Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

l. Latar Belakang

Autism adalah suatu gangguan perkembangan secara menyeluruh yang


mengakibatkan hambatan dalam kemampuan sosialisasi , komunikasi , dan juga
perilaku. Gangguan tersebut dari taraf yang ringan sampai dengan taraf yang berat .
Gejala autis ini pada umumnya muncul sebelum anak mencapai usia 3 tahun . Pada
umumnya penyandang autis mengacuhkan suara , penglihatan ataupun kejadian yang
melibatkan mereka , dan mereka menghindari atau tidak merespon kontak sosial
misalnya pandangan mata , sentuhan kasih sayang , bermain dengan anak lainnya .
Gangguan yang dialami anak autism adalah gangguan dalam bidang interaksi sosial ,
gangguan dalam bidang komunikasi ( verbal - non verbal ) , gangguan dalam bidang
perilaku , gangguan bidang perasaan / emosi , dan gangguan dalam bidang persepsi -
sensorik . Penanganan anak autis bertujuan agar perkembangan yang terlambat pada
dirinya dapat diatasi sesuai dengan perkembangan usianya . Semakin cepat mengetahui
anak mengalami autis , maka akan semakin cepat pula usaha penanganannya . Deteksi
dan intervensi dini sangat penting untuk anak autis sehingga penanganannnya lebih
cepat dilakukan dan tidak membutuhkan waktu yang relatif lama . Terapi untuk anak
autis harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun
keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak .

ll. Rumusan Masalah

1. Apa itu autisme?


2. Apakah penyebab dari autism?
3. Bagaimana gejala dari autisme?
4. Bagaimana gangguan karakteristik autism pada anak ?
5. Bagaimana penanganan autism pada anak?
lll. Tujuan

Observasi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku apa saja yang muncul pada


anakautis.

lV. Landasan Teori

1. Autisme

Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; „aut‟ = diri sendiri,
isme‟ orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan
sebagai kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri;
kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya sendiri. Istilah
“autisme” pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943,
selanjutnya ia juga memakai istilah “Early Infantile Autism”, atau dalam bahasa
Indonesianya diterjemahkan sebagai “Autisme masa kanak-kanak” . Hal ini
untuk membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan gejala autisme seperti
ini.
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya
komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak
mampu untuk berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun
keinginannya. Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadi
terganggu, sehingga keadaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak
selanjutnya.

ll. Penyabab dari autism

Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih merupkan suatu


misteri, oeh karena itu banyak hipotesis yang berkembang mengenai penyebab
autisme. Salah satu hipotesis yang kemudian mendapat tanggapan yang luas
adalah teori “ibu yang dingin”. Menurut teori ini dikatakan bahwa anak masuk
ke dalam dunianya sendiri oleh karena merasa ditolak oleh ibu yang dingin.
Teori ini banyak yang menentang karena banyak ibu yang bersifat hangat tetap
mempunyai anak yang menunjukkan ciri-ciri autisme. Teori tersebut tidak
memberi gambaran secara pasti, sehingga hal ini mengakibatkan penanganan
yang diberikan kurang tepat bahkan tidak jarang berlawanan dan berakibat
kurang menguntungan bagi pekembangan individu autisme. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama di bidang kedokteran akhir-akhir ini telah
menginformasikan individu dengan gangguan autisme mengalami kelainan
neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini berupa pertumbuhan sel
otak yang tidak sempurna pada beberapa bagian otak. Gangguan pertumbuhan
sel otak ini, terjadi selama kehamilan, terutama kemahilan muda dimana sel-sel
otak sedang dibentuk.
Pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut Magnetic Resonance
Imaging (MRI) pada otak ditemukan adanya kerusakan yang khas di dalam otak
pada daerah apa yang disebut dengan limbik sistem (pusat emosi). Pada
umumnya individu autisme tidak dapat mengendalikan emosinya, sering agresif
terhadap orang lain dan diri sendiri, atau sangat pasif seolah- olah tidak
mempunyai emosi. Selain itu muncul pula perilaku yang berulang-ulang
(stereotipik) dan hiperaktivitas. Kedua peilaku tersebut erat kaitannya dengan
adanya gangguan pada daerah limbik sistem di otak. Terdapat beberapa dugaan
yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada otak yang menimbulkan
gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan jamur Candida yang
berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu banyak jamur , maka sekresi enzim ke
dalam usus berkurang. Kekurangan enzim menyebabkan makanan tak dapat
dicerna dengan sempurna. Beberapa protein jika tidak dicerna secara sempurna
akan menjadi “racun” bagi tubuh. Protein biasanya suatu rantai yang terdiri dari
20 asam amino. Bila pencernaan baik, maka rantai tersebut seluruhnya dapat
diputus dan ke-20 asam amino tersebut akan diserap oleh tubuh. Namun bila
pencernaan kurang baik, maka masih ada beberapa asam amino yang rantainya
belum terputus. Rangkaian yang terdiri dari beberapa asam amino disebut
peptida. Oleh karena adanya kebocoran usus , maka peptida tersebut diserap
melalui dinding usus, masuk ke dalam aliran darah, menembus ke dalam otak.
Di dalam otak peptida tersebut ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia berfungsi
seperti opium atau morfin. Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti opium ini
ke dalam otak menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat. Yang
terganggu biasanya seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi, dan perilaku.
Dimana gejalanya mirip dengan gejala yang ada pada individu autisme. Tentu
masih terdapat dugaan-dugaan lain yang menimbulkan keruskan pada otak
seperti adanya timbal , mercury atau zat beracun lainnya yang termakan bersama
makanan yang dikonsumsi ibu hamil, yang selanjutnya mempengaruhi
pertumbuhan otak janin yang dikandungnya. Apapun yang melatarbelakangi
penyebab gangguan pada individu autisme, yang jelas bukan karena ibu yang
frigit (ibu yang tidak memberi kehangatan kasih sayang), seperti yang dianut
dahulu, akan tetapi gangguan pada autisme terjadi erat kaitannya dengan
gangguan pada otak.

lll . Gejala dari autism

Beberapa gejala yang dapat diamati dan perlu diwaspadai menurut usia adalah :

Usia 0-6 tahun

1. Bayi nampak terlalu tenang .

2. Terlalu sensitif , cepat terganggu / terusik .

3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi .

4. Tidak pernah terjadi kontak mata atau senyum secara sosial .

5. Bila digendong mengepal tangan atau menegangkan kaki secara berlebihan .


Usia 6-12 bulan

1. Kalau digendong kaku atau tegang .

2. Tidak tertarik pada mainan .

3. Tidak bereaksi terhadap suara atau kata .

4. Selalu memandang suatu benda atau tangannya sendiri secara lama ( akibat terlambat
dalam perkembangan motorik halus dan kasar )

Usia 2-3 tahun

1. Tidak berminat atau bersosialisasi terhadap anak - anak lain .

2. Tidak ada kontak mata .

3. Tidak pernah fokus .

4. Kaku terhadap orang lain .

5 . Senang digendong menggerakkan tubuhnya . dan malas

Usia 4-5 tahun

1. Suka berteriak - teriak

2. Suka membeo atau menirukan suara orang atau mengeluarkan suara - suara aneh .

3. Gampang marah atau emosi apabila rutinitasnya diganggu dan kemaunnya tidak
dituruti .

4. Agresif dan mudah menyakiti diri sendiri .

lV. Penanganan Autism pada anak

Penanganan pada anak autisme ditujukan terutama untuk mengurangi atau


menghilangkan masalah gangguan tingkah laku, meningkatkan kemampuan belajar
Mohamad sugiarmin plb upi dan perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa
dan keterampilan menolong diri. Supaya tujuan tercapai dengan baik diperlukan suatu
program penanganan menyeluruh dan terpadu dalam suatu tim yang terdiri dari; tenaga
medis antara lain dokter saraf dan dokter anak, tenaga pendidik, tenaga terapis seperti
ahli terapi wicara dan ahli terapi okupasi.

Beberapa penanganan yang telah dikembangan untuk membantu anak autisme antara
lain;

1. Terapi Tingkah laku Berbagai jenis terapi tingkahlaku telah dikembangkan untuk
mendidik penyandang autisme, mengurangi tingkahlaku yang tidak lazim dan
menggantinya dengan tingkahlaku yang bisa diterima dslsm masyarakat Terapi ini
sangat penting untuk membantu penyandang autisme untuk lebih bisa menyesuaikan
diri dalam masyarakat.

2. Terapi wicara Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk memperlancar
bahasa anak. Menerapkan terapi wicara pasda anak autisme berbeda daripada anak lain.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup mendalam tentang gangguan bicara
pada anak autisme.

3. Pendidikan kebutuhan khusus Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk
satu anak. Cara ini paling efektif karena anak sulit memusatkan perhatiannya dalam
suatu kelas yang besar. Secara bertahap anak dimasukan dalam kelompok kelas untuk
dapat mengikuti pembelajaran secara klasikal. Penggunaan guru pendamping sebaiknya
tidak terlalu dominan, yang diharapkan adalah anak dengan gangguan autisme dapat
secara terus menerus belajar dengan anak-anak lainnya dalam satu pembelajaran
bersama. Pola pendidikan yang terstruktur baik di sekolah maupun di rumah sangat
diperlukan bagi anak ini. Mereka harus dilatih untuk mandiri, terutama soal bantu diri.
Maka seluruh keluarga di rumah harus memakai pola yang sama Agar tidak
membingungkan anak.
4. Terapi okupasi Sebagian individu dengan gangguan autisme mempunyai
perkembangan motorik terutama motorik halus yang kurang baik. Terapi okupasi
diberikan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot
halus seperti tangan. Otot jari tangan penting dilatih terutama untuk persiapan menulis
dan melakukan segala pekerjaan yang membutuhkan keterampilan motorik halus.

5. Terapi medikamentosa (obat) Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan


autisme mempunyai beberapa gejala yang menyertai gangguan autisme, seperti perilaku
agresif atau hiperaktivitas. Pada individu dengan keadaan demikian dianjurkan untuk
menggunakan pemberian obat-obatan secara tepat. Penggunaaan obat-obat yang
digunkan biasanya dilakukan dengan cermat agar memperoleh pengaruh positif
terhadap perkembangan anak.

lV. Metode Observasi

Kami mengunakan 2 (dua) pendekatan metode yaitu metode wawancara dan metode
pengamatan adalah metode observasi partisipan. Dalam metode ini, observer ikut
langsung terlibat dalam aktivitas yang subjek diobservasinya.

V. Waktu Observasi

Observasi Penangana perilaku anak di daerah Makassar ini dilakukan pada:

Hari, tanggal : Selasa, 13 Desenber 2022

Waktu : 10.00-12.00 WITA

Tempat : Klinik Mentari

Alamat : Jl.abd dg sirua,Makassar,Sulawesi Selatan.

Narasumber : (privasi lembaga/tidak ingin di cantumkan)


BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden
Nama responden : Arham
Tempat tanggal lahir :
Usia : 5 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Jenis gangguan : Cenderung Autisme

B. Gambaran Observasi Responden


Secara fisik Arham normal, Namun jika dilihat dari gejala dan ciri-ciri
sesorang yang mengalami autis diatas. Arham sendiri belum lancaar berbicara
(Speech Delay) selain itu, iya memiliki emosional yang tak tentu iya akan
menangis bahkan mengamuk ketika iya melakukan terapi dan belajar
begitupun sebaliknya iya akan diam dan tenang ketika diajak bermain. Arham
tipe anak yang sangat hiferaktif iya tidak bisa berhenti melakukan kegiatan
apapun sampai aku berfikir bahwa iya mungkin tidak memiliki rasa lelah.
Namun, dari penjelasan kakak yang melakukan terapi terhadap
Arham,bahwasanya Arham telah mengomsumsi susu yang kemungkinan
mengandung banyak gula itulah mengapa arham sangat hiperaktif karna kita
ketahui sendiri bahwasanya gula sangat cepat berubah menjadi energy apabila
diberi rangsangan. Nah dari gejala-gejalah tersebutlah sehingga Arham di
Diagnosis bahwa iya memiliki gangguan Cenderung Autisme.

C. Pembelajaran Yang Dilakukan


1. Mainan: memasukkan tusuk gigi kedalam botol, memasukkan koin kedalam
celengan, menyusun puzzle, kartu dengan gambar hewan, buah dan sayur,
memasukkan benda sesuai warna kedalam mangkok warna warni, berbagai
macam bentuk bangunan ruang dan pom pom.

2. Hasil Observasi menggunakan instrument


Fisik normal, motorik halus dan kasarnya, dia bisa menyusun puzzle, menyusun
balok sesuai bentuk dengan benar. ia jalanya jinjit. Kognititif dan Motorik.

Program terapi yang dilakukan arhan yaitu Terapi kognitif,terapi motoric,terapi


bicara,terapi bermain,terapi prilaku,Fisioterapi,terapi okupasi,terapi perilaku,ABA
konvensional,verbal behavior dan mary berbera. Terapi ini dilakukan setiap hari
untuk anak-anak pemula dan akan diatur kembali daftar kunjungannya hingga 3 x
seminggu untuk anak yang telah lama terapi dan memiliki perubahan, dan untuk
terapinya sendiri dilakukan 50 menit untuk sekali terapi.

D. Kesimpulan
Arham memiliki keterlambatan berbicara (Speech Delay) selain itu, iya
memiliki emosional yang tak tentu iya akan menangis bahkan mengamuk ketika
iya melakukan terapi dan belajar begitupun sebaliknya iya akan diam dan tenang
ketika diajak bermain. Arham tipe anak yang sangat hiferaktif iya tidak bisa
berhenti melakukan kegiatan apapun sampai aku berfikir bahwa iya mungkin
tidak memiliki rasa lelah. Namun, dari penjelasan kakak yang melakukan terapi
terhadap Arham,bahwasanya Arham telah mengomsumsi susu yang
kemungkinan mengandung banyak gula itulah mengapa arham sangat hiperaktif
karna kita ketahui sendiri bahwasanya gula sangat cepat berubah menjadi energy
apabila diberi rangsangan. Nah dari gejala-gejalah tersebutlah sehingga Arham
di Diagnosis bahwa iya memiliki gangguan Cenderung Autisme.
Setelah Arham di diagnosis cenderung autis iya harus melakukan terapi
dimana sebelum itu kita harus Konsul orangtua dan anak terlebih
dahulu,kemudian dilakukanla Assesmen, Pembacaan hasil assessment dan
penentuan program trapi, diman program terapi yang akan ditetapkan akan
dihadiri oleh seluruh orang yang bersangkutan seperti keluarganya,
ayah,ibu,saudara,kakek,nenek, dan orang terdekat lainnya selain itu juga
pastinya dihadiri oleh tim peneliti. Program terapi yang dilakukan arhan yaitu
Terapi kognitif,terapi motoric,terapi bicara,terapi bermain,terapi
prilaku,Fisioterapi,terapi okupasi,terapi perilaku,ABA konvensional,verbal
behavior dan mary berbera. Terapi ini dilakukan setiap hari untuk anak-anak
pemula dan akan diatur kembali daftar kunjungannya hingga 3 x seminggu
untuk anak yang telah lama terapi dan memiliki perubahan, dan untuk terapinya
sendiri dilakukan 50 menit untuk sekali terapi. Arham sendiri diharuskan
melakukan terapi sesering mungkin dikarenakan iya pernah tidak menghadiri
terapi hingga 2 minggu dikarenakan iya sakit sehingga iya harus mengulang
terapi dari awal lagi.

Hasil Observasi

Disini, kami berkesempatan untuk melakukan observasi pada seorang anak bernama
Arham. Saat ini iya teberusia 5 Tahun dan jenis gangguan yang iya alami adalah
Cenderung Autisme. Sebenarnya Arham tidak memiliki riwayat autisme saat iya lahir.
Namun,iya mulai bertingkah layaknya seorang autism sejak 3 bulan terakhir ini. Kita
ketahui sendiri bahwasanya Gejala awal seseorang yang mengalami autisme yaitu:
Speech Delay maupun Global Delay. Dan seseorang yang mengalami autisme itu
sendiri biasanya, iya akan mengulang kata,membeo,hiperaktif,emosional dan lainnya.
Secara fisik Arham normal, Namun jika dilihat dari gejala dan ciri-ciri sesorang
yang mengalami autis diatas. Arham sendiri belum lancaar berbicara (Speech Delay)
selain itu, iya memiliki emosional yang tak tentu iya akan menangis bahkan mengamuk
ketika iya melakukan terapi dan belajar begitupun sebaliknya iya akan diam dan tenang
ketika diajak bermain. Arham tipe anak yang sangat hiferaktif iya tidak bisa berhenti
melakukan kegiatan apapun sampai aku berfikir bahwa iya mungkin tidak memiliki rasa
lelah. Namun, dari penjelasan kakak yang melakukan terapi terhadap
Arham,bahwasanya Arham telah mengomsumsi susu yang kemungkinan mengandung
banyak gula itulah mengapa arham sangat hiperaktif karna kita ketahui sendiri
bahwasanya gula sangat cepat berubah menjadi energy apabila diberi rangsangan. Nah
dari gejala-gejalah tersebutlah sehingga Arham di Diagnosis bahwa iya memiliki
gangguan Cenderung Autisme.

Setelah Arham di diagnosis cenderung autis iya harus melakukan terapi dimana
sebelum itu kita harus Konsul orangtua dan anak terlebih dahulu,kemudian dilakukanla
Assesmen, Pembacaan hasil assessment dan penentuan program trapi, diman program
terapi yang akan ditetapkan akan dihadiri oleh seluruh orang yang bersangkutan seperti
keluarganya, ayah,ibu,saudara,kakek,nenek, dan orang terdekat lainnya selain itu juga
pastinya dihadiri oleh tim peneliti. Program terapi yang dilakukan arhan yaitu Terapi
kognitif,terapi motoric,terapi bicara,terapi bermain,terapi prilaku,Fisioterapi,terapi
okupasi,terapi perilaku,ABA konvensional,verbal behavior dan mary berbera. Terapi ini
dilakukan setiap hari untuk anak-anak pemula dan akan diatur kembali daftar
kunjungannya hingga 3 x seminggu untuk anak yang telah lama terapi dan memiliki
perubahan, dan untuk terapinya sendiri dilakukan 50 menit untuk sekali terapi. Arham
sendiri diharuskan melakukan terapi sesering mungkin dikarenakan iya pernah tidak
menghadiri terapi hingga 2 minggu dikarenakan iya sakit sehingga iya harus mengulang
terapi dari awal lagi.
BAB lll

PENUTUP

Kesimpulan

Arham seorang anak laki-laki teberusia 5 Tahun dan jenis gangguan yang iya alami
adalah Cenderung Autisme. Sebenarnya Arham tidak memiliki riwayat autisme saat iya
lahir. Namun,iya mulai bertingkah layaknya seorang autism sejak 3 bulan terakhir ini.
Kita ketahui sendiri bahwasanya Gejala awal seseorang yang mengalami autisme yaitu:
Speech Delay maupun Global Delay. Dan seseorang yang mengalami autisme itu
sendiri biasanya, iya akan mengulang kata,membeo,hiperaktif,emosional dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

handayani, e. (n.d.). anak dengan gangguan autism. universitas terbuka jakarta.

Ma`ruf Efendi1, P. R. (2013). GAMBARAN FAKTOR PRE NATAL SEBAGAI PENYEBAB AUTIS DI
SEKOLAH ANAK KHUSUS KEMBANG MEKARDESAKEPANJENKECAMATAN
JOMBANGKABUPATEN JOMBANGTAHUN 2013. 1-5.

Nugraheni1, S. A. (2012). Menguak Belantara Autisme. BULETIN PSIKOLOGI, VOLUME 20,( NO.
1-2), 9-15.

rahayu, s. m. (2014, juli). deteksi dan intervensi dini pada anak autis. jurnal pendidikan anak,
vol lll,edisi i, 420-428.

soenardi, t. (2002). makanan sehat anak autis. jakarta: gramedia pustaka utama .

Sugiarmin, M. (n.d.). INDIVIDU DENGAN GANGGUAN AUTISME. 1-7.

Anda mungkin juga menyukai