DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VI
RUHAMA RENLEUW (C1714201098)
SARI DANIELA PAYUNG (C1714201099)
SHERLY VENERANDA (C1714201100)
SIGGI IRENE LEWERISSA (C1714201101)
TARSILA Y KENJAPLUAN (C171420112)
TERAWANI RURA (C1714201103)
VALERIANA SILITUBUN (C1714201104)
VENNY F METEKOHY (C1714201105)
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya, dikarenakan kekurangan dan keterbatasan penulis untuk
menyusunnya.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bernilai untuk
menambah pengetahuan pembaca tentang “Gagal Napas”.
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar..................................................................................................................... 2
Daftar isi.............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.............................................................................................................5
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................6
1.3 Tujuan .........................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep dasar medic
2.1 Defenisi.......................................................................................................................... 7
2.2 Anatomi fisiologi........................................................................................................... 7
2.3 Klasifikasi...................................................................................................................... 9
2.4 Etiologi.......................................................................................................................... 10
2.5 Patofiologi..................................................................................................................... 11
2.6 Manifestasi..................................................................................................................... 12
2.7 Komplikasi..................................................................................................................... 12
2.8 Pemeriksaan penunjang................................................................................................. 13
2.9 Penatalaksanaan Medis..................................................................................................13
B. Konsep Dasar Keperawatan
3.1 Pengkajian keperawatan................................................................................................15
3.2 Diagnosa keperawatan...................................................................................................16
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................................17
C. Manajemen keperawatan.............................................................................................21
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................24
4.2 Saran..............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 25
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal napas dapat diartikan sebagai ketidakmampusan sistem respirasi dalam menjalankan
fungsinya secara adekuat, yaitu untuk mengirim oksigen ke darah dan mengemiliminasi
karbondioksida. Gagal napas merupakan penyebab yang umum dan penyebab utama kesakitan
dan kematian. Gagal napas menjadi penyebab utama kematian dari pneumonia dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).
Penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang tetrus menerus dan bersifat
progresif yang disebabkan kelaian jalan napas dan/ atau alveolar biasa dikenal sebagai Penyakit
Paru Obstruksi Kronis (PPOK). PPOK biasanya berhubungan dengan peningkatan respon
inflamasi krons terhadap partikel dan gas berbahaya pada saluran udara napas. Penyakit ini
sering ditemukan pada populasi yang memiliki kebiasaan merokok serta berada dilingkungan
yang banyak terpapar polusi udara. Pencegahan PPOK dapat dilakukan ddengan cara promosi
kesehatan lingkungan bebas rokok dengan fokus utama adalah penghentian kebiasaan merokok.
Pengobatan PPOK dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yang bertujuan mengurangi gejala
PPOK dan menurunkan jumlah ferkwensi serta derajat keparahan eksaserbasi.
Keterbatasan aliran udara yang kronis merupakan tanda khas pada PPOK yang disebabkan
oleh campuran penyakit saluran udara yang cukup lama (brokitis kronik) dan kerusakan jaringan
parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. Gejala paling umum yang terjadi
pada penderita PPOK adalah sesk napas, produksi sputum yang berlebihan, dan batuk kronik.
Namun, PPOK bukan hanya sekedar “batuk perokok”, tetapi juga merupakan sebuah penyakit
yang kurang terdiagnosis dan mengancam jiwa yang secara progresif dapat menyebabkan
kematian.
jumlah penderita PPOK yang ada diseluruh dunia mengalami peningkatan sejak tahun
1990, dari sekitar 2227 kasus menjadi 384 juta kasus pada tahun 2010. Di indonesia terdapat 4,8
juta jiwa penderita PPOK. Prevalensi PPOK lebih tinggi pada pria dibanding wanita dan
cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan yang rendah, status sosial ekonomi
5
yang rendah, dan yang tinggal didaerah pedesaan. insiden PPOK diperkirakan akan
meningkatkan sering bertambahnya usia.
Pada tahun 2002, PPOK menjadi penyebab kematian ke-5 dan diperkirakan pada tahun
2030 akan meningkat menjadi urutan ke-3 dengan total peningkatan kematian sebesar 30%
dalam 10 tahun. PPOK menjadi penyebab kematian ke-6 dari hasil survei 10 penyakit penyebab
kematian tersering diindonesia yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan selama tahun 2014.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi
hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis
(Corwin, 2009).
Gagal napas akut adalah memburuknya proses pertukaran gas paru yang
mendadak dan mengancam jiwa, menyebabkan retensi karbon dioksida dan oksigen
yang tidak adekuat (Morton, 2011).
Urden, Stacy dan Lough mendifimisikan gagal napas akut sebagai suatu keadaan
klinis yaitu sistem pulmonal tidak mampu mempertahankan pertukaran gas yang
adekuat (Chang, 2009).
Gagal napas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri) dan asidosis.
2.2 Anatomi fisiologi
7
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri
dari : Psedostrafied ciliateed columnar epitelium yang berfungsi
mengerakan partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang
besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar scrous
yang berfungsi menghangatkan udara). ketiga hal tersebut dibantu
dengan concha. kemudian akan diteruskan ke
c. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dn tuba eustachius)
d. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat
pangkal lidah)
e. Laringofaring
f. Laring
2. Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang
rawan seperti huruf C
b. Bronkhi
c. Paru
Paru-paru terletak didalm rongga dada bagian atas, dibagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan dibagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo
dekster) yang terdiri Ts 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang
terdiri dari 2 lobus.
paru-paru dibungkus oleh dua selapput yang tipism disebut pleura. selaput
bagian dalam yang langsunf menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam
(pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
berseblahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (parietalis). Antara
8
selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yg fungsi
untuk pelumas paru-paru.
paru-paru tetrsusun oleh bronkiolus, alveolusm jaringan elastik, dan
pembuluh dara. Paru – paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan
daerah permukaan yang sangt lebar untuk pertukaran gas.
d. Alveoli
terdiri dari: membran alveolar dan ruang intertisial.
membran alveolar:
1) small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga
alveoli
2) Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang
menghasiljan surfactant.
3) Anastomosing capillary, merupakan system vena dn arteri yang
saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran
darah dalam rongga endotel.
e. Sirkulasi paru
Mengalir aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan dan ke arteri
pulmonalis dan mengalirkan darah yang bebrsifat tergantung pada empat
faktor:
1) kebersihan jalan nafas
2) adekuatnya system pusat dan pusat pernafasan
3) adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
4) kemampuan otot-otot pernfasan seperti diafragma, eksternal
interkosta, internal intercosta, otot abdominal.
2.3 Klasifikasi
1. Gagal nafas akut
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara struktural
maupun fungsional sebelum penyakit timbul.
2. Gagal nafas kronis
9
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik sperti bronkiti kronikm
emfisema dan penyakit paru hitam.
2.4 Etiologi
1. Kelainan diluar paru-paru
a) penekanan pusat pernapasan
1) Takar lajak obat
2) trauma atau infark selebral
3) polimyelitis bulbar
4) ensefalitis
b) Kelainan neuromuscular
1) Trauma medulaspinalis servikalis
2) sindroma guilanbare
3) sklerosi guilanbare
4) sklerosis amiotropik lateral
5) miastenia gravis
6) distrofi otot
c) Kelainan plaura dan dinding dada
1) cedera dada (fraktur iga multiple)
2) pneumotoraks tension
3) efusi pleura
4) kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
5) obesitas sindrome pickwick
2. Kelainan Intrinsic paru – paru
a) Kelainan Obstruksi difus
1) Emfisema, bronchitis kronis
2) asma, status asmatikus
3) fibrosis kistik
b) Kelainan Restriktif Difus
1) fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (silia, debu batu
barah)
10
2) sarkoidosis
3) scleroderma
4) edema paru-paru
5) kardiogenik
6) nonkardiogenik
7) atelektasis
8) pneumoni yang terkonsolidasi
c) kelainan vaskuler paru-paru
1) emboli paru-paru
2.5 Patofisiologi
Gagal Napas ada dua macam yaitu gagal napas akut dan kronik di mana masing –
masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal Napas akut adalah gagal napas
yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional
sebelum penyakit timbul. Gagal napas kronik dalah terjadi pada pasien dengan
penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik.
Mekanisme gagal nafas menggambarkan etidak mapuan tubuh untuk melakukan
oksigenasi dan / atau ventilasi dengan adekuat yang diatndai oleh ketidakmampuan
sistem respirassi untuk memasok oksigen yang cukup atau membuan karbon
dioksida. Pada gagal nafas terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri
(PaCO2) lebih besar dari 50mmHg, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) kurang dari
60mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkarbia dan Hipoksia mempunyai konsekuensi
yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak mempengaruhi metabolisme normal kecuali
bila sudah mencapai kadar ekstrim (>90 mmHg). diatas kadar tersebut, hiperkapnia
dapat menyebabka depresi susunan saraf pusat dan henti nafas. Untuk pasien dengan
kadar PaCO2 rendahm konsekuensi yang lebih berbahaya adalah gagal napas baik
akut maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila disertai curah jantung yang
redah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan resiko henti jantung.
Hipoksia ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas yang dangkal. bila
PaCO2 normal atau 40mmHg, penurunan ventilasi sampai 50% akan meningkatkan
11
PaCO2. kadang pasien yang menunjukan pertanda retensi CO2 dapat mempunyai
saturasi oksigen mendekati normal.
Disfungsi paru juga menyebabkan gagal napas bila pasien yang mempunyai penyakit
paru tidak dapat menunjang pertukaran gas normal melalui peningkatan ventilasi.
Anak yang mengalami gangguan pernafasan atau ventilasi dapat mempertahankan
PaCO2 normal pada saat penyakit paru memburuk hanya melalui penambahan laju
pernafasan saja. Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila pasien sudah
tidak bisa lagi mempertahankan laju pernafasan yang diperlakukan, biasanya karena
kelelahan otot.
2.7 Komplikasi
1. Paru
Emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator
(seperti,emfisema kutis dan pneumothoraks).
2. Jantung
Cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan
infark miokard akut.
3. Gastrointestinal
12
Perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan pneumoperitoneum.
Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
4. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang
dari normal).
5. Infeksi nosocomial
Pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
6. Ginjal
Gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
7. Nutrisi
Malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral
dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).
2. Radiologi
a. Rontgen Toraks
Membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas seperti
atelektasis dan pneumoni.
b. EKG dan Ekokardiografi
Jika gagal napas akut disebabkan oleh cardiac.
c. Uji faal paru
Sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal < 500ml, FVC
(kapasitas vital paksa) menurun, ventilasi semenit (Ve) menurun (Lewis, 2011).
13
<40% menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan
akan memperberat keadaan hiperkapnia. Menurunkan kebutuhan oksigen dengan
memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll, usahakan Hb
sekitar 10-12g/dl.
b. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Gangguan
pH dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar
dengan memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan
jalan nafas yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung,
demam dan sepsis.
c. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, secret
trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
d. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon
bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan
inflamasi. Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai reaksi onset cepat.
Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy
dan tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang memperburuk
hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan
insufisiensi adrenalin.
e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume
paru yangekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
f. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian
mukolitik,hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada
dan latihan batuk yangefektif.
g. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
h. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
i. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan
disfungsisirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).
14
Konsep Dasar Keperawatan
15
B6 ( Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstremitas, turgor kulit,
kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis / integument.
16
3.3 Intervensi keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif Setelah di lakukan tindakan Manajemen jalan nafas
keperawatan selama 3x24 jam jam - Posisikan pasien untuk
hasil yang di harapkan : memaksimalkan
Status pernafasan: pertukaran gas ventilasi
- Saturasi oksigen di - Auskultasi suara nafas,
pertahankan pada skala 2 catat area ventilasi yang
di tingkatkan ke skala 4 menurun atau tidak ada
- Dipsnea saat istirahat di dan adanya suara
pertahankan pada skala 3 tambahan
di tingkatkan ke skala 4 - Regulasi asupan cairan
- Mengantuk di pertahankan untuk mengoptimalkan
pada skala 3 di tingkatkan keseimbangan cairan
ke skala 4 - Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas
- Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi sebagaimana
mestinya.
2. Gangguan pertukaran gas Setelah di lakukan tindakan Monitor pernafasan
keperawatan selama 1 x 24 jam di 1. Monitokecepatan,
harapkn masalah dapat teratasi irama, kedalaman dan
dengan kriteria hasil: kesulitan bernafas
Pertukaran gas 2. Monitor pola nafas
1. Saturasi oksigen 3. Palpasi kesimetrisan
2. Keseimbangan ventilasi ekspansi paru
dan perfusi 4. Monitor peningkatan
3. Perasaan kurang istirahat kelelahan, kecemasan
4. Gangguan kesadaran dan kekurangan udara
pada pasien
5. Monitor keluhan nafas
pasien termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak
17
nafas
Terapi oksigen
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
di perintahkan
3. Monitor aliran oksigen
4. konsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan dan/
atau tidur
5. atur dan ajarka
pasienmengenai
penggunaan perangkat
oksigen yang
memudahkan mobilissi
18
kortikosteroid,
antikonvulsan,
antidepresan trislik,
atau anestesi local
sesuai kebutuhan
19
5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Monitor pernapasan
keperawatan selama…x24 jam
diharapkan masalah dapat teratasi 1. Monitor kecepatan,
dengan kriteria hasil : irama, kedalaman dan
kesulitasn bernafas
Toleransi terhadap aktifitas 2. Monitor suara nafas
tembahan seperti
1. 1. Saturasi O2 ketika beraktifitas ngorok
2. 2. Frekuensi pernapasam ketika 3. Monitor pola napas
beraktifitas (misalnya bradipnue,
3. 3. Kemudahan bernapas ketika takipnue,
beraktifitas hiperventilasi,
pernapaan kusmaul)
4. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
5. Monitor keleahan otot-
otot diafragma dengan
pergerakan parasoksial
6. Monitor peningkatan
kelelahan, kecemasan,
dan kekurangan udara
pada pasien
7. Carat perubahan pada
saturasi 02, volume
tidal akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa
gas darah dengan tepat
B. Manajemen keperawatan
penatalaksanaan suportif / non spesifik
penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan yang secara tidak langsung di tujukan untuk
memperbaiki pertukaran gas, seperti pada table berikut
20
penatalaksanaan gagal nafas secara suportif / non spesifik
Atasi hipoksemia
Terapi oksigen
Pada keadaan paO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan paO2
sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas dari penyakit kronik yang menjadi akut
kembalidan pasien suda terbiasa dengan keadaan hiperkarbia sehingga pusat pernafasan tidak
terangsangoleh hipercarbia drive melainkan terhadap hypoxemia drive. Akibatnya kenaikan
PaO2 yang terlalu cepat, pasien dapat menjadi apnoe (muhardi, 1989).
Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang di butuhkan pada pasien-pasien dengan
keadaan hipoksemia akut. Oksigen harus segera di berikan dengan adekuat karena jika tidak di
berikan akan menimbulkan cacat tetap dan kematian. Pada kondisi ini oksigenharus di berikan
dengan FiO2 60 – 100% dalam waktu pendek dan terapi yang spesifik di berikan. Selanjutnya
oksigen di berikan dengan dosis yang dapat mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek
samping. Di perlukan oksigen dapat di berikan terus menerus. (Brusasco dan Pellegrino, 2003).
Cara pemberian oksigen secara umum ada 2 macam yaitu system arus rendah dan system arus
tinggi . kateter nasal kanul merupakan alat dengan system arus rendah yang di gunakan secara
luas. Nasal kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke nosafaring dengan aliran 1-6 L/MNT,
dengan FiO2 antara 0,23-0,44 (245-44%). Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO2
21
secara bermaknadi atas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa membrane menjadi kering untuk
memperbaiki efisiensi pemberian oksigen, telah didesain beberapa alat, diantarany electronic
demand device,reservoir nasal canul, dan transtracheal cathethers, dan di bandingkan nasal kanul
konvensional alat-alat tersebut lebih efektif dan efesien. Alat oksigen arus tinggi di antaranya
ventury mask dan reservoir nebulizer blenders. Alat ventury mask menggunakan prinsip jet
mixing (efek bernoulii). Dengan system ini bermanfaat untuk mengirimkan secaraakurat
konsentrasi oksigen rendah (24-35%). Pada pasien dengan PPOK dan gagal nafas tipe 2,
bernafas dengan mask ini mengurangi resiko retensi CO2 dan memperbaiki hipoksemia. Alat
tersebut terasa lebih nyaman dipakai, dan masalah rebreathing di atasi melalui proses
pendorongan dengan arus tinggi tersebut. System arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai 40
L/mnt oksigen melalui mask, yang umumnya cukup untuk total ke butuhan respirasi. Dua
indikasi klinis untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi ini adalah pasien yang memerlukan
pengendalianFiO2 dan pasien hipoksia dengan ventilasi abnormal. (sue dan bongard, 2003)
Jalan nafas sangat penting untuk ventilaasi,oksigen dan membrane obat-obatan pernafasn pada
semua pasien gangguan pernafasan harus di pikirkan dan di periksa adanya obstruksi jalan napas
atas. Perimbangkan untuk insersi jalaan nafas artifisial seperti endoctracheal tube (ETT)
berdasarkaan manfaat napas artifisial di bandingkan jalaan napas alami,
Resiko jalan nafas artifisal adalah trauma insersi, kerusakan trakea (erosi ), gangguan respon
batuk , resiko aspirasi,gangguan fungsi mukosiliar, resiko infeksi, meningkatnya resistensi dan
kerja pernapasan. Keuntungan jalan nafas artifisial adalah dapat melintas obstruksi jalan nafas
atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi ventilasi tekanan positif
PEEP, memfasilitasipenyedotan secret, dan rute bronkoskopi fibreoptik (sue dan bongard, 2003).
22
Pada pasien gagal nafas akut, pilihan didasarkan pada apakah oksigen, obat-obatanpernafasan,
dan terapi pernafasan via jalan nafas alami cukupadekuat ataukah lebih baik dengan jalan nafas
artifisial.
Secara fisiologis
a. Hipoksemia menetap setelah pemberian oksigen
b. PaCO2> 55 mmHg dengan Ph <7,25
c. Kapasitas vital < 15 ml kg BB dengan penyakit neuromuscular
Secara klinis
a. Perubahan status mental dengan gangguan proteksi jalan napas
b. Gangguan respirasi dengan ketidak stabilan hemodinamik
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
23
Gagal napas terjadi bilamana pertukaran oksigigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel
tubuh. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat.
Indikator gagal napas telah frekuensi pernapasan dan kapasitas vital, frekuensi
pernapasan normal ialah 16-20x/menit. Bila lebih dari 20x/menit tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernapasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alvin Kosasih, et al. 2008 Diagnosis Dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru Dalam
Praktek Sehari-Hari. Jakarta: CV Sagung Seto
24
Boedi Swidarmoko dan Agus Dwi Susanto ,(2010). Pulmonologi Intervensi Dan Gawat
Darurat Napas.Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Corwin, Elizabeth, J, (2001), Buku saku patofisiologi, Edisi Bahasa Indonesia, EGC:
Jakarta
Lewis, et al. 2011. Medical Surgical Nursing Assesment and Management of Clinical
Problems Volume 2. Mosby: ELSEVIER.
Morton, Patricia Gonce. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic. Jakarta:
EGC
25