 0 hingga 4.
a. Polutan logam berat seperti Pb (timbal). Hg (air raksa), dan Cd (cadmium).
b. Pendarahan berat.
c. Alergi berat.
3
d. Muntah-muntah berat (hyperemesis).
e. Infeksi, seperti toksoplasma, candida, dan rubella.
f. Zat aditif, seperti pengawet, pewarna, dan MSG.
g. Folic Acid, yang biasanya diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik
pada janin. Namun, diduga folic acid ini dapat pula menjadi pemicu timbulnya
autism pada anak. Akan tetapi, penelitian tentang hal ini masih terus dilakukan. Oleh
karena itu, disarankan ibu hamil tetap mengonsumsi folic acid, tetapi tidak dalam
dosis yang sangat besar.
2. Zat-zat adiktif yang mencemari otak anak.
a. MSG
b. Zat pewarna
c. Bahan pengawet
d. Polutan logam berat
e. Protein tepung terigu (gluten) dan protein susu (kasein)
3. Vaksin yang mengandung thimerosal
Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin yang terdiri atas
Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Akan
tetapi, korelasi antara imunisasi dan autism masih diperdebatkan oleh para ahli hingga
saat ini.
4. Faktor genetik
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak autis menunjukkan bahwa
kemungkinan 2 anak kembar identik mengalami autisme adalah 60-95%, sedangkan
kemungkinan bagi 2 saudara kandung mengalami autisme hanyalah 2,5-8,5%.
Autism telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
5. Faktor Lingkungan
Autisme diduga dikarenakan vaksin MMR yang rutin diberikan kepada anak-anak, yang
menjadikan gejala-gejala autisme mulai tampak. Kekhawatiran tersebut dikarenakan zat
kimia (thimerosal) yang digunakan mengawetkan vaksin ini mengandung merkuri. Unsur
merkuri itulah yang selama ini diyakini menyebabkan autisme.
Terdapat juga beberapa macam yang dapat menyebabkan terjadinya autis pada faktor
lingkungan

4
a. Televisi
Tv diduga dapat menjadi penyebab autism pada anak karena dengan terus-menerus
berada di depan televise, anak menjadi jarang bersosialisasi dan berinteraksi dengan
orang-orang di lingkungannya.
b. Peggunaan antibiotic yang berlebihan
Pemakaisan antibiotic yang berlebihan dapat menyebabkan munculnya jamur di usus
anak. Jamur ini dapat menyebabkan kebocoran usus dan tidak terserapnya kasein dang
lutein dengan baik sehingga pasien yang ada tidak terpecah dengan sempurna dan
terserap dalam aliran darah ke otak, serta memicu gangguan pada otak.
c. Kekacauan interpretasi dan sendori yang menyebabkan stimulus dipersepsi secara
berlebihan oleh anak sehingga menimbulkan kebingungan.

2.3 Patofisiologi

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik
(akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan
luar otak (korteks). Akson dibungkus selaput bernama myelin, terletak di bagian otak
berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.
Proses ini dipengaruhi secara genetic melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth faktor dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam
belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang
tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses- proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi- bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal
pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptide otak (brain-
derived neurotrophic factor. Neurotropin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin- related
gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur

5
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel
saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada
daerah tertentu. Pada gangguan autism terjadi kondisi growth without guidance, dimana
bagian- bagain otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hamper
semua peneliti meaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil
pemprosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autism. Berkurangnya sel purkinye
diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat),
dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan
akson secara abnormal mematikan sel purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel punkinya.
Gangguan pada sel purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autism
disebabkan faktor genetic, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi
sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkonsumsi makanan yang mengandung logam
berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alcohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama
melakukan gerakan motoric, belajar sensori- motoric, atensi, proses mengingat, serta kegiatan
bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan
memproses persepsi atau membedakan target overselektivitas dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan.
Pembesaran otak secara abnornmal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur
dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang besar dalam proses
memori).
Faktor lingkungan yang menentukkan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen,
protein, energy serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormone tiroid, asam
lemak esensial, serta asam folat.

6
Adapun hal yang merusak atau, mengganggu perkembangan otak antara lain alcohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan

2.4 Deteksi Dini

Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan ras atau latar belakang
keluarga, seperti status sosial, ekonomi, dan pendidikan. Sebuah data menyebutkan bahwa
kasus autisme di Amerika diperkirakan 1:150 kelahiran. Di indonesia, belum diketahui secara
pasti. Deteksi dini autisme yang dilanjutkan dengan melakukan tindakan intervensi/koreksi
yang tepat akan sangat menentukan perkembangan anak selanjutnya dan masa depannya
kelak. Jangan sampai anak kehilangan masa emas untuk bertumbuh dan berkembang secara
optimal akibat adanya gangguan perkembangan autisme yang terlambat dideteksi hingga
tindakan intervensi pun terlambat diberikan dan permasalahan yang dihadapi anak makin
sulit untuk diurai.
Menurut Munawir Yusuf dkk dalam buku Pendidikan bagi Anak dengan Problema
Belajar, ciri-ciri umum anak dengan kelainan autisme, antara lain sebagai berikut:
1. sering berkata tanpa arti
2. sering menirukan perkataan orang lain secara spontan.
3. Tidak mengerti apa yang dibaca.
4. Kadang agresif (menyerang, merusak).
5. Mempunyai gerakan serba cepat (hiperaktif)
6. Dan lain-lain.
Menurut Chistopher Sunu dalam buku Unlocking Autism, secara sederhana orang tua
mesti waspada jika sejumlah gejala terlihat pada anak. Gejala-gejala yang mesti diwaspadai
tersebut adalah sebagai berikut:
1. anak tidak melakukan kontak mata dengan orang-orang yang mengajaknya
berkomunikasi.
2. terlihat tidak peduli dan cuek dengan situasi di sekelilingnya.
3. Belum bisa berbicara untuk berkomunikaso pada usia 30 bulan.
4. Suka bermain-main sendiri dan tidak bisa membaur dengan teman sebaya.
5. Mengulang-ulang perilaku tertentu yang tidak wajar.
Menurut dr. Rudy Sutadi, spA, MARS, SPDI, perlu diwaspadai autistik jika perilaku-
perilaku berikut ini pada anak :
1. Tidak ada senyum sosial pada usia 4 bulan ke atas

7
2. Anak tidak mengoceh (tidak seakan-akan seperti berbicara) sebelum usia 12 bulan.
3. Anak cuek, tidak melakukan gerak tubuh sebelum usia 12 bulan.
4. Tidak mengucapkan satu kata pun sebelum usia 16 bulan.
5. Tidak bicara spontan dengan kalimat 2 kata sebelum usia 2 tahun.
6. Tidak merespons jika panggil namanya.
7. Hilangnya kemampuan bicara atau bahasa dari keterampilan sosial pada usia berapa pun.
Indikator penting lain yang perlu diwaspadaijika terlihat pada anak sebagai berikut:
1. Kontak mata kurang
2. Terlihat tidak tahu bagaimana bermain dengan mainan
3. Mungkin hanya membariskan atau menjajarkan mainan atau benda-benda lain.
4. Hanya asyik pada satu mainan
5. Tidak tersenyum
6. Tampak seperti mengalami gangguan pendengaran

2.5 Manifestasi Klinis

Berikut bentuk-bentuk gangguan atau gejala yang ditunjukkan oleh individu autistik
sebagai berikut :
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara.
Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.
Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Pada penyandang autism dalam bidang interaksi sosial yaitu menolak atau meghindar
untuk bertatap muka, tidak menoleh jika dipanggil sehingga sering diduga tuli, merasa
tidak senang, dan jika menginginkan sesuatu atau menarik perhatian orang.
3. Gangguan dalam bermain
Bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan
yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam
jangka waktu lama. Ada kelekatan dengan benda tertentu, seperti kertas, gambar, kartu,
atau guling, terus dipegang dan dibawa ke mana saja dia pergi.
4. Gangguan perilaku
Pada penyandang autisme dalam gangguan perilaku sering dianggap sebagai anak yang
senang kerapian, harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat

8
hiperaktuf, misalnya jika masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia akan
membuka semua pintu, berjalan ke sana kemari, berlari-lari tak tentu arah. Dan dapat
menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam dan bengong dengan
tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Sangat menaruh perhatian pada
satu benda, ide, aktivitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Sangat
agresif kepada orang lain atau dirinya sendiri.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Pada penyandang autisme dalam gangguan perasaan dan emosi yaitutidak dapat berbagi
perasaan (empati) dan temper tantrum.
6. Gangguan dalam persepsi sensoris
Pada penyandang autisme dalam gangguan dalam persepsi sensoris tidak menyukai
rabaan atau pelukan dan sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan
rasa (lidah) mulai dari ringan sampai berat.
Menurut ICD-10 (International classification of diseases) 1993 dari WHO, indikator
perilaku autistik pada anak-anak sebagai berikut:
1. Bahasa/komunikasi
 Ekspresi wajah datar
 Tidak menggunakan bahasa/isyarat tubuh
 Jarang memulai komunikasi
 Tidak meniru aksi atau suara
 Bicara sedikit/tidak ada.mungkin cukup verbal
2. Hubungan dengan orang lain
 Tidak respinsif
 Tidak ada senyum sosial
 Tidak berkomunikasi dengan mata (Kontak mata terbatas)
 Menggunakan tangan orang dewasa sebagai alat
 Tampak asyik jika di biarkan sendiri
 Tidak melakukan permainan giliran
3. Hubungan dengan lingkungan
 Bermain repetitif
 Marah/tidak menghendaki perubahan
 Berkembangnya rutinitas yang kaku (rigid)
 Memperlihatkan ketertarikan yang sangat tidak fleksibel

9
4. Respons terhadap rangsang indra/sensoris
 Kadang seperti tuli
 Panik terhadap suara-suara tertentu
 Sangat sensitif terhadap suara
 Bermain dengan cahaya/pantaulan
 Memainkan jari-jari di depan mata
5. Kesenjangan perkembangan perilaku
 Kemampuan mungkin sangat baik/terlambat
 Mempelajari keterampilan di luar urutan normal, misalnya membaca, tetapi tak
mengerti arti
 Menggambar secara rinci, tetapi tidak dapat mengancingkan baju
 Berjalan diusia normal, tetapi tidak berkomunikasi
 Lancar membeo, tetapi sulit berbicara dari diri sendiri (inisiatifkomunikasi)

2.6 Komplikasi

Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehidupan normal atau mendekati normal.
Anak-anak dengan kemunduran kemampuan bahasa di awal kehidupan, biasanya sebelum
usia 3 tahun, mempunyai resiko epilepsy atau aktivitas kejang otak. Selama masa remaja,
beberapa anak dengan autism dapat menjadi depresi atau mengalami masalah perilaku.
Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita autis antara lain:
1. Masalah sensorik
Pasien dengan autis dapat sangat sensitif terhadap input sensorik, sensasi biasa dapat
menimbulkan ketidaknyamanan emosi, kadang-kadang pasien autis tidak berespon
terhadap beberapa sensasi yang ekstrim, anatar lain panas, dingin, atau nyeri.
2. Kejang
Kejang merupakan komponen yang sangat umum dari autism, kejang sering dimulai pada
anak-anak autis
3. Masalah kesehatan mental
Menurut National Autistic Society, orang dengan ASD rentan terhadap depresi,
kecemasan, perilaku impulsive, dan perubahan suasana hati
4. Tuberous scelerosis
Gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ, termasuk otak.
Hubungan antara scelerosis tuberous dan autism tidak jelas. Namun tingkat autism jauh

10
lebih tinggi diantara anak-anak dengan tuberous sclereosis dibandingkan yang tanpa
kondisi tersebut.

2.7 Prognosis

 Beberapa anak autis mungkin membaik pada usia 4-6 tahun terutama mereka yang
menderita autisme ringan yang telah dirawat pada usia dini. Anak-anak yang membaik
ini mungkin dapat memasukkan diri mereka di antara teman sebayanya yang normal.
Kebijakan inklusi saat ini dalam sistem pendidikan membantu mendukung mayoritas
penderita ASD di sekolah umum.
 Hasil dari survei menunjukkan bahwa 49% orang dewasa dengan autisme masih hidup
dengan orang tua dan hanya sekitar 12% memiliki pekerjaan penuh waktu.
 Sebuah tinjauan 2004 terhadap orang dewasa autistik yang didiagnosis sebagai anak-
anak autis dengan IQ di atas 50 di Inggris menemukan bahwa 12% orang dewasa
autistik mencapai tingkat kemandirian yang tinggi sebagai orang dewasa. 10%
memiliki kehidupan sosial dan beberapa pekerjaan tetapi membutuhkan dukungan,
19% memiliki kebebasan tetapi tinggal di rumah. 46% membutuhkan penyediaan
tempat tinggal spesialis dan 12% membutuhkan perawatan rumah sakit tingkat tinggi.
 Dalam penelitian Swedia lainnya pada 2005, tercatat bahwa dari semua orang dewasa
dengan autisme hanya 4% yang mencapai kemandirian. Studi ini termasuk semua
penderita ASD terlepas dari IQ.
 Prognosis juga tergantung pada retardasi mental yang ada. 25% hingga 70% penderita
ASD mungkin memiliki berbagai tingkat keterbelakangan mental. Untuk ASD selain
autisme, hubungan dengan keterbelakangan mental jauh lebih lemah.
 Dengan meningkatnya kesadaran tentang autisme, semakin banyak orangtua yang
dapat menerima skrining dini, terutama anak-anak berisiko tinggi
 Terlihat juga bahwa kasus autisme yang dilaporkan meningkat secara dramatis pada
1990-an dan awal 2000-an. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh
peningkatan dalam praktik diagnostik dan kesadaran publik. Faktor-faktor lain seperti
racun lingkungan, usia orangtua lanjut pada saat kehamilan dll. Mungkin juga
penting.
 Prognosis juga tergantung pada penyakit yang hidup berdampingan dengan autisme.
Ini termasuk kelainan genetik seperti sindrom Fragile X, sindrom Down dll. Sekitar
10–15% dari kasus autisme memiliki kelainan kromosom yang dapat diidentifikasi.

11
2.8 Pemeriksaan Penunjang

Gejala autisme tidak selalu sama pada setiap anak, bisa sangat ringan (mild), sedang
(moderate), hingga parah (severe). Diagnosis autisme yang dinilai paling baik adalah dengan
mengamati perilau anak secara saksama dalam berkomunikasi, bertingkah laku, dan tingkat
perkembangannya. Beberapa instrumen screening dapat digunakan untuk mendiagnosis
autisme, yaitu :
1. CARS (Childhood Autism Rating Scale), yaitu skala peringkat autisme masa kanak-
kanak. CARS dibuat diawal tahun 1970 oleh Eric Schopler, yang didasarkan pada
pengamatan perilaku.
2. CHAT (The Checklis For Autism In Toddlers), yaitu daftar pemeriksaan autisme pada
masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak umur 18 bulan. CHAT dikembangkan
di awal tahun 1990-an oleh Simon Baron Cohen.
3. The Autism Screening Questionare yaitu daftar pertanyaan yang terdiri atas 40 skala item,
yang digunakan pada anak-anak di atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan
komunikasi dan sosial mereka.
4. STAT (The Screening Test For Autism In Two-Years Old) yaitu tes screening autism
untuk anak usia 2 tahun. Tes screening ini dikembangkan oleh Wendy Stone yang
didasarkan pada 3 bidang kemapuan anak yaitu bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

2.9 Penatalaksanaan

Berikut beberapa macam terapi yang diberikan pada pasien autisme yaitu :
1. Terapi Farmakologi
Ada beberapa obat yang dituliskan dibawah ini dapat diberikan untuk meredakan ansietas,
agitasipsikomotor berat dan kepekaan yang ekstrem terhadap stimulus lingkungan. Obat
tersebut tidak secara nyata meredakan gejala-gejala autis antara lain :
a. Antipsikomotok membantu mengendalikan perilaku agittasi, agresif/perilaku
impulsive.Kadar dopamine, seperti haloperidol (haldol) memfasilitasi
penatalaksanaan perilaku. Kadang kala penggunaan anti psikotik menghasilkan
keuntungan tambahan dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak austik
yang terbatas.
b. Stimulan sistem saraf pusat seperti dekstroamfetamin (dexsedrin) mungkin memiliki
efek penenang para doksial pada anak-anak yang hiperaktif.

12
c. Anti depresan seperti litium digunakan karena efek penenangnya seperti antipsikotik
dan impramin (tofranil) telah digunakan karena kemampuannya menurunkan
impulsifitas anak.
2. Terapi Nonfarmakologi
Autisme memang belum bisa disembuhkan (not curable) tetapi masih dapat di terapi
(treatable). Menyembuhkan berarti “memulihkan kesehatan, kondisi semula, normalitas”.
Dari segi medis, tidak ada obat untuk menyembuhkan gangguan fungsi otak yang
menyebabkan autisme.
a. Terapi dengan pendekatan psikodinamis
Pendekatan terapi berorientasi psikodinamis terhadap individu autistik berdasarkan
asumsi bahwa penyebab autisme adalah adanya penolakan dan sikap orang tua yang
“dingin” dalam mengasuh anak.
b. Terapi dengan intervensi behavioral
Pendekatan ini merupakan variasi dan pengembangan teori belajar yang semula
hanya terbatas pada sistem pengelolaan ganjaran dan hukuman. Ada beberapa sistem
behavioral yang di terapkan pada individu dengan kebutuhan khusus seperti autime,
antara lain :
 Operant Conditioning (Konsep Belajar Operan)
 Cognitive Learning (Konsep Belajar Kognitif)
 Social Learning (Konsep Belajar Sosial)
c. Intervensi biologis
Mencakup pemberian obat dan vitamin kepada individu autistik.
3. Terapi Bermain
Bermain adalah dunia anak. Dimanapun anak-anak berada dan di waktu apapun, bermain
adalah aktivitas utama mereka. Bermain juga suatu bahasa yng paling universal,
meskipun tidak pernah dimasukkan sebagai salah satu dari ribuan bahasa yang ada
didunia. Melalui bermain, anak-anak dapat mengekspresikan apapun yang mereka
inginkan. Tidak diragukan bahwa anak-anak bermain sepanjang waktu yang mereka
miliki.

2.10 Discharge Planning

Salah satu metode intervensi dini yang banyak ditetapkan di Indonesia adalah Modofikasi
perilaku atau lebih dikenal sebagai metoda Applied Behavioral Analysis (ABA). Kelebihan
metode ini dibanding metode lain adalah sifatnya yang sangat terstruktur, kurikulumnya jelas,

13
dan keberhasilannya bisa dinilai secara objektif. Penatalaksanaannya dilakukan 4-8 jam
sehari.
Di Indonesia metode modifikasi ini lebih dikenal sebagai metode Lovaas (nama orang
yang mengembangkannya) oleh Yayasan Autisma Indonesia (YAI) terus disebar luaskan.
Secara berkala, YAI mengadakan pelatihan bagi orang tua penyandang agar mereka bisa
melakukan sendiri terapi dirumah. Pelaksanaannya harus benar-benar tepat. Kalau sampai
salah hasilnya akan mengecewakan sehingga tentu akan merugikan si anak. Waktunya
terbuang sia-sia, padahal bila dilakukan secara intensifdan konsisten, program terapi ini bisa
selesai dalam 1-2 tahun.

1. Anak Rise : Merupakan sebuah program berbasis rumah yang menekankan kontak mata,
menerima anak tanpa menghakimi

2. Melatih anak untuk bisa bertanggung jawab pada apa uang telah dia perbuat

3. Melatih anak dengan memberikan permainan pada anak

4. Membantu anak untuk mengena dunia luar

5. Mengajarkan kosa kata mengguanakan cerita

6. Mengajarkan kepada anak untuk bisa menjalin kerjasama pada orang lain (membaur
dengan orang lain)

7. Memberikan pujian pada anak

2.11 Pengkajian

a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku, bangsa,
tanggal MRS, nomor registrasi, dan diagnose medis
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat berbicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dengan waktu singkat, tidak senang atau
menolak dipeluk. Saat bermain bila dideketin pasti menjauh. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau gunting, terus dipegang
dibawa kemana-mana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan
lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu

14
pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja.
Bila mendengar suara keras, menutup telingan. Didapatkan IQ dibawah 70 dari
70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sikap 5% mempunyai IQ diatas
100.
 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
 Sering terpapar zat-zat toksik, seperti timbal
 Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan.
Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit kerurunan.
c. Status perkembangan anak
 Anak kurang merespon orang lain
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal
 Keterbatasan kognitif
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan)
 Terdapat ekolalia
 Sulit fpkus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut
 Peka terhadap bau
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun

15
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respon yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar

2.12 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan hambatan


psikologis
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan neurologi
3. Gangguan persepsi sensori perabaan berhubungan dengan ketidakinginan untuk
disentuh

2.13 INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnose leperawatam Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil
1 Gangguan komunikasi
Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Untuk
verbal dan non tindakan kecepatan, mengetahui
verbal berhubungan keperawatan tekanan, perkembanga
dengan hambatan tingkat kuantitas, n yang terjadi
psikologis pemahaman volume, dan pada anak
komunikasi klien diksi bicara tersebut
akan meningkat 2. Monitor proses
kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang
berkaitan dengan
bicara
3. Identifikasi perilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi
2 Gangguan interaksi
Setelah dilakukan 1. Pertahan 1. Agar
sosial berhubungan tindakan kan kesabaran klien dapat
dengan perubahan keperawatan dan kejujuran membina

16
neurologi kualitas hubungan dalam hubungan
sosial akan mengembangka saling
meningkat n hubungan percaya pada
2. Berikan orang lain
umpan balik 2. Meras
positif terhadap a percaya diri
aktivitas yang dengan apa
dilakukan yang
3. Latih dilakukannya
peningkatan
kemampuan
yang dimiliki
4. Anjurkan untuk
menghormati hak
orang lain
3 Gangguan persepsi
Setelah dilakukan 1. Perikasa 1. Untuk
sensori perabaan tindakan status mental, mengetahui
berhubungan keperawatan status sensori, perkembanga
dengan keadaan klien dan tingkat n klien
ketidakinginan akan meningkat kenyamanan 2. Agar
untuk disentuh dari keadaan 2. Jadwalkan aktivitas klien tidak
sebelumnya harian merasa
3. Kolaborsikan dalam kesepian
meminimalkan
prosedur
4. Kolaborasikan
pemberian obat yang
mempengaruhi
persepsi stimulus

17
BAB 3

WEB OF CAUTION (WOC)

Genetik Keracunan logam

Neutropin dan neutropeptida

Gangguan pada otak Kerusakan pada sel purtinje


dan hipocampus

Abnormalitas
pertumbuhan sel saraf Gangguan
keseimbangan serotonin

Peningkatan neurokimia
secara abnormal Gangguan otak kecil

Growth without guidance Reaksi atersi lebih lambat

Autisme

Gangguan Gangguan Tidak


komunitas interaksi sosial menyukai
rabaan/pelukan

Mengabaikan
Keterlambatan Bicara monoton dan menghindari
dalam dan tidak orang lain Gangguan
berbahasa dimenegerti persepsi sensori

Acuh 18
Gangguan
komunitas verbal
dan nonverbal Perilaku yang aneh
Gangguan
interaksi sosial

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai
oleh gejala-gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan
emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komuikasi timbal balik, dan minat yang
terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik).
Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat
sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa
hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor
yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter,
dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan.

4.2 Saran

Melalui makalah ini diharapkan nantinya calon profesi perawat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat sesuai dengan indikasi keluhan klien dan dapat mempraktekkan
tindakan-tindakan keperawatan yang sesuai dengan konsep yang telah teruji kebenarannya
sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan dapat diminimalisir dan tim perawat
pun semakin diakui kelayakkannya sebagai salah satu tim pelayanan kesehatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

HR, Dr. Hasdiana. Autisme pada anak : pencegahan, perawatan, dan


pengobatan.2013.yogyakarta:nuhamedika
Abiyu Mifzal.anak autis berprestasi.2014.yogyakarta:familia
Dian Nafi.Belajar dan bermain bersama abk dan autis.2014.yogyakarta:familia
Mirza Maulana.buku ajar anak autis:mendidik anak autis dan gangguan mental lain
menuju anak cerdas dan sehat.2014.yogyakarta.kartahati
Munnal Hani’ah.kisah insporatif anak autis berprestasi:autism dan tips-
tipsmenjadikan anak autis berprestasi.201yogyakarta:diva press
standar diagnosa keperawatan Indonesia: Dewan pengurus pusat
standar luaran keperawatan Indonesia: Dewan pengurus pusat
standar intervensi keperawatan Indonesia: Dewan pengurus pusat

20

Anda mungkin juga menyukai