Anda di halaman 1dari 8

KINDERGARTEN: Journal Of Islamic Early Childhood Education

P-ISSN: 2621-0339 |E-ISSN: 2621-0770, Hal. XX-XX


Vol. XX, No. XX, April 2020
DOI: ………

MENGENAL ANAK AUTISME

Windu Destivora (12010926446) ,Aryni Oktoria Irsyad (12010927315 )


Program Studi Pendidikan Islam Anak UsiaDini, Fakultas Tarbiya Dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Sultam Syarif Kasim Riau

E-Mail Corresponden:
Windudestivora12@gmail.com

A. PENDAHULUAN

Konsep Dasar /Pengertan Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani;”aut” = diri
sendiri, isme‟ orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan sebagai kondisi
seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang yang
senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan oleh
Leo Kanner pada tahun 1943, selanjutnya ia juga memakai istilah “Early Infantile Autism”, atau
dalam bahasa Indonesianya diterjemahkan sebagai “Autisme masa kanak-kanak” . Hal ini untuk
membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan gejala autisme seperti ini.Autisme
merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya komplek dan berat, biasanya
telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk berkomunikasi dan mengekspresikan
perasaan maupun keinginannya.

Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga
keadaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.Autisme dapat
mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi.
Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada
sejak berabad-abad yang lampau. Hanya saja istilahnya relatif masih baru. Diperkirakan kira-kira
sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan suatu gangguan yang masih jarang ditemukan,
diperkirakan hanya 2-4 penyandang autisme. Tetapi sekarang terjdi peningkatan jumlah
penyandang autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika angka kelahiran pertahun
di Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah penyandang autisme pertahun akan bertambah dengan
0,15% yaitu 6900 anak.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Anak Autis

Autisme adalah gangguan perkembangan nerobiologi yang berat yang terjadi pada anak
sehingga menimbulkan masalah pada anak untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan)
dengan lingkungannya. Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara
berarti, serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan oranglain terganggu karena
masalah ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dan untuk mengerti apa yang dimaksud oleh
orang lain. Tanda-tanda/gejala ini sudah nampak jelas sebelum anak berusia 3 tahun, dan
kemudian berlanjut sampai dewasa jika tidak dilakukan intervensi yang tepat. Penyandang
autisme memiliki gangguan pada interaksi sosial, komunikasi, imajinasi, serta pola perilaku yang
repetitif (berulang-ulang), dan resistensi (tidak mudah mengikuti/menyesuaikan) terhadap
perubahan pada rutinitas.

Gangguan pada interaksi sosial ini menyebabkan mereka terlihat aneh dan berbeda dengan
orang/anak lain. Gangguan pada komunikasi yaitu terjadi pada komunikasi verbal (lisan/dengan
kata kata) maupun non verbal (tidak mengerti arti dari gerak tubuh, ekspresi wajah, dan
nada/warna/intonasi suara). Gangguan pada imajinasi ini menyebabkan anak kesulitan dalam hal
aktivitas dan bermain, sehingga bermaindan beraktivitas berbeda dengan orang/anak lain,
misalnya hanya mencontoh dan mengikuti suatu halsecara kaku dan berulang-ulang.

2. Klasifikasi Anak Autis

Menurut Yatim (2002) dalam YAI, anak autis dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a) Autisme persepsi: dianggap autisme yang asli kerana kelainan sudah timbul
sebelum lahir. Ketidak mampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan
reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga kemampuan anak bekerjasama
dengan orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh / cuek.

b) Autisme reaksi: terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan


kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/sekolah dan
sebagainya. Autisme ini akan memuncukan gerakan-gerakan tertentu berulang –
ulang, kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih
besar enam sampai tujuh tahun sebelum anak memasuki tahapan berfikir logis.

c) Autisme yang timbul kemudian: terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan
kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit
dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk mengubah
perilakunya yang sudah melekat.

3. Karakteristik Anak Autisme

Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul sejak bayi. ciri
yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang sangatminim terhadap
ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur. Pada sebagian kecil
lainnya dari individu penyandang autisme, perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif
normal”. Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi pada orang
lain, tetapi kemudian pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi
kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang
lain.

Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan mengalami gangguan
autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga aspek yaitu: kualitas kemampuan
interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik,
dan minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus
sudah terlihat sebelum anak berumur 3 tahun.
Mengingat bahwa tiga aspek gangguan perkembangan di atas terwujud dalam berbagai
bentuk yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa autisme sesungguhnya adalah sekumpulan
gejala/ciri yang melatar-belakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama
lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing anak. Dengan demikian, maka sering
ditemukan ciri-ciri yang tumpang tindih dengan beberapa gangguan perkembangan lain. Gradasi
manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang berat hingga yang ringan. Di satu sisi ada
individu yang memiliki semua gejala, dan di sisi lain ada individu yang memiliki sedikit

4. Terapi Untuk Anak Autis

Meliputi 5 jenis terapi yaitu terapi prilaku, terapi wicara, terapi bermain, terapi okupasi
dan terapi diet dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Terapi perilaku (behavior theraphy)

Terapi perilaku yang dilakukan memiliki tujuan untuk menstimulasi perilaku tumbuh
kembang anak yang terhambat serta mengurangi perilaku-perilaku yang tidak wajar guna
menggantikannya dengan perilaku wajar sehingga dapat diterima oleh lingkungan
terdekat dan masyarakat. Terapi perilaku ini adalah titik awal bagi anak autis yang belum
patuh (belum bisa kontak mata dan duduk mandiri) karena program awal terapi perilaku
adalah melatih kepatuhan karena kepatuhan ini sangat dibutuhkan saat anak akan diberi
stimulasi terapi lainnya seperti fisioterapi, Speech Therapist (terapi wicara), terapi
okupasi, karena tanpa kepatuhan ini, terapi yang diikuti akan sulit untuk berhasil

2) Terapi wicara

Terapi wicara bertujuan untuk melancarkan oral motor agar dapat berbicara lebih baik. Terdapat
dua jenis terapi wicara yang diberikan kepada IM yang pertama adalah terapi alat berbicara yaitu
dengan memijat dan melatih alat wicara dari pipi, dagu dan lidah. Yang kedua adalah melakukan
latihan artikulasi dengan bantuan benda-beda nyata terapis mengajak IM menyebutkan benda
tersebut secaraberulang-ulang.

3) Terapi bermain
Terapi bermain yaitu terapi oleh guru di sekolah untuk melatih interaksi sosial anak dengan
lingkungan melalui permainan. Bermain dengan teman seusianya memiliki manfaat untuk
melatih anak berbicara, komunikasi, interaksi sosial serta mengendalikan emosi anak. Dalam hal
ini guru membantu anak untuk berinteraksi dengan teknik-teknik tertentu serta menggunakan
media yang agar anak menjadi tertarik. Terapi bermain ini bertujuan selain untuk bersosialisasi
juga untuk terapi perilaku melalui bermain sesuai aturan.

4) Terapi okupasi

Terapi ini dilakukan untuk memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot-otot wicara pada anak
autis dengan kata lain juga untuk melatih motorik halus anak. Hampir semua anak autis
mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Latihan-latihan okupasi yang
diberikan kepada IM diantaranya adalah memegang pensil dengan cara yang benar, memegang
sendok dan menyuap makanan kemulutnya, memasangkan kancing, memasukan benda pada
tempatnya seperti memasukan pasir/beras ke dalam botol dan lain sebagainya. Dalam hal ini
terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot halusnya dengan benar.

5) Terapi makanan

Terapi makanan dilakukan memalui diet dikonsultasikan dengan ahli gizi dan dokter anak
terlebih dahulu. Untuk IM diet yang dilakukan adalah makan makanan tidak mengandung gluten
dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan
kasein. Gluten adalah zat protein yang secara alami terdapat dalam jenis-jenis “rumput” seperti
gandum/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada
tepung terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu. Makanan yang
dihindari adalah : a) Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman
yang dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, biskuit, kue kering,
pissa, makaroni, sepageti, tepung bumbu, dan sebagainya; b)Produk-produk lain seperti soda
kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga
menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya.
Cermati dan baca label pada kemasannya.c) Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil
olahanya misalnya, es krim, keju, mentega, yogurt, dan makanan yang memiliki campuran dari
susu; d) daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hotdog,
sarden, daging asap, ikan asap, dan lainnya. Makan tempe juga tidak dianjurkan bagi anak yang
alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan pembusukan dari jamur ragi. Buah
dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng sehingga menjadi tidak alamilagi.

5. Penyebab Anak Autisme

Pada beberapa anak, ada faktor pencetus yang dapat menyebabkan autisme seperti
ditinggal oleh orang terdekat secara mendadak, punya adik, sakit berat bahkan ada yang
gejalanya timbul setelah mendapatkan imunisasi (Budhiman, 1998). Lumbantobing (2001)
menambahkan penyebab lain dari autisme karena adanya hubungan keluarga (keabnormalitasan
kromosom terutama fragile X juga ikut berperan pada sebahagian kasus), adanya pengaruh
kondisi fisik pada saat hamil dan melahirkan (mencakup rubella, sifilis, fenilketonuria, tuberus
sklerosis, fragile X), faktor prenatal (mencakup infeksi congenital seperti cytomegalovirus dan
rubella), faktor pasca natal yang juga ikut berperan (mencakup infantile spasm, epilepsi
mioklonik dan epilepsi lainnya,fenilketonuria, meningitis, ensefalitis. Penjelasan lain
menambahkan, Acocella (1996) menyebutkan bahwa ada tiga perspektif yang bisa digunakan
untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab autisme, yaitu:

1. Perspektif psikodinamika, menurut Bettelheim (dalam Acocella, 1996) penyebab dari


autisme karena adanya penolakan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya.

2. Perspektif biologis,

a. Penelitian genetic, Folstein & Rutter (dalam Acocella, 1996) mengadakan penelitian di
Great Britin, diantara 11 pasang monozygotic (MZ) kembar dan 10 pasang dyzygotic (DZ)
kembar, ditemukan 1 pasang yang merupakan gen autisme. Pada kelompok MZ, 4 dari 11
diantaranya adalah gen autis, sedangkan pada DZ tidak ada. Walaupun demikian, pada MZ
kembar tidak didiangnosa sebagai autisme hanya akan mengalami gangguan bahasa atau kognisi

3. Perspektif kognitif, teori-teori yang ada dalam perspektif ini adalah Ornitz (dalam
Acocella, 1996) mengatakan bahwa gangguan pada anak autisme disebabkan karena adanya
masalah dalam mengatur dan menyatukan input terhadap alat perasa. M.Rutter (dalam Acocella,
1996) memfokuskan pada sensori persepsi, yaitu dimana anak autisme tidak memberi respon
terhadap suara. Anak autisme juga mengalami gangguan bahasa, seperti Aphasia yaitu
kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-kata yang disebabkan oleh kerusakan
otak

6. Cara Mengenali Gejala Autisme Pada Anak

Sampai sekarang belum ada alat untuk mendiagnosis pasti autis pada bayi. Saat ini
beberapa ahli melakukan screening test mulai bayi umur empat bulan. Pada usia empat bulan
orangtua dianjurkan untuk mengobservasi anaknya meliputi:

a. Reaksi terhadap warna terang dan dapat mengikuti objek yang digerakkan.

b. Menoleh ke arah sumber suara.

c. Reaksi menatap muka terhadap wajah seseorang.

d. Tersenyum bila kita tersenyum padanya.

Pada usia 12 bulan bayi perlu diwaspadai mungkin adanya gejala autis seperti:

a. Tidak ada kontak mata.

b. Tidak bisa menunjuk objek tertentu.

c. Tidak bisa memberikan barang kepada orang.

d. Tidak mengerti bila namanya dipanggil.

e. Tidak bisa berkomunikasi babble (mengatakan “pa pa”, “ma ma”, “da da”).Bila ditemukan
gejala ini perlu konsultasi ke dokter spesialis anak, mungkin kelainan ini merupakan gejala dini
autis. Memastikan diagnose autis perlu diamati dan dievaluasi lebih lanjut.

C.KESIMPULAN

Autisme adalah gangguan perkembangan nerobiologi yang berat yang terjadi pada anak
sehingga menimbulkan masalah pada anak untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan)
dengan lingkungannya. Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara
berarti, serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan oranglain terganggu karena
masalah ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dan untuk mengerti apa yang dimaksud oleh
orang lain.Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul sejak
bayi. ciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang sangatminim
terhadap ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur.

Ada5 jenis terapi yaitu terapi prilaku, terapi wicara, terapi bermain, terapi okupasi dan
terapi diet. Pada beberapa anak, ada faktor pencetus yang dapat menyebabkan autisme seperti
ditinggal oleh orang terdekat secara mendadak, punya adik, sakit berat bahkan ada yang
gejalanya timbul setelah mendapatkan imunisasi (Budhiman, 1998). Sampai sekarang belum ada
alat untuk mendiagnosis pasti autis pada bayi. Saat ini beberapa ahli melakukan screening test
mulai bayi umur empat bulan. Pada usia empat bulan orangtua dianjurkan untuk mengobservasi
anaknya

D.DAFTAR PUSTAKA
Sri muji rahayu.2014.Deteksi dan Intevensi Dini Pada Anak Autis.SLB Pamardi Putra.
Rina Mirza.2016.Menerapkan Pola Asuh Konsisten Pada Anak Autis.Jurnal Tarbiyah
Mohammad Sugiarmin.Idividu Dengan Gangguan Autisme.Jurnal Upi
Kholfan Zubair Taqo Sidqi.2018.Program Bimbingan Baca Tulis Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (Autis).Jurnal Ilmu Sosial

Anda mungkin juga menyukai