A. DEFINISI
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham/aliran).
Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam
dunianya sendiri.
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun
mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Anak autisme dapat
ditinjau dari beberapa segi yaitu :
Jadi, anak autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme mempunyai
dunianya sendiri.
B. KLASIFIKASI
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya.
Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini
dapat diberikan melauli Childhood Autism Rating Scale (CARS). Pengklasifikasiannya
adalah sebagai berikut
1) Autis ringan : pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak
mata walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan
sedikit respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi
muka, dan dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya
sesekali.
2) Autis sedang : pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak
namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif
atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dna gangguan motorik yang
stereopik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa
dikendalikan.
3) Autis berat : anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-
tindakan yang sangta tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-
mukulkan kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus
tanpa henti.
C. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak naka
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakinin
bahwa gangguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu
pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia
kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh pakar dari banyak negara diketemukan beberapa
fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya,
yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada
otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab
atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi
(perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinya di otak kecil yang sangat sedikit,
sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi
gangguan atau kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terhadap agresi dan emosi yang
disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam
makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan
logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak yang
menderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosi, seringkali selalu agresif atau sangat pasif.
Hippocampus bertanggungjawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah
kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan
hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetik dapat menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan menjadi
penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit
ditemukan.
D. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). sel saraf terdapat
dilapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak dibagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain
lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia 3 sampai 7 bulan. Pada trimester 3, pembentukan sel
saraf berhenti dan dimulai pembentukna akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut
sampai anak berusia 2 tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak
berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth
factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang
digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps.
Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya
akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses-proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah pada bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida
otak yang merupakan zat kimia otak yang bertanggungjawab untuk mengatur
pertambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan dan perkembangan jalinan
sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan tak.
Gangguan pada sel purkinye dapat terjadi secara sekunder dan primer. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel purkinye merupakan gangguan primer yang
terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkonsumsi makanan yang
mengandung logam berat.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut Kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hippocampus dan amigdala.
Adapun hal yang merusak atau menggangu perkembangan otak antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aliminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada
masa kehamilan.
E. MANIFESTASI KLINIS
1) Gangguan dalma komunikasi verbal dan nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak
dapat bicara.
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun menjadi satu
deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati dengan seksama dalam
jangka waktu yang lama.
4) Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan
barang tertentu pada tempatnya.
5) Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata.
7) Intelegensi
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari
berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun
komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen
screening yang sangat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa
autisme :
1) Penatalaksanaan medis : kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis
adalah serotonin 5-hydroxtryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar
sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30%-50% penyandnag autis mempunyai kadar
serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepirefin, dopamin, serotin 5-HT pada anak
normal dalam keadaan stabil saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada
penyandnag autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau
perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan
gangguan tidur.
2) Penatalaksanaan keperawatan : bertujuan untuk terapi wicara, terapi okupasi, terapi
perilaku,
Bab III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Autis merupakan gangguan perkembangan yang sangat konteks, yang secara klinis
ditandai oleh gejala-gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi
sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam komunikasi timbal balik, dan minat yang
terbatas, perilaku yang tidak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan
(sterotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik,
yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui,
tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetik dan kromosom,
dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak,
perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan
terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya
perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak
mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia
luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung
suka mengamati hal-hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis
menjadi sesuatu yang menarik. Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa
hidup dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa
bersosialisasi dengan liingkungan sekitar.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa/i
keperawatan dapat memahami asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan khusus
autisme dan bagi orangtua yang memiliki anak autisme.
DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Jakarta.EGC