Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN ANAK

"ASUHAN KEPERAWATAN AUTISME"

Disusun oleh :

Kelompok 5

Anjeli Parumpang (C1814201057)

Deva Lolo Payung (C1814201062)

Febe Meiske (C1814201067)

Grasella Anjeli (C1814201072)

Lusi Yohana Jawamara (C1814201078)

Maria Goreti Deran Wangak (C1814201083)

Paetrick Pieter Simson De Fretes (C1814201090)

Scolastika Lili (C1814201095)

Yohana Maria Aprilyanti Ekaputri Ranbalak (C18142011020

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STIK STELLA MARIS MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan "Asuhan Keperawatan Autisme" ini tepat waktu.

Asuhan Keperawatan dengan judul "autisme" dapat diselesaikan dengan bantuan


banyak pihak untuk itu terimakasih untuk teman-teman kelompok dan dosen yang membantu
dalam pembuatan asuhan keperawatan autisme ini. Kami menyadari Asuhan keperawatan
autisme ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi dan pengetikan.
Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan asuhan
keperawatan ini. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.
Akhir kata, semoga Asuhan keperawatan autisme ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Trimakasih.

Makassar, 29 November 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGIS
D. MANIFESTASI KLINIK
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
G. DISCHARD PLANNING
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
B. POLA GORDON
C. ANALISA DATA
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
E. INTERVENSI KEPERAWATAN

BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi yang
diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara berpikir yang
dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan
fantasi sendiri”. Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan
yang sampai yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya
mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga
kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.” Semua masalah
perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan yaitu: kerusakan di bidang sosialisasi,
imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada anak autistik adalah: (1) Perkembangan hubungan
sosial yang terganggu, (2) gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-verbal,
(3) pola perilaku yang khas dan terbatas, (4) manifestasi gangguannya timbul pada tiga tahun
yang pertama.Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1). Faktor
psikososial, karena orang tua “dingin” dalam mengasuh anak sehingga anak menjadi “dingin”
pula; dan (2). Teori gangguan neuro-biologist yang menyebutkan gangguan neuroanatomi
atau gangguan biokimiawi otak. Pada 10-15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran
telah canggih dan penelitian mulai membuahkan hasil.

Penelitian pada kembar identik menunjukkan adanyakemungkinan kelainan ini


sebagian bersifat genetis karena cenderung terjadi pada kedua anak kembar. Meskipun
penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor yang sampai
sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel otak
pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun.

Selain itu, kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah
pre-natal, seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua,
anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami
oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan. Gangguan autisme mulai
tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki, tanpa
memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, ras, etnik maupun agama,
dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku
yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun
keinginannya yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu.
Gangguan perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara
yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila
dibandingkan dengan anak lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses Konsep Dasar Medik dari Autisme?
2. Bagaimana proses Konsep Dasar Keperawatan dari Autisme?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Medik dari Autisme.
2. Untuk mengetahui Konsep Dasar Keperawatan dari Autisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kata “autisme” berasal dari Bahasa Yunani “Autos” yang berarti “sendiri”, autisme
pertama kali dipaparkan oleh Dr. Leo Kanner pada tahun 1943, ia menggambarkan sebagai
gangguan penyempitan daya terima sensor seseorang termasuk dalam berhubungan dengan
orang lain (Rinarki, 2018).

Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu jenis dari masalah
neurologis yang mempengaruhi pikiran, persepsi dan perhatian. Kelainan ini dapat
menghambat, memperlambat atau menganggu sinyal dari mata, telinga dan organ sensori
yang lainnya. Hal ini umumnya memperlemah kemampuan seseorang untuk berinteraksi
dengan orang lain, mungkin pada aktivitas sosial atau penggunaan keterampilan kkomunikasi
seperti bicara, kemampuan imajinasi dan menarik kesimpulan (Handoyo, 2004).

Menurut Sastra (2011:133) autisme adalah gangguan perkembangan otak pada anak
yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan
keinginannya, sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu.

B. Etiologi
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak autisme
dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan tersebut
memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,kekurangan
nutrisi,dan oksigenasi, serta akibat polusi udara,air dan makanan. Diyakini bahwa gangguan
tersebut terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan
antara 0-4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.

Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan
beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis
otaknya,yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukannya
pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung
jawab atas proses sensoris,daya ingat,berfikir,belajar,berbahasa dan proses atensi (perhatian).
Juga didapatkan jumlahsel purkinye di otak kecil yang sangat sedikit,sehingga terjadi
gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine,akibatnya teerjadi gangguan atau
kekacauan implus di otak.

Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah system limbik yang disebut
hippocampus. Akibat terjadinya gangguan fungsi control terhadap agresi dan emosi yang
disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam
makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam
berat yang tinggi. Pada penelitian ini diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis
terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.

Anak kurang dapat mengendalikan emosinya,seringkali terlalu agresif atau sangat pasif.
Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan
penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif juga
disebabkan gangguan hippocampus.

Faktor genetik dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak,
namun diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme,walaupun bukti-bukti
yang kokrit masih sulit ditemukan.

Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (portus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan
oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya autisme. Bahkan sesudah lahir (post partum)
juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu,misalnya: infeksi ringan sampai berat pada
bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang
berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak
sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah sampai
Polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut terserap dalam aliran darah
dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak
karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini
terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya ,atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor
ekonomi.

C. Patofisiologis
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin,
terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel
saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.

Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai
brain growth factors dan proses belajar anak.Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin
cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari
lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson,
dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan
nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan
darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu
oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang
merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf,
migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors
ini penting bagi pertumbuhan otak.Peningkatan neurokimia otak secara abnormal
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi
kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan

Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil
pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye
diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat),
dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan
akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada
sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor
genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa
kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian
terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam
masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.

Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat,serta
kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar
bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan
dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang
berperan dalam proses memori). Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan
amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif.
Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan
perilaku berubah. Mereka menolakpendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai
menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu,
mereka memperlihatkan gangguan kognitif.

Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan


oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau mengganggu
perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta
metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis atau gejala serta perilaku yang dialami oleh individu dengan
gangguan autisme dijelaskan sebagai berikut (Sadock, 2010):

1. Ciri khas fisik


Anak dengan gangguan autisme sering digambarkan sebagai anak yang
atraktif, dan sebagai pandangan pertama, tidak menunjukkan adanya tanda fisik yang
menunjukkan gangguan autistik. Mereka memiliki angka kelainan fisik minor yang
tinggi, seperti malformasi telinga. Anomali fisik minor mungkin merupakan cerminan
periode tertentu perkembangan janin saat munculnya kelainan, karena pembentukan
telinga teijadi kira-kira pada waktu yang sama dengan pembentukan bagian otak.
Anak autisme juga memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami sidik jari
yang abnormal dibandingkan populasi umum. Temuan ini dapat mengesankan adanya
gangguan perkembangan neuroektodermal.

2. Ciri khas perilaku


a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial
Anak autisme tidak dapat menunjukkan keterkaitan sosial kepada orang tua
dan orang lain. Kontak mata yang lebih jarang atau buruk adalah ciri khas yang
sering ditemukan pada anak dengan gangguan autisme. Anak autistik sering tidak
bisa memahami atau membedakan orang-orang yang penting didalam hidupnya
seperti orang tua, saudara kandung atau guru. Anak dengan gangguan autisme
dapat menunjukkan ansietas berat ketika rutinitas biasanya terganggu, tetapi
mereka tidak dapat bereaksi secara terbuka jika ditinggalkan dengan orang yang
asing. Terdapat defisit yang jelas didalam kemampuannya untuk bermain dengan
teman sebaya dan berteman. anak dengan gangguan autistik lebih terampil di
dalam tugas visual-spasial, tidak demikian dengan tugas yang memerlukan
keterampilan di dalam pemberian alasan secara verbal. Satu deskripsi mengenai
kemampuan kognitif anak dengan gangguan autisme adalah bahwa mereka tidak
mampu menghubungan tujuan atau motivasi orang lain, sehingga tidak dapat
memberikan empati.
b. Gangguan komunikasi dan bahasa
Defisit perkembangan bahasa dan kesulitan menggunakan bahasa untuk
mengomunikasikan gagasan adalah kriteria utama untuk mendiagnosis gangguan
autisme. Berlawanan dengan anak normal atau anak yang mengalami retardasi
mental, anak autisme memiliki kesulitan yang signifikan di dalam
menggabungkan kalimat yang bermakna meskipun mereka memliki kosakata yang
luas.
c. Perilaku stereotipik
Pada tahun-tahun pertama kehidupan anak autisme, tidak terjadi permainan
eksplorasi spontan yang diharapkan. Anak autisme umumnya tidak menunjukkan
permainan pura-pura atau role-playing. Aktivitas permainan anak ini sering kaku,
berulang, dan monoton. Banyak anak autisme, terutama mereka dengan retardasi
mental berat, menunjukkan kelainan gerakan. Manerisme, stereotipik, dan
menyeringai paling sering jika anak ditinggalkan seorang diri dan dapat berkurang
pada situasi yang teretruktur. Anak autisme umumnya menolak transisi atau
perubahan terhadap kegiatannya.
d. Gejala perilaku terkait
Hiperkinesis adalah masalah yang lazim pada anak autisme yang masih kecil.
Hipokinesia lebih Jarang; jika ada, hipokinesis lebih sering bergantian dengan
hiperaktivitas. Agresi dan ledakan kemarahan dapat diamati, sering disebabkan
oleh perubahan atau tuntutan. Perilaku mencederai diri mencakup membenturkan
kepala, menggigit, menggaruk, dan menarik rambut. Rentang perhatian yang
pendek, kemampuan yang buruk untuk berfokus pada tugas, insomnia, masalah
makan, dan enuresis juga lazim ditemukan dengan anak autisme.
e. Penyakit fisik terkait
Anak kecil dengan gangguan autistik memiliki insiden dengan gangguan
infeksi saluran napas atas dan infeksi ringan lain yang lebih tinggi daripada yang
diperkirakan. Gejala gastrointestinal sering ditemukan pada anak dengan
gangguan autisme yang mencakup bersendawa, konstipasi, dan hilangnya
gerakan usus. Juga terdapat meningkatnya insiden kejang demam pada anak
dengan gangguan autisme. Beberapa anak autisme tidak menunjukkan
peningkatan suhu ketika infeksi ringan dan bisa tidak menunjukkan malaise yang
khas pada anak yang sedang sakit. Pada beberapa kasus, masalah perilaku dan
hubungan tampak membaik hingga suatu derajat yang jelas pada anak selama
penyakit ringan, dan pada beberapa kasus, perubahan tersebut merupakan
petunjuk adanya penyakit fisik.
f. Fungsi intelektual
Kemampuan visuomotor atau kognitif yang tidak biasa (prekoks) terjadi pada
beberapa anak autisme. Kemampuan ini, yang dapat ada didalam keseluruhan
fungsi yang mengalami retardasi, disebut sebagai splinter function atau islet of
precocity. Mungkin contoh yang paling menonjol adalah pelajar autistik atau idiot,
yang memiliki daya ingat menghafal atau kemampuan berhitung yang luar biasa
dan biasanya diluar kemampuan sebayanya yang normal. Kemampuan prekoks
lain pada anak autistik yang masih kecil mencakup hhiperleksia, kemampuan awal
untuk membaca dengan baik (meskipun mereka tidak dapat mengerti apa yang
mereka baca), mengingat dan menceritakan kembali, serta kemampuan musikal
(bemyanyi atau memainkan nada atau mengenali karya musik
E. Pemeriksaan Diagnostik
Gejala autism tidak selalu sama pada setiap anak, bisa sangat ringan (mild), sedang
(moderate), hingga parah (severe). Diagnosis autism yang dinilai paling baik adalah dengan
mengamati perilaku anak secara saksama dalam berkomunikasi, bertingkah laku, dan tingkat
perkembangannya. Beberapa instrument screening dapat digunakan untuk mendiagnosis
autism, yaitu :

1. CARS (Childhood Autism Rating Scale). yaitu skala peringkat autism masa kanak-
kanak. CARS dibuat diawal tahun 1970 oleh Eric Schopler, yang didasarkan pada
pengamatan perilaku.
2. CHAT (The Checklis For Autism In Toddlers), yaitu daftar pemeriksaan autisme pada
masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak umur 18 tahun. CHAT
dikembangkan di awal tahun 1990-an olen Simon Baron Cohen.
3. The Autism Screening Questionare yaitu daftar pertanyaan yang terdiri atas 40 skala
item, yang digunakan pada anak-anak di atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi
kemampuan komunikasi dan sosial mereka.
4. STAT (The Screening Test For Autism In Two-Years Old) yaitu tes screening autism
untuk anak usia 2 tahun. Tes screening ini dikembangkan oleh Wendy Stone yang
didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak yaitu bermain, imitasi motor dan
konsentrasi.

F. Penatalaksanaan Medis
Menurut myers ( 2007), tujuan penanganan pada anak autisme adalah memaksimalkan
tingkat kemandirian fungsional dan kualitas hidup dengan meminimalkan gejala,
memfasilitasi perkembangan dan proses belajar anak, mengembangkan sosialisasi,
mengurangi perilaku maladaptif serta mendidik dan mendukung keluarganya. Peran perawat
profesional dalam penanganan anak autis adalah mengenali gejala autis, melaksanakan
rujukan untuk evaluasi diagnostik, melakukan penyelidikan terhadap penyebab, memberikan
konseling genetik, mendidik pengasuh anak (termasuk orang tua) tentang autis, perawatan,
dan penangannya.

Beberapa program penanganan pada anak autisme antara lain adalah:

1. Intervensi Pendidikan pada anak autisme


Pendidikan disini didefinisikan sebagai kegiatan untuk membantu pencapaian
keterampilan dan pengetahuan anak autis agar mereka dapat mengembangkan
kemandirian dan tanggung jawab pribadi. Program ini tidak hanya melalui pembelajaran
secara akademis, tetapu juga dengan melalui sosialisasi, keterampilan adaptif,
komunikasi, memperbaiki perilaku yang terganggu, dan memperkenalkan anak pada
lingkungan umum (Myers, 2007).

2. Applied Behavioral Analysis (ABA) pada anak autisme


Metode yang digunakan ini untuk menigkatkan dan mempertahankan perilaku adaptif
yang diinginkan, mengurangi perilaku maladaptif atau mengurangi kondisi yang
memungkinkan itu terjadi, mengajarkan perilaku, lingkungan atau situasi yang baru
(Myers, 2007). Metode ini juga digunakan untuk membentuk perilaku positif pada anak
autis, dikenal dengan metode lovaas (Ratnadewi, 2008)

3. Terapi Bahasa dan Bicara pada Anak Autisme


Terapi ini bertujan agar anak autis dapat melancarkan otot-otot mulutnya sehingga
mereka dapat berbicara lebih baik ( Suryana, 2004). Anak autis lebih mudah belajar
dengan melihat (visual learners/ visual thinkers). Beberapa video games dapat juga
digunakan untuk mengembangkan keterampilan komunikasi (Myers, 2007).
4. Terapi Okupasi pada Anak Autis
Hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Terapi okupasi dilakukan untuk melatih otot-otot halusnya dengan benar. Teapi ii
juga membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya
(Suryana, 2004).
5. Terapi Fisik pada Anak Autis
Autis adalah suatu gangguan perkembangan permasif. Fisioterapi dan terapi interassi
sensosris membantu anak autis memperkuat otot-ototny dan memperbiki keseimbangan
tubuhnya. Hal tersebut disebabkan karena banyak penderita autis mempunyai gangguan
perkembangan dalam motorik kasar sehingga keseimbangan tubuhnya kurang baik.
6. Terapi Sosial pada Anak Autis
Masalah yang paling mendasar pada anak autis adalah dalam bidang komunikasi dan
interaksi. Mereka membutuhkan pertolongan dalam keterampilan berkomunikasi 2 arah,
membuat teman dan main bersama di tempat bermain. Program ini bertujuan untuk
memperkenalkan perilaku sosial pada anak autis, meminimalkan perilaku yang stereotip
dan membentuk keterampilan perilaku yang baru (Myers, 2007)
7. Terapi Integrasi Sensori pada Anak Autisme
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kematangan susunan saraf pusat,sehingga anak
mampu meningkatkan kapasitas belajarnya, dengan aktivitas fisik yang terarah
diharapkan dapat menimbulkan respon yang adaptif, sehingga efisiensi otot semakin
meningkat.
8. Terapi bermain pada anak autisme
Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi
sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik
tertentu. Terapi ini merupakan terapi psikologis pada anak, dengan menggunakan alat
permaianan sebangai sarana untuk mencapai tujuan ( ratnadewi,2008)

G. Dischard Planning
1. Didik dan bantu orang tua dan anggota keluarganya.
2. Berkolaborasi dengan orang tua dan libatkan orang tuanya. Dorong orang tua untuk
menjamin bahwa guru dan perawat sekolah mengetahui tentang nama, dosis dan
waktu minum obat.
3. Pastikan bahwa anak mendapatkan evaluasi dan bimbingan akademik yang
diperlukan.
4. Pantau kemajuan dan respon anak terhadap pengobatan.
5. Rujuk ke spesialis perilaku dan orang tua untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana perilaku.
BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal/jam masuk RS, nomor registrasi & diagnosis medis
b. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau sama
sekali tidak dapat berbicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh
dan hanya
Dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk.
Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia
pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang
senang kerapian harus menempatkan barang-barang tertentu pada tempatnya.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar
suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita,
dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
- Riwayat kesehatan dahulu(ketika anak dalam kandungan)
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cidera otak
- Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya
pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak
 Anak kurang merespon orang lain
 Anak sulit focus pada objek & sulit menggunakan ekspresi non verbal
 Keterbatasan kognitif

d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan(menyentuh/sentuhan)
 Terdapat ekolalia
 Sulit focus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut
 Peka terhadap bau
e. Psikososial
 Menarik diri & tidak responsive terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Ketertarikan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri & orang lain
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Reflek menghisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar
B. POLA GORDON
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan
Persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan,kemampuan
menyusun tujuan,pengetahuan tentang praktek kesehatan,
2. Pola Nutrisi –Metabolik
Menggambarkan Masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit
Nafsu makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan,Mual/muntah,Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah /penyembuhan
kulit,Makanan kesukaan.

3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola Fungsi eksresi,kandung kemih dan Kulit
Kebiasaan defekasi,ada tidaknya masalah defekasi,masalah miksi (oliguri,disuri,
dll),penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, Karakteristik urin dan feses,
pola input cairan, infeksi saluran kemih,masalah bau badan, perspirasi berlebih, dll
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya
latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan
satu sama lain.
Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan :
0: mandiri,
1: dengan alat bantu,
2: dibantu orang lain,
4 : dibantu orang dan alat
4 : tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat
penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat,
penyakit paru.
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian
fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap
tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat
klien terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan
orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama(orang atau benda yang lain).Tingkat
pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti,
menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian
tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan
penglihatan,pendengaran, persepsi sensori (nyeri),penciuman dll.
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi tentang energi.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi
buruk, penggunaan obat, mengeluh letih
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide
diri sendiri. Manusia sebagai system terbuka dimana keseluruhan bagian manusia
akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manusia
juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan dalam pandangan secara
holistic. Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit
terhadap diri, kontak mata, aktif atau pasif, isyarat non verbal,ekspresi wajah, merasa
tak berdaya,gugup atau relaks.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien.Pekerjaan,tempat tinggal, tidak punya
rumah, tingkah laku yang passive atau agresif terhadap orang lain,masalah keuangan
dll
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan dengan
seksualitas
Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid,pemeriksaan mamae sendiri, riwayat
penyakit hub sex,pemeriksaan genital
10. Pola Pertahanan Diri (Koping-Toleransi Stres)
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan system
pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress,interaksi dengan orang terdekat,
menangis, kontak mata,metode koping yang biasa digunakan,efek penyakit terhadap
tingkat stress.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan termasuk spiritual.
Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan buadaya,berbagi denga orang
lain,bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pantangan dalam agama selama sakit.
C. ANALISA DATA

NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


.
1. DS : Individu Resiko
- Orang tua anak mengatakan bahwa anak memiliki autistik Mutilasi diri
perilaku destruktif pada diri sendiri
- Orang tua anak mengatakan bahwa anak selalu
menarik diri
- Orang tua anak mengatakan bahwa anak memiliki
keterbatasan kognitif
Do :
-Keterbatasan kognitif
-Permainan streotip
2. DS : Gangguan Gangguan
-Orang tua anak mengatakan bahwa anak kesulitan neuromuskular komunikasi
dalam mengungkapkan kata-kata verbal
-Orang tua anak mengatakan bahwa respon anak
tidak sesuai dengan stimulus
-Orang tua anak mengatakan bahwa saat
mengandung ia sering terpapar zat toksik
Do :
-Perilaku stimulasi diri
3. DS : Hambatan Gangguan
-Orang tua pasien mengatakan bahwa anak kurang perkembangan interaksi
merespon dirinya soasial
-Orang tua pasien mengatakan bahwa anak selalu
menarik diri
-Orang tua pasien mengatakan bahwa anak selalu
menolak untuk dipeluk dan menjauh apabila
didekati
-Orang tua pasien mengatakan bahwa anak bila
senang dengan 1 mainan tidak mau mainan lainnya

DO : -
4. DS : - tidak Gangguan
terpenuhinya identitas diri
DO :
tugas
-Anak cenderung menarik diri
perkembangan
-Anak memiliki keterlambatan berbicara
-Kemampuan berbahasa anak kurang

D. DIAGNOSA DATA
1. Risiko mutilasi diri b/d keterlambatan perkembangan (D.0145)
2. Gangguan komunikasi verbal b/d hambatan lingkungan (D.0119)
3. Gangguan interaksi sosial b/d hambatan perkembangan/maturasi (D.0118)
4. Gangguan identitas diri b/d tidak terpenuhinya tugas perkembangan (D.0084)

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOASA SLKI SIKI


Risiko mutilasi diri b/d Setelah dilakukan tindakan Kontrol perilaku positif
keperawatan selema 3x…jam
individu autistik (I.09282)
kriteria hasil yang diharapkan :
(D.0145) Kontrol Diri (L.09076) Observasi:
1. Verbalisaasi ancaman kepada 1. Identifikasi kemampuan
orang lain cukup menurun mental dan kognitif untuk
2. Perilaku mennyerang cukup membuat kontrak
menurun 2. Identifikasi sumberdaya
3. Perilaku melukai diri terbaik untuk mencapai
sendiri/orang lain cukup tujuan
menurun 3. Monitor pelaksanaan
4. Perilaku agresif/amuk cukup perilaku ketidaksesuaian
menurun dan kurang komitmen
untuk memenuhi kontrak
Terapeutik:
1. Ciptakan lingkungan yang
terbuka untuk kontrak
perilaku
2. Diskusikan perilaku
kesehatan yang ingin
diubah
3. Diskusikan tujuan positif
jangka pendek dan jangka
panjang yang realistis dan
dapat dicapai
Edukasi:
1. Anjurkan menuliskan
tujuan sendiri, jika perlu
Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi : Defisit
verbal b/d gangguan keperawatan selema 3x…jam kriteria Bicara (I.13492)
neuromuskular hasil yang diharapkan : Observasi:
(D.0119) Komunikasi Verbal (L.13118) 1. Monitor kecepatan,
1. Kemampuan berbicara cukup tekanan, kuantitas, volume
meningkat dan diksi bicara
2. Kemampuan mendengar 2. Monitor proses kognitif,
cukup meningkat anatomis, dan fisiologis
3. Kesesuaian ekspresi yang berkaitan dengan
wajah/tubuh cukup meningkat bicara (mis. memori,
4. Kontak mata cukup pendengaran dan bahasa)
meningkat 3. Identifikasi perilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi
Terapeutik:
1. Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan
2. Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
3. Ulangi apa yang
disampaikan pasien
4. Beri dukungan psikologis
Edukasi:
1. Anjurkan berbicara
perlahan
2. Ajarkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis

Gangguan interaksi Setelah dilakukan tindakan Promosi sosialisasi (I.1398)


keperawatan selema 3x…jam
sosial b/d hambatan Observasi:
kriteria hasil yang diharapkan :
perkembangan/maturasi Interaksi sosial (L.13115) 1. identifikasi melakukan
(D.0118) 1. Perasaan yang nyaman interaksi dengan orang lain
dengan situasi sosial cukup 2. identifikasi hambatan
meningkat melakukan interaksi
2. Perasaan mudah menerima dengan orang lain
atau mengkomunikasikan terapeutik:
perasaan cukup meningkat 1. motivasi meningkatkan
3. Responsif pada orang lain keterlibatan dalam suatu
cukup meningkat hubungan
4. Perilaku sesuai usia cukup 2. motivasi kesabaran dalam
meningkat mengembangkan suatu
hubungan
3. berikan umpan balik
posotif dalam perawatan
diri
4. motivasi berinteraksi di
luar lingkungan
edukasi:
1. anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
2. anjurkan berbagi
pengalaman dengan orang
lain
3. latih bermain peran untuk
meningkatkan
keterampilan komunikasi
Gangguan identitas diri Setelah dilakukan tindakan Promo Kesadaran Diri (I.09311)
keperawatan selema 3x…jam
b/d tidak terpenuhinya
kriteria hasil yang diharapkan :
tugas perkembangan Identitas Diri (L.09070) Observasi:
(D.0084) 1. Perilaku konsisten meningkat 1. Identifikasi keadaan
2. Hubungan yang efektif cukup emosional saat ini
meningkat 2. Identifikasi respons yang
3. Strategi koping efektif cukup ditunjukkan sebagai situasi
meningkat Terapeutik:
4. Penampilan peran efektif 1. Diskusikan nilai-nilai yang
cukup meningkat berkontribusi terhadap
konsep diri
2. Diskusikan dampak
penyakit pada konsep diri
3. Motivasi dalam
meningkatkan kemampuan
belajar
Edukasi:
1. Anjurkan mengenali
pikiran dan perasaan
tentang diri
2. Anjurkan mengungkapkan
perasaan
Anjurkan dalam mengekspresikan
diri dengan kelompok sebaya

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis
ditandaioleh gejala-gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi
sosial danemosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komuikasi timbal balik, dan
minat yangterbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan
(stereotipik).Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik,
yang terlihatsebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui,
tetapi beberapahal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap
sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang
tidak normalatau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada
neurotransmitter,dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan.

B. Saran

Melalui makalah ini diharapkan nantinya calon profesi perawat memberikan


asuhankeperawatan yang tepat sesuai dengan indikasi keluhan klien dan dapat
mempraktekkantindakan-tindakan keperawatan yang sesuai dengan konsep yang telah teruji
kebenarannyasehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan dapat diminimalisir dan
tim perawat pun semakin diakui kelayakkannya sebagai salah satu tim pelayanan Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/377106806/ASKEP-AUTISME

https://id.scribd.com/document/480135916/Autisme-100

Anda mungkin juga menyukai