Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

AUTISME OTAK

Disusun oleh
Kelompok 1 :

1. Irpan Permana Sidik (D1A220010)


2. Muhammad Rifki H (D1A220075)
3. Jienshy Fernando (D1A220223)
4. Sifa Fauziah (D1A220178)
5. Sheny Rianty (D1A220173)

Fakultas Farmasi
Universitas Al-Ghifari
2022-2023

1
BAB I

PENDAHULUAN
        

Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943.Ada banyak definisi
yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara berpikir yang
dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan
fantasi sendiri”.

Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang


sampai yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya
mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga
kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”

Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan yaitu:


kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada anak autistik
adalah: (1) Perkembangan hubungan sosial yang terganggu, (2) gangguan perkembangan
dalam komunikasi verbal dan non-verbal, (3) pola perilaku yang khas dan terbatas, (4)
manifestasi gangguannya timbul pada tiga tahun yang pertama.

Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1). Faktor
psikososial, karena orang tua “dingin” dalam mengasuh anak sehingga anak menjadi
“dingin” pula; dan (2). Teori gangguan neuro-biologist yang menyebutkan gangguan
neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak.Pada 10-15 tahun terakhir, setelah teknologi
kedokteran telah canggih dan penelitian mulai membuahkan hasil.Penelitian pada kembar
identik menunjukkan adanya kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis karena
cenderung terjadi pada kedua anak kembar.

Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor yang
sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan
sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun.
Selain itu, kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-

2
natal, seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua,
anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami
oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.

Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih banyak pada
anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, ras,
etnik maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi sosial,
komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan
perasaan maupun keinginannya yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi
terganggu. Gangguan perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar
dengan cara yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari
lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf dengan gejala yang timbul
yang jelas sepanjang umur pasien.Autism Spectrum Disorder (ASD) ditandai dengan
gangguan interaksi sosial dan komunikasi yang terhanbat dan menyimpang, serta
kumpulan aktivitas dan minat yang terbatas (Kawicka dan Ilow, 2013; Kaplan dan
Sadock, 2014).
Autisme adalah ketidakmampuan perkembangan yang biasanya terlihat
sebelum usia dua setengah tahuan dan ditandai dengan gangguan pada wicara,
bahasa, mobilitas, persepsi dan hubungan interpersonal. Anak yang autisme biasanya
tidak memiliki kesadaran terhadap orang lain dan gagal membangun hubungan
interpersonal, bahkan dengan orang tuanya. (Speer, 2008, p.266).
Kaplan & Sadock (2010, p. 588) menyatakan bahwa gangguan autistik
(dahulu disebut autisme infantil dini, autisme masa kanak-kanak atau autisme kanner)
ditandai dengan interaksi sosial timbal balik yang menyimpang, keterampilan
komunikasi yang terlamabat dan menyimpang, serta kumpulan aktivitas dan minat
yang terbatas.Gangguan autisme 4 hingga 5 kali lebih sering pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan.Anak perempuan dengan gangguan autistik lebih besar
kemungkinannya memiliki retardasi mental.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme merupakan
gangguan pervasif yang mencakup gangguan dalam bidang interaksi sosial, adanya
gangguan pola perilaku, minat, kegiatan yang terbatas dan berulang dan kelemahan
dalam komunikasi verbal maupun non verbal.

4
B. Anatomi dan fisiologi

Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar, gerakan, perilaku dan fungsi
tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh
dan suhu tubuh.Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan,
emosi.ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya
Otak terbentuk dari dua jenis sel: glia dan neuron. Glia berfungsi untuk
menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam
bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potensi aksi. Mereka berkomunikasi dengan
neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan
kimia yang disebut neurotransmiter. Neurotransmiter ini dikirimkan pada celah yang
dikenal sebagai sinapsis.Avertebrata seperti serangga mungkin mempunyai jutaan
neuron pada otaknya, vertebrata besar bisa mempunyai hingga seratus milyar neuron.
Berikut ini ada beberapa bagian dari otak yang perlu diperhatikan :
1. Otak kanan dari otak besar memiliki kemampuan intuitif, imajinasi suka
menghayal
2. Otak Kecil menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
3. Otak tengah berperan untuk meningkatkan kemampuan mengasihi orang lain.
4. Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera.

5
C. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan
implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima impluslistrik (dendrite).Sel saraf
terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks).Akson di bungkus
selaput bernama myelin terletak dibagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan
satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai pembentukan akson,
dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah
anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson, dendrite dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetic melalui
sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth factor dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas, pembentukan akson, dendrite dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukan pertamabhan akson, dendrite dan sinaps, sedangkan
bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian sel, berkurangnya akson,
dendrite dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan gangguan proses-proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
D. Fakto Pencetus/Penyebab Terjadinya Autisme
Peningkatan jumlah penderita autisme yang tajam menimbulkan berbagai pertanyaan
mengenai penyebab gangguan tersebut. Hingga saat ini ada beberapa penyebab
autisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu (Kaplan dan Sadock, 2014) :
1. Faktor Psikogenik
Ketika autisme pertama kali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner, autisme
diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah.Kasus-kasus perdana banyak
ditemukan pada keluarga kelas menengah dan berpendidikan yang orangtuanya
bersikap dingin dan kaku pada anak.Kanner beranggapan sikap keluarga tersebut
kurang memberikan stimulasi bagi perkembangan komunikasi anak yang akhirnya
menghambat perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial anak.

6
2. Faktor Biologis dan Lingkungan
Seperti gangguan perkembangan lainnya, autisme dipandang sebagai
gangguan yang memiliki banyak sebab dan antara satu kasus dengan kasus lainnya
penyebabnya bisa tidak sama. Penelitian tentang faktor organik menunjukkan adanya
kelainan/keterlambatan dalam tahap perkembangan anak autis sehingga autisme
kemudian digolongan sebagai gangguan dalam perkembangan (developmental
disorder) yang mendasari pengklasifikasian dan diagnosis dalam DSM IV.
3. Faktor Genetik
Pada beberapa survei, antara 2-4% saudara kandung anak autistik juga
mengalami gangguan autistik.Laporan klinis mengesankan bahwa pada keluarga yang
memiliki anggota autistik, anggota non autistiknya mempunyai kejadian yang lebih
tinggi.
4. Faktor Imunologis
Beberapa laporan yang mengesankan bahwa ketidakcocokan imunologis
dapat turut berperan dalam gangguan autistik.Limfosit beberapa anak autistik
bereaksi dengan antibodi maternal, suatu fakta yang meningkatkan kemungkinan
jaringan saraf embrionik atau ekstraembrionik rusak selama gestasi.
5. Faktor Perinatal
Perdarahan ibu setelah trimester pertama dan mekonium di dalam cairan
amnion dilaporkan lebih sering di dalam riwayat anak dengan gangguan autistik
dibandingkan populasi umum.
E. Ciri-Ciri Autisme
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua
dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan
kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta
berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat
sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca
inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku
repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan
mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik
kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar

7
kemungkinan,perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi
gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan
hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para
penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris
yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari
suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan
mereka.
F. Tanda dan gejala
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak
dapat berbicara.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misal menderetkan sabun menjadi
satu deretan panjang.
4. Gangguan Perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
5. Gangguan Perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihatan), pendengaran, sentuhan,
penciuman, dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.

G. Diagnosa Autisme
a. Perkembangan anak menurun dan tidak normal, yang mulai terlihat sejak anak
usia 3 tahun, disertai salah satu gejala berikut:
1. Menggunakan bahasa yang tidak wajar dalam berkomunikasi sehari-hari.

8
2. Tidak mampu menciptakan hubungan persahabatan yang akrab dan hangat
3. Tidak mampu berakting (peran), misalnya kadang-kadang berperan sebagai
bapak atau guru dll.
b. Paling tidak ditemukan sebanyak enam (6) gejala dari No. 1, 2, dan 3: Sekurang-
kurangnya dua (2) gejala dari No. 1, serta paling tidak satu (1) gejala dari No.2
dan No. 3. berikut:
1. Secara kualitas interaksi sosial sangat kurang, yang terlihat paling tidak 2
gejala pada keadaan berikut:
 Tidak mau berpandangan secara kontak mata, raut wajah gerakan tubuh
dan tangan dalam mengekspresikan keakraban pergaulan sehari-hari.
 Gagal mengembangkan pemkiran yang wajar dalam menghadapi
sejumlah kesempatan, menghadapi teman sebaya,berbagi perhatian ,
bebagi kegiatan dan emosi.
 Tidak mampu berbagi rasa terhadap perasaan orang sekitar, dalam hal
hubungan antarteman sepergaulan dan perilaku berkomunikasi.
 Kurang mampu mencari kegembiraaan bersama-sama dengan teman
sepergaulan dan kurang bisa memperlihatkan atau menunjuk seseorang
yang menjadi perhatiannya.
1. Kurangnya kualitas dalam berkomunikasi, seperti terlihat paling tidak 1 gejala
berikut:
 Terlambat atau tidak mampu sama sekali berbahasa sehingga kadang-
kadang didimbangi dengan bahasa isyarat melalui gerakan tangan,
mimik, dan gerakan tubuh. Keadaan ini sering dimulai dengan
bersungut-sungut.
 Kurang mampu bercakap-cakap dengan teman sepergaulan meskipun
mungkin masih ada kemampuan berbahasa.
 Mengulang-ulang kata atau kalimat-kalimat.
 Tidak bisa spontan mempercayai teman bermain
2. Perilaku dan perhatian yang berulang-ulang, seperti terlihat paling tidak 1
gejala berikut:

9
 Buah pikiran yang berulang-ulang dan perhatian terbatas baik itensitas
maupun isinya.
 Kegiatan rutin dan gerakan ritual seperti dipaksakan
 Gerakan otot berulang-ulang, seperti melambai-lambaikan tangan atau
memutar-mutar tangan, atau menggerak-gerakakan tubuh.
 Perhatian terpaku pada atu bahan/benda permainan, (seperti mencium-
cium bau, meraba-raba halusnya permukaan mainan.

H. Pengobatan Anak Autistik (AUTISME)


Menurut ahli, sebagian besar anak autisme bila diagnosanya cepat di tegakkan dan di
tanggulangi dengan baik oleh penyakit jiwa, bisa tumbuh samapai dewasa dan masih bisa
berbuat dan berguna untuk sesama meskipun mungkin cara hidup kesehariannya masih
autistik (menurut keinginan dan caranya sendiri).
Jangan dikira tidak ada cara pengobatannya. Banyak yang bisa dilakukan terhadap
penderita autisme, antara lain :
1. terutama melalui program pendidikan dan latihan di ikuti pelayanan dan
perlakuan lingkungan yang wajar.
2. untuk mngurangi perilaku anak yang tidak wajar, pengasuh dan orang tua harus di
ajari cara menghadapi anak autisme.
3. pengobatan yang dilakukan adalah untuk membatasi memberatnya gejala dan
keluhan, sejalan dengan pertambahan usia anak.
4. diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan tanggung jawab terhadap
orang sekitarnya.
5. untuk mencapai keadaan tersebut, bimbingan dan pendidikan harus dilakukan
secara perorangan, dan tidak mungkin efektif bila di lakukan secara kelas.
6. orang tua, saudara atau pelatih sukarela, harus ikut menyediakan waktu dan
perhatian beesama-sama tenaga penolong sehingga anak tidak mempunyai
peluang untuk kembali pada kebiasaannya yang kurang baik, yang sudah terbiasa
dia lakukan sebelumnya.
7. perlunya menegakkan diagnosa autisme secara dini.

10
Berikut ini adalah contoh dalam menangani penderita autisme.
“ Seorang ibu datang membawa anaknya yang baru berumur 9 minggu, mengeluhkan
anaknya seperti tidak ada kontak pandang dengan orang tua disertai beberapa
keterlambatan perkembangan, seperti sangat peka trhadap beberapa jenis makanan.
Dikarenakan diagnosanya segera di tegakkan, lingkungan dapat memahami, dan
diberikan bantuan seperlunya sehingga pada umur 15 tahun dapat dipahami sepenuhnya
masalah pada anak yang menderita autisme ini. Ternyata pendengaran anak ini sangat
kurang peka demikian juga penglihatannya. Berkat temuan ini pengelolaan terhadap
penderita tentu saja berbeda satu sama lain, misalnya keterbatasan penglihatan anak ini
bisa di atasi dengan bahasa isyarat. Masalah lain pada anak ini adalah ingin terus
menerus dalam gendongan, dan duduk di pangkuan, sulit melupakan bau sesuatu,
termasuk bau pakaiannya sendiri. Sebagi tambahan, pengelolaan terhadap anak ini di
usahakan agar suasana rumah dan lingkungan tidak terlalu bising, radio tidak boleh distel
keras-keras, dan makanan pun yang diberikan harus lunak tanpa dibubuhi penyedap rasa.
Jadi, penanganan masalah dari anak autisme ini, anatara lain adalah :
1. Mengurangi kepekaan terhadap bunyi, rasa perabaan kulit, cahaya, rasa makanan,
dan lain-lain serta mengusahakan perubahan perilaku yang menyimpang.
2. Bila kebiasaan perilaku dan tutur bahasanya yang kacau bertambah memburuk,
saatnya anak ini memerlukan pembimbing khusus.
3. latihan bicara berbahasa, dan bahasa isyarat, diperlukan untuk memberikan pelatihan
dan bimbingan bagi anak yang mengalami ganguan berbahasa yang berat (sampai
anak seperti orang bisu, tak mau bicara).
4. Psycoterapy lebih diperlukan pada autisme anak yang lebih besar dari pada untuk
anak autisme yang masih balita.
Perencanaan pengobatan yang paripurna terhadap anak autisme, termasuk :
 Program pendidikan
 Petunjuk bagi pengasuh dan keluarga dalam menghadapi anak autisme
 Perhatian pada pengaruh langkah pengibatan yang di ambil

11
Obat-obat psikotropik kadang-kadang bermanfaat pada beberapa penderita autisme.
Fasilitas pengobatan untuk anak prasekolah biasnya dipersiapkan untuk anak autisme
yang masih kecil dan berat. Sekolah pemerintah, sebaiknya tanggap untuk menyediakan
fasilitas untuk menangani anak autisme.

Program pelatihan anak autisme antara lain :


a) Program playgroup untuk anak autisme usia prasekolah.
b) Program wisata dan rekreasi.
c) Konsultasi disertai pelatihan bagi orang tua dan kelurga anak autisme.
d) Tempat tinggal/ruang perawatan anak autisme bila keluarganya tidak mampu
menanggulangi di dalam keluarga.
e) Latihan kerja dan beberapa program persiapan bergaul dan bekerja dimasyarakat bagi
anak autisme yang sudah agak besar dan remaja.
f) Fasilitas perawatan gigi, dan pelayanan kesehatan khusus untuk penderita autisme.
g) Persiapan fasilitas lain di dalam masyarakat sehingga penderita autisme tidak terlalu
tergantung pada orang sekitarnya.

Berikut ini langkah-langkah yang diperlukan dalam pengelolaan penderita autisme.


1. tentukan terlebih dahulu masalah penyimpangan perilaku dan perilaku yang mana
kira-kira kita perlu ditingkatkan.
2. tentukan berapa sering timbulnya penyimpangan perilaku tersebut.
3. tentukan apa faktor pencetus timbulnya penyimpangan perilaku tersebut.
4. tentukan perubahan mana yang perlu untuk meningkatkan atau mengurangi
penyimpangan perilaku.
5. rencanakan program tersebut.
6. yakinkan dan usahakan agar semua pihak yang terlibat ikut peduli dengan program
tersebut.
7. periksa dan usahakan agar semua program yang direncanakan bisa berjalansecara
konsisten.
8. adakan penilaian program secara teratur dan jangan terlalu mengharapkan hasilnya
dalam waktu singkat.

12
9. adakan modifikasi atau hentikan program setelah hasil yang anda harapkan tercapai.
Ingat, beberapa jenis kelainan perilaku tidak mudah untuk di ubah. Salah seorang ahli
menganjurkan, paling tidak, 3 bulan setelah program dilaksanakan baru dilakukan
penilaian apakah berhasil atau gagal. Bila terlalu buru-buru mengubah langkah
pengelolaan, bisa menimbulkan malapetaka bagi si penderita.
10. memberikan permainan yang rutin dan tetap merupakan jenis pengobatan bagi anak
autisme, yang bisa mengurangi kecemasan dan meningkatkan rasa aman dalam
dunianya.
11. bergaul akrab dengan penderita, menuntun dalam berjalan, misalnya berekreasi, juga
di anjurkan oleh para profesional.
12. pengobatan secara psikologi dan secara bermain, termasuk yang dianjurkan juga.
13. begitu juga latihan memilih dan latihan berkomunikasi.

I. Teknin Pendekatan Bimbingan Konseling Untuk Anak Autisme.


Dalam usaha untuk memahami masalah yang dialami oleh anak autistik dan
membantu meringankan dan mengatasi masalah anak autistik, maka perlu diterapkan
teknik dan pendekatan bimbingan dan konseling yang sesuai. Teknik-teknik bimbingan
menurut Mortensen dan Schmuller(1984)ialah mencakup teknik observasi, pengetesan,
studi kasus, wawancara, catatan kumulatif, otobiografi, pertemuan dengan orang tua,
sosiometri, widiawisata, diskusi dan bermain peran, dan rekreasi.
Pendekatan bimbingan konseling untuk anak autistik pada prinsipnya sama dengan
pendekatan bimbingan konseling untuk anak normal pada umumnya. Hanya pendekatan
bimbingan konseling tersebut disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak
autistik, baik secara individual maupun kelompok. Beberapa diantaranya adalah
pendekatan behavior (perilaku) dan pendekatan realitas.

J. Peranan Orang Tua, Guru, dan Masyarakat Dalam Pendidikan Anak Utistik
(AUTISME).
A. Peranan Orang Tua
Menurut Puspita (2001) bahwa peranan orang tua anak autistik dalam membantu
anak untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan optimal sangat menentukkan.

13
Tindakan awal yang perlu dilakukan oleh para orang tua anak autistik ialah orang tua
perlu teliti dalam mengamati berbagai gejala yang nampak pada diri anak yang autistik.
Ketelitian orang dalam mengamati berbagai gejala tersebut akan menjadi bahan acuan
bagi orang tua dalam mengambil keputusan yang tepat dalam memberikan penanganan
secara dini kepada anak autistik. Namun, pada umumnya para orang tua berlindung
dibalik harapan kosong dengan beranggapan bahwa “anak saya tergolong autisme
ringan”, padahal autisme ringan, sedang, berat akan cenderung menjadikkan anak tidak
dapat “mandiri” bilamana tidak di tangani secara dini.
Tindakan lain yang perlu diperhatikan oleh para orang tua anak autistik adalah
memberikan penanganan kepada anaknya berdasarkan masalah dan gejala perilaku yang
nampak pada diri anak autistik. Masalah dan gejala perilaku yang ditunjukan oleh sesama
anak yang autistik adalah tidak sama. Karena itu, penanganan yang diberikan kepada
setiap anak juga tidak sama.
Penanganan yang diberikan orang tua kepada anaknya yang autistik sebaiknya
bersifat terpadu dan menyeluruh yang mencangkup aspek fisik dan psikis atau jasmani
dan rohani. Pemberian pendidikan dan latihan secara intensif tanpa di barengi dengan
upaya memperbaiki keseimbangan metabolisme atau perbaikan kondisi fisik pada diri
anak yang autistik, maka akan memberikan hasil yang kurang optimal. Sebaliknya, jika
para orang tua hanya menggantungkan harapan pada obat-obatan atau kontrol makanan
tanpa ada usaha pemberian pendidikan dan latihan yang intensif, kontinyu, dan konsisten
kepada anak yang autistik, tentu saja hasilnya juga kurang optimal.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu dilakukan oleh para orang tua
dalam menetapkan tatalaksana yang tepat bagi srtiap anak, yaitu orang tua harus
mengenali kelebihan dan kekurangan anak, lengkap dengan ciri autisnya untuk
mengetahui kebutuhan anak, mengenali kemungkinan penanganan yang dapat diberikan
kepada anak, menetapkan beberapa jenis penanganan sesuai kebutuhan, melakukan
pemantauan secara terus menerus terhadap perkembangan anak, dan secara berkala
kembali kepada langkah pertama, yaitu mengetahui kelebihan dan kekurangan pada diri
anak yang autistik sesuai dengan proses perkembangan yang terjadi pada diri anak
autistik. (puspita, 2001).

14
Para orang tua tidak boleh lupa bahwa meskipun anaknya autistik, namun anaknya
yang autistik tersebut terus mengalami perubahan atau perkembangan. Karena itu, para
orangtua anak autistik harus juga selalu berkembang dengan cara para orang tua harus
selalu berusaha dan belajar terus menerus untuk mempelajari berbagai hal yang
berhubungan dengan semua aspek kehidupan anak yang autistik.
Greenspan (1998) mengemukakan bahwa peran orang tua anak autistik perlu
meluangkan waktu sedikitnya 6-8 kali selama 20-30 menit secara terus menerus bersama
anak dalam bentuk aneka kegiatan yang dilakukan anak bersama di lantai. Tujuan utama
pendekatan ini adalah untuk menumbuhkan perhatian dan kedekatan anak kepada orang
tua, memancing komunikasi dua arah antara anak dengan orang tua, mendorong ekspresi
dan penggunaan perasaan dan pendapat, dan menumbuhkan kemampuan berpikir logis
pada diri anak.
Dalam memberikan penanganan kepada anak autis dirumah, beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh para orang tua anak autistik ialah orang tua harus dapat mengenali
keadaan anak apa adanya. Para orang tua perlu ingat bahwa autisme adalah gangguan
perkembangan yang terjadi pada anak usia dibawah tiga tahun. Perwujudan gangguan
perkembangan ini mencangkup tiga aspek utama, yaitu gangguan komunikasi, gangguan
perilaku, dan gangguan interaksi (puspita, 2001).
Setelah para orang tua mengenali keadaan anaknya apa adanya dan mengetahui ciri
autisme yang dimiliki anak serta gejala autisme yang muncul pada setiap anak yang
bersifat sangat individual dan unik, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh
para orang tua anak autistik adalah melakukan pendampingan yang intensif.
Pendampingan yang dimaksud adalah memastikan adanya interaksi aktif antara anak
dengan orang tua atau pengasuhnya yang ada disekitar nya. Tujuan kegiatan
pendampingan yang intensif ini ialah untuk membina kontak batin secara terus menerus
dengan anak dan untuk meningkatkan pemahaman anak yang umumnya cenderung
terbatas.
Proses pendampingan dilaksanakan sejak anak autistik mulai membuka mata sampai
saatnya anak autistik tersebut tertidur kembali di malam hari. Saat proses pendampingan
terjadi anak ditemani untuk memberikan informasi dan pengalaman dalam berbagai
bentuk kepada anak. Yang perlu diingat oleh para orang tua adalah jangan membiarkan

15
anak sendirian tanpa melakukan sesuatu. Para orang tua harus selalu berusaha
meningkatkan pemahaman anaknya dalam berbagai bidang, misalnya dalm bidang
kemampuan berpikir dan kemandirian mengurus diri sendiri agar kemampuan anak
autistik pada bidang tersebut mendekati kemampuan yang dimiliki oleh anak lain yang
seusia dengan mereka.
Peningkatan pemahaman anak dalam bidang kemampuan berpikir dan kemandirian
mengurus diri sendiri tersebut dapat dilakukan oleh para orang tua dengan cara
memberikan pengalaman sebanyak mungkin kepada anak yang disertai dengan
pengarahan. Orang tua harus mengikuti anaknya kemana ia pergi, memeberi tahu
terhadap apa yang dipegang dan dilihat anaknya, dan menjelaskan beberapa kejadian
yang dialami anaknya, serta orang tua perlu memberi makna pada kehidupan anaknya
(puspita 2001).
Penanganan anak auitistik seharusnya tidak tertuju kepada keinginan agar anak
mampu berbicra, tetapi memahami apapun yang dikatakan oleh orang lain. Perkenalkan
kepada anak berbagai kegiatan untuk mengembangkan minat anak auitstik dalam dunia
disekitarnya. Selain meningkatkan pemahaman anak autis, upaya selanjutnya adalah
sedapat mungkin mengurangi atau menghilangkan ciri negatif yang ada pada anak.
Misalnya anak autis yang cenderung membenturkan kepala untuk mencari perhatian,
peganglah kepala anak sambil diusap-usap. Dengan cara seperti ini anak merasa
diperhatikan.
Para orang tua perlu menanamkan pemahaman kepada anak bhawa dalam kehidupan
didunia ini ada aturan-aturan yang perlu ditaati. Aturan itu ada disekolah, dirumah, dan
dalam kehidupan masyarakat. Misalnya mengajarkan anak untuk taat terhadap aturan
waktu salat, maka orang tua perlu memberikan contoh keteladanan berupa salat lima
waktu sesuai dengan waktu salat.
Dalam proses pewarisan keteladanan tersebut, anak autistik sebagai sudah diikutkan
dalam shalat berjamaah dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya pada setiap waktu
shalat tiba. Pewarisan keteladanan seperti ini, juga dapat di lakukan pada bidang-bidang
kehidupan yang lain, seperti pembiasaan cara berperilaku santun dan sopan kepada orang
tua dan ke[ada orang yang lebih tua, anggota keluarga lainnya dalam satu rumah, kepada
teman, dan orang lain disekitar rumah, dan lingkungan dimasyarakat.

16
Para orang tua juga perlu mengenali pola perilaku yang ditampilkan oleh anak
autistik, karena pola perilaku trsebut sering merupakan perwujudan dari kebutuhan fisik
anak autistik akan sesuatu. Misalnya anak autistik senang melompat di tempat tidur dan
kegiatan ini bisa dilakukan berjam-jam lamanya, maka tnidakan yang perlu dilakukan
oleh para orang tua adalah memberikan fasilitas yang dapt mencegah anak mengalami
kecelakaan. Biarkan anak melompat sesuka hatinya, selama tidak membahayakan bagi
dirinya dan merusak barang miliknya dan barang-barang yang ada disekitar tempat tidur
itu.
Jika para orang tua anak yang autistik itu berhasrat mengajarkan konsep-konsep baru,
misalnya konsep tentang warna, angka, bentuk, dan sebagainya, maka pastikan bahwa
pada saat tersebut hanya ada satu aspek dari konsep baru tersebut yang ditargetkan
dicapai oleh anak. Gunakan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
pemahaman anak. Jika orang tua mengajarkan anak tentang benda-benda yang berbentuk
balok, maka ambil ambil balok yang berasal dari kayu (aslinya) lalu terangkan kepada
anak tentang balok tersebut. Sesudah itu, anak autistik disuruh mengambil gambar balok
tersebut dengan balok kayu asli untuk mengetahui apakah anak sudah memehami tentang
konsep bentuk balok.
Dalam melayani kebutuhan anak autistik anak autistik oloeh pihak orang tua,
keluarga, guru, terapis, pembantu di rumah tangga, dan pihak lain yang menaruh minat
dan peduli terhadap anak autistik, di butuhkan kesabaran, ketekunan, keikhlasan, dan
sikap mau menerima keberadaan anak autistik apa adanya. Selain itu, dibutuhkan kerja
sama yang sinergik kesemua pihak tersebut untuk menghindari rasa bosan dalam
melayani kebutuhan anak autistik, seperti yang dikemukakan oleh lovaas, 1996 bahwa
orang tua yang paling hangat dan penuh kasih sayang terhadap anaknya yang autistik
dapat mengalami hilang akal dan bahkan berubah menjadi maniak (gila) yang selalu
berteriak-teriak jika tertekan menghadapi anaknya.
Jika para orang tua, guru, terapis, anggota keluarga lainya, dan pihak terkait lainnya
melatih kemampuan motorik kasar dan halus anak autistik, maka latihan koordinasi
visual motorik, keseimbangan, ketelitian, dan latihan konsentrasi sangat perlu diberikan
kepada anak autistik. Dalam pemberian latihan tersebut, yang perlu diperhatikan ialah

17
kesesuaian program dengan karakteristik, kemampuan, dan kondisi perkembangan anak
autistik (puspita, 2001).
Selain usaha tersebut diatas yang dapt dilakukan oleh para orang tua anak auitistik,
orang tua juga perlu menerima bimbingan keluarga melalui kegiatan “home training”.
Pelatihan yang diterima oleh para orang tua dirumah (home training) dapt berupa: para
ahli yang terdiri dari dokter, psikolog, psikiater, dan pedagog menerangkan tentang apa,
bagaimana, dan di apakan anak autisme itu; para guru dan pelatih memberikan latihan-
latihan sederhana untuk dipraktekkan dirumah khusus nya untuk memberi stimulasi
kepada anak nya dalam bidang latihan panca indera; orang perlu mendapatkan dan
mempelajari isi video home training dari lembaga yang menangani anak autis.
Tujuan pemberian latihan kepada orang tua adalah agar orang tua dapt mempelajari
dan mempraktekkan isi video home itu dirumah. Latihan-latihan tersebut dapat berupa
latihan kontak mata dengan orang lain, latihan makan sendiri dengan nasi tidak
berantakan, latihan konsentrasi terhadap permainan, latihan berpakaian, latihan sosialisasi
dalm kelompok bermain, dan sebagainya.
Usaha lain yang dapat dilakukan oleh para orang tua anak autis ialah membawa
anaknya ke pusat-pusat terapi dan mengikuti programnya. Di pusat-pusat terpai tersebut
dilakukan latihan-latihan perkembangan anak yang mengarah kepada domain kognitif,
afektif, dan psikomotor (saragi, 2002).
Hanafi (2002) juga mengemukakan bahwa ada bebrapa hal yang perlu dilakukan oleh
para orang tua anak yang autistik, yaitu bersikap realistis menerima anaknya dengan
segala kelebihan dan kekurangannya, tidk hanya memindahkan beban dan tanggung
jawab pendidikan kepada lembaga pendidikan autisme, tetapi lebih bersikap proaktif
terlibat dalm proses pendidikan dan pemandirian anak autistik, misalnya mempelajari
metode penanganan autistik yang tepat dan sesuai karakter putra nya, ikut aktif dalam
penyusunan program pendidikan anaknya, melanjutkan dan menyelaraskan kegiatan
dirumah dengan program disekolah. Selain itu, para orang tua secara bersama-sama
dengan lembaga penyelengara pendidikan untuk anak autisme mempersiapkan dan
mengupayakan kemandirian anak dan orang tua perlu memupuk kerja sama dan
menanamkan pengertian kepada semua anggota keluarga lainnya di dalam satu rumah
tangga untuk terlibat aktif dalam usaha memandirikan anaknya yang autistik.

18
B. Peranan Guru
Guru sebagai pengajar dan pendidik di sekolah memiliki peranan yang ganda. Yaitu
membantu orang tua anak autistik disekolah dan membantu terapis atau pembimbing dan
pelatih dalam program penata laksanaan gangguan autisme. Widyawati (2002)
mengemukakan bahwa tujuan terapi pada gangguan autistik adalah untuk mengurangi
masalah perilaku, meningkatkan kemampuan dan perkembangan belajar anak autistik,
terutama dalam hal penguasaan bahsa, dan membantu anak autistik agr mampu
bersosialisasi dalm beradaptasi dilingkungan sosialnya.
Tujuan tersebut diatas dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang
menyeluruh dan bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan terapi wicara
meupakan kompenen yang penting. Namun yang tidak boleh dilakukan oleh pihak guru
khususnya dan pihak lain yang terkait ialah bhwa masing-masing individu anak yang
autistik adalah unik, sehingga jangan beranggapan bahwa satu metode berhasil untuk satu
anak dan metode tersebut berhasil pula untuk anak autistik yang lain. Jadi suatu metode
yang duterapkan disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan dari masing-masing
anak yang autistik.
Guru perlu memperhatikan kelemahan dan kekuatan anak sebagai basis dalam
menyusun dan menerapkan pendidikan untuk anak autistik. Guru perlu memberikan
pelatihan yang terstruktur yang memperkecil kesempatan anak untuk melepaskan diri dari
teman-temannya dan guru segera bertindak bila anak melakukan aktivitas sendiri. Anak
perlu di iukt sertakan dalam proses penyusunan program pelatihan struktur ini dengan
tujuan agar anak dapat mengatur sendiri pikiran dan tindakannya agar anak dapat bekerja
atas dasar kemampuan sendiri (mandiri).
Dalam mebelajarkan tetang bahasa, sebaiknya materinya membicarakan tentang hal-
hal yang ada di dalam kehidupan sehari-hari anak. Dengan materi tersebut, anak lebih
mudah mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi. Pada bebrapa anak dapat
dilatih bahasa isyarat dan keterampilan sosial yang ada sangkut pautnya dengan
kehidupan sehari hari.
Untuk anak autistik yang berusia remaja dan dewasa muda. Program pendidikan dan
latihan yang perlu diberikan oleh guru kerjasama dengan pihak yang terkait (orang tua,
terapis, dan tenaga medis, ahli terapi wicara, psikolog, dan lainnya) ialah masalah yang

19
berkenaan dengan kekurangan dalam interaksi sosial, hubungan timbal balik, memahami
aturan-aturan sosial, memusatkan perhatian bila anak berada dalam suatu kelompok, dan
kemampuan mengerjakan cara-cara yang di ajarkan oleh pembimbingnya (widyawati,
2002).
Dalam menangani anak autistik yang agresif, peranan yang perlu dilakukan oleh guru
adalah mengajari berkomunikasi bukan kata-kata dan tingkatan keterampilan sosial anak
melalui peragaan. Guru perlu juga konsultasikan anak ke ahli endokrinologi untuk
mengatasi agresivitas seksual anak dan konsultasi neurologi untuk mengatasi adanya
serangan kejang lobus temporalis dan sindrom hipo talamik. Guru harus menciptakan
lingjungan sekolah yang aman, teratur, dan responsif terhadap anak autistik. Guru harus
berusaha untuk membangkitkan rasa percaya diri pada anak dan membantu orang tua
untuk mengerti dan mempraktekkan teknik-teknik perilaku yang di ajarkan bersama-sama
dengan anak autistik agar meningkatkan persepsi orang tua, sehingga para orang tua
dapat membantu dengan efektif dan mengintrol perilaku anak mereka. Selain itu, guru
perlu juga mengembangkan berbagai keterampilan sebagai pengganti agresivitas, seperti
keterampilan sosial, keterampilan berkomunikasi, kerjasama, menggunakan waktu
senggang, dan keterampilan berekreasi (widyawati, 2002).
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan oleh guru disekolah dan para orang tua
dirumah untuk mencegah timbulnya perilaku agresivitas pada diri anak. Teknik-teknik
tersebut, yaitu dengan :
Membina hubungan yang kuat dengan anak, memastikan anak memiliki rutinitas yang
teratur(terutama dirumah), meninjau kembali bermacam tuntunan terhadap anak autistis,
mengatur perubahan rutinitas(sebelum/sesudah hari libur), menjelaskan dan menyiapkan
anak terhadap perubahan, mengurangi suara dan keributan disekitar anak, membuat
rencana untuk “hari-hari buruk” dengan memilih suatu tempat yang tenang agar anak
autistis dapat lebih tenang, pergunakan relaksasi dan kontrol diri sebagai cara untuk
memberi lebih banyak keterampilan pada anak, pertemuan rutin dengan anggota tim
terapis/pembimbing/pendidik/pelatih agar mereka menyadari anggota tim menyadari
tanda-tanda agresivitas yang muncul pada anak autistis, dan supervisi dari ahli ilmu jiwa
atau psikolog yang terlatih dalam perilaku kognitif anak autistik (widyawati, 2003).

20
Guru perlu juga mengetahui gaya belajar anak autistik. Berupa: Rote Learner, yaitu
anak cenderung mengafalkan informasi apa adanya tanpa memahami arti simbol yang
dihapalkan itu; Gestalt Learner, yaitu anak dapat mengahafalkan kalimat-kalimat secara
utuh tanpa mengerti arti kata perkata yang terdapat pada kalimat itu dan anak cenderung
belajar menggunakan gaya gestalt, yaitu melihat sesuatu secara keseluruhan; Visual
Learner, yaitu anak senang melihat buku, gambar-gambar dan tv dan mudah memahami
sesuatu yang dilihat daripada yang mereka dengar; Hands on Learner, yaitu anak senang
mencoba-coba dan mendapatkan pengetahuan dari pengalamannya mencoba-coba ini;
dan Auditory Learner, yaitu anak autistik senang bicara dan lebih mudah memahami
terhadap yang mereka dengar dari pada terhadap apa yang mereka lihat. Dengan
mengetahui gaya belajar dari setiap anak autistik, maka guru diharapkan dapat
menyesuaikan proses pendidikan, bimbingan, dan latihannya terhadap gaya belajar anak
autistik tersebut.
Guru perlu juga mengetahui masalah belajar yang dialami anak autistik. Ada empat
masalah belajar yang mempengaruhi proses berpikir yang mempengaruhi proses belajar
anak autistik disekolah menurut paull dan jordan (1999), yaitu: masalah persepsi, msalah
kesadaran akan pengalaman, masalah daya ingat, dan masalah emosi. Anak autistik
bermasalah persepsi karena tidak dapat mempersepsi stimulus dari lingkungan seperti
dilingkungan anak normal. Anak autistik bermasalah dalam hal kesadaran terhadap
pengalaman karena anak autistik sulit memahami bahwa sesuatu itu telah dialaminya,
anak autistik bermasalah dalam hal daya ingat karena anak autistik daya ingatnya lemah,
sehingga anak autistik seulit mengaitkan ingatan dengan pengalaman mereka sebagai
pribadi dan anak autistik bermasalah emosi karena emosi anak autistik tidak stabil dan
cenderung subjektif.
Puspita (2001) menyatakan peran dan tugas guru pendamping anak autistik sangat
besar. Guru pendamping anak autistik memiliki peran ganda, yaitu membantu anak
menguasai tugas akademis dan membantu anak berkembang sesuai tahapan
perkembangan yang seharusnya. Greenspan (1998) mengemukakan bahwa tugas guru
pendamping secara umum adalah: membantu anak mempersiapkan diri menghadapi tugas
berikutnya, membantu anak mengerti bagaimana bekerja dikelas, tidak sekedar duduk
dibelakang anak, dan membantu terlaksananya tugas anak tetapi menggunakan tugas

21
sekolah sebagai kesempatan interaksi sehingga anak belajar dua keterampilan pada saat
yang sama, dan menjembatani terjadinya interaksi antara yang satu dengan anak yang lain
sehingga anak dapat memahami tentang bagaimana bergaul, berbagi, bergiliran, dan
sebagainya.
Untuk dapat membantu anak autistik mengaktualisasikan potensinya secara
maksimal, ada beberapa hal yang perlu diprtimbangkan oleh guru, beberapa hal tersebut
ialah berupa: guru perlu memahami bagaimana anak autis melihat dunia, guru perlu
memanfaatkan gaya belajar anak, guru perlu membuat anak sadar akan makna setiap
informasi, guru perlu mengaitkan informasi yang diterima anak didalam kelas dengan
kehidupannya sehari-hari, dan guru perlu memulai bimbingannya dengan memulai dari
minat anak.
Selain itu, guru perlu pula memperhatikan perbedaaan individu, jangan membiarkan
anak asik sendiri tetapi guru perlu mengupayakan adanya interaksi anak dengan orang
lain, jangan terlalu mengarahkan anak, hindari gaya bertanya yang kaku, biarkan anak
melakukan berbagai hal secara mandiri, dan jangan pernah asumsi pada guru bahwa anak
memahami perkataan anda.

C. Peranan Masyarakat
Keterlibatan masyarakat dalam usaha membantu anak autistik dalam berbagai hal,
khususnya dalam masalah pemberian pendidikan, pelatihan, dan bimbingan dibidang
pendidikan, sosial, karier, pribadi, dan keterampilan sensorik dan motorik sangat besar
peranannya. Hanafi(2002) mengemukakan bahwa anak autistik yang menunjukan
perbaikan gejala yang menggembirakan, memerlukan dukungan, bantuan dan
kesempatan serta toleransi dari lingkungan diluar keluarga dan sekolah khusus atau klinik
untuk anak autistik. Untuk mengembangkan potensi anak autistik sebagai makhluk sosial,
maka masyarakat pendidikan dan masyarakat diluar sekolah sangan dibutuhkan
kontribusinya.
Kontribusi yang perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan ialah: memberikan
kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai atau diintegrasikan keseolah umum
sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Selain itu, masyarakat juga perlu
memberikan informasi secara jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan hasil

22
dan segala sesuatu yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan
membantu usaha sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya bagi masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.
Sedangkan kontribusi yang diharapkan dari masyarakat luas ialah berupa: membantu
menciptakan situasi lingkungan yang kondusif atau mendukung bagi anak autistik. Selain
itu, para orang tua “anak yang normal” diharapkan dapat memahami dan menerima
kebutuhan pendidikan anak autistik untuk diintegrasikan kedalam lingkungan normal,
dan masyarakat luas baik sebagai individu maupun sebagai pemilik fasilitas umum,
bersedia memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk menggunakan fasilitas
umum yang dimilikinya sebagai sarana belajar dan interaksi sosial bagi anak yang
autistik. Misalnya pemilik pusat perbelanjaan atau swalayan dapat memberikan
kesempatan kedapa anak autistik untu belajar berbelanja, belajar antri, belajar membayar
sendiri harga barang yang dibeli, dan bahkan jika memungkinkan untuk membuka kasier
khusus untuk anak yang autistik (hanafi 2002).

23
BAB III
KESIMPULAN

Autisme adalah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi


social serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain dan emosi.Penyebabnya
karena antar jaringan otak tidak sinkron.Ada yang maju pesat,sedangkan yang lainnya
biasa-biasa saja. Penyebab autisme sangat kompleks, tak lepas dari factor genetika
dan lingkungan social.
Terapi penyembuhan yang diterapkan dilakukan dengan berbagai varian tehnik,
diantaranya tehnik belajar dan bermain yang dapat dilakukan secara vebal maupun
non verbal, dengan melibatkan orang tua dan ada juga yang tidak.
Untuk mendidik anak autisme diperlukan kerjasama yang berkesinambungan
antara guru, orang tua dan pihak sekolah.Kontribusi yang perlu dilakukan oleh
masyarakat pendidikan ialah: memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk
bersosialisai atau diintegrasikan keseolah umum sesuai dengan potensi dan
kemampuan yang dimiliki. Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan informasi
secara jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan hasil dan segala sesuatu
yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan membantu usaha
sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya bagi
masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.

24
DAFTAR PUSTAKA

 Hadi, Abdul. 2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik.


Bandung: Alfabeta Bandung
 Yatim, Faisal. dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak.
Jakarta: Pustaka Populer Obor
 Santrock, John. W.1995. Live – Span Development : Perkembangan Masa
Hidup Jilid I.Jakarta: Erlangga
 www. Wikipedia.org/autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )
 www.autis.info.org/tentang autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )
 Kaplan dan Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis terjemahan oleh Nisa, T.M
dan Profitasari. Jakarta: EGC.
 Kaplan dan Sadock. (2014). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
 Speer, K. M. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathways edisi 3 terjemahan oleh Ake, J dan Komalasari , R. (2008). Jakarta:
EGC.

25
Pertanyaan dari Mahasiwsa:

1. Mengapa penderita autis yang memiliki gejala ringan tidak mengalami hambatan
dalam aktivitasnya?
2. Apakah menikah dengan orang yang memiliki riwayat keluarga autis dapat beresiko
memiliki anak autis?
3. Apa cirri-ciri anak autis yang pintar?

Jawabannya
1. Karena tingkat keparahannya ringan, penderita mungkin hanya mengalami sedikit
keterbatasan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain sehingga relatif
tidak memiliki hambatan berarti dalam aktivitas sehari-har jika dibandingkan dengan
yang tingkat keparahannya sedang atau berat.

2. autisme merupakan suatu kondisi gangguan perkembangan saraf yang menyebabkan


terjadinya gangguan komunikasi, interaksi dan perilaku penderita yang kondisi ini sudah
dapat terlihat saat usia 2 tahun. penyebab terjadinya autisme ini diduga berkaitan dengan
faktor riwayat keluarga yang mengalami autisme, memiliki kelinan genetik atau
kromosom tertentu, akibat efek ibu hamil mengonsumsi alkohol dan obatan tertentu.
sesuai penjelasan saya sebelumya jika memiliki keturanan atau riwayat kelurga
mengalami autisme kemungkinan bisa memiliki keturunan yang sama namun resiko lebih
besarnya jika yang menikah tersebut mengalami autisme umumnya kondisi untuk
mencegah hal ini sulit dilakukan namun ada beberapa upaya untuk mengurangi resiko
seperti :

 pola hidup yang sehat


 menghindari konsumsi alkohol dan obatan tanpa anjuran dokter selama kehamilan
 memastikan mendapatkan vaksin rubela sebelum hamil
 melakukan pemeriksaan yang disarankan dokter anda bisa konsultasikan hal ini lebih
lanjut ke dokter kandungan.

26
3. Selain berhubungan dengan kemampuan matematikanya yang dinilai baik, ada beberapa
hal yang menunjukkan bahwa anak autis memiliki tingkat yang tinggi, di antaranya adalah:

1. Memiliki Daya Ingat yang Tajam


Anak dengan autisme biasanya lebih mudah mengingat hal-hal yang pernah dilihat atau
ditemuinya. Baik dalam bentuk verbal, non verbal, maupun visual.
Jadi, dia bisa lebih banyak mengingat angka, rumus, skoring musik, maupun teks tertentu
yang mungkin sulit dimengerti oleh anak lain pada umumnya.
2. Fokus pada Detail
Sudah ada berbagai penelitian juga yang membuktikan bahwa anak autis lebih memerhatikan
soal detail. Dia akan lebih peka pada hal-hal kecil yang mungkin tidak diperhatikan oleh
orang lain.
3. Memiliki Konsentrasi yang Tinggi
Tak hanya itu, anak autis ternyata memiliki keunggulan dalam hal konsentrasi. Hal ini karena
adanya konektivitas berlebih di area otak yang bisa meningkatkan perhatian serta persepsi
pada pengidap autis.
Maka dari itu, banyak anak autis yang memiliki konsentrasi yang tinggi. Sehingga bisa
memaksimalkan fungsi otaknya dalam bidang tertentu yang dia minati, seperti matematika,
musik, kesenian, fisika, maupun yang lainnya.
Itu dia beberapa ciri-ciri anak autis pintar yang perlu orang tua ketahui. Jika melihat anakmu
unggul dalam bidang tertentu, kamu bisa terus mendukungnya agar dia bisa memaksimalkan
kelebihannya tersebut.
Anak autis merupakan anak-anak yang spesial, Ma. Sebagai orang tua, tentunya kita perlu
memberikan dukungan dan pengertian bagi mereka, agar mereka bisa lebih mandiri serta
dapat mulai menerima apa pun yang ada di sekitarnya.

27
28

Anda mungkin juga menyukai