Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ACUTE CORONARY SYNDROM (ACS)

Oleh : Kelompok 7

Kelas : 3 B

Nama Anggota Kelompok :


Wanchy Dely Jane Galla
Winda Febriyanti Rampa
Yanti
Yanti Avrilia Fatubun
Yolanda Christiana Odilaricha
Yolanda Puteri Sande Salukanan
Juliet Selly

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2019/202


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam
rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis oleh Ibu Jenita Saranga.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih atas segala
partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan
kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa
maupun isi. Sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif
dari pembaca. Demikian apa yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk masyarakat umumnya dan khususnya untuk penulis sendiri.

Makassar, 8 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

KONSEP DASAR MEDIS

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi..................................................................................................................3

B. Anatomi Fisiologi..................................................................................................3

C. Etiologi ..................................................................................................................6

D. Klasifikasi..............................................................................................................8

E. Patofisiologi ....................................................................................................... 12

F. Manifestasi Klinik................................................................................................14

G. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................15

H. Penatalaksanaan Medis.......................................................................................16

I. Manajemen Kritis..................................................................................................17

J. Komplikasi............................................................................................................18

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian...........................................................................................................24

B. Diagnosa Keperawatan........................................................................................25

C. Intervensi Keperawatan.......................................................................................25

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .........................................................................................................28

B. Saran....................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................29

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute coronary syndrome (ACS) saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan
umum di dunia. Sejak tahun 1990 prevelensi ACS terus meningkat, pada tahun 2004
American Heart Association (AHA) memperkirakan prevalensi ACS di Amerika Serikat
mencapai 13.200.000 jiwa. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun
2013, ACS menjadi penyebab kematian terbanyak dengan mencapai jumlah 7 juta jiwa
kematian setiap tahunnya di seluruh dunia, hal ini terutama terjadi di negara berkembang
(WHO, 2013).
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 di Indonesia,
prevalensi ACS mencapai 9,3% dan menempati peringkat ke-3 sebagai penyebab
kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi (Depkes RI, 2008). Acute coronary
syndrome (ACS) merupakan kumpulan gejala yang manifestasi klinisnya dominan
disebabkan oleh proses aterosklerosis. Hal ini biasanya dipresipitasi oleh thrombosis akut
yang diinduksi oleh ruptur atau erosi plak aterosklerosis pembuluh darah koroner, dengan
atau tanpa disertai vasokontriksi, sehingga menyebabkan penurunan mendadak alira
pembuluh darah jantung (Hamm et al., 2011).
Istilah Acute coronary syndrome (ACS) pada saat ini digunakan untuk
menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. ACS merupakan
suatu sindrom pada pembuluh darah koroner yang dapat menyebabkan beberapa penyakit
seperti : angina tak stabil, infark miokard non elevasi ST, infark miokard elevasi ST,
maupun angina pektoris pasca infark vaskuler yang harus diperhatikan khususnya pada
pasien yang memiliki penyakit yang jantung koroner. Asuhan keperawatan yang diberikan
pada pasien dengan diagnosa medik ACS memerlukan perhatian yang lebih intensif untuk
mencegah terjadinya kematian mendadak pada pasien.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar medis pada Acute coronary syndrome (ACS) ?
2. Bagaimana konsep dasar keperawatan pada Acute coronary syndrome (ACS) ?
3. Bagaimana manajemen keperawatan krits pada Acute coronary syndrome
(ACS)?
4. Bagaimana peran dan fungsi perawat pada Acute coronary syndrome (ACS) ?

C. Tujuan
1. Mampu memahami konsep dasar medis pada Acute coronary syndrome (ACS)
2. Mengetahui konsep dasar keperawatan pada Acute coronary syndrome (ACS)
3. Mampu memahami manajemen keperawatan krits pada Acute coronary
syndrome (ACS)
4. Mengetahui peran dan fungsi perawat pada Acute coronary syndrome (ACS)

2
BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP DASAR MEDIS


A. Defenisi
Acute coronary syndrome (ACS) merupakan keadaan terjadinya perubahan
patologis dalam dinding arteri koroner, sehingga menyebabkan iskemik miokardium
dan menimbulkan Unstable Angina Pectoris (UAP) serta Infark Miokard Akut (IMA)
seperti Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial
Infarct (STEMI) (Jospeh et al., 2016).
Acute coronary syndrome (ACS) merupakan spektrum manifestasi akut dan
berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar,
2007). Acute coronary syndrome (ACS) terdiri atas infark miokardium dengan atau
tanpa elevasi segmen ST merupakan gannguan yang mengancam dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi meskipun penatalaksanaan terapi telah
berkembang (Kolasky, 2009).

B. Anatomi Fisiologi
Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida
terbaik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas.
Beratnya 250-350 gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada
(cavum thorax) tepatnya pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan kanan.
1. Lapisan Jantung
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan
endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri dari
fibrosa dan serosa dan berfingsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium
terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral
(lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan
visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml
dan berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung.
Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung
yang menungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat

3
istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari
otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda.
Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai
beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai
tahanan aliran darah lebih besar.
Miokardium tediri dari dua berkas oto yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfngsi
mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium
dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang
merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan
endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan
merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran darah.

2. Katup-katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan aktup
SL (semilunar. Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup SL
terletak antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup AV
antara atrium dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara
atrium sinistra dan ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral). Katup AV
hanya membuka satu arah ( ke arah ventrikel) karena berfungsi mencegah aliran
balik dari ventrikel ke atrium pada saat sistol. Secara anatomi katup AV hanya
membuka ke satu arah karena terikat oleh korda tendinae yang menempel pada
muskulus papilaris pada dinding ventrikel. Katup SL terdiri dari katup pulmonal
yang terdapat antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis dan katup aortik
yang terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

4
3. Pembuluh Darah Besar Pada Jantung
Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan
jantung yaitu :
1. Vena Cava Superior
Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh
bagian atas menuju atrium kanan.
2. Vena cava Inferior
Vena cava inferoir adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan.
3. Sinus Conaria
Sinus coronry adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
4. Trunkus Pulmonalis
Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteripulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2 yaitu
kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-
paru ke atrium kiri.
5. Vena pulmonalis
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membwa darah
bersih dan kedua paru-paruke atrium kiri.
6. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian atas.
7. Aorta Desendens
Descending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
4. Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal. Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paru-
paru. Sirkulasi pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke
paru-paru melalui arteri pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui vena-vena
pulmonalis.

5
Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh
(kecuali paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari keluarnya darah dari ventrikel
kiri ke aort kemudian ke sleuruhtubuh melalui berbagai percabangan arteri.
Selanjutnya kembali ke jantung melalui vena cava superior dan darah dari tubuh
bagian bawah kembali ke jantung melalui vena cava inferior.

C. Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth, 2002 penyebab dari sindrom koroner akut yaitu :
a. Arterosklerosis
Arterosklerosis adalah kelainan pada dinding pembuluh darah yang
berkembang menjadi plak yang dapat mengganggu aliran pembuluh
darah apabila cukup besar (Rilantono, 2015). Arterosklerosis merupakan
pengerasan pembuluh arteri akibat penurunan elastisitas pembuuh arteri
yang disebabkan oleh adanya timbunan lemak pada lapisan dinding
bagian dalam pembuluh darah.
b. Aorta insufisiensi
Kondisi dimana katup aorta tidak menutup secara efisiens sehingga
memungkinkan darah bocor kembali ke ruang jantung ventrikel kiri.
Dengan demikian, darah yang dipompa oleh jantung melalui katup aorta
kedalam aorta bocor kembali ke dalam jantung (ventrikel kiri) karena
katup aorta tidak menutup dengan benar.
c. Spasme arteri koroner
Merupakan proses pengetahuan (kontaksi) singkat dan sementara dari
otot-otot dinding arteri sehingga pembuluh darah mengalami
penyempitan.

Menurut Santoso dan Setiawan 2005, faktor risiko dari ACS terbagi menjadi dua
yaitu :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a. Usia
Usia merupakan prediktor yang kuat pada faktor risiko sindrom koroner
akut. Terjadinya arterosklerosis dipercepat dengan bertambahnya usia.
Dengan penuaan peningkatan plak, necrotic core, dan peningkatan kadar

6
kalsium yang secara signifikasn menunjukkan efek yang berhubungan
dengan pengembangan arterosklerosis
b. Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian Ruiz dkk, 2012, disebutkan bahwa perbedaab
jenis kelamin perempuan dan laki-laki sangat signifikan. Komposis pada
plak koroner terjadi pada wanita denga usia <65 tahun. Wanita usia muda
pada umumnya masih dalam efek proteksi estrogen (stabilisasi plak)
sehingga terlindungi dari penyakit kardiovaskuler. Namun apabila wanita
usia muda terkena plak arteroslerosis akibat faktor resiko lain yang
mendominasi, maka adanya estrogen justru dapat meningkatkan
kemungkinan ruptur plak. Menurut penelitian Sheifer SE dkk bukti yang
menjelaskan akibat variasi dalam penyakit arteri koroner adalah dalam
struktur pembuluh darah. Wanita memiliki pembuluh darah yang lebih
kecil dan perbedaan diameter dengan pembuluh darah pria.
c. Riwayat Keluarga
Riwayat kelaurga merupakan refleksi dari predisposisi genetik dan salah
satu dari faktor risiko arterosklerosis yang tidak bisa dimodifikasi. Pada
penelitian epidemiologi dampak riwayat keluarga terhadap kejadian
penyakit jantung koroner mengungkapkan bahwa riwayat maternal
berperan penting dalam peningkatan risiko penyakit jantung koroner.
Beberapa mekanismenya disebabkan oleh efek hormonal pada
metabolisme lipid, resistens insulin dan faktor trombogenesis.

2. Faktor risiko yang dapat diubah :


a. Merokok
Saat orang merokok, ia akan menghirup CO2. Hemoglobin lebih mudah
berikatan dengan CO2 dibandingkan dengan O2, sehingga suplai O2 ke
jantung terbatas. Selain itu asam nikotiat pada tembakau memicu
pelepasan katekolamin, yang memicu kontriksi arteri, dan merokok dapat
menyebabkan peningkatan adhesi trombosit, mengakibatkan peningkatan
pembentukan trombus (bekuan darah) (Brunner & Suddarth, 2002).
b. Hipertensi
Merupakan penyebab yang paling berbahaya karena biasanya tidak
menunjukkan tanda dan gejala sampai telah menjadi lanjut. Tekanan

7
darah tinggi menyebabkan tingginya gradien tekanan yang harus dilewati
oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan yang tinggi
menyebabkan suplai oksigen untuk jantung juga meningkat.
c. Hiperlipidemia
Jika kadar LDL (Low Density Lipoprotein) dalam darah tinggi > 130
mg/dl, HDL (Hight Density Lipoprotein) < 50mg/dl, serta kadar
kolesterol total > 200mg/dl, berisiko terjadi pebentukan arterosklerosis.
d. Diabetes melitus
Hiperglikemis menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, yang dapat
menyebabkan pembentukan trombus.
e. Aktivitas fisik
Berhubungan dengan pola hidup seseorang
f. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan adanya penimbunan lemak dan
peningkatan kadar gula dalam darah.

D. Klasifikasi

Wasid (2007) mengatakan berat/ringannya Sindrom Koroner Akut adalah :

1. Kelas I : Serangan baru yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan
nyeri pada waktu istrirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi > 2 kali per
hari.

2. Kelas II : Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan
pada waktu istirahat.

3. Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam

Secara Klinis :

1. Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia,


infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, dan hipoksia karena gagal napas.

2. Kelas B : Primer

8
3. Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati.
Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis
kalsium). Antiangina dan nitrogliserin intravena.

Menurut Anderson JL et al 2007 klasifikasi ACS meliputi :

Klasifikasi Penyebab Tanda dan Penemuan Penatalaksanaan


Gejala Diagnostik Medik
STEMI Kurangnya a. Nyeri dengan a.Elevasi segmen a.Oksigen untuk
suplai darah atau tanpa ST pada mempertahankan
miokard karena radiasi ke elektrokardiografi SaO2 level>90 %
adanya lengan, leher, b. Biomarker b.Nitrogliserin atau
penyempitan punggung jantung yang morfin untuk
arteri koroner atau meningkat mengontrol rasa
karena epigastrium sakit
arterosklerosis b. Sesak napas, c.β-blocker,
atau oklusi arteri diaforesis, agiotensin-
oleh embolus mual, converting
atau trombus takikardia, enzyme
tachypnea, inhibitors, statin
hipotensi atau (mulai pada
hipertensi, masuk dan terus
penurunan jangka panjang),
oksigen arteri clopidogrel
saturasi (Plavix), heparin
(SaO2)< 90 % tak terpecah atau
dan kelainan rendah-molecular
irama napas weight heparin
c. Terjadi saat d.Intervensi
istirahat atau koroner perkutan
dengan dalam waktu 90
tenaga, menit dari
kegiatan evaluasi medis
terbatas e. terapi fibrinolitik
d. Nyeri lebih

9
lama dan
terasa lebih
berat dari
angina tidak
stabil
(kerusakan
jaringan
irreversibel
[infark] terjadi
jika perfusi
tidak
dikembalikan)
NSTEMI Kurangnya a. Nyeri dengan a.Depresi segmen a. Oksigen untuk
suplai darah atau tanpa ST atau mempertahanka
miokard karena radiasi ke gelombang T n tingkat
adanya lengan, leher, inversi pada SaO2>90%
penyempitan punggung, elektrokardiogra b. Nitrogliserin
arteri koroner atau daerah fi atau morfin
karena epigastrium b. Biomarker untuk
arterosklerosis b. Sesak napas, jantung yang mengontrol rasa
atau oklusi diaforesis, meningkat sakit
sebagian arteri mual, c. b-blocker,
oleh embolus takikardia, angotensin
atau trombus takipnea, converting
hipotensi, enzyme
hipertensi, inhibitor, statin
penurunan (mulai pada
saturasi arteri masuk dan terus
oksigen jangka
(SaO2) dan panjang),
kelainan irama clopidogrel
napas (plavix),
c. Terjadi saat heparin tak
istirahat atau terpecah atau

10
dengan tenaga, low moleculer-,
kegiatan heparin berat
terbatas dan glikoprotein
d. Nyeri dalam IIb/IIIa inhibitor
durasi lebih d. Katerisasi
lama dan lebih jantung dan
parah dari kemungkinan
pada angina perkutan
tidak stabil intervensi
koroner untuk
pasien dengan
berkelanjutan
sakit dada,
ketidakstabilan
hemodinamik,
atau
peningkatan
risiko
memburuknya
kondisi klinis

UAP Erosi atau fisur a. Nyeri dengan a.Depresi segmen a. Oksigen untuk
pada plak atau tanpa ST atau mempertahanka
aterosklerosis radiasi ke gelombang T n tingkat
yang relatif kecil lengan, leher, inversi pada SaO2>90%
dan punggung atau elektrokardiogra b. Nitrogliserin
menimbulkan daerah fi atau morfin
oklusi trombus epigastrium b.Biomarker untuk
yang transien. b. Sesak napas, jantung yang mengontrol rasa
Tombus diaforesis, meningkat sakit
biasanya labil mual, c. b-blocker,
dan takikardia, angotensin
menyebabkan hipotensi atau converting
oklusi sementara hipertensi, enzyme

11
yang penurunan inhibitor, statin
berlangsung saturasi (mulai pada
antara 10-20 oksigen arteri masuk dan terus
menit (SaO2) dan jangka
kelainan irama panjang),
napas clopidogrel
c. Terjadi saat (plavix),
istirahat atau heparin tak
dengan tenaga, terpecah atau
kegiatan low moleculer-,
terbatas heparin berat
dan glikoprotein
IIb/IIIa inhibitor

D. Patofisiologi

Sebagian besar Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah manifestasi akut dari plak
ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.
Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan
menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial, atau
menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain
itu, terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokontriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama
sekurang-kurangya 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard) ( PERKI, 2015).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokontriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia selain nekrosis adalah gangguan kotraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang). Disritmia dan
remodelling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian

12
pasien SKA tidak mengalami koyak plek seperti diterangkan diatas, mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal arteri koronaria
epikardial penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat
diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Prekrutan
(IKP). Beberapa faktor ekstrinsik seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah
mempunyai plak arterosklerosis (PERKI, 2015).
Patofisiologi yang mendasari ACS adalah iskemia miokard yang disebabkan
karena ketersediaan oksigen yang tidak mencukupi (inadekuat) dengan kebutuhan
oksigen miokard. Kebutuhan oksigen pada miokard ditentukan oleh denyut jantung,
afterload, kontraktilitas dan ketegangan otot jantung. Aliran oksigen yang tidak
adekuat tersebut diakibatkan adanya penyumbatan pembuluh darah arteri karena
aterosklerosis. Biasanya penurunan aliran darah koroner tidak enyeybabkan gejala
iskemik pada saat istirahat sampai penyumbatan di pembuluh darah melebihi 95%.
Namun gejala iskemik dapat muncul karena peningkatan aktivitas fisik yang mampu
meningkatkan jumlah kebutuhan oksigen pada miokard dengan sedkitnya 60%
penyumbatan di pembuluh arteri.
Pembentukan plak aterosklerosis
a. Inisiasi proses aterosklerosis peran endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar
dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya
bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap,
yaitu krusakan endotel, migrasi kolesterol LDL low-density lipoprotein ke dalam
tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis. Beberapa
faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara lain
hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes dan merokok. Faktor risiko ini dapat
menyebabkan kerusakan endotel memegang peranan penting dalam terjadinya
proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan
proliferasi sel, kerusakan jarigan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya
menyebabkan pembuluh plak.
b. Perkembangan proses aterosklerosis : peran proses inflamasi
Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke
lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika

13
sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi
makrofag.
Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi dan juga berpenetrasi ke dinding
arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks.
Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin
(misalnya monocyte chemoattractant protein-I, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-
6, CD04, dan c-reactive protein ) yang makin mengaktifkan proses ini dengan
merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang
mensintesis komponen matriksekstraseluler) pada tempat terjadinya plak.
c. Dirupsi plak, trombosis, dan ACS
Bebeberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa
yang tipis dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya
ruptur. Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial
akan terpapar darah yang ada sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit
yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya trombus (Myratha, R.
2012).

E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis sangat penting dalam penegakan diagnosis ACS meliputi
anamnese terhadap adanya nyeri dada, EKG, dan pertanda jantung (cardiac marker).
a. Nyeri dada
Nyeri dada terutama dirasakan di daerah sub sterna dan bisa menjalar ke lengan
kiri atau kanan, ke rahang, bahu. Keluhan biasanya berupa sensasi terbakar,
tertekan, terhimpit benda berat, sesak napas, seperti diremas, atau hanya berupa
keluhan tidak nyaman di dada. Keluhan sering disertai kerigat dingin, mual,
muntah atau pingsan.
b. Elektrokardiogram
Hasil berupa perubahan segmen ST baik ST elevasi maupun deprese atau adanya
inverse gelombang T dapat meberikan gambaran kejadian ACS. Harus dilengkapi
dengan pemeriksaan cardiac maker.
c. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphorasis, mual, dan nyeri
epigastric.
d. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan
penurunan saturasi oksigen (SpO2) atau kelainan irama jantung.

14
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Udjianti, 2011, pemeriksaan penunjang pada pasien ACS adalah
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap
a) Sel darah putih : leukositosis (10.000-20.000 m m3 ) muncul hari kedua
setelah serangan infark karena inflamasi karena terjadi ruptur
pembuluh darah yang disebabkan akibat sel lemak.
b) Kadar elektrolit : menilai abnormalitas kadar natrium, kalium, atau
kalsium yang membahayakan kontraksi otot jantung.
c) Test fungsi ginajal : peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen)
dan kreatinin karena penurunan laju filtraasi glomerulus (glomerulo
filtrasi rate/GFR) terjadi akibat penurunan curah jantung.
d) Peningkatan kadar serum kolesterole atau trigliserida : dapat
meningkatkan risiko arterosklerosis atau trigliserida : dapat
meningkatkan risiko arterosklerosis (Coroner Artery Disease)
2. Analisa Gas Darah (Blood Gas Analysis, BGA) : menilai oksigenasi jaringan
(hipoksia) dan perubahan keseimbangan asam-basa darah.
b. Kardiak iso-enzim : menunjukkan pola kerusakan khas, untuk membedakan
kerusakan otot jantung dengan otot lain.
1) CPK (Creatinin Phospokinas) > 50 u/L
2) CK-MB (Creatinin Kinase-MB) > 10 u/L
3) LDH (Lactate Dehydrogenase) > 240 u/L
4) SGOT (Serum Glutamic Oxalo Transminase) > 18 u/L
5) Cardiac Troponin : positif
c. EKG
1) Segmen ST elevasi abnormal menunjukkan adanya injuri miokard
2) Gelombang T inversi (arrow head) menunjukkan adanya iskemia miokard
3) Q patologis menunjukkan adanya nekrosis miokard
d. Radiologi
1) Thorax rontgen : menilai kardiomegali (dilatasi sekunder) karena gagal
jantung kongestif

15
2) Echocardiogram : menilai struktur dan fungsi abnormal otot dan katup
jantung
3) Radioactive isotope : menilai area iskmeia serta non-perfusi koroner dan
miokard.

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Bambang 2011, penatalaksanaan medis penyakit ACS diantaranya :
a. Oksigen suplemental digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen ke jantung.
Oksigenasi, langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan
oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-
elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2-3
liter/menit secara kanul hidung.
b. Nitrogliserin diberikan untuk meringankan nyeri
c. Morfin diberikan untuk meringankan nyeri
d. Aspirin digunakan untuk mneghambat agregasi keping darah
e. Melakukan diet rendah-lemak dan berserat-tinggi
f. Bagi penderita ACS STEMI, penanganan meliputi :
1) Terapi trombolitik (kecuali bila ada kontraindikasi) dalam waktu 12 jam
setelah serangan gejala untuk mengembalikan kepatenan dan
meminimalkan nekrosis
2) Heparin IV untuk meningkatkan kepatenan di arteri koroner yang
diserang
3) Inhibitor glikoprotein IIb/Iia untuk meminimalkan agregasi keping
darah
4) Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin (Angiotensin Converting
Enzym-ACE) untuk menurunkan afterload dan preload dan mencegah
pembentukan kembali (dimulai 6 jam setelah adanya admisi atau jika
kondisi pasien stabil)
5) PTCA, penempatan stent atau bedah CABG untuk membuka arteri yang
mengalami penyempitan

16
H. MANAJEMEN KRITIS ACS

1. Oksigenasi : langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan


oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-
elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2-3
liter/menit secara kanul hidung.
2. Nitrogliserin (NTG) : digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula
secara sublingual (SL) (0,3-0,6 mg), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada
setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena -10 ug/menit
dan tekanan darah sistolikjangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard, menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard, menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan
dinding ventrikel, dilatasi arteri coroner besar dan memperbaiki aliran kolateral.
3. Morphine : Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan,
mengurangi rasa sakit akibat iskemia, meningkatkan venous capacitance,
menurunkan tahanan pembuluh sistemik, serta nadi menurun dan tekanan darah
juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard
berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2-4 mg intravena sambil
memperhatikan efek samping mual, bradikardi dan depresi pernapasan,
4. Aspirin : harus diberikan kepada semua pasien Sindrom Koroner Akut jika tidak
ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase -1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2.
Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan kontriksi arterial.
5. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor : obat ini perlu diberikan pada NSTEMI ACS
dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan
(IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek
reperfusi. Efek GPIIb/Iia-1 ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan
cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan
serotonin. Ada 3 preparat yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang
diberikan secara intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban,
dan Xiilofiban.
6. Katerisasi jantung : selain penggunaan obat-obatan, teknik katerisasi jantung saat
ini juga semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah
yang kekurangan atau bahkan tidak memperoleh darah bis dilaksanakan dengan

17
membuka seumbatan pembuluh darah coroner dengan balon dan lalu dipsang alat
yang disebut stent. Dengan demikian aliran darah dengan segera dapat kembali
mengalir menjadi normal.

I. Komplikasi
Menurut PERKI 2015, komplikasi ACS yaitu :
a. Gangguan Hemodinamik
1) Gagal jantung, dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali
terjadi disfungsi miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan
IKP atau trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun
apabila terjadi jejas transmural dan/atau obstruksi mikrovaskuler, terutama
pada dinding anterior, dapat terjadi komplikasi akut berupa kegagalan
pompa dengan remodelling patologis disertai tanda dan gejala klinis
kegagalan jantung, yang dapat berakhir dengan gagal jantung kronik.
a) Hipotensi, keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun
dapat juga disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau
komplikasi mekanis. Bila berlanjut, hipotensi dapat menyebabkan
gangguan ginjal, acute tubular necrosis dan berkurangnya urine
output.
b) Kongestif paru, ditandai dengan dispnea dengan ronki basah paru
segmen basal, berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru
pada rontgen dada dan perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau
terapi vasodilator.
c) Output urin rendah, keadaan output rendah menggabungkan tanda
perfusi perifer yang buruk dengan hipotensi, gangguan ginjal dan
berkurangnya produksi urin. Ekokardiografi dapat menunjukkan
fungsi ventrikel kiri yang buruk, komplikasi mekanis atau infark
ventrikel kanan.
d) Syok kardiogenik, syok kardiogenik dikaitkan dengan kerusakan
ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi pada infark ventrikel
kanan. Baik mortalitas jangka pendek maupun jangka panjang
tampaknya berkaitan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri awal
dan beratnya regurgitasi mitral.

18
2) Aritmia dan gangguan konduksi dalam fase akut, Aritmia yang terjadi
setelah reperfusi awal dapat berupa manifestasi dari kondisi berat yang
mendasarinya, seperti iskemia miokard, kegagalan pompa, perubahan tonus
otonom, hipoksia dan gangguan elektrolit (seperti hipokalemia) dan
gangguan asam-basa
a) Aritmia supraventricular, dalam beberapa kasus laju ventrikel
menjadi cepat dan dapat menyebabkan gagal jantung sehingga perlu
ditangani dengan segera. Kendati laju yang cukup diperlukan untuk
mengurangi kebutuhan oksigen miokardium, dan dapat dicapai
dengan pemberian penyekat beta atau mungkin antagonis kalsium,
baik secara oral maupun intravena
b) Aritmia ventricular
c) Sinus brakikardi dan blok jantung, sinus brakikardi sering terjadi
dalam beberapa jam awal STEMI, terutama pada infark inferior.
Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan oleh karena opioid. Sinus
bradikardi seringkali tidak memerlukan pengobatan. Bila disertai
dengan hipotensi berat, sinus bradikardi perlu diterapi dengan
atropin. Bila gagal dengan atropin, dapat dipertimbangkan
penggunaan pacing sementara.
b. Komplikasi Kardiak, usia lanjut, penyakit 3 pembuluh, infark dinding anterior,
iskemia berkepanjangan atau berkurangnya aliran TIMI merupakan faktor risiko
terjadi komplikasi kardiak. Beberapa komplikasi mekanis dapat terjadi secara akut
dalam beberapa hari setelah STEMI, meskipun insidensinya belakangan berkurang
dengan meningkatnya pemberian terapi reperfusi yang segera dan efektif
1) Regurgitasi katup mitral, regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama
fase subakut akibat dilatasi ventrikel kiri, gangguan m.Papilaris atau
pecahnya ujung m.Papilaris atau chordae tendinae
2) Ruptur jantung, ruptur dinding bebas ventrikel kiri dapat terjadi pada
fase subakut setelah infark transmural, dan muncul sebagai nyeri tiba-
tiba dan kolaps kardiovaskuler dengan disosiasi elektromekanis
3) Ruptur septum ventrikel, biasanya ditandai perburukan klinis yang
terjadi dengan cepat dengan gagal jantung akut dan murmur sistolik yang
kencang yang terjadi pada fase subakut

19
4) Infark ventrikel kanan, dapat terjadi sendiri atau lebih jarang lagi, terkait
dengan STEMI dinding inferior. Biasanya gejalanya muncul sebagai
triad hipotensi, lapangan paru yang bersih serta peningkatan tekanan
vena jugularis. Elevasi segmen ST ≥ 1 Mv diV1 dan V4R merupakan
ciri infark ventrikel kanan dan perlu secara rutin dicari pada pasien
dengan STEMI inferior yang disertai dengan hipotensi
5) Perikarditis, dapat muncul sebagai re-elevasi segmen ST dan biasanya
ringan dan progresif, yang membedakannya dengan re-elevasi segmen
ST yang tiba-tiba seperti pada re-oklusi koroner akibat trombosis stent,
misalnya. Pericardial rub yang terus menerus dapat mengkonfirmasi
diagnosis, namun sering tidak ditemukan, terutama apabila terjadi efusi
perikardinal berat.
6) Aneurisma ventrikel kiri, pasien dengan infark transmural besar,
terutama di dinding anterolateral, dapat mengalami perluasan infark
yang diikuti dengan pembentukan aneurisma ventrikel kiri. Proses
remodeling ini terjadi akibat kombinasi gangguan sistolik dan diastolik
dan seringkali regurgitasi mitral
7) Trombus ventrikel kiri, keadaan ini dikaitkan dengan prognosis yang
buruk karena berhubungan dengan infark yang luas, terutama bagian
anterior dengan keterlibatan apikal, dan risiko embolisme sistemik

Etiologi

Jenis Kelamin Genetik Stress KurangHipertensi


bergerak,
Merokok
Usia
(perempuan) (>65 tahun) beraktivitas
Efek hormonal pada Jantungbekerja
metabolisme lipid Memacu Pembentukan
Disfungsi lebihHiper-
Merangsang Pembakaran cepat
Struktur pembuluh Menopause adrenalin sistem ateroma
koagulasi
ventrikel kiri kalori dan
darah dan diameter kardiovaskuler
lebih kecil Menambah
lemak dalam beban
Menurunnya Mengganggu
Agregasi
Meningkatkan pembuluh darah
tubuh lebih
jumlah estrogen Melepas fungsi
platelet
kolesterol arteri
sedikit
catecholamin endotel
Pe HDL Lemak e Level
pembuluh
Pe LDL Me kecepatan Penimbunan
Trauma
fibrinogen
menumpuk pada denyut jantung langsung
lemak (plak)pada
dinding arteri Menginduksi
semakin
dinding
inflamasi
Peningkatan Vasokonstriksi banyak
pembuluhdalam
Trombogenesis kronik
darahdan
pembuluh
dislipidemia
darah

20

Aterosklerosis
Gagal pompa
Aliran darah ke Gagal pompa Blok pada arteri
ventrikel kiri
paru terhambat ventrikel kanan koroner jantung

Suplai O2
Proses difusi Tekanan diastole
menurun
terganggu Blok total
Blok sebagian

Bendungan atrium Metabolisme


Suplai O2 tidak kanan Metabolisme STEMINSTEMI
anaerob
seimbang dengan anaerob
kebutuhan tubuh Bendungan vena Asidosis metabolik
sistemik Penurunan perfusi jantung yang
Iskemia Miokard
Kebutuhan O2 berakibat pada penuurunan
meningkat
ATP intake oksigen dan akumulasi
Kemampuan sintesa ATP
hasil metabolisme senyawa
secara aerob berkurang
Lien Hepar kimia
Takipnea Fatigue

Hepatomegali Produksi ATP


MK : Ketidakefektifan Splenomegali Sel-sel miokard
Anaerob
Pola Nafas MK : Intoleransi mengkompensasikan dengan
Aktivitas berespirasi aerob
ATP yang dihasilkan
Mendesak
sangat sedikit
diafragma Menghasilkan asam
laktat
Pompa natrium dan
Sesak nafas kalium berhenti
Asam laktat membuat
pH sel menurun
Sel terisi ion
natriumdanreseptor
Menstimulasi air
nyeri

21
Sel pecah (lisis) Nyeri Akut
kondisis infark

Protein intrasel keluar ke


sistemik & interstitial

Edema dan bengkak


sekitar miokard

Jalur hantaran listrik


terrganggu

Pompa jantung tidak


terkoordinasi

Volume sekuncup turun

MK: Penurunan Curah


Jantung

22
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnese
1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, nama
penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
2) Keluhan (nyeri dada, klien mengeluh nyeri ketika beristirahat, terasa
panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri,
skala nyeri 8 (skala1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit
3) Riwayat penyakit sekarang (klien mengeluh nyeri ketika beristirahat,
terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung
kiri, skala nyeri 8 (skala1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit
4) Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok,
pekerjaan, stress), dan riwayat penyakit keluarga ( jantung, DM,
hipertensi, ginjal).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing
Pada pasien dengan ACS biasanya didapatkan tanda dan gejala dyspnea
karena beban kerja jantung yang meningkat.
2) Blood
Denyut nadi biasanya takikardi, terdapat nyeri dada (chest pain) dan
suara jantung murmur
3) Brain
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena suplai oksigen tidak adekuat.
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena pada penderita ACS biasanya
ditemukan gejala oliguria.
5) Bowel
Dikaji apakah ada penurunan berat badan, mual, muntah, bising usus,
penurunan nafsu makan.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan fisik.

23
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume sekuncup
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi Keperawatan

Diangnosa NOC NIC


Keperawatan
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manejemen Nyeri :
tindakan keperawatan selama 1. Lakukan pengkajian nyeri
2×24 jam diharapkan masalah komprehensif yang meliputi
teratasi dengan criteria hasil : lokasi, karakteristik, onset/durasi,
Kontrol Nyeri : frekuensi, kualitas, intensitas atau
1. Mengenali kapan nyeri beratnya nyeri dan faktor pencetus.
terjadi 2. Gunakan strategi komunikasi
2. Menggambarkan factor terapeutik untuk mengetahui
penyebab pengalaman nyeri dan sampaikan
3. Menggunakan analgesic penerimaan pasien terhadap nyeri.
yang direkomendasikan 3. Gali bersama pasien factor-faktor
yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri.
4. Berikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan, dan
antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur.
5. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi (seperti, biofeedback,
TENS, hypnosis, relaksasi,
bimbingan antisipatif, terapi music,
terapi bermain, terapi aktivitas,
akupressur, aplikasi panas/dingin
dan pijatan, sebelum, sesudah dan
jika memungkinkan, ketika
melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri; sebelum nyeri
terjadi atau meningkat; dan
bersamaan dengan tindakan
penurunan rasa nyeri lainnya).

24
Penurunan Setelah dilakukan Perawatan jantung :
Curah Jantung tindakan keperawatan selama 1. secara rutin mengecek pasien baik
2×24 jam diharapkan masalah secara fisik dan psikologis sesui
teratasi dengan criteria hasil : dengan kebijakan tiap
Keefektivan pompa agen/penyedia layanan.
jantung : 2. Instruksikan pasien tentang
1. Indeks jantung pentingnya untuk segera
2. Keseimbangan intake melaporkan bila merasakan nyeri
dan output dalam 24 jam dada.
3. Hepatomegali 3. Lakukan terapi relaksasi,
sebagaimana mestinya.
4. Dorong adanya peningkatan
aktivitas bertahap ketika kondisi
pasien sudah distabilkan (mis,
dorong aktivitas yang lebih ringan
atau waktu yang lebih singkat
dengan waktu istirahat yang sering
dalam melakukan aktivitas).
5. Evaluasi perubahan tekanan darah.
Ketidakefektif Setelah dilakukan Monitor pernafasan :
an Pola Napas tindakan keperawatan selama 1. Monitor kecepatan, irama,
2×24 jam diharapka nmasalah kedalaman dan kesulitan bernafas.
teratasi dengan criteria hasil : 2. Monitor pola nafas (mis,
Status pernafasan : bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
1. Frekuensi pernapasan pernafasan kusmaul, pernafasan
2. Irama pernapasan 1:1, apneustik, respirasibiot, dan
3. Kepatenan jalan napas pola ataxic).
3. Monitor kelelahan otot-otot
diapragma dengan pergerakan
parasoksikmal.
4. Auskultasi suara nafas setelah
tindakan, utuk dicatat.
5. Monitor peningkatan kelelahan,
kecemasan dan kekurangan udara
pada pasien.
Intoleransi Setelah dilakukan manejemenenergi :
Aktifitas tindakan keperawatan selama 1. Kaji status fisiologis pasien yang
2×24 jam diharapkan masalah menyebabkan kelelahan sesuai
teratasi dengan criteria hasil : dengan konteks usia dan
Toleransi terhadapa perkembangan.
ktifitas : 2. Anjurkan pasien mengungkapkan
1. Saturasi oksigen ketika perasaan secara verbal mengenai
beraktivitas keterbatasan yang dialami.
2. Frekuensi pernafasan 3. Konsulkan dengan ahli gizi

25
ketika beraktivitas mengenai cara meningkatkan
3. Kemudahan dalam asupan energy dari makanan.
melakukan aktivitas 4. Bantu pasien untuk membatasi
hidup harian (ADL) tidur siang dengan menyediakan
kegiatan yang mendorong pasien
untuk terjaga, dengan cara yang
tepat.
5. Evalusai secara bertahap kenaikan
level aktifitas pasien.

4. Peran Perawat
Pelayanan kerpawatan ini memegang peran penting dalam penanganan ACS.
Oleh karena itu kualitas dari perawat yang diberikan tergantung kepada keterampilan
dari perawat itu sendiri. Pada prehospital, perawat ambulans harus dilatih untuk
mengenali gejala ACS memberikan oksigen, obat penghilang nyeri dan melakukan
basic life support. Di beberapa negara, perawat yang dilatih khusus dapat
menggantikan posisi dokter ini. Staf ambulans sangat diharapkan agar mencatat EGC
untuk tujuan diagnostic dan menginterprestasi atau mentransfernya sehingga dapat
dibaca oleh staf yang berpengalaman pada unit perawat jantung ditempat lain.
Pencatatan ECG terutama untuk perawat berperan besar dalam penaganan ACS di
intra hospital. Pada intra hospital perawat berperan untuk melaksanakan pemeriksan
EKG kurang dari 10 menit dan memonitor efek samping dari pengobatan ACS, serta
melaksanakan discharge planning (edukasi) pada pasien ACS. (Sargowo, 2008)

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Acute coronary syndrome (ACS) merupakan keadaan terjadinya perubahan


patologis dalam dinding arteri koroner, sehingga menyebabkan iskemik miokardium
dan menimbulkan Unstable Angina Pectoris (UAP) serta Infark Miokard Akut
(IMA) seperti Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation
Myocardial Infarct (STEMI).

B. Saran

Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran


dan menambah wawasan bagi pembaca. Apabila terdapat kekurangan dalam makalh
ini penulis mohon maaf, karena masih dalam proses pembelajaran.

27
DAFTAR PUSTAKA

PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia). 2015.


Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut.
http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_tatalaksana_Sindrom_Koro
ner_Akut_2015.pdf. [diakses tanggal 7 April 2020]
Udjianti, Wajan. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Wasid. 2007. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga
Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Anatomi. Edisi 7 Vol 2. Jakarta : EGC.
Santoso, M. Setiawan , T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Cermin
Dunia

28

Anda mungkin juga menyukai