Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Setiap manusia terlahir dengan memiliki karakter, kepribadian dan potensial yang berbeda-beda. Karakter, kepribadian dan potensial yang dimiliki manusia dapat berkembang optimal, apabila pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak dini berjalan dengan baik. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan persoalan aktual yang sangat penting untuk diperhatikan oleh manusia, terutama para orang tua. Semakin berkembangnya zaman, semakin banyak orang tua yang kurang memperhatikan setiap perkembangan yang terjadi pada anak. Hal tersebut dapat menyebabkan banyaknya gangguan-gangguan perkembangan pada anak yang tidak diketahui oleh orang tua. Ganguan perkembangan pada anak merupakan hal yang sangat berbahaya, sehingga dibutuhkan perhatian khusus dalam menanganinya. Seperti halnya dengan anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif. Gangguan perkembangan pervasif pada anak, dapat menyebabkan keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Anak penyandang autis merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif yang disebabkan karena andanya kecacatan dalam perkembangan syaraf dan psikis manusia. Oleh karena itu, anak penyandang autisme tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain, sulit mengekspresikan perasaan dan keinginan, dan tidak mempedulikan lingkungan sekitar.

Autisme tidak dikelompokkan sebagai penyakit mental atau psikosis, hal ini dikarenakan gangguan perkembangan pervasif dan penyakit mental berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi tujuan akhir perawatan. Seseorang yang mengalami sakit mental, dulu pernah normal, sehingga diusahakan untuk membuatnya normal kembali. Akan tetapi berbeda dengan seseorang yang mengalami gangguan perkembangan pervasif yang bersifat permanen atau tetap. Sehingga, tujuan perawatannya adalah untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan dewasanya, sehingga seseorang penyandang autisme dapat berintegrasi (menyatu) dalam lingkungan masyarakat dengan baik. Uraian diatas tentang penyandang autis yang merupakan gangguan perkembangan pervasif, memotivasi penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang gangguan perkembangan pervasif tersebut dalam makalah ini yang berjudul Autisme Pada Anak 1.2 Ruang Lingkup Pembahasan Pembahasan perkembangan moral dalam makalah disusun sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Apa pengertian dan klasifikasi autisme? Apa saja gejala-gejala terjadinya autisme? Apa saja penyebab terjadinya autisme? Apa saja pengobatan yang dapat dilakukan dalam penyembuhan autisme? Bagaimana cara mencegah terjadinya autisme?

1.3

Maksud dan Tujuan Penulisan Segala sesuatu yang hendak kita lakukan pasti memiliki maksud dan tujuan

hendak dicapai, begitu pula dengan penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui : 1. 2. 3. 4. 5. Pengertian dan klasifikasi autisme. Gejala-gejala terjadinya autisme. Penyebab terjadinya autisme. Pengobatan-pengobata yang dapat dilakukan dalam penyembuhan autisme. Cara mencegah terjadinya autisme.

AUTISME PADA ANAK 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Autisme Autisme atau autisme infantil (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943, yaitu seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme digunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner. Autisme berasal dari kata autos yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autism berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan seharihari. Oleh karena itu, penderita autisme sering disebut orang yang hidup didunianya sendiri. Berikut beberapa pandangan-pandangan para ahli tentang pengertian autis : 1. Autisme didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthen dkk, 1998) 2. Autisme dipahami sebagai gangguan perkembangan neurobiologis yang dapat mempengaruhi anak dalam belajar, berkomunikasi, dan hubungan dengan orang lain (The Association for Autistic Children in WA pada tahun 1991 dalam Yuwono, 2009). 3. Autisme merupakan suatu kondisi tentang seseorang yang sejak lahir ataupun pada saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak

tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif (Baron-Cohen, 1993). 4. Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri (Kartono, 2000). 5. Autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan social dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat (Yuniar, 2000). Merujuk kepada pengertian pengertian autisme yang telah dipaparkan oleh beberapa para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian autisme yaitu merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasif, yaitu suatu gangguan yang meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga para penyandang autis mempunyai dunianya sendiri. Seperti kita ketahui banyak istilah yang muncul mengenai gangguan perkembangan pervasif, istilah-istilah tersebut yaitu: 1. Autisme (autism) yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943). 2. 3. Autis (autist) yaitu anak yang mengalami ganguan autisme. Anak autistik (autistic child) yaitu keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.

4.

Gangguan autistik (autistic disorder) yaitu anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam kriteria DSM-IV ( Diagnostic and Statictical Manual-IV). Klasifikasi anak autis dikelompokkan menjadi tiga (Veskarisyanti, 2002),

antara lain yaitu : 1. Aloof Anak dengan autisme tipe aloof senantiasa berusaha menarik diri dari kontak sosial dan cenderung untuk memojokkan diri pada sudut-sudut ruangan. Apabila anak autistik dalam kelompok ini apabila berdekatan dengan orang lain, anak tersebut akan merasa tidak nyaman dan marah. Keengganan untuk berinteraksi terhadap sebayanya terlihat nyata apabila dibandingkan berinteraksi dengan orangtuanya (Hadis, 2006). 2. Passive Anak dengan autisme tipe passive tidak berusaha untuk mengadakan kontak sosial, melainkan hanya menerima saja. Anak autistik ini merupakan yang paling mudah ditangani. Dilihat dari segi kemampuan, anak autistik pada kelompok passive lebih tinggi apabila dibandingkan dengan anak autistik pada group aloof. Kemampuan visual lebih baik apabila dibandingkan dengan kemampuan verbal dan koordinasi (Hadis, 2006) 3. Active but odd Anak dengan autisme tipe ini cenderung akan melakukan pendekatan, namun hanya bersifat satu sisi yang bersifat repetitif dan aneh. Kemampuan bicara pada autistik jenis ini seringkali lebih baik apabila dibandingkan dengan

autisme aloof dan passive. Mimik cenderung terbatas dan kontak mata dengan orang lain tidak sesuai, kadang terlalu lama sehingga terlihat aneh (Hadis, 2006). 2.2 Gejala-Gejala Autisme

Gambar cirri-ciri anak penyandang autisme Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, di mana jumlah penderita laki-laki empat kali lebih besar dibandingkan dengan penderita perempuan. Gejala-gejala autisme muncul sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Akan tetapi, pada sebagian anak, gejala gangguan perkembangan ini sudah dapat terlihat sejak lahir. Gelaja-gejala tersebut tampak ketika tidak adanya kontak mata, bayi menolak sentuhan orangtua, tidak merespon kehadiran orang tua, dan melakukan

kebiasan-kebiasaan yang tidak dilakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya. Padahal dalam perkembangan yang normal, seorang bayi sudah dapat berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Apabila seorang ibu merangsang bayinya dengan menggerincingkan mainan dan mengajak berbicara, maka bayi tersebut akan merespon dan bereaksi dengan ocehan serta gerakan. Berikut contoh ilustrasi gejala-gejala anak penyandang autisme. Seorang anak berlari-lari dengan riangnya kesana kemari . Dengan wajah ceria ia bolakbalik mematikan kenop lampu yang ada di ruangan rumahnya. Teriakan dan larangan ibunya sama sekali tidak dihiraukannya, seakan-akan ia tidak mendengar suara panik sang ibu yang takut terjadi sesuatu pada anaknya. Beberapa menit kemudian ketika jingle sebuah iklan muncul di TV, tiba-tiba ia menghentikan kegiatannya dan berlari kearah TV serta mendengarkan dengan seksama jingle iklan tersebut. Sesaat iklan tersebut berakhir, ia kembali berlari-lari dengan tangan yang berkali-kali dihentakkan ke bawah disertai katakata/suara yang hanya ia sendiri dapat mengerti. Secara umum terdapat beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat anak telah mencapai usia 3 tahun, ( Budiman, 1998) yaitu: 1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat bicara, mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri yang tidak dapat dimengerti , echolalia, sering meniru dan mengulang kata tanpa ia mengerti maknanya, dan seterusnya.

2.

Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindari kontak mata, tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri, dan seterusnya.

3.

Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perilaku yang berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti impulsif, hiperaktif, repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang sama dan monoton. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti gambar, karet, dan lain-lain.

4.

Gangguan pada bidang perasaan atau emosi, seperti kurangnya empati, simpati, dan toleransi; kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa sebab yang nyata dan sering mengamuk tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.

5.

Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit mainan atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga, tidak menyukai rabaan dan pelukan, dan sebagainya.

Berikut ini adalah indikator perkembangan normal pada bayi : Usia Kemampuan dan Proses Berpikir Berespon terhadap suara baru. 3 bln Mengikuti benda dengan mata. Melihat objek dan orang Mengenal Ibu Menggapai objek 3-6 bln Komunikasi Berceloteh/bersuara Tersenyum pada suara ibu Gerakan Mengangat kaki dan tangan. Melihat pergerakan tangan sendiri Memalingkan kepala pada suara Mulai meraban Meniru suara Mengangkat kepala. Mengerakkan benda dalam bermain

Meniru gerakan sederhana Berespon jika dipanggil nama 6-9 bln

Menangis dengan suara berbeda Membuat kata-kata berulang yang tidak bermakna ( gagaga, dada, dst). Menggunakan suara untuk menarik perhatian Merayap/merangkak . Berdiri berpegangan ke meja. Bertepuk tangan. Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan lainnya Berjalan sambil berpegangan. Menyatakan ingin benda tertentu Mencoret dengan pensil warna Berjalan sendiri Naik /turun tangga

Bermain permainan sederhana. Bergerak menuju benda yang 9-12 bln diminati. Melihat gambar pada buku .

Melambaikan tangan untuk dada . Berhenti ketika dikatakan tidak. Meniru kata-kata baru

Meniru suara dan gerakan yang baru. 12 -18 bln Menunjuk pada benda yang diinginkan.

Menggelengkan kepala menyatakan tidak

Meniru kata baru Mengikuti instruksi sederhana

Berikut ini adalah indikarot perkembangan autisme pada bayi : Usia Interaksi Sosial Kurang aktif dan menuntut daripada bayi normal Sebagian kecil cepat marah Sedikit sekali kontak mata Tidak ada respon 8 bulan Sulit reda ketika marah.

6 bulan

10

Sekitar sepertiga diantaranya sangat menarik diri dan mungkin secara aktif menolak interaksi. Sekitar sepertiga diantaranya menerima perhatian tapi sangat sedikit memulai interaksi. Sosiabilitas seringkali menurun ketika anak mulai belajar berjalan dan 12 bulan merangkak. Tidak ada kesulitan pemisahan Biasanya membedakan orang tua dari orang lain, tapi sangat sedikit afeksi yang diepresikan. 24 bulan Mungkin memeluk dan mencium sebagai gerakan tubuh yang otomatis ketika diminta. Tidak cuh terhadap orang dewasa. Lebih suka menyendiri. Tidak bisa menerima anak-anak yang lain. 36 bulan Sensitive yang berlebihan. Tidak bisa memahami makna hukuman.

48 Tidak dapat memahami aturan dalam permainan dengan teman sebaya. bulan Lebih berorientasi kepada orang dewasa daripada teman sebaya. 60 bulan Lebih bisa bergaul, akan tetapi interaksi tetap aneh dan satu sisi.

2.3

Penyebab Autisme Jumlah penyandang autisme dibandingkan dengan jumlah kelahiran normal

dari tahun ketahun meningkat tajam dari 1 : 5000 anak pada tahun 1943 saat Leo Kanner memperkenalkan istilah autisme, menjadi 1 : 100 ditahun 2001 (Nakita, 2002). Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, apa penyebab terjadinya autisme yang menyebabkan meningkatnya jumlah penyandang autisme di dunia. Sampai saat ini penyebab terjadinya autisme masih belum diketahui secara pasti.

11

Para ilmuwan masih belum menemukan kesepakatan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya autisme. Akan tetapi, para ilmuwan telah menemukan beberapa fakto penyebab autisme, yaitu : 1. Faktor genetik, lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik. National Institutes of Health di Amerika Serikat mengatakan bahwa, keluarga yang memiliki seorang anak yang menyandang autisme, memiliki peluang 1:20 memiliki anak kedua yang menyandang autisme juga. Bahkan apabila seorang anak terlahir kembar dan menderita autisme, maka saudara kembarnya kemungkinan besar, 90% memiliki gangguan yang sama. 2. Gangguan pada sistem saraf, anak autisme memiliki kelainan pada hampir semua struktur otak. Akan tetapi, kelainan yang paling konsisten adalah kelainan pada otak kecil. Kelainan pada otak kecil ini disebabkan karena berkurangnya sel purkinje di otak kecil. Sel purkinje yaitu sel saraf besar yang memiliki banyak cabang dendrit, sel purkinje ini merupakan masternya koordinasi motorik dicerebellar cortex. Berkurangnya sel purkinje diduga dapat merangsang pertumbuhan akson (merupakan bagian sel saraf yang merupakan perpanjangan dari sitoplasma dalam bentuk tunggal), sel glia (sel otak selain neuron yang memberikan dukungan struktural, nutrisi, dan lainnya ke otak), dan myelin (kumpulan zat lemak putih yang menempel pada akson, yang berfungsi untuk melindungi akson dan memberi nutris), sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinje mati (Dr.Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K), 2003).

12

Gambar sel purkinje Otak kecil berfungsi untuk mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Apabila sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku. Gangguan pada sistem saraf ini dapat disebabkan karena virus (toxoplasmosis, cytomegalo, rubella dan herpes), atau jamu (candida) yang ditularkan oleh ibu janin. Infeksi virus rubella dan cytomegalo, merupakan virus yang menginfeksi ibu hamil pada trimester pertama, yang dapat meyebabkan resiko anak terkena autisme.

13

Gambar perbedaan otak normal dan otak autisme 3. Obat-obatan, bayi yang terkena obat-obatan tertentu dalam rahim ibunya, seperti asam valporat dan thalidomide, beresiko tinggi mengidap autisme. Thalidomide adalah obat yang pertama kali digunakan pada tahun 1950, untuk mengobati rasa mual di pagi hari, kecemasan dan insomnia. Sedangkan, asam valporat adalah obat untuk mengatasi kejang, gangguan mood dan gangguan bipolar. 4. Hamil di usia tua, Sebuah penelitian menemukan bahwa wanita yang hamil ketika berusia 40 tahun memiliki risiko 50% lebih besar memiliki anak autis dibandingkan wanita yang ketika hamil berusia antara 20-29 tahun. 5. Kelainan Neurotransmitter, Neurotransmitter merupakan cairan kimiawi yang berfungsi menghantarkan impuls dan menerjemahkan respon yang

diterima. Jumlah neurotransmitter pada penyandang autisme berbeda dari orang normal dimana sekitar 30-50% pada penderita autisme terjadi peningkatan jumlah serotonin (berasal dari triptopan (asam amino) yang

14

berfungsi untuk meningkatkan suasana hati, menenangkan dan mengurangi depresi) dalam darah (Nikita,2002). 6. Faktor Lingkungan, kondisi lingkungan seperti adanya zat-zat kimia atau logam dapat mengakibatkan munculnya autisme. Zat-zat beracun seperti timah (Pb) yang berasal dari asap knalpot mobil, pabrik dan cat tembok, kadmium (Cd) yang berasal dari batu baterai dan turunan air raksa (Hg) yang digunakan sebagai bahan tambalan gigi (Amalgam). Apabila tambalan gigi digunakan pada calon ibu, amalgam akan menguap didalam mulut dan dihirup oleh calon ibu dan disimpan dalam tulang. Ketika ibu hamil, terbentuklah tulang anak yang berasal dari tulang ibu yang sudah mengandung logam berat. Selanjutnya proses keracunan logam beratpun terjadi pada saat pemberian Asi dimana logam yang disimpan ibu ikut dihisap bayi saat menyusui. 7. Perkembangan perinatal, yaitu seperti kekurangan oksigen pada anak (anoksia). 8. Vaksin, sebuah vaksin MMR (Measles, Mumps & Rubella) diperkirakan menjadi salah satu penyebab autisme pada anak. Hal ini disebabkan karena anak tidak kuat menerima campuran suntikan tiga vaksin sekaligus sehingga mereka mengalami kemunduran dan memperlihatkan gejala autisme. 9. Trauma, trauma yang menyebabkan kecemasan anak dapat menyebabkan anak menjadi autis. Setelah beberapa waktu yang lama, trauma dapat meninggalkan kelainan, seperti tidak dapat membaca (dyslexia), tidak dapat berbicara (aphasia), serta berbagai masalah yang menghancurkan, sehingga

15

anak berubah dalam bentuk autisme. Terkadang trauma yang mencemaskan anak, dapat menimbulkan ketakutan, atau gejala sensoris lain yang terlihat sebagai autisme persepsi. 10. Dan penyebab-penyebab lainnya. 2.4 Pengobatan Autisme Gangguan perkembangan pervasif tidak dapat disembuhkan (not curable), akan tetapi dapat diterapi (treatable). Maksudnya yaitu, kelainan yang terjadi pada otak tidak dapat diperbaiki, akan tetapi, gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin, sehingga anak autistik nantinya dapat berbaur dengan anakanak lain secara normal. Hal yang paling penting yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap anak autistik yaitu, menemukan program intervensi dini yang baik bagi anak, sehingga anak mampu keluar dari dunianya. Intervensi dini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan melakukan terapi. Akan tetapi, perlu kita ketahui kembali bahwa gangguan spectrum autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan membutuhkan waktu yang lama. Berikut 10 jenis terapi yang sudah diakui oleh para professional dan bagus untuk autisme : 1. Applied Behavioral Analysis (ABA) ABA merupakan jenis terapi yang sudah lama dipakai dan di desain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai pada terapi ini yaitu memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini dapat diukur kemajuannya.

16

Pada saat ini, terapi Applied Behavioral Analysis (ABA) merupakan terapi yang paling banyak dipakai di Indonesia. 2. Terapi Wicara Hampir semua anak penyandang autisme mempunyai kesulitan dalam berbicara dan berbahasa. Banyak anak autistik yang nonverbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Terkadang kemampuan bicaranya cukup berkembang, akan tetapi, mereka tidak dapat menggunakan kemampuan bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal tersebut, terapi wicara dan berbahasa dapat membantu anak autistik. 3. Terapi Okupasi Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerakgeriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatihmempergunakan otot otot halusnya dengan benar. 4. Terapi Fisik Banyak anak autistik yang mengalami gangguan perkembangan motorik kasarnya. Terkadang tonus ototnya lembek, sehingga jalannya kurang kuat, dan keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris, dapat membantu anak autisti untuk menguatkan ototototnya, dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

17

5.

Terapi Sosial Kekurangan yang paling mendasar bagi anak penyandang autisme yaitu dalam bidang komunikasi dan interaksi. Banyak anakanak autistik yang membutuhkan pertolongan dalam keterampilan berkomunikasi dua arah, yaitu membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Terapis sosial dapat membantu anak penyandang autisme dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan temanteman sebaya dan mengajari cara-cara untuk berkomunikasi.

6.

Terapi Bermain Seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar berbicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain dapat membantu anak dalam hal tersebut dengan menggunakan teknikteknik tertentu.

7.

Terapi Perilaku Anak autistik seringkali merasa frustrasi, hal tersebut disebabkan karena, temanteman sebayanya yang seringkali tidak dapat memahami mereka dan juga karena anak autistik yang merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya. Maka tidak heran apabila terdapat anak autistik yang sering mengamuk. Seorang terapis perilaku, terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut, dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutinitas anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.

18

8.

Terapi Perkembangan Floortime, Sonrise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Dimana anak autistik dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

9.

Terapi Visual Anak autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal tersebut yang kemudian digunakan untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambargambar, misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games dapat juga digunakan untuk mengembangkan keterampilan komunikasi anak.

10. Terapi Biomedik Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN (Defeat Autism Now). Kelompok dokter tersebut melakukan riset dan menemukan bahwa gejalagejala anak autistik, diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu, anakanak autistic diperiksa secara intensif, pemeriksaan darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibersihkan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Hasilnya, banyak anak autistik yang mengalami kemajuan apabila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).

19

2.5

Pencegahan Terjadinya Autisme Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling utama dalam

menghindari resiko terjadinya penyakit atau gangguan pada organ tubuh. Banyak penyakit yang dapat dilakukan strategi pencegahan dengan baik, hal tersebut dikarenakan faktor etiologi dan faktor resiko dapat diketahui dengan jelas. Akan tetapi, berbeda dengan gangguan perkembangan pervasif atau autisme, karena teori penyebab dan faktor resiko masih belum jelas, maka strategi pencegahan mungkin tidak dapat dilakukan secara optimal. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Melakukan pencegahan sejak kehamilan, untuk mencegah gangguan perkembangan pervasif sejak kehamilan, para ibu harus melihat dan mengamati penyebab dan faktor resiko terjadinya gangguan perkembangan pervasif sejak dalam kehamilan. Untuk mengurangi atau menghindari resiko yang dapat timbul dalam kehamilan tersebut, maka periksa dan konsultasikan kandungan ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan lebih awal. Melakukan pemeriksaan skening secara lengkap, terutama infeksi virus TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, herpes atau hepatitis). 2. Melakukan pencegahan saat kehamilan, hal yang paling berbahaya dalam persalinan, yaitu terjadinya hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan perkembangan pervasif. Oleh karena itu, sebaiknya melakukan konsultasi dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan tentang rencana persalinan.

20

3.

Melakukan pencegahan saat periode usia anak, dengan mengenal gejalagejala anak dan melakukan intervensi dini.

4.

Makan makanan dan minum minuman yang alamiah tanpa banyak campuran bahan kimia.

5.

Hindari makan ikan laut dan darat sembarangan serta daging atau produk hewani lainnya di khawatirkan pada hewan tersebut mengandung bahan logam berat.

6.

Hindari vaksinasi dan imunisasi anak yang tidak perlu. Ikuti imunisasi yang banyak di berikan kepada anak Indonesia yang terbukti aman selama bertahun tahun.

7.

Menjaga kesehatan dan mencegah terjangkit penyakit, supaya tidak mengkonsumsi obat kimia oleh dokter. Utamakan memakai metode/teknik pengobatan alami herbal terlebih dahulu.

8.

Menghindari paparan gelombangn elektromagnetik seperti sinyal HP, Wi-Fi dan lain sebaginya. Jalankan pola hidup sehat tidak narkoba, rokok, minuman alkohol dan mendekatkan diri kepada Allah.

21

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan Anak penyandang autis merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif yang disebabkan karena andanya kecacatan dalam perkembangan syaraf dan psikis manusia. Gangguan perkembangan pervasif pada anak, dapat menyebabkan keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autisme dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu autisme aloof, autisme passive, dan autisme active but odd (Veskarisyanti, 2002). Gejala-gejala autisme muncul sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun.Gelaja-gejala tersebut tampak ketika tidak adanya kontak mata, bayi menolak sentuhan orangtua, tidak merespon kehadiran orang tua, dan melakukan kebiasan-kebiasaan yang tidak dilakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya. Autisme dapat disebabkan karenan adanya factor genetic, gangguan sistem saraf, virus, vaksin, lingkungan dan lain-lain. Autisme tidak dapat disembuhkan, akan tetapi gejala-gejala yang terdapat pada anak autistik dapat dikurangi. Terapi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam mengurangi gejala-gejala yang terdapat pada anak autistik. Autisme dapat dicegah dengan cara melakukan pencegahan pada masa kehamilan, persalinan dan pada saat usia bayi. 3.2 Saran Setelah menyampaikan pembahasan diatas, penulis memiliki beberapa saran yang berkaitan dengan masalah maupun tema dalam makalah ini. Saran-saran tersebut antara lain :

22

1.

Peran orang tua sangat membantu dalam upaya mencegah terjadinya autisme pada anak. Oleh karena itu, diharapkan orang tua harus selalu memperhatikan setiap perkembangan anak sedini mungkin. Misalnya memeriksa kandungan pada dokter.

2.

Peran orang tua dalam perkembangan anak autistik sangat berpengaruh, diharapkan orang tua memberikan perhatian khusus terhadap anak penyandang autisme.

23

DAFTAR PUSTAKA Alfriyanti, Ayu. (2012). Bahan Makalah Edit. [Online]. Available at: http://id.scribd.com/doc/89472564/Autisme-Bahan-Makalah-Edit [Maret 20, 2013] Bumi, S. (2012). Faktor Penyebab Autisme. [Online]. Available at:

http://kesehatan707.blogspot.com/2012/04/5-faktor-penyebab-autisme.html [Maret 21, 2013] Fernandiand, F. dan Ariebowo, M. (201). Praktis Belajar Biologi. Jakarta: Visindo Indah, Puji. (2012). Autis Asperger. [Online]. Available at:

http://id.scribd.com/doc/90621252/Autis-Asperger [Maret 20, 2013] Judarwanto, Widodo. (2012). Pencegahan Autism Pada Anak Sejak Kehamilan dan Usia Anak. [Online]. Available at:

http://klinikautisindonesia.wordpress.com/2012/03/18/pencegahan-autismpada-anak-sejak-kehamilan-dan-usia-anak/ [Maret 21, 2012] Maulana, Mirza. (2008). Anak Autis. Jogjakarta : Kata Hati Online, P. (2012). Tips Cara Menghindari/Mencegah Autis (Autisme) Pada Anak/Bayi Kita. [Online]. Available at: http://kesehatan-

kuliner.pelitaonline.com/news/2012/09/05/tips-cara-menghindarimencegahautis-autisme-pada-anakbayi-kita#.UU8D-heQWBt [Maret 21, 2013] Peeters, Theo. (2009). Panduan Autisme Terlengkap. Jakarta: Dian Rakyat Psychologymania. (2012). Klasifikasi Autisme. [Online]. Available at:

http://www.psychologymania.com/2012/06/klasifikasi-autisme.html [Maret 21, 2013] Psyschologymania. (2012). Definisi Autisme. [Online]. Available at

http://www.psychologymania.com/2012/06/definisi-autisme.html [Maret 21, 2013] Romiariyanto. (2010). Makalah Autis. [Online]. Available [Maret at: 20,

http://romiariyanto.blogspot.com/2010/12/makalah-autis.html 2013]

24

Yatim, Faisal. (2007). Autisme (Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak). Jakarta: Pustaka Populer Obor

25

Anda mungkin juga menyukai