Anda di halaman 1dari 85

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN GANGGUAN
PSIKOSEKSUAL
.
Pengertian
• Sex merupakan kegiatan fisik sedangkan
sexualitas bersifat total, multi determined
dan multi dimensi.
• Oleh karena itu sexualitas bersifat holistik
yang melibatkan aspek biopsikososial
kultur dan spiritual.
.
• Identitas gender sangat berkaitan dengan
aspek psikologis yaitu bagaimana
seseorang merasa tentram dengan
identitas sexualnya dan bagaimana
seseorang memutuskan untuk
menafsirkan identitas sexual untuk dirinya
sendiri atau citra diri sexual (sexual self
image) dan konsep diri.
Aspek sexualitas,
mengapa perlu dipelajari ?

• Perawat perlu menyadari nilai dan


perasaanya sendiri terhadap hal yang
berhubungan dengan sexualitas dan
memperhatikan bahwa perasaan dan nilai
yang dianut orang lain tidak akan selalu
sama dengan perasaan yang dimiliki
perawat.
Klasifikasi
I. Gangguan Identitas Jenis (Gender
Identity Disorders)
Ditandai oleh perasaan tidak senang dan tidak
sesuai terhadap alat jenis kelaminnya, dan
perilaku menetap yg mirip dg perilaku lawan
jenisnya
Contoh :
– Transseksualisme
II. Parafilia = deviasi seksual(terjadi
penyimpangan  tdk menyukai lawan
jenisnya)

• adanya kegairahan seksual terhadap


benda (objek) atau situasi seksual yg
tidak merupakan bagian dari pola
aktifitas rangsang seksual yg lazim yang
dapat menghambat kemampuan untuk
aktivitas seksual
– Contoh: Zoofilia, Pedophilia,Transvestisme
– Sadism seksual
III. Disfungsi Psikoseksual
• Ditandai oleh hambatan dlm selera seksual atau
perubahan psikofisiologik yg khas dari siklus
respons seksual. Contoh :
– Hambatan selera seksual
– Hambatan gairah seksual
– Hambatan orgasme wanita
– Hambatan orgasme pria
– Ejakulasi prematur
IV. Gangguan Psikoseksual Lainnya

• Homoseksualitas yang ego distonik


• Gangguan psikoseksual yang tidak di
klasifikasikan di tempat lain
I. Gangguan Identitas Jenis
• Gambaran Utama. Ketidak sesuaian antara alat
kelamindengan identitas jenis (gender identity)
• Identitas Jenis :
– Perasaan seseorang tergolong dalam jenis kelamin
tertentu
– Kesadaran bahwa dirinya adalah pria atau wanita
– Suatu penghayatan pribadi dari peran jenis (gender rule)
• Peran jenis
– Pernyataan terhadap masy dari identitas jenisnya
– Segala sesuatu yg dilakkan atau dikatakan oleh
seseorang termasuk gairah seksual untuk menyatakan
pada orang lain atau diri sendiri sampai berapa jauhnya
dirinya itu pria atau wanita
Transeksualisme
• Terdiri dari 4 subtipe, sesuai dgn yg paling
dominan dalam riwayat seksual sebelumnya,
dan diberi kode pada angka ke lima yaitu :
1. Aseksual
Individu mengatakan tidak pernah berhasrat
dan bergairah seksual yg kuat. Kadang-
kadang ada sedikit atau tidak ada sama sekali
aktivitas seksual, atau perasaan
menyenangkan yg didapat dari alat
kelaminnya
4 sub…
2. Homoseksual
Didapat kecenderungan homoseksual yg
predominan sebelum timbul keadaan
transeksualisme meskipun seringkali individu
itu menyangkal bahwa perilaku seks bersifat
homoseksual karena ia yakin bahwa dirinya
‘sebenarnya’ adalah lawan jenisnya
3. Heteroseksual
Individu itu menyatakan pernah mempunyai
kehidupan heteroseksual yg aktif sebelumnya
4. Yang tidak ditentukan
Usia Timbul
• Dalam masa anak-anak sudah mempunyai
masalah identitas jenis, meskipun demikian,
beberapa diantaranya mengatakan bahwa hal
itu hanya dikeahui oleh mereka sendiri dan
tidak nyata di mata keluarga ata kawan-
kawan mereka. Untuk subtipe aseksual atau
homoseksual, biasanya sindrom lengkap
timbul pada akhir masa remaja atau usia
dewasa muda. Untuk subtipe ‘heteroseksual’
gangguan ini dapat timbul dalam usia lebih
tua
Diagnosis Differensial
• Laki-laki homoseksual yg bersifat
kewanitaan
• Keadaan interseks biologik
• Schizophrenia
• Transvestisme
Kriteria Diagnostik
A. Terdapat perasaan tidak senang dan tidak sesuai
terhadap alat kelamin
B. Keinginan untuk menghilangkan alat kelaminnya
dan hidup sebagai lawan jenisnya
C. Gangguan ini terjadi terus menerus (tidak terbatas
dalam periode stress), selama paling sedikit 2
tahun
D. Tidak ada keadaan interseks biologik (fisik) atau
abnormalitas genetik
E. Tidak di sebabkan oleh gangguan mental lain
seperti Schizophrenia
Gangguan Identitas Jenis Masa Anak

• Diagnosa differensial:
– Anak-anak dg perilaku yang tidak sesuai
dg jenis kelamin mereka menurut
norma-norma kebudayaan.
– Abnormalitas alat kelamin
• Contoh : Anak perempuan tomboy
Kriteria Diagnosa Anak Wanita
• Keinginan yg kuat dan menetap untuk
menjadi anak laki-laki atau bersikeras
menyatakan bahwa dirinya seorang anak
laki-laki, bukan semata-mata berkeinginan
untuk menjadi anak laki-laki, karena
secara kebudayaan menjadi laki-laki lebih
menguntungkan.
• Penolakan yg menetap akan struktur
anatomik yg bermanifestasi secara berulang
oleh paling sedikit satu dari pernyataan
berikut ini :
1. Bahwa dirinya akan tumbuh menjadi laki-
laki (bukan hanya dalam peranan laki-laki
saja)
2. Bahwa secara biologik ia tidak bisa hamil
3. Bahwa ia tidak mempunyai vagina
4. Bahwa pada dirinya tidak akan
berkembang payudara
5. Bahwa pada dirinya telah ada atau akan
tumbuh penis
Kriteria Diagnosis untuk Pria
• Keinginan yg kuat dan menetap untuk menjadi anak
wanita atau bersikeras bahwa dirinya seorang anak
wanita. Terdapat salah satu dari yg berikut ini :
1. Penolakan yg menetap akan struktur anatomik pria,
yg bermanifestasi secara berulang oleh paling
sedikit satu dari pernyataan berikut ini
a. Bahwa dirinya akan tumbuh menjadi wanita
(bukan hanya peranan wanita saja)
b. Bahwa penis dan testisnya menjijikan atau akan
menghilang
c. Bahwa lebih baik bila tidak mempunyai penis
atau testis sama sekali.
Kriteria/…..

2. Terdapat preokupasi dengan aktivitas


stereotipik wanita, yg dimanifestasikan
oleh kesenangan untuk memakai baju
wanita atau meniru pakaian wanitaatau
keinginan yg kuat ikut dalam permainan
anak wanita. Usia timbul gangguan ini
sebelum masa pubertas
Gambaran utama
• Perlu khayalan/perbuatan tak lazim/aneh untuk
mendapatkan gairah seksual. Khayalan perbuatan itu
cenderung berulang secara involunter (tidak bisa dikuasai
lagi) dan bersifat mendesak dan meliputi hal – hal :
– Lebih menyukai/memilih benda (bukan manusia untuk
menimbulkan kegairahan seksual
– Aktivitas seksual dengan manusia secara berulang yg
mencakup penderitaan/penghinaan, baik yg dibuat-buat
(simulasi) maupun yg sungguh, atau
– Aktivitas seksual berulang dengan pasangan yang tidak
menghendaki atau menginginkannya.
khayalan parafilia dapat membahayakan diri
pasangannya (misalnya dalam keadaan sadisme
seksual berat) atau dirinya sendiri (masokisme seksual
berat)
• Karena dari beberapa ggn in berkaitan dg
pasangannya yg tidak
menghendaki/menginginkan hal itu, maka
keadaan itu sering berkaitan dengan
aspek hukum dan masyarakat
• Parafilia dapat terjadi secara berganda
atau bersamaan dengan gangguan jiwa
lainnya, seperti schizophrenia atau
pelbagai jenis gangguan keperibadian 
perlu dibuat diagnosa ganda
Zoofilia (Bestialitas)
• Zoofilia ini tidak untuk orang yg di padang
gurun/medan perang, terpaksa melakukan
zoofilia karena tidak memungkinkan
adanya wanita misalnya.
• Aktivitas dapat berupa persetubuhan atau
binatang itu diajar untuk
menjilat/menggosok alat kelamin
parafiliak. Seringkali binatang itu sudah
lama tinggal bersama penderita
Zoofilia …
• Diagnosis differensial
Aktivitas seksual patologik dengan
binatang
• Kriteria diagnosis
terdapat perbuatan/fantasi mengadakan
aktivitas seksual dengan hewan yg
berulang kali, lebih disukai sebagai satu-
satunya cara untuk menimbulkan gairah
seksual
Pedofilia
(Child Abuse)
• Paling banyak adalah seksual abuse,
disamping fisical abuse.
• Umumnya terjadi pada orang-orang
lemah, impoten, imatur dan sering pada
orang dengan retardasi mental atau orang
tua yang terisolasi.
Pedofilia…
• Diagnosis differensial
– Retardasi mental
– Sindrom kepribadian organik
– Intoksikasi alkohol
– Schizophrenia
– Ekshibisionisme
– Sadisme seksual
Kriteria diagnosis
A. Perbuatan/fantasi untuk melakukan
aktivitas seksual dengan anak
prapubertas yg berulang kali, lebih
disukai sebagai satu-satunya cara untuk
mendapatkan gairah seksual.
B. Pada individu dewasa dimana beda usia
dengan anak paling sedikit 10 tahun.
Pada individu akhir masa remaja tidak
diperlukan dengan tepat beda usia tetapi
maturitas seksual anak itu dan beda usia
ditentukan berdasarkan pertimbangan
klinis.
Transvestisme
• Lebih sering terjadi pada pria, dan ibu penderita
sebetulnya menginginkan seorang anak wanita
sehingga merawat/membesarkan penderita
sebagai seorang wanita
• Transvestisme tidak boleh disamakan dengan
homoseksual oleh karena orientasinya tetap
hubungan heteroseksual dan pergaulan sosialnya
juga dengan jenis kelamin berlawanan. Mereka
seringkali dapat menikah
• Biasa mulai pd usia 5-14 thn bersamaan dengan
pemakaian pakaian wanita dan pemuasan seksual
melalui masturbasi. Perilaku ini diperkuat bila
perkembangan heteroseksual dihalangi oleh sikap
keluarga yang pasif menentang atau norma-norma
sosial yg tak dapat diatasinya.
Trans…
• Kriteria diagnosis:
– Transseksualisme
– Pemakaian pakaian lawan jenis untuk
menghilangkan ketegangan/perasaan
tak senang tentang identitas jenis
– Female impersonators
– Pria homoseksual
– Fetihisme
Diagnosis Differensial
A. Pemakaian pakaian wanita secara
berulang dan menetap oleh pria
heteroseksual
B. Tujuan pemakaian wanita yaitu untuk
mendapatkan kegairahan seksual,
setidak-tidaknya pada awal gangguan ini
C. Timbul frustasi yg mendalam apabila
terjadi halangan dalam upayanya
memakai pakaian wanita
D. Tidak memenuhi kriteria untuk
transeksualisme
Ekshibisionisme
• Salah satu jenis parafilia yg paling sering
• Penderita biasanya putra dari seorang ibu yg
dominan, agresif, menyesalkan peranan wanitanya
dan menjalankan hidupnya melalui anak-anaknya
terutama putra-putrinya. Sang ayah merupakan
seorang yg lemah, kurang efektif dan sedikit
pengaruhnya terhadap perkembangan emosional
penderita. Hal ini menyebabkan penderita
mengidentifikasikan dirinya kepada ibunya  timbul
keinginan incest tetapi hal ini disadari terlarang 
mekanisme pertahanan tak sadar yg bersifat
kompulsif dg memperlihatkan alat kelamin untuk
meyakinkan dirinya terhadap bahayakastrasi.
• Keadaan ini sering bercampur dengan pedofilia,
voyeurisme dan homoseksual
Ekshibisionisme…
Diagnosis Differensial
• Perilaku memperlihatkan alat kelamin secara
berulang tanpa menghayati rangsang
seksual pada penderita ggn jiwa lain.
• Pada pedofilik dpt terjadi perilaku
memperlihatkan alat kelamin sebagai
tindakan permulaan untuk melakukan
aktivitas seksual dg anak
Kriteria Diagnosis

• Perilaku berulang dg mempertunjukkan


alat kelaminnya secara tak terduga
kepada org yg tak dikenal, dg tujuan untuk
mendapat kegairahan seksual tanpa
upaya lanjut untuk mengadakan aktivitas
seksual dg org yg tak dikenalnya itu
Fetihisme
• Khusus terdapat pd pria
• Benda-benda fetish mempunya nilai genital dan
bertujuan untuk mengakal perbedaan anatomi dari pria
dan wanita
• Fetihisme biasanya dianggap sebagai subtitusi adanya
dorongan genital terhadap rasa takut akan kastrasi
• Beberapa psikoanalisa menganggap fetihisme sebagai
usaha untuk mendapatkan identifikasi ego melalui
kontak dg benda pengganti yg memberi kepuasan
• Pada anak-anak yg tdk bisa dipisahkan dari boneka,
selimut, sarung bantal, dll dpt dianggap sbg usaha
pemuasan pada saat tak ada ibu. Sehingga benda-
benda fetis dapat dianggap pemuasan keinginan
pregenital
Diagnosis Differensial
• Eksperimen seksual yg tidak
patologik
• Transvestisme
Kriteria Diagnosis
• Penggunaan benda (fetish) yg
berulangkali lebih disukai sebagai satu-
satunya cara untuk mendapatkan
kegairahan seksual.
• Benda fetish yg digunakan tdk terbatas
pada perangkat pakaian wanita yg biasa
diapakai pada transvestisme atau pada
alat khusus untuk merangsang gairah
seksual (seperti vibrator)
Voyuerisme
• Penderita voyeurisme sering mempuyai perasaan
takut utuk melihat langsung dan tak dapat
menerima pandangan/tatapan orang lain.
• Pada masa kecil penderita sering melihat ibunya
telanjang. Ia tak berani mengadakan hubungan
seks oleh karena bayangan ketakutan akan
persatuan dengan ibunya
• Penderita biasanya melakukan masturbasi pada
waktu mengintip dan sering menikmati fantasi
agresif dan tindakan pembun uhan terhadap
wanita.
Diagnosis Differensial
• Perilaku yg berulang dg cara melihat/mengintip
orang lain telanjang, membuka pakaian atau
melakukan aktivitas seksual tanpa
sepengetahuan mereka, dan tidak ada usaha
lanjut untuk melakukan aktivitas seksual dg
orang yg dilihat/diintipnya itu.
• Perilaku melihat/mengintip itu adalah cara
yang berulang kali lebig disukai atau satu-
saunya cara untuk mendapatkan kegairahan
seksual.
Masochism Sexual
• Berasal dari nama org yaitu Sacher Masoch yg juga
merupakan seorang masokhis
• Masokisme mungkin berasal dari proses identifikasi
seorang anak pada seseorang yg sedang dihukum
dan pada saat bersamaan mengalami kenikmatan /
kegairahan seksual ketika rasa nyeri diberikan oleh
seorang yg dicintai. Misalnya seorang anak
menyenangi pukulan seorang saudara saingannya.
Dengan menderita, seorang melatih kepuasan
(power) dg menyebabkan rasa bersalah pada objek
yg cinta yg diingini, yg memberikan kepuasan
seksual
• Fantasi yg bersifat masokistik
• Ciri kepribadian masokistik
Kriteria Diagnostik
Salah satu dari kedua hal berikut
• Bahwa caa yg lebih disukai atau satu-satunya
untuk mendapatkan kegairahan seksual yaitu dg
cara dihina, diikat, dipukul atau penderitaan
lainnya.
• Individu itu dengan sengaja turut dalam aktivitas
dimana ia mendapat penderitaan atau
rudapaksa jasmani atau kehidupannya terancam
demi tercapainya kegairahan seks.
Sadism Sexual
• Tulisan otobiografi Marquis De Sade  pertamakali
menggambarkan hubungan antara seksualitas
dengan kekeasan
• Mula-mula penderita sering berfantasi + masturbasi
 melakukan tindak kekerasan + penghinaan
terhadap objek tertentu  timbul kegairahan seksual
• Kraff – Ebing (1882): memandang sadisme sebagai
suatu keinginan untuk menaklukan orang lain,
dengan kekuasaan sebagai tenaga motivasinya
• Para psikoanalisa memandang sadisme sebagai
pelampiasan (acting out) keinginan-keinginan
terhadap korban yg telah ditransfernya dg perasaan-
perasaan ambivalen tentang seksualitas
• Terhadap pasangan yg tidak menginginkan hal itu,
individu telah secara berulang kali dan dengan
sengaja menimbulkan penderitaan psikologi/fisik
agar timbul kegairahan seksual. Dengan pasangan
yg memang menginginkan hal itu, cara yg berulang
kali telah disukai atau satu-satunya cara untuk
mendapat kegairahan seksual adalah dengan
melakukan kombinasi penghinaan dengan
penderitaan yg dibuat-buat, atau penderitaan fisik
dengan cedera ringan. Terhadap pasangan yg
menginginkan hal itu menimbulkan cedera fisik
berat, luas, permanen, atau bahkan dapat berakhir
dengan kematian agar tercapainya kegairahan
seksual.
Disfungsi Psikoseksual
Gambaran Utama
• Terdapat hambatan (inhibisi) pada selera
(appetitive) atau perubahan patofisiologik yg
merupakan ciri khas dari siklus respon
seksual yg lengkap.
• Siklus ini terdiri dari 4 fase:
– Selera (Appetitive)
– Gairah (Excitement)
– Orgasme
– Resolusi
Selera (Appetitive)
• FANTASI TENTANG AKTIVITAS SEKS
dan KEINGINAN untuk MELAKUKAN
AKTIVITAS SEKS
Gairah (Excitement)
• Perasaan senang seks secara subjektif. Dan
perubahan-perubahan fisiologik yg menyertainya
• Pada Pria
– Pembesaran penis  ereksi
– Sekresi kelenjar Cowper
• Pada Wanita
– Vasokongesti menyeluruh dalam pelvis dengan
pelumas vagina dan pembengkakan genetalia
luar.
– Perkembangan ‘platform’ organik yg berupa
penyempitan 1/3 dinding luar vagina oleh karena
ketegangan otot pubokoksingeal dan
vasokongesti; vasokongesti labia minor;
pembengkakan buah dada, perpanjangan +
pelebaran 2/3 dinding dalam vagina
Orgasme
• Pemuncakan kepuasan seks dengan
pelepasan ketegangan seks dan kontraksi
ritmik otot-otot perineum dan alat-alat
reproduksi dalam pelvis. Pada pria terjadi
perasaan ejakulasi yg tidak dapat ditahan lagi
dan diikuti oleh pengeluaran air mani
(kontraksi prostat, vesikula seminal, uretera).
Pada wanita kontraksi 1/3 dinding luar vagina.
Baik pria dan wanita sering terjadi kontraksi
otot menyeluruh seperti gerakan involunter
pelvis ke depan
Resolusi
• Relaksasi dan rasa puas yg menyeluruh
serta relaksasi otot. Selama fase ini pria
secara fisiologik tak dapat (refraktor) ereksi
dan orgasme untuk suatu periode tertentu.
Sebaliknya wanita dapat hampir segera
menanggapi stimulasi tambahan.
Hambatan dapat timbul pada satu atau
lebih fase, meskipun hambatan pada fase
resolusi jarang bermakna secara klinis
• Disfungsi dapat bersifat menetap seumur
hidup, atau didapat imbangan sesudah
suatu periode berfungsi (sementara),
menyeluruh atau situasional terbatas pada
situasi (pasangan tertentu), dan total, atau
sebagian derajat (frekuensi gangguan itu).
Pada beberapa kasus perlu ditelaah
apakah disfungsi timbul juga sewaktu
masturbasi.
Gambaran Penyerta
• Depresi, cemas, rasa salah, malu, frustasi
dan keluhan somatik
• Ketakutan gagal dan sensitivitas luar biasa
terhadap reaksi pasangannya
Usia Timbul
• Paling sering dalam usia dewasa muda
(awal 30-an dan akhir 20-an)
• Untuk ejakulasi prematur  perjumpaan
seksual pertama kali
• Usia dewasa lanjut  hambatan gairah
seksual pada pria
Komplikasi
• Gangguan dlm hubungan perkawinan atau
seksual
Faktor Predisposisi
• Pada wanitas  ciri kepribadian histrionik
hambatan gairah seks dan hambatan
orgasme
• Pada prias  ciri kepribadian kompulsif 
hambatan selera dan gairah seks
• Kecemasan  ejakulasi prematur
• Sikap negatif terhadap seksualitas akibat
pengalaman tertentu, konflik internal,
berpegang teguh kepada nilai-nilai budaya
tertentu yg kaku
Prevalensi
• Sering ditemukan khususnya dalm bentuk
ringan
– Hambatan selera seks + orgasme 
pada wanita lebih banyak daripada pria
– Dispareunia fungsional  pada wanita
lebih banyak daripada pria
Diagnostik Defferensial
• Depresi berat
• Gangguan kepribadian
• Gejala sementara akibat robekan selaput dara 
hambatan gairah seks
• Keadaan sementara dari kegagalan ereksi penis
oleh karena kelelahan, kecemasan, alkohol dan
obat-obatan
• Problem perkawinan atau problem hubungan
interpersonal lainnya
• Keadaan dengan stimulus seks tidak adekuat, baik
dalam fokus, intensitas atau lamanya stimulus
Hambatan Selera Seksual

Kriteria Diagnosis
• Terapat hambatan selera seks yg enetap
serta meresap (pervasif). (perhitungan
faktor: umur, jenis kelamin, kesehatan,
intensitas dan frekwensi selera seks,
konteks kehidupan individu)
• Faktor organis tidak ada
• Gangguan jiwa lain pada axis I tidak ada
Hambatan Gairah Seksual

• Termasuk frigiditas dan


impotensi psikogenik (karena
faktor psikologis bukan karena
faktor fisik)
Kriteria Diagnosis
A. Hambatan yg berulang dan menetap dari gairah
selama aktivitas seks yang bermanifestasi
sebagai berikut :
1. Pada pria terdapat kegagalan
sebagian/menyeluruh untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi sampai akhir
aktivitasseks, atau
2. Pada wanita terdapat kegagalan
sebagian/menyeluruh untuk mencapai atau
mempertahankan respon pelumasan dan
pembengkakan alat kelamin yg merupakan
respon gairah seks sehingga akhir dari
aktivitas seks
Kriteria…
B. Penilaian klinik bahwa individu itu
melakukan aktivitas seks yg cukup
adekuat dalam fokus, intensitas dan
lamanya
C. Faktor organik tidak ada

• Gangguan jiwa lain pada aksis I tidak ada


Hambatan Orgasme Wanita

• Hambatan orgasme pada wanita yg berulang dan


menetap serta bermanifestasi sebagai
keterlambatan atau tiodak terjadinya orgasme
setelah terjadi fase gairah yg cukup kuat dalam
fokus, intensitas dan lamanya individu itu mungkin
pula memenuhi kriteria hambatan gairah seks.
Apabila pada saat-saat lain terdapat masalah
selama fase gairah dari aktivitas seks. Dalam hal
demikian kedua kategori diagnosa disfungsi
psikoseksual harus dicatat
• Faktor organik dan gangguan jiwa lain pada aksis I
tidak ada
Hambatan Orgasme Pria

Kriteria diagnosis
• Sama dengan wanita kecuali kata orgasme
diganti dengan ejakulasi
Ejakuasi Prematur
1. Ejakulasi yg terjadi sebelum individu itu
menghendaki karena secara berulang dan
menetap tidak ada pengendalian volunter
yg wajar terhadap ejakulasi dan orgasme
selama aktivitas seks (pertimbangan faktor
umur, ciri pasangan seks, frekwensi serta
lamanya senggama)
2. Gangguan jiwa pada aksis I tidak ada
Dispareunia Fungsional
Kriteria Diagnosis
A. Rasa nyeri berulang dan menetap pada
alat kelamin pada waktu senggama baik
pada wanita maupun wanita
B. Gangguan fisik/kurang pelumasan dalam
vagina/vaginismus fungsional/gangguan
jiwa lain pada aksis I tidak ada
Vaginismus Fungsional
• Dikategorikan sebagai faktor psikologik
yg mempengaruhi kondisi fisik
Kriteria diagnostik
A. Terdapat riwayat yg berulang dan
menetap dari spasme involunter otot 1/3
bagian luarvagina sehingga menghalangi
senggama
B. Gagguan fisik/jiwa lain pada aksis I tidak
ada
Disfungsi Psikoseksual Tidak Khas

• Terapi disfungsi seksual: bila ada


cemas/depresi  beri antisiolotik/anti
depresan
– Konseling pernikahan
– Psikoterapi individual  untuk pasien
dengan kepribadian neurotik
– Terapi tingkah laku : sex therapy
– Prognosis : baik bila mempunyai fungsi seksual
yg adekuat sebelumnya
Homoseksualitas yg ego-distonik

• Termasuk lesbianisme yg ego-distonik


• Homoseksualitas: rasa tertarik secara
perasaan (kasih sayang, hubungan
emosional) dan atau secara erotik, baik
secara predominan (lebih menonjol)
maupun eksklusif (semata-mata) terhadap
orang-orang yg berjenis kelamin sama,
dengan atau tanpa hubungan fisik
(jasmaniah)
Etiologi
Hasil penelitian masih kontroversial
• Bell, Weinberg, Hammersmith (1981) + Kallman
(1952). Kondisi konstitusionalyg berdasarkan
bawaan biologik  converdance rate 100%
diantara anak kembar monozigot homoseks
• Pengaruh peran orang tua (ayah lemah/absen, ibu
dominan)
• Bujukan orang dewasa homoseks terhadap remaja.
Pendapat sekarang homoseks bukan suatu
gangguan atau penyakit jiwa
• 1973 – APA (American Psychiatric Association)
• 1975 – American Psychology Association
• 1982 – Depkes RI
Gambaran Utama
• Keinginan untuk mendapatkan/menambah
kegairahan heteroseks, agar hubungan
heteroseks dpt terbentuk atau dipertahankan
dan yg pola kegairahan homoseksnya yang
nyata (overt) dengan jelas dinyatakan oleh
individu itu sebagai sesuatu yg tidak diinginkan
dan merupakan sumber penderitaan bagi
dirinya
Gambaran Penyerta

Perasaan kesepian
(sering), rasa bersalah,
malu, cemas dan depresi
Perjalanan
• Banyak individu dg gangguan ini akhirnya
melepaskan keinginan untuk menjadi
heteroseks dan akhirnya menerima diri
mereka sebagai homoseks (perlu sikap
suportif dan pengertian terhadap
homoseks)
• Perubahan ke heteroseks pada homoseks
eksklusif  jarang sekali walaupun
dengan terapi
Diagnosis Banding
• Homoseks yg ego sintonik
• Hambatan hasrat seksual
• Homoseks yg menderita depresi berat
Kriteria Diagnosis
• Individu itu mengeluh secara terus menerus,
kegairahan heteroseks tidak ada atau lemah,
dan secara cukup bermakna menghalangi
upaya dirinya untuk memulai atau
mempertahankan hubungan heteroseksnya.
• Terdapat pola kegairahan homoseks yg
menetap dan oleh individu itu secara jelas
dinyatakan bahwa hal itu tidak
dikehendakinya dan merupakan suatu
sumber penderitaan yg terus menerus.
Therapy
Tetapkan tujuan terapi yang jelas
• Obati masalah-masalah yg menyertainya (ggn afektif
neurotik)
• Pertahankan kesungguhan motivasi untuk beralih ke
heteroseks (tanpa paksaan)
• Terapi tingkah laku
Fokus pengobatan
• Pengurangan ansietas heteroseks
• Peningkatan respon heteroseks
• Mengembangkan rasa puas pada tingkah laku
heteroseks
• Mengurangi minat penyimpangan seks
Homoseks tidak sama dengan sexual obsession
(hanya pikirannya saja
PROSES PERKEMBANGAN KESADARAN DIRI
TERHADAP SEXUALITAS

• Tingkat kesadaran diri perawat terhadap


sexualitas mempunyai dampak langsung
pada kemampuannya melakukan
• intervensi keperawatan.
Tahap ketidaksesuaian kognitif

• Jika perawat dibesarkan dalam suatu


lingkungan yang mengajarkan kepadanya
bahwa sebagai gadis yang baik tidak
boleh membicarakan sex, maka dia akan
merasa malu untuk membahasnya.
Tahap ansietas
• Pada tahap ini perawat merasa ansietas, rasa
takut dan shok. Perawat menyadari bahwa
semua orang mengalami ketidakpastian, merasa
tidak aman, bertanya tanya dan bermasalah
yang berkaitan dengan sexualitas.
• Perawat yang sedang mengalami ansietas
dapat berperilaku tidak terapiutik, sehingga tidak
dapat menangkap pesan atau isyarat dari klien
dan ketika menganalisis atau menegakkan
diagnosis perawat lebih memperhatikan
perasaan daripada fakta.
Tahap Marah
• Karena ansietas membuat perasaan tidak
enak atau tidak nyaman, biasanya
perawat berusaha mengurangi perasaan
tidak nyaman tersebut dengan manifestasi
kemarahan yang merupakan tahap ke tiga
pembinaan kesadaran perawat mengenai
sexualitas.
• Kemarahan umumya ditujukan pada diri
sendiri, klien dan masyarakat mengenai
pemahaman yang tdk sesuai dengannya
Tahap Tindakan
• Pada tahap terahir ini perasaan marah
mulai berkurang, perawat mulai menyadari
bahwa menyalahkan diri sendiri atau
masyarakat karena ketidak tahuannya,
tidak akan membantu klien mengatasi
masalah sexualnya.
• Sehingga dengan knolage attitude dan
skill perawat memberikan tindakan
keperawatan berkaitan dengan kebutuhan
sexualias.
Tugas utama perawat
• berpengetahuan tentang sexualitas dan norma
masyarakat
• menggunakan pengetahuan tersebut untuk
memahami perbedaan antara perilaku dan sikap
orang lain dengan diri sendiri sebagai akibat dari
pengaruh sosial budaya.
• menggunakan pemahaman ini untuk membantu
adaptasi klien dan keadan sehat yang optimal
• menyadari dan merasa nyaman dengan
sexualitas diri sendiri
Faktor-Faktor yang mempengaruhi sexualitas
• 1. Faktor perkembangan
Proses perkembangan manusia mempunyai
aspek psikososial, emosional dan biologik
kehidupan yang selanjutnya akan
empengaruhi sexualitas indifidu.
2. Kebiasaan hidup sehat dan kondisi
kesehatan
Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat
merupakan persyaratan utama untuk dapat
mencapai kepuasan sexual.
Peran dan hubungan
• Kualitas hubungan seseorang dengan
pasangan hidupnya sangat mempengaruhi
kualitas hubungan sexualnya. Cint dan
rasa percaya merupakan kunci utama
yang memfasilitasi rasa nyaman
seseorang terhadap sexualitas
Konsep diri
• Pandangan individu terhadap dirinya
sendiri mempunyai dampak langsung
terhadap sexualitas
Nilai budaya dan keyakinan
• Faktor budaya termasuk pandangan
masyarakat tentang sexualitas dapat
mempengaruhi indifidu. Tiap budaya
mempunyai norma norma tertentu tentang
identitas dan perilaku sexual. Budaya turut
menentukan lama hubungan sexual, cara
stimulasi sexual dan hal lain terkait
dengan kegiatan sexual.
Agama
• Konsep tentang keperawanan, dapat
diartikan sebagai kesucian dan kegiatan
sexual dianggap dosa untuk agama
tertentu.
Etik
• Sexualitas yang sehat menurut Taylor,
Lillis & Le Mone (1997) tergantung pada
kebebasab indifidu dari rasa bersalah dan
ansietas. Sebenarnya yang penting
dipertimbangkan adalah rasa nyaman
terhadap pilihan ekspresi sexual yang
sesuai, yang hanya bisa dicapai apabila
bebas dari rasa bersalah dan perasaan
cemas.
Hambatan
• Nyeri yang menahun disertai nyeri menetap atau rasa
nyeri yang luar biasa, bisa menurunkan gairah untuk
melakukan kontak sexual
• b. Penyakit DM dapat menimbulkan impoten atau
jenis disfungsi sexual lainnya
• c. Penyakit kardiovaskuler, respon sexual dapat
meningkatkan kerja jantung dan struktur organ lainnya.
• d. Hipertensi yang paling menimbulkan kesulitan bagi
seseorang yang mengalami hipertensi adalah
penggunaan obat obat hipertensi sering mempengaruhi
fungsi sexual
.
• a. Infark miokardial, tujuan utama setelah mengalami
infark adalah memberikan kesempatan pada jantung
untuk pulih. Kegiatan hidup sehari hari termasuk
kegiatan sexual perlu dikurangi
• b. Penyakit persendian atau gangguan mobilitas
• c. Pembedahan atau citra tubuh (body image) ex.
masektomi
• d. Cedera medula spinalis ( spinal cord injuries )
yang menimbulkan berbagai tingkat ketidak mampuan
yang menetap
• e. Gangguan jiwa
• f. Penyakit kelamin
Terima Kasih
• .

Anda mungkin juga menyukai