Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERNAFASAN : RESPIRATORY FAILURE DI RUANG ICU RSCK

LAPORAN KASUS

Oleh :

Lisdayanti 30140118008

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan kegawatdaruratan pada Ny. E dengan Gangguan
sistem pernafasan: Respiratory Failure disusun guna memenuhi tugas Ns. Albertus Budi Arianto,
M.Kep pada mata kuliah PKK Gawat Darurat di ruang ICU Rumah Sakit Cahya Kawaluyan.
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang Asuhan Kegawatdaruratan pada pasien dengan Gangguan pada system pernafasan :
Respiratory Failure
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak Albertus Budi Arianto
selaku dosen koordinator praktik keperawatan gawat darurat. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Padalarang, 10 Mei 2021

Lisdayanti
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome merupakan salah satu komplikasi lanjut yang
sering terjadi pada pasien stroke. Penyakit ini disebabkan oleh adanya gangguan
pertukaran gas yang ada di paru-paru sehingga pasien mengalami hipoksemia (Bos,
2018). Acute respiratory distress syndrome ini juga merupakan salah satu penyebab
mortalitas pada pasien di Intensive Care Unit (ICU) (Santos et al., 2016). Biomarker
untuk menilai progresivitas dari acute respiratory distress syndrome belum ditemukan,
sehingga menjadi penyulit dalam menilai progresivitas dari penyakit tersebut (García-
Laorden et al., 2017).

Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan. Sindroma
gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru(Marmi & Rahardjo, 2012).

Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan


merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea, frekuensi pernapasan yang lebih
dari 60 kali per menit, adanya sianosis, adanya rintihan pada saat ekspirasi serta ada
retraksi dinding dada saat inspirasi. Penyakit ini merupakan penyakit membran hialin
dimana terjadi perubahan atau kurangnya komponen surfaktan pulmoner. Komponen ini
merupakan suatu zat aktif pada alveoli yang dapat mencegah kolapsnya paru. Fungsi
surfaktan itu sendiri adalah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi. Penyakit ini sering
terjadi pada bayi prematur mengingat produksi surfaktan yang kurang (Hidayat, 2003).

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada
system pernafasan : Respiratory Failure
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis hasil pengkajian keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada
system pernafasan : Respiratory Failure
b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada system
pernafasan : Respiratory Failure
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada system
pernafasan : Respiratory Failure
d. Melakukan tindakan keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada system
pernafasan : Respiratory Failure

C. Metode penulisan
Metode penulisan laporan ini dengan metode narasi.
D. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan laporan ini dimulai dengan bab I tentang pendahuluan berisi latar
belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab 2 tentang
tinjauan pustaka yang membahas pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi dan
patoflow, manifestasi, komplikasi, tes diagnostik dan penatalaksanaan medis Bab 3
tentang tinjauan kasus yang berisi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi Bab 4 tentang pembahasan yang berisi uraian analisis kasus
dengan membandingkan antara isi bab II dan bab III dengan pendekatan tahapan proses
keperawatan. Laporan ini diakhiri dengan bab 5 tentang penutup yang berisi simpulan
dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengertian
Gagal napas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri) dan asidosis (Corwin,
2009).
Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup masuk
dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak, membutuhkan
darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan pernapasan juga bisa
terjadi jika paru-paru tidak dapat membuang karbon dioksida dari darah. Terlalu
banyak karbon dioksida dalam darah dapat membahayakan organ tubuh (National
Heart, lung, 2011).
Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang tidak
adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan PH, PO2, dan PCO2, darah arteri
dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai hiperkapnia
(Arifputera, 2014).

B. Anatomi dan Fisiologi


Alveoulus merupakan kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis.
Tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara
yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar
alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus. Sel epitel terdiri sel alveolar
gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar
gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar
besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar. Sel alveolar gepeng terletak
di dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek,
permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan surfaktan
pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir
ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial. Mengandung serat, sel
septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori
Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok
sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi
jumlah sel lainnya.

C. Klasifikasi
Menurut Syarani (2017), gagal nafas dibagi menjadi dua yaiitu gagal nafas tipe I dan
gagal nafas tipe II.

a. Gagal nafas tipe I


Gagal napas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi

darah, ditandai dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal
napas tipe I ini terjadi pada kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan
ekstrapulmoner. Mekanisme terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat:

1) Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke

bagian paru yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering.
Contohnya adalah posisi (terlentang di tempat tidur), ARDS, atelektasis,

pneumonia, emboli paru, dysplasia bronkupulmonal.

2) Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membrane alveolar atau

pembentukan cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler. Contohnya

adalah edema paru, ARDS,

pneumonia interstitial.

3) Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang

tidak pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malformasi arterio-vena

paru, malformasi adenomatoid kongenital.

b. Gagal nafas tipe II

Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO 2, pada


umumnya disebabkan olehkegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO 2
(peningkatan PaCO2 atau hiperkapnia)

disertai dengan penurunan PH yang abnormal dan penurunan PaO2 atau


hipoksemia.

Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan


ekstrapulmonal. Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan ekstrapulmonal dapat
disebabkan karena penekanan dorongan pernapasan sentral atau gangguan pada
respon ventilasi. Menurut Black and Hawks (2014), pada pasien gagal nafas akut
diklasifikasikan menjadi dua yaitu gagal nafas hipoksemia dan gagal nafas ventilasi
atau hiperkapnia.

a. Gagal nafas hipoksemia

Gagal nafas hipoksemia dapat disebabkan masalah difusi seperti edema paru, nyaris
tenggelam, sindrom gawat nafas (akut) dewasa (adult/acute respiratory distress
syndrome), masalah lokal seperti pneumonia, pendarahan rongga dada dan tumor
paru

b. Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia

Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah ketika klien tidak dapat mendukung
pertukaran gas yang adekuat, menyebabkan kenaikan kadar PaCO2 yang berakibat
pada deprsi susunan saraf pusat, ketidakmampuan neuromuscular untuk
mempertahankan pernafasan atau bebabn berlebih pada sistem pernafasan.

D. Etiologi
1. Gagal napas tipe 1
a. Asma akut
b. ARDS
c. Pneumonia
d. Emboli paru
e. Fibrosis paru
f. Edema paru
g. PPOK
h. Enfisema
2. Gagal napas tipe 2
a. Kelainan paru
b. Asma akut berat
c. Obstruksi saluran napas akut
d. PPOK
e. Bronkiektasis
f. Kelainan dinding dada
g. Flail chest, rupture diagfragma
h. Kifoskolosis, distensi abdomen (asites, hemoperineum), obesitas.
i. Kelainan SSP, koma, pengingkatan TIK, cidera kepala
j. Opioid dan obat sedasi
k. Kelainan neuromuscular, lesi medulla spinalis (trauma, polio atau tumor)

E. Patofisiologi
Menurut Black and Hawks (2014), patofisiologi gagal nafas hipoksemia dan Gagal
nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah sebagai berikut :

a. Gagal nafas hipoksemia


Pada gagal nafas hipoksemia salaha satu penyebabnya dalah edema paru yang dapat
diakibatkan bebererapa penyakit seperti acute respiratory distress syndrome
(ARDS). Normalnya cairan bergerak dari ruang intertisial pada ujung arteri kapiler
sebagai hasil dari tekanan hidrostatik di pembuluh darah, dan kembali ke ujung
vena kapiler karena adanya tekanan onkotik dan peningkatan tekanan hidrostatik
intertisial. Pergerakan cairan dalam paru tidak berbeda, sering ditemukan cairan di
ruang intertisial paru. Normalnya cairan tersebut keluar dari sirkulasi mikro dan
masuk ke intertisial untuk menyediakan nutrisi pada sel-sel paru.

Peningkatan tekanan hidrostatik di pembuluh darah paru menyebabkan


ketidakseimbangan gaya starling, mnyebabkan

peningkatan filtrasi cairan ke ruang intertisial paru sehingga mlebihi kemampuan


kapasitas jaringan limfatik untuk menyalurkan cairan tersebut. Meningkatkan
volume kebocoran k ruang alveolus. Sistem limfatik berusaha mengkompensasi hal
trsebut dengan

mengeluarkan cairan intertisial yang berlebih ke kelenjar getah being hilus dan
kembali ke sistem vaskuler. Bila jalur tersebut terganggu, cairan bergerak dari
intertisial pleura ke dinding alveolus. Hipoksemia terjadi ketika membran alveolus
menebal oleh cairan, menghambat pertukaran oksigen dan CO2. Dengan cairan
menumpuk diintertisial dan ruang alveolus menurunkan daya kembang paru dan
difusi oksigen terganggu.

b. Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia

Ventilasi alveolus dijaga oleh susuan syaraf pusat (SSP) melalui saraf dan otot
pernafasan untuk mengontrok pernafasan. Kegagalan ventilasi alveolus
menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang mengakibatkan
hiperkapnia (kenaikan kadar CO2), dan

akhirnya terjadi asidosis. Bila tidak ditangani gagal ventilasi akut dapat
menyebabkan kematian.

Pada gagal ventilasi akibat obstruksi, tekanan residu diparu mengganggu proses
inhalasi dan meningkatkan beban kerja

pernafasan. ketika volume alveolus ekspirasi akhir tetap brada diatas titik

penutupan kritisnya, alvelous tetap terbuka dan berfungsi, memungkinkan oksigen

untuk berdifusi kedalam aliran darah. Jika volume alveolus lebih rendah dari titik

penutupan, alveolus akan kolaps. Kolapsnya alveolus menyebabkan tidak ada aliran
darah dan oksigen yang masuk ke alveolus. Pada gagal ventilasi akut , volume rsidu

dan kapasitas resdiu fungsional munurun, menyebabkan perfusi tanpa oksigenasi

dan penurunan daya kembang.

F. Manifestasi Klinis

Menurut Arifputra (2014) Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria
yaitu PaO2 arteri <60 mmHg atau PaCO2>45 mmHg, kecuali peningkatan yang terjadi
kompensasi alkalosis metabolic. Selain itu jika menurut klasifikasinya sebagi berikut :

a. Gagal napas hipoksemia


Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau rendah.
Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan,
antara lain:

i. Dispneu (takipneu, hipeventilasi)

ii. Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat

iii. Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir)

iv. Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi

v. Hipotensi , bradikardia, iskemi miokard, infark, anemia, hingga gagal

jantung dapat terjadi pada hipoksia berat

b. Gagal napas hiperkapnia

Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2 alveolus dari
arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di dinding dada, otot
pernapasan, atau batang otak.

Contoh pada PPOK berat, asma berat, fibrosis paru stadium akhir, ARDS berat atau
landry guillain barre syndrome. Gejala hiperkapnia antara lain penurunan
kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu, bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit
kepala, dan papil edema.

G. Manifestasi klinis
Menurut Arifputra (2014) dikatakan gagal nafas jika memenuhi salah satu kriteria
yaitu PaO2 arteri < 60 mmHg atau PaCO2 >45 mmHg, kecuali peningkatan yang
terjadi kompensasi alkalosis metabolic, selain itu jika menurut klasifikasi sebagai
berikut :
1. Gagal hipoksemia
Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukan nilai normal atau rendah,
gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan,
antara lain :
a. Dispneu (takipneu, hiperventilasi)
b. Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat.
c. Sianosis di distal dan sentral (mukosa bibir)
d. Hipoyensi, bradikardia, iskemia miokard, infark, anemia, hingga gagal
jantung dapat terjadi pada hipoksia berat.
2. Gagal nafas hiperkapnia
Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan PaO2 alveolus dari
arteri turun. Hal ini tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di dinding dada, otot
pernapasan, atau batang otak. Contoh pada PPOK berat, asma berat, fibrosis paru
stadium akhir, ARDS berat atau landy guillain barre syndrome. Gejala
hiperkapnia antara lain penurunan kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu,
bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit kepala.

H. Komplikasi
Komplikasi kegagalan pernapasan akut dapat berupa penyakit paru,
kardiovaskular, gastrointestinal (GI), penyakit menular, ginjal, atau gizi.Komplikasi
GI utama yang terkait dengan gagal napas akut adalah perdarahan, distensi lambung,
ileus, diare, dan pneumoperitoneum. Infeksi nosokomial, seperti pneumonia, infeksi
saluran kemih, dan sepsis terkait kateter, sering terjadi komplikasi gagal napas
akut.Ini biasanya terjadi dengan penggunaan alat mekanis. Komplikasi gizi meliputi
malnutrisi dan pengaruhnya terhadap kinerja pernapasan dan komplikasi yang
berkaitan dengan pemberian nutrisi enteral atau parenteral (Kaynar, 2016).
Komplikasi pada paru-paru itu seperti pneumonia, emboli paru, barotrauma paru-
paru, fibrosis paru. Komplikasi yang berhubungan dengan mesin dan alat mekanik
ventilator pada pasien gagal napas juga banyak menimbulkan komplikasi yaitu
infeksi, desaturasi arteri, hipotensi, barotrauma, komplikasi yang ditimbulkan oleh
dipasangnya intubasi trakhea adalah hipoksemia cedera otak, henti jantung, kejang,
hipoventilasi, pneumotoraks, atelektasis. Gagal napas akut juga mempunyai
komplikasi di bidang gastrointestinal yaitu stress ulserasi, ileus dan diare (Putri,
2013).
Kardiovaskular memiliki komplikasi hipotensi, aritmia, penurunan curah jantung,
infark miokard, dan hipertensi pulmonal.Komplikasi pada ginjal dapat menyebabkan
acute kidney injury dan retensi cairan. Resiko terkena infeksi pada pasien gagal napas
juga cukup tinggi yaitu infeksi nosokomial, bakteremia, sepsis dan sinusitis paranasal
(Putri, 2013).

I. Pemeriksaan penunjang
Menurut Syarani (2017), adapun pemeriksaaan penunjang untuk pasien dengan gagal
anafs adalah sebagai berikut :

a. Laboratorium

1) Analisa Gas Darah

Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika gejala klinis
gagal napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus dilakukan untuk
memastikan diagnosis, membedakan gagal napass akut dan kronik. Hal ini
penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan

mempermudahkan peberian terapi. Analisa gas darah dilakukan untuk patokan


terapi oksigen dan penilian obyektif dalam berat - ringan gagal napas. Indikator
klinis yang paling sensitif untuk peningkatan kesulitan respirasi ialah
peningkatan laju pernapasan. Sedangkan kapasitas vital paru baik digunakan
menilai gangguan respirasi akibat neuromuscular, misalnya pada sindroma
guillain-barre, dimana kapasitas vital berkurang sejalan dengan peningkatan
kelemahan. Interpretasi hasil analisa gas darah meliputi 2 bagian, yaitu
gangguan keseimbangan asam-basa dan perubahan oksigenasi jaringan.

2) Pulse Oximetry

Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan melalui aliran
darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa saturasi
oksigen yang kontinyu dan noninvasif yang dapat diletakkan baik di lobus
bawah telinga atua jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi perifer
yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dantekanan oksigen
dapat dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%,
dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan

saturasi oksigen.

3) Capnography

Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar


karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk
kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi apparatus serta gangguan
fungsi paru.

b. Radiologi

1) Radiografi Dada
Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal napas tetapi
kadang sulit untuk membedakan edema pulmoner kardiogenik dan
nonkardiogenik

2) Ekokardiografi

Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan pada
pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung. Adanya
dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang abnormal atau regurgitasi
mitral berat menunjukkan edema pulmoner kardiogenik, Ukuran jantung yang
normal, fungsi sistolik dan diastolik yang normal pada pasien dengan edema
pulmoner menunjukkan sindromdistress pernapasan akut. Ekokardiografi
menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner dengan tepat untuk
pasien dengan gagal napas hiperkapnik kronik.

3) Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik

Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital capacity

(FVC) yang normal menunjukkan adanya

gangguan di pusat control pernapasan. Penurunan rasio FEV1 dan FVC


menunjukkan obstruksi jalan napas, penurunan nilai

FEV1 dan FVC serta rasio keduanya yang tetap menunjukkan penyakit paru

restriktif. Gagal napas karena obstruksi jalan napas tidak terjadi jika nilai FEV 1

lebih dari 1 L dan gagal napas karena penyakit paru restriktif tidak terjadi bila

nilai FVC lebih dari 1 L.

J. Penatalaksanaan
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus diberikan untuk
meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai penyakit paru obstruktif,
fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada pasien yang sakit parah, walaupun
pengobatan medis telah maksimal, NIV (Noninvasive ventilation) dapat digunakan
untuk memperbaiki oksigenasi, mengurangi laju pernapasan dan mengurangi
dyspnoea. Selain itu, NIV dapat digunakan sebagai alternatif intubasi trakea jika
pasien menjadi hiperkapnia (Forte et al., 2006). Sedangkan menurut Gallo et, all
(2013), penatalaksanaan pada gagal nafas adalah
a. Memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat

b. Meningkatkan oksigenasi

c. Koreksi gangguan asam basa

d. Memperbaiki kesimbangan cairan dan elektrolit


e. Mengidentifikasi dan terapi kondisi mendasar yang dapat dikoreksi dan pnyebab

presipitasi

f. Pencegahan dan deteksi dini komplikasi potensial

g. Memberikan dukungan nutrisi

h. Pengkajian periodeik mengenai proses, kemajuan dan respon terhadap therapy

i. Determinasi kebutuhan akan ventilasi mekanis

Menurut Black and Hawks (2014), pada penggunanan ventilasi mekanis atau
ventilator, jenis ventilator yang digunakan adalah bertekanan positif dan bukan
tekanan negative, dengan tujuan untuk memaksa udara masuk kedalam apru-paru.
Tekanan posisif diprlukan untuk pertukaran gas dan untuk menjaga alveolus tetap
terbuka.

K. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi yang
berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara
yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
dilaboratorium. (Surasmi dkk,2013).
Pengkajian Primer
a. Airway
i. Peningkatan sekresi pernapasan
ii. Bunyi nafas krekels, ronki, dan mengi
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan.
3) Kesulitan bernapas, diaphoresis, sianosi.
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia.
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran: ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk.
4) Papilledema
5) Penurunan haluran urine.
Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah
a. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita hipotensi
atau perdarahan )
b. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan
hipotermia)
c. Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif
d. Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada bayi). Pada
pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti: takipnea
(>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada, pernapasan cuping
hidung, pucat, sianosis, apnea.

L. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekresi
b. Pola nafas tidak efektif b.d bradipneu
c. Gangguan pertukaran gas b.d edema paru
d. Penurunan perfusi jaringan
M. Intervensi Keperawatan
DK 1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekresi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam jalan napas pasien
bersih/jelas.
Kriteria hasil : suara nafas bersih, tidak ada suara snoring atau suara tambahan yang
lain, irama nafas regular dan frekuensi nafas dalam batas normal.
Intervensi :
a. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
Rasional : suata tambahan seperti snoring dan crackles mengindikasikan
penumpukan secret.
b. Informasikan pada keluarag tentang tindakan suction yang dilakukan pada klien.
Rasional : memilimalisir kecemasan keluarga.
c. Berikan O2 melalui ventilator untuk memfasilitasi prosedur syction
Rasional: untuk mencegah terjadinya kekurangan oksigen(hipoksia)
d. Monitor status oksigen klien
Rasional : adanya dispneu menunjukan peningkatan kebutuhan oksigen.
e. Posisikan klien pada posisi semi fowler
Rasional : untuk memaksimalkan ventilasi agar O2 masuk secara optimal.

DK 2 Pola nafas tidak efektif

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola nafas
menjadi efektif.
Kriteria hasil : sesak berkurang atau hilang, klien menunjukan pola nafas yang efektif
dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal, rr klien 16-20x/mnt, tanpa
ada penggunaan otot bantu pernapasan, pergerakan dinding dada normal.

Intervensi :

a. Kaji tanda dan gejala ketidak efektifan pernafasan : dispneu, penggunaan otot-
otot pernapasan.
Rasional : adanya dispneu dan perubahan kedalaman pernapasan menandakan
adanya distress pernapasan.
b. Pantau TTV dan AGD
Rasional : perubahan TTV dan nilai gas darah merupakan indicator
ketidakefektifan pernapasan.
c. Baringkan pasien pada posisi semi fowler
Rasional : untuk memaksimalkan ekspansi paru.
d. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : memaksimalkan napas dan menurunkan kerja otot pernapasan.

DK 3 Gangguan pertukaran gas


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam 1x24 jam pertukaran gas
membaik.
Kriteria hasil : frekuensi nafas 18-20x/mnt, frekuensi nadi 60-100x/mnt, warna kulit
normal, hasil AGD normal pH (7,35-7,45) PO2 (80-100 mmHg), PCO2 (35-45
mmHg)
Intervensi :
a. Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil AGD, intake dan output.
Rasional : untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan
dari hasil klien.
b. Berikan terapi intarvena sesuai anjuran.
Rasional : untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat keadaan vaskuler
untuk pemberian obat-obatan darurat.
c. Berikan oksigen melalui binasal kanul 4lt/mnt, selanjutnya sesuai dengan hasil
PaO2
Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasn.
d. Kolaborasi dengan tim medis pengobatan yang tepat serta amati bila ada tanda-
tanda toksisitas.
Rasional : pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi
sebelumnya.

DK 4 Penurunan perfusi jaringan


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam 3x24 jam menunjukan
peningkatan perfusi jaringan.
Kriteria hasil : tidak ada sianosis jaringan.
Kulit tidak kering, CRT < 2 detik.
Intervensi :
a. Observasi perubahan status mental
Rasional : gelisah, bingung, disorientasi dan atau perubahan sensori/motoric dapat
menunjukan gangguan aliran darah, hipoksia atau cidera vaskuler serebral sebagai
akibat emboli sistemik.
b. Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa
Rasional : kulit pucat atau sianosis,, kuku, membrane mukosa menunjukan
vasokontriksi perifer atau aliran darah sistemik.
c. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian agen trombolitik. Misal :
streptoksnase.
Rasional : di indikasikan pada obstruksi paru berat bila pasien secara serius
hemodinamik terencana.

N. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang

telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual,

kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis

keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan

komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan

lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman

dan keselamatan klien.

O. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai kesehatan

klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan

dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan
bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur

hasil dari proses keperawatan.

BAB III
TINJAUAN KASUS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS


Nama : Ny.E
PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA DEWASA
Tgl.Lahir : 15 April 1946 P
DI RUANG INTENSIF
No RM : 195743

Tgl : 04/06/2021
Sumberdata : ( ) Pasien, ( ) Orang tua Ruangan : ICU
(  )Lainnya Rekam
Jam : 10.30
Medis
IDENTITAS PASIEN
Agama : ( ) Hindu, (  ) Islam, ( ) Protestan, ( ) Katolik, ( ) Budha, ( ) Kong Hu Cu
( ) Lainnya
Pendidikan : ( ) Belum Sekolah, ( ) PAUD, ( ) TK, ( ) SD, ( ) SMP, ( ) SMA, ( ) Perguruan Tingii
Kewarganegaraan : ( ) WNI, ( ) WNA :
RIWAYAT KESEHATAN
Alasan Masuk Rumah Sakit :

Keluarga pasien mengatakan bahwa Ny.E sebelum masuk RS mengalami sesak nafas, lemas dan demam sejak 4 hari yang
lalu.

Diagnosa medis saat ini :


Respiratory Failure

Keluhan Utama:
Sesak
Riwayat Keluhan/Penyakit Saat ini:
Pasien tidak dapat dikaji karena kesadaran DPO

Alasan Masuk Ruang Intensive


Monitoring hemodinamik
Respiratory support

Riwayat penyakit terdahulu :


Riwayat MRS sebelumnya ? ( )Tidak, ( ) Ya. Lamanya :…........hr, alasan : operasi
Riwayat dioperasi ? ( )Tidak, ( ) Ya. Jenisnya : laparatomy dan colonostomy
Riwayat Kelainan Bawaan : () tidak ( ) ada
Riwayat Alergi : (  ) tidak ( ) ya
PROSEDUR INVASIF
(  )Infus intra vena, di pasang di: vena antebrachilais medialis
(  ) Dower chateter, di pasang tanggal 26/04/2021
(  )Selang NGT, terpasang hari ke 3
(  ) ETT/ventilator di pasang
KONTROL RESIKO INFEKSI
Status : (  ) tidak diketahui, ( ) Suspect, ( ) diketahui : ( )MRSA, ( )TB, ( )Infeksi
Opportunistik/tropik,
Additional precaution yang dilakukan : ( ) Droplet, ( )Airborn, ( ) Contact, ( ) Skin, ( ) Contact Multi-Resistent Organisme
Pneumonia : ( ) tidakdiketahui () diketahui: ( ) HCAP, (  ) HAP, ( ) VAP
DATA BIOLOGIS
Kesadaran : ( ) Compos mentis, ( ) Apatis, ( ) Somnolen, ( ) Soporocoma, ( ) Coma () DPO
Antopometri : Tidak terkaji.
Tanda-tanda vital :
Suhu : 38,00C , Pernafasan: 26x/menit, Nadi : 114x/menit, Takanan Darah : 153/74mmHg
MAP : 108 Skala nyeri: 1

Keadaan Umum tampak : klien tampak nyeri ringan, klien terpasang ETT, NGT dan ventilator dengan mode PS 10 peep 5
FiO2 60%, RR 20. Terdapat bekas luka operasi laparotomy di tengah perut dan terdapat colonostomy pada perut bagian kiri
bawah.
PRIMARY SURVEY
A. Airway
 Bebas  Tersumbat
Trachea di tengah: Ya  Tidak
 Assesment :
10.30
Terdapat suara napas tambahan ronchi
 Resusitasi :
10.30
Dilakukan suction
 Re-evaluasi :
10.35
Sumbatan jalan napas bebas, tidak ada suara napas tambahan.
B. Breathing
Dada simetris : Ya  Tidak Sesak nafas : Ya  Tidak
Respirasi : 26 x/mnt Krepitasi :  Ya  Tidak
Suara nafas :
Kanan :  Ada :  Jelas  Menurun  Ronchi Kiri :  Ada :  Jelas  Menurun  Ronchi
 Wheezing,  Tidak Ada  Wheezing,  Tidak Ada

Saturasi O2 : 97%
Pada:  Suhu ruangan  Nasal canule (.......l/m)  NRFM (.......l/m)  NFM (.......l/m)
 Simple Mask (.......l/m)  Jackson Rise  Lain-
lain.................. (.......l/m)
 Assesment :
Tidak ada masalah
 Resusitasi :
Tidak dilakukan tindakan
 Re-evaluasi :
Breathing clear

C. Circulation
Tensi : 153/74 mmHg Nadi : 114 x/mnt
MAP : 108 mmHg  Kuat Lemah  Regular  Irregular
Suhu Axilla : 38,0ºC
Temperatur kulit :  Hangat  Panas  Dingin
Gambaran kulit :  Normal  Kering
 Lembab/basah

 Assesment : 11.00
Suhu tubuh pasien panas tinggi
 Resusitasi : 11.00
Pasien diberikan sanmol dengan dosis sesuai dengan kebutuhan dan sesuai anjuran dokter
 Re-evaluasi : 11.30
Demam pasien berkurang, suhu 37,3°C
D. Disability
 Alert  Pain response
 Verbal response  Unresponsive
GCS : 5
Kuantitatif: E (2) V (T) M (3)
Kualitatif : koma
 Assesment :
Pasien tampak nyeri ringan, kesadaran DPO dan terpasang ventilator
REAKSI PUPIL : tidak dikaji
Kanan Ukuran (mm) Kiri Ukuran (mm)
 Cepat  .........  .........
 Konstriksi  .........  .........
 Lambat  .........  .........
 Dilatasi  .........  .........
 Tak bereaksi  .........  .........

SECONDARY SURVEY
SISTEM RESPIRASI
Jalan Nafas : ( ) Paten (  ) Tidak Paten
Obstruksi : ( ) Lidah ( ) Cairan ( ) Benda Asing ( ) Tidak Ada
Suara Nafas : ( ) Snoring ( ) Gurgling ( ) Stridor (  ) Tidak ada
Nafas : (  ) Spontan ( ) Tidak Spontan
Pola Nafas : ( ) Teratur (  ) Tidak Teratur
Jenis : ( ) Dispnoe ( ) Kusmaul ( ) Cyene Stoke ( ) Lain:..............................
Suara Nafas : ( ) Vesikuler ( ) Stidor ( ) Wheezing (  ) Ronchi
Sesak Nafas : (  ) Ada ( ) Tidak Ada
Cuping hidung : ( ) Ada (  ) Tidak Ada
Retraksi otot bantu nafas : (  ) Ada ( ) Tidak Ada
Batuk : ( ) Ya (  ) Tidak ada
Sputum : ( ) Ya , Warna:.................., Konsistensi:..................... Volume:.................. Bau: ( ) Ya (  ) Tidak
Alat bantu nafas: (  ) ETT ( ) Trakeostomi
(  ) Ventilator : Mode: PS 10 peep 5 FiO2 60%, RR : 20
Keluhan lain : klien tampak nyeri ringan, tampak menggunakan otot bantu pernapasan
Masalah Keperawatan : Pola napas tidak efektif
SISTEM KARDIOLOGI
Pucat : ( ) Ya (  ) Tidak
Sianosis : ( ) Ya (  ) Tidak
CRT : (  ) < 2 detik ( ) > 2 detik
Akral : (  ) Hangat ( ) Dingin
Pendarahan : ( ) Ya, Lokasi:................................. Jumlah:..........................cc (  ) Tidak
Turgor : ( ) Elastis (  ) Lambat
Diaphoresis : ( ) Ya (  ) Tidak
Suara jantung: ( ) Normal ( ) Tidak normal
COR:
Inspeksi:
Ictus cordis …………., di..........., clubbing of the finger …………, cyanosis ………….., epistaksis ………….
Palpasi:
Ictus cordis …………. teraba di …………., capillary refill time ......... thrill.............edema ….........
Perkusi:
Terdengar: ..........................
Batas-batas jantung:
Atas …………………………….. Kiri ……………………………...
Bawah …………………………. Kanan …………………………...
Auskultasi:
Bunyi jantung I terdengar ……. di…………….HR …………….…
Bunyi jantung II terdengar …… di ………………………………
Bunyi jantung tambahan: murmur …………………… irama gallop ………. .
Keluhan lain :........................................................................ (Tuliskan keluahan pasien yang lain baik objektif atau subjektif, jika ada)
Masalah Keperawatan :.....................................................................................................................
SISTEM NEUROLOGI
Kesadaran : ( ) Composmentis ( ) Delirium ( ) Somnolen ( ) Apatis ( ) Koma () DPO
GCS : (2) Eye (T) Verbal ( 3 ) Motorik
Pupil : ( ) Isokor ( ) Unisokor ( ) Pinpoint ( ) Medriasis
RefleksCahaya : ( ) Ada ( ) Tidak Ada
Refleks fisiologis : ( ) Patela (+/-) ( ) Lain-lain : .............
Refleks patologis : ( ) Babinzky (+/-) ( ) Kernig (+/-) ( ) Lain-lain.............
Bicara : ( ) Lancar ( ) Cepat (  ) Lambat Ansietas  : ( ) Ada ( ) Tidak ada
Keluhan lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
SISTEM URINARY
Nyeri pinggang : ( ) Ada (  ) Tidak dapat dikaji
Nyeri BAK : ( ) Ada (  ) Tidak ada
Inspeksi:
Distensi regio hipogastrika tidak ada
BAK : (  ) Lancar ( ) Inkontinensia ( ) Anuri ( ) oliguri
Frekuensi BAK : Warna: jernih Darah : ( ) Ada (  ) Tidak ada
Kateter : (  ) Ada ( ) Tidak ada, Urine output: 500 cc
Total Balance : + 490
Palpasi:
Nyeri tekan regio hipogastrika tidak dapat dikaji
Perkusi:
Regio hipogastrika terdengar dullness
Nyeri ketuk daerah costovertebral angle kanan dan kiri tidak dapat dikaji

Keluhan lain : tidak ada


Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
SISTEM PENCERNAAN
Nafsu makan : (  ) Baik ( ) Menurun ( ) Lain-lain:
Makan : Frekuensi 6 x dengan Jumlah : 80 cc air putih, 200 cc susu + 1 sachet vip albumin
Minum : Frekuensi........................ Jumlah : ............. Perut kembung : ( ) Ya (  ) Tidak
BAB : (  ) Teratur ( ) Tidak
Frekuensi BAB : tidak terkaji Konsistensi: cair Warna: kecoklatan.
Mulut: bibir kering stomatitis tidak ada lidah bersih, gingivitis tidak ada gusi berdarah tidak ada tonsil T1
Gigi: caries tidak ada gigi tanggal tidak terkaji
Terpasang/tidak terpasang NGT hari ke-........................
Abdomen: bentuk abdomen …………., bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena …………., spider naevi
………….,
distensi abdomen ………….
Anus : hemoroid ada, fissure tidak ada fistula tidak ada, tanda – tanda keganasan tidak ada.
Auskultasi:
Bising usus 13vx/menit, kuat
Palpasi:
Hepar tidak teraba, nyeri tekan tidak dapat dikaji Limpa tidak teraba, nyeri tekan tidak dapat dikaji
Nyeri tekan di regio/kuadran tidak dapat dikaji Nyeri lepas di regio/kuadran tidak dapat dikaji
Perkusi:
Terdengar tympani
Keluhan lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
SISTEM ENDOKRIN
Inspeksi:
Bentuk tubuh: gigantisme tidak ada, kretinisme tidak ada
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada
Pembesaran pada ujung-ujung ekstremitas atas atau bawah tidak ada, Lesi tidak ada
Palpasi:
Kelenjar tiroid tidak teraba

Keluhan lain : tidak ada


Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI
Inspeksi: pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada
Lesi: tidak ada Rumple leed test: tidak ada
Palpasi: pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada
Keluhan lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
SISTEM PERSEPSI SENDORI
Inspeksi:
Penglihatan: conjungtiva merah muda, sclera putih, palpebra tidak ada edema
Pendengaran: pinna ..............., canalis auditorius eksterna ..............., Refleks cahaya politzer ..............., membran timpani
..............., battle sign ..............., pengeluaran cairan dari telinga tidak ada, lesi tidak ada
Palpasi:
Penglihatan: TIO kanan dan kiri sama Pendengaran: pinna ...............
Keluhan lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
SISTEM REPRODUKSI
Inspeksi:
Mammae simetris
Genetalia eksterna: bersih, lesi tidak ada, pengeluaran cairan/discharge (warna, bau, banyak/jumlah) tidak ada
Edema pada genetalia eksterna tidak ada
Hipospaida tidak ada.
Palpasi:
Mammae: massa/benjolan tidak ada, lesi tidak ada
Keluhan lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
SISTEM INTEGUMEN
Inspeksi:
Rambut: warna hitam bercampur putih, distribusi merata, rontok
Kuku: ...............
Kulit:
Lesi (lokasi, ukuran, tanda-tanda peradangan) : terdapat lesi di selangkangan kanan dan kiri ±5cm, berwarna kemerahan.
Terdapat luka bekas operasi laparotomy d abdomen bagian tengah dan terdapat kolonostomy pada abdomen bagian kiri
bawah.
Ptekie tidak ada, ekimosis tidak ada.
Palpasi:
Tekstur kulit kasar, Kelembaban lembab
Turgor kulit elastis Nyeri tekan tidak dapat dikaji.
Keluhan lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : gangguan integritas kulit.
SISTEM MUSKULOSKELETAL
Deformitas : ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Lokasi: ...............
Contusio : ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Lokasi: ...............
Abrasi : ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Lokasi: ...............
Laserasi : ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Lokasi: ...............
Edema : ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Lokasi:................
Dekubitus : ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Lokasi: ...............
Luka Bakar : ( ) Ya (  ) Tidak ( ) Lokasi: ...............
Grade: ............... persentase: ...............
Tanda Kompartmen/DVT: ( ) tidak ada ( ) diketahui:
) bengkak ( ) nadi bagian distal tidak teraba
Drop Foot : ( ) ada ( )tidak ada
Keluhan lain : pasien bedrest
Masalah Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik.

DATA PSIKOLOGIS
Masalah Perkawinan : (  ) Tidak ada ( ) Ada: Cerai/istri/suami baru/simpanan/ lain-lain..........
Mengalami kekerasaan Fisik : (  ) Tidak Ada ( ) Ada Mencederai diri/orang lain ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah
Trauma dalam kehidupan : (  ) Tidak Ada ( ) Ada, Jelaskan........
Gangguan tidur : (  ) Tidak Ada ( ) Ada
Konsultasi dengan psikologis/psikiater : ( ) Tidak Ada ( ) Ada

Assesment : 12.00
Tidak ada masalah.
Keluhan lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
DATA SOSIAL, EKONOMI, DAN SPIRITUAL
Status Pernikahan Single  Menikah  Bercerai  Janda/Duda
Anak Tidak ada () ada, jumlah anak: 2 orang
Pendidikan Terakhir SD SMP () SMA  Akademi  Sarjana  .....................
......
Warganegara WNI WNA
Pekerjaan PNS Swasta TNI/Polri Tidak Bekerja
Pembiayaan Biaya Sendiri Asuransi Perusahaan ....................................
Kesehatan ..
Tinggal Bersama Suami/Istri Anak Orang Tua Sendiri ............................
....
Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha Kong Hu ...................
Cu ....
Anak Kandung : ( ) Ya ( ) Tidak
Tinggal bersama : ( ) Orangtua ( ) Kakek/Nenek ( ) Lain-lain, jelaskan : ______________________
Pekerjaan Orang Tua : ( ) Pegawai Swasta ( ) PNS ( ) TNI/POLRI ( ) Wiraswasta ( ) Petani ( ) Tidak
bekerja
Pembiayaan Kesehatan : ( ) Biaya sendiri ( ) Asuransi ( ) Perusahaan ( ) Lain-lain, jelaskan
:_______________________
Kegiatan beribadah : ( ) Selalu ( ) Kadang ( ) Tidak pernah Perlu Rohanian : ( ) Tidak ( ) Ya,
jelaskan____________________________
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi

26 April 2021
Kesan :
Curiga bronchopneumonia kiri. Paru kanan sudah tidak tampak tanda-tanda bronchopneumonia
Opasitas linear pada paru kiri atas : curiga plate like atelectasis.
Elongasio disertai klasifikasi acrus aorta
Jantung kesan tidak membesar.
2. Laboratorium

30 April 2021

Hasil Satuan Nilai Rujukan


Magnesium (Mg) 3,00 mg/dL 1,80-2,4
Albumin 2,79 g/dL 3,4-5,0
Tgl 04/05/2021
Hematologi rutin
-Hb 9,1 g/dL 12,0-16,0
- Ht 29 % 35,0-47,0
- MCV 74 FL 80-96
- MCH 24 pg/dL 28-33
- MCHC 32 g/dL 33-36
Albumin 2,28 g/dL 3,4-5,0
Eritrosit 3,83 juta/Ul 4,10-5,1

TERAPI OBAT
Nama obat :furamin
Golongan : suplemen
Dosis untuk pasien :3x1 ampul IV
Indikasi untuk pasien :digunakan untuk pasien yang terindikasi kekurangan vitamin B1
Kontra indikasi obat :________________________________________________________________________________________
Efek samping obat : nyeri ditempat injeksi, hipersensitif (mual, muntah, gatal-gatal, biduran, ruam)
Farmakokinetik :

Nama obat : meropenem


Golongan : antibiotic
Dosis untuk pasien : 3x1 ampul IV
Indikasi untuk pasien : meropenem umumnya diberikan untuk berbagai macam infeksi yang sudah terbukti atau
dugaan kuat tentang bakteri penyebab infeksi tersebut. seperti pneumonia, apendiksitis, infeksi kulit luas, mengitis dan
sepsis.
Kontra indikasi obat : pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap meropenem.
Efek samping obat : sakit kepala, konstipasi, kesemutan atau kebas, mual muntah.
Farmakokinetik : farmakokinetik meropenem dalam hal ini absorpsinya cepat, distribusi yang luas diseluruh
tubuh,dimetabolisme dihati dan diekresikan melalui urine.

Nama obat : sanmol


Golongan : penurun panas dan nyeri
Dosis untuk pasien : 3x1 gr IV
Indikasi untuk pasien : diindikasikan untuk meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala, sakit gigi dan
menurunkan demam.
Kontra indikasi obat : penderita dengan gangguan hati yang berat, hipersensitivitas terhadap paracetamol.
Efek samping obat : kerusakan organ hati, mual dan muntah, sakit kepala, pusing, sembelit, ruam kulit, biduran,
lemas, perdarahan.
Farmakokinetik : farmakologi paracetamol memiliki efek inhibisi sintesis prostaglandin dijaringan system saraf
pusat.

Nama obat : pempicel


Golongan : penghambat pompa proton
Dosis untuk pasien :1 x 40 mg IV
Indikasi untuk pasien : untuk mengatasi tukak duodenum, tukak lambung, kasus inflamasi, refluks esophagus sedang
dan berat
Kontra indikasi obat : tidak boleh digunaka oleh pasien yang telah diketahui memiliki alergi terhadap kandungan
obat pumpisel, wanita hamil dan anak.
Efek samping obat : gangguan saluran cerna, seperti nyeri perut, konstipasi, kembung mual, muntah, dan mulut
kering.
Farmakokinetik :________________________________________________________________________________________

________________________________________________________________________________________

____________________________________________________________________________________________________
__________________

Nama obat : phenitoin


Golongan :________________________________________________________________________________________
Dosis untuk pasien :3 x 100 mg IV
Indikasi untuk pasien :________________________________________________________________________________________
Kontra indikasi obat :________________________________________________________________________________________
Efek samping obat :________________________________________________________________________________________
Farmakokinetik : phenytoin bekerja sebagai antikonvulsan dengan cara meningkatkan efluks atau influx ion
natrium di membrane neuron pada korteks motoric. Hal ini dapat menstabilisasi neuron dan mencegah hiperekstabilitas.
Obat ini akan dimetabolisme dihati kemudian dieliminasi melalui urin
PENGKAJIAN SKALA NYERI

0 : Tidak Nyeri 5-6 : Nyeri Sedang


1-4 : Nyeri Ringan 7-10 : Nyeri Berat

Skor:_______

FLACC SCALE
Indikator Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor Catatan:
Face Tidak ada Menyeringai, Mengerutkan Dagu 1. Indikasi digunakan pada pasien
ekspresi tertentu Dahi Gemetar, gigi bayi dan anak < 5 tahun yang
atau senyum Tampak tidak Tertarik Gemertak tidak dapat dinilai
(kadang kadang) (sering)
menggunakan Numeric rating
Leg Posisi normal atau Gelisah, tegang Menendang,
Scale Wong Baker dan FACES
rileks kaki tertekuk
Activity Berbaring tenang, Menggeliat, tidak Bisa diam Kaku atau Pain Scale
posisi normal, Tegang kejang 2. Instruksi terdapat 5 kategori
bergerak dengan dengan masing-masing kategori
mudah memiliki skor 0-2, dengan total
Cry Tidak Merintih, Merengek, Kadang- Terus skor 0 – 10
Menangis kadang Mengeluh Menangis, 3. Skor nyeri ditentukan dengan
Berteriak jumlah masing-masing kategori
Sering a. 1 – 3 : Nyeri Ringan
Mengeluh b. 4 – 6 Nyeri Sedang
Consolability Rileks Dapat Ditenangkan Dengan Sulit dibujuk
Sentuhan, Pelukan, Bujukan, c. 7 – 10 Nyeri Berat
Dapat dialihkan
Total
CPOT SCALE
Indikator Kondisi Skor Keterangan
Ekspresi wajah Rilek 0 Tidak ada ketegangan otot
Kaku 1 Mengerutkan kening, mengangkat alis, orbit menegang (misalnya
membuka mata atau menangis selama prosefur nosiseptif)
Meringis 2 Semua gerakan wajah sebelumnya ditambah kelopak mata tertutup rapat
(Pasien dapat mengalami mulut terbuka, mengigit selang ETT)
Gerakan tubuh Tidak ada gerakan abnormal 0 Tidak bergerak (tidak kesakitan) atau posisi normal (tidak ada gerakan
lokalisasi nyeri)
Lokalisasi nyeri 1 Gerakan hati-hati, menyentuh lokasi nyeri, mencari perhatian melalui
gerakan
Gelisah 2 Mencabut ETT, mencoba untuk duduk, tidak mengikuti perintah,
mencoba keluar dari tempat tidur
Aktivasi alarm Pasien kooperatif terhadap kerja 0 Alarm tidak berbunyi
ventilator ventilator mekanik
mekanik (Pasien Alarm aktif tapi mati sendiri 1 Batuk, alarm berbunyi tetapi berhenti secara spontan
diintubasi) Alarm selalu aktif 2 Alarm sering berbunyi
Berbicara jika Berbicara dalam nada normal atau 0 Bicara dengan nada pelan
pasien tidak ada suara
diekstubasi Mendesah, mengeran 1 Mendesah, mengerang
Menangis 2 Menangis, berteriak
Ketegangan otot Tidak ada ketegangan otot 0 Tidak ada ketegangan otot
Tegang, kaku 1 Gerakan otot pasif
Sangat tegang atau kaku 2 Gerakan sangat kuat
Skor 0 : tidak nyeri
Skor 1-2 : nyeri ringan
Total 1 (nyeri ringan)
Skor 3-4 : nyeri sedang Skor 5-6 : nyeri berat
Skor 7-8 : nyeri sangat berat

Lokasi Nyeri : tidak dapat dikaji


Frekuensi Nyeri : ( ) Jarang ( ) Hilang timbul ( ) Terus-menerus
Lama Nyeri : _________________________
Menjalar : ( ) Tidak ( ) Ya, ke ________________________________________
Kualitas Nyeri : ( ) Tumpul ( ) Tajam ( ) Panas/Terbakar
( ) Lain-lain :__________________________
Faktor pemicu/yang memperberat:
_________________________________________________________________________________________________
Faktor yang mengurangi/menghilangkan
nyeri :___________________________________________________________________________________
Keluhan lain: tidak ada
MANAJEMEN SEDASI
Richmond Agitation Sedation Scale
Skor -3 Ada Gerakan (Tidak ada kontak mata) terhadap suara Penggunaan Sedasi :
Skor -2 Bangun singkat (<10 detik) dengan kontak mata terhadap rangsangan suara ( ) Ya / ( ) Tidak
Skor -1 Pasien belum sadar penuh, tetapi masih dapat bangun (>10 detik), dengan
kontak mata/mata terbuka bila ada rangsangan suara Target Skor RASS: 0 sampai – 3
Skor 0 Tenang dan waspada (tidak agitasi)
Skor 1 Cemas atau khawatir tetapi gerakan tidak agresif Skor RASS Pasien:
Skor 2 Pasien sering melakukan gerakan yang tidak terarah atau pasien dan ventilator
tidak sinkron ____________________
Skor 3 Pasien menarik selang endotrakheal atau mencoba mencabut kateter dan
perilaku agresif terhadap perawat
SOFA (Sequential Organ Failure Assesment)

SOFA Score
Sistem Organ
0 1 2 3
Respiratory, < 200 < 100
≥ 400 < 400 < 300
PO2 (mmHg)/FiO2 (26,7) dengan (13,3) dengan
(53,3) (53,3) (40)
(kPa) bantuan respirasi bantuan respirasi
Koagulasi,
≥ 150 < 150 < 100 < 50 < 20
Platelet, (103/mm3)
Hepar,
< 1,2 < 1,2 – 1,9 2,0 – 5,9 6,0 – 11,9 
Bilirubin (mg/dL)
Kardiovaskuler Dopamin (5,1 – 15) Dopamin > 15 atau
Dopamin < 5 atau
MAP (mmHg) atau Epinefrin  0,1 Epinefrin
≥ 70 mmHg < 70 mmHg Dobutamin (dosis
atau norepineprin  norepineprin
berapapun)
0,1 /kg/menit /kg/menit
Sistem Saraf Pusat
15 13 -14 10 – 12 6–9 <6
GCS
Renal
< 1,2 1,2 – 1,9 2,0 – 3,4 3,5 – 4,9 >5,0
Kreatinin (mg/dL), Urine
< 100 110-170 171-200 < 500 <200
Output (ml/hari)

SOFA Score Mortality if initial score SOFA Score Mortality if initial score

0-1 0.0% 8-9 33.3%

2-3 6.4% 10-11 50.0%

4-5 20.2% 12-14 95.2%

6-7 21.5% >14 95.2%


SKRINING NUTRISI (Menggunakan NRS/Nutrition Risk Score)
No Variabel Skor Pengertian
1 Nafsu makan 0 Nafsu makan baik Keterangan skor :
2 Intake berkurang, sisa makanan lebih dari ½ porsi 0-3: Tidak berisiko malnutrisi
4-5: Berisiko sedang
3 Tidak ada nafsu makan lebih dari 24 jam
> 6: Menunjukkan risiko
2 Kemampuan 0 Tidak ada kesulitan makan, tidak diare/ muntah tinggi
untuk makan 1 Ada masalah makan, sering muntah, diare ringan
2 Butuh bantuan untuk makan, muntah sedang atau diare > 2x
Catatan :
sehari Semua pasien anak dikatakan
3 Tidak dapat makan secara oral, disfagia, muntah berat atau diare berisiko malnutrisi, oleh sebab
> 2x sehari itu semua pasien anak dirawat
3 Factor stress 0 Tidak ada oleh Tim Terapi Gizi RS untuk
1 Pembedahan ringan atau infeksi dilakukan pengkajian dan
2 Penyakit kron, bedah mayor, inflammatory bowel disease atau monitoring lebih lanjut (PNC/
penyakit gastrointestinal Pediatric Nutrition Care)
3 Patah tulang, luka bakar, sepsis berat, penyakit malignancy
4 Persentil berat 0 BB/TB sesuai standar
badan 1 90-99% BB/TB
2 80-89% BB/TB
3 < 79% BB/TB

SKOR : 0 (tidak beresiko mal nutrisi)


SKRINING NUTRISI DENGAN MST ( Malnutrisi Screening Tools)
Berat Badan (BB) sekarang : _______________ Total Skor
BB seharusnya/biasanya : _______________ Catatan :
Tinggi Badan (TB) : _______________ Nilai MST : ( ) Risiko Rendah (MST = 0 - 1)
1. Apakah berat badan (BB) anda menurun ( ) Risiko Sedang (MST = 2 - 3)
akhir-akhir ini tanpa direncanakan? ( ) Risiko Tinggi (MST = 4 - 5)
( ) Tidak
0 Monitoring lebih lanjut dilakukan oleh Ahli Gizi.
( ) Ya, bila ya berapa penurunan berat badan Anda? *Bila resiko rendah dilakukan skrinning ulang setiap 7 hari
( ) 1 – 5 kg 1 *Bila resiko sedang dan tinggi dilakukan pengkajian gizi lebih lanjut oleh
( ) 6 – 10 kg 2 ahli gizi,
*Bila pasien resiko rendah dengan indikasi khusus yaitu DM,Gangguan
( ) 11 – 15 kg 3
ginjal, Jantung, TB, Paliatif, pediatric, geriatric, Gastro, Hipertensi, HIV,
( ) > 15 kg 4 SARS, Flu Burung, Bedah/reseksi slauran cerna, penurunan imun, kanker
( ) Tidak yakin 2 dan pasien tidak sadar dilakukan pengkajian oleh ahli gizi
*Pasien dirawat di ruang intensif dilakukan pengkajian langsung oleh dr gizi
2. Apakah nafsu makan anda berkurang? klinik
( ) Tidak 0
( ) Ya
1

Total Skor

PENGKAJIAN PRESSURE ULCER (BRADEN SCALE)


1 2 3 4
Persepsi Sensori Keterbatasan Penuh Sangat terbatas Keterbatasan ringan Tidak ada keterbatasan
Kelembaban Lembab terus menerus Sangat lembab Kadang-kadang lembab Tidak ada lembab
Aktivitas Ditempat tidur Diatas kursi Kadang-kadang berjalan Sering berjalan
Mobilisasi Tidak Dapat bergerak Pergerakan sangat terbatas Keterbatasan ringan Tidak ada keterbatasan
Status Nutrisi Sangat Buruk Tidak adekuat Adekuat Baik sekali
Friksi/ Gesekan Bermasalah Potensi bermasalah Tidaka ada masalah
Total Skor
Kesimpulan Tingkat risiko,
< 10= risiko sangat tinggi, 10 – 12= risiko tinggi, 13 – 14= risiko sedang, 15-18= berisiko , > 19= risiko rendah/ tidak berisiko

ASESSMEN FUNSIONAL
NO FUNGSI KETERANGAN SKOR NO FUNGSI KETERANGAN
1 Mengontrol BAB Inkontinen/tidak teratur 0 0 6 Berpindah tempat Tidak mampu
(perlu enema) dari tidur ke duduk
Kadang-kadang inkontinen 1 Perlu banyak bantuan untuk
(1x seminggu) bisa duduk (2 orang)
Kontinen teratur 2 Bantuan minimal 1 orang
2 Mengontrol BAK Inkontinen atau pakai kateter 0 0 Mandiri
dan tak terkontrol
Kadang-kadang inkontinen 1 7 Mobilisasi/ berjalan Tidak mampu
(max 1x24 jam)
Mandiri 2 Bisa berjalan dengan kursi
roda
3 Membersihkan Butuhpertolongan orang lain 0 0 Berjalandengan bantuan satu
diri( lap muka, sisir Mandiri 1 Mandiri
rambut, sikat gigi)
4 Penggunaan toilet, Tergantung pertolongan 0 0 8 Berpakaian Tergantung orang lain
pegi ke dalamdari WC orang lain (Memakai baju
(melepas, memakai Perlu pertolongan pada 1 Sebagian dibantu
celana, menyeka, beberapa aktivitasterapi, ( mis: mengancing baju)
menyiram) dapat mengerjakan sendiri Mandiri
beberapa aktivitas yang lain

Mandiri 2 9 Naik-turun tangga Tidak mampu


5 Makan Tidak mampu 0 0 Butuh pertolongan
Perlu seseorang menolong 1 Mandiri
memotong makanan
Mandiri 2 10 Mandi Tergantung orang lain
Mandiri
TOTAL: 0
Kesimpulan skor :
( ) Mandiri 20 ( ) Ketergantungan ringan 12-19 ( ) Ketergantugan sedang 9-11 ( ) Ketergantungan berat 5-8
(  ) Ketergantungan total 0-4
LAIN - LAIN
Diit : 6 x 80 air putih, susu 200cc dan 1 sachet vip albumin.
Acara Infus : RL 60 cc/jam
Mobilisasi: : bedrest

Nama dan Tanda Tangan Perawat Pengkaji

Lembar Pemantauan Kondisi Pasien

(Lisdayanti)
No TTV 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00
Tanggal : 04 mei 2021
1 TD Vena
2 TD Arteri
3 Nadi 95 100 100
4 Suhu 38,3 37,6 37,3
5 RR 20 22 26
6 SpO2 97 98 100
7 O2 Therapy
No TTV 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00
Tanggal : 05 mei 2021
1 TD Vena
2 TD Arteri 104 104 84
3 Nadi 37,3 37,3 37,0
4 Suhu 22 22 16
5 RR 100 100 100
6 SpO2
7 O2 Therapy
No TTV 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00
Tanggal :..................................................
1 TD Vena
2 TD Arteri
3 Nadi
4 Suhu
5 RR
6 SpO2
7 O2 Therapy
No TTV 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00
Tanggal :..................................................
1 TD Vena
2 TD Arteri
3 Nadi
4 Suhu
5 RR
6 SpO2
7 O2 Therapy
No TTV 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00
Tanggal :..................................................
1 TD Vena
2 TD Arteri
3 Nadi
4 Suhu
5 RR
6 SpO2
7 O2 Therapy
No TTV 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00
Tanggal :..................................................
1 TD Vena
2 TD Arteri
3 Nadi
4 Suhu
5 RR
6 SpO2
7 O2 Therapy

Pengelompokan Data
Data Subyektif Data Obyektif
Keluarga pasien mengatakan bahwa Ny.E sebelum masuk RS Klien tampak nyeri ringan, klien terpasang ETT, NGT dan
mengalami sesak nafas, lemas dan demam sejak 4 hari yang ventilator dengan mode PS 10 peep 5 FiO2 60%, RR 20.
lalu. Terdapat bekas luka operasi laparotomy di tengah perut dan
terdapat colonostomy pada perut bagian kiri bawah.

Klien tampak nyeri ringan, tampak menggunakan otot bantu


pernapasan. Pola napas tidak teratur, rr 26x/menit.

Terdapat lesi di selangkangan kanan dan kiri ±5cm,


berwarna kemerahan. Terdapat luka bekas operasi
laparotomy d abdomen bagian tengah dan terdapat
kolonostomy pada abdomen bagian kiri bawah.

Mobilisasi pasien bedrest.


Tingkat ketergantungan klien : ketergantungan total

Anallisa Data

Data Etiologi Masalah


DS: Kerusakan alveoli Pola nafas tidak efektif
Keluarga pasien mengatakan bahwa Ny.E
sebelum masuk RS mengalami sesak nafas, Perpindahan cairan intersternum
lemas dan demam sejak 4 hari yang lalu. ke alveoli

Peningkatan gaya yang


dibutuhkan untuk
DO: mengembangkan alveolus
Klien tampak nyeri ringan, tampak
menggunakan otot bantu pernapasan. Pola napas
tidak teratur, rr 26x/menit.
Peningkatan usaha nafas

Terpasang ventilator dengan mode PS 10 Sesak


peep 5 FiO2 60%, RR 20.

DS: Gangguan integritas kulit

DO:
Terdapat lesi di selangkangan kanan dan kiri
±5cm, berwarna kemerahan. Terdapat luka
bekas operasi laparotomy d abdomen bagian
tengah dan terdapat kolonostomy pada abdomen
bagian kiri bawah.

DS: Gangguan mobilisasi

DO:
Mobilisasi pasien bedrest.
Tingkat ketergantungan klien : ketergantungan
total

Diagnosa Keperawatan
1.Pola nafas tidak efektif b.d pengunaan otot bantu pernafasan.
2. Gangguan integritas kulit b.d adanya bekas luka operasi.
3. gangguan mobilitas fisik b.d bedrest.

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran/ Tujuan Intervensi Rasional


Dk Keperawatan
1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1.monitor pola nafas (frekuensi, 1. untuk mengetahui frekuensi
efektif b.d asuhan keperawatan kedalaman) dan kedalaman usaha bernafas
pengunaan otot selama 2x24 jam
bantu pola nafas pasien 2. lakukan penghisapan 2.Untuk melancarkan jalan nafas.
pernafasan. membaik dengan lendir 3.untuk menjaga kebersihan
DS: kriteria hasil : 3. lakukan perawatan mulut. mulut.
Keluarga pasien Penggunaan otot 4. Monitor posisi selang 4.untuk menghindari terlepasnya
mengatakan bantu pernafasan ETT, terutama setelah selang
bahwa Ny.E menurun (5) mengubah posisi. 5. untuk memaksimalkan ekspansi
sebelum masuk Frekuensi nafas 5. Posisikan semi fowler paru
RS mengalami
membaik (5) atau fowler
Kedalaman nafas 6. Kolaborasi dengan dokter 6.untuk membantu mempercepat
sesak nafas, lemas membaik (5) dalam pemberian obat penyembuhan.
dan demam sejak
4 hari yang lalu.

DO:
Klien tampak
nyeri ringan,
tampak
menggunakan otot
bantu pernapasan.
Pola napas tidak
teratur, rr
26x/menit.

Terpasang
ventilator dengan
mode PS 10 peep
5 FiO2 60%, RR
20.

Gangguan Setelah dilakukan 1.monitor karakteristik luka 1.untuk mengetahui karakteristik


integritas kulit asuhan keperawatan (misal, drainase, warna, ukuran dari luka
dalam 2x24 jam dan bau)
b.d adanya gangguan integritas 2.untuk mengetahui adanya tanda
bekas luka kulit teratasi. 2.monitor tanda-tanda infeksi inflamasi
operasi. Dengan kriteria
hasil : 3.jelaskan pada keluarga tanda 3.untuk memberikan informasi
DS: Kemerahan dan gejala infeksi. kepada keluarga.
menurun (5)
Perdarahan
menurun (5) 4.lakukan perawatan luka 4.untuk menjaga kebersihan luka.
Edema pada sisi
DO: luka menurun (5) 5.Kolaborasi dengan dokter 5.Untuk mempercepat
Terdapat lesi di Penyatuan kulit dalam pemberian antibiotic. penyembuhan dan terhindar dari
meningkat (5) infeksi.
selangkangan
kanan dan kiri
±5cm, berwarna
kemerahan.
Terdapat luka
bekas operasi
laparotomy d
abdomen bagian
tengah dan
terdapat
kolonostomy pada
abdomen bagian
kiri bawah.

gangguan Setelah dilakukan 1.monitor kondisi kulit 1.untuk mengetahui apakah


mobilitas fisik asuhan keperawatan adanya luka akibat tirah baring.
dalam 2x24 jam 2.monitor komplikasi tirah
b.d bedrest. gangguan mobilitas baring 2.untuk mengetahui komplikasi
DS: fisik teratasi. dari tirah baring.
Dengan kriteria 3.pertahankan seprei tetap
hasil : kering, bersih dan tidak kusut 3.untuk menghindari terjadinya
Pergerakan luka decubitus.
DO: ektremitas
meningkat (5) 4.ubah posisi setiap 2 jam
Mobilisasi pasien
Gerakan tidak 4.untuk menghindari komplikasi
bedrest. terkoordinasi tirah baring.
Tingkat menurun (5)
ketergantungan Gerakan terbatas
klien : menurun (5)
ketergantungan
total
Implementasi Keperawatan

Tgl Ja No.Dk Implementasi Nama & Ttd


m
04 Mei 11.0 1 dan KU : klien tampak tenang. Lisdayanti
2021 0 2 1. memonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman)
2. memposisikan klien pada posisi semi fowler atau
fowler.
3. Memonitor posisi selang ETT, terutama setelah
mengubah posisi.
4. Menjelaskan pada keluarga tanda dan gejala
infeksi.
Respon : keluarga klien mengatakan sudah memahami
tanda gejala dari infeksi.

Hasil : frekuensi nafas 22x/menit, klien tampak nyaman


pada saat posisi semi fowler, tidak ada perubahan posisi
pada selang ETT. Adanya kemerahan pada selangkangan
kanan dan kiri. tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka
sekitar colonostomy dan laparotomy.
12.0 1 2 KU : klien tampak tenang Lisdayanti
0 dan 1. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
3 obat
2. Melakukan penghisapan lendir.
3. Mengubah posisi setiap 2 jam
Hasil : lendir tidak terlalu banyak.

15.0 1 2 dan 3 KU : klien tampak rileks Lisdayanti


0 1. Mengubah posisi setiap 2 jam
2. Mempertahankan seprei tetap kering, bersih dan
tidak kusut
3. melakukan perawatan mulut.
4. Memonitor komplikasi tirah baring

Hasil : mulut tampak bersih, tidak ada luka akibat tirah


baring.

05 Mei 15.0 3 1. Mempertahankan seprei tetap kering, bersih dan Lisdayanti


2021 0 tidak kusut
2. Mengubah posisi setiap 2 jam
3. Memonitor tanda-tanda infeksi.
4. Meonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman)

Hasil : terdapat kemerahan pada luka diselangkangan


kanan dan kiri. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka
bekas laparotomy dan colonostomy. RR : 24x/menit, tidak Lisdayanti
17.3 1 2 dan 3 menggunakan otot bantu pernafasan. Tidak ada luka
0 dekubitus
KU : klien terlihat rileks

1. Memoonitor karakteristik luka (misal, drainase,


warna, ukuran dan bau)
2. Memonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman)
3. Melakukan penghisapan lendir
4. Mengubah posisi setiap 2 jam
19.0 1 2 dan 3 Hasil : terdapat kemerahan di selangkangan kanan dan kiri, Lisdayanti
0 lendir tidak terlalu banyak berwarna bening.

KU : klien terlihat tenang


1. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antibiotic.
3. Melakukan perawatan luka
Hasil : disekitar luka bekas laparotomy tidak ada
kemerahan, ketika dibersihkan luka mengeluarkan sedikit
darah.

*) Tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai DK disertai respon atau hasil dari tindakan

Evaluasi Keperawatan

Tgl No. Dk SOAP Nama & Ttd


0 S : kesadaran klien DPO Lisdayanti

04 O : frekuensi nafas 22x/menit, klien tampak nyaman pada


Mei 1 saat posisi semi fowler,
2021
A : Masalah teratasi sebagian.

P : Intervensi dilanjutkan.
0 2 S : keluarga klien mengatakan sudah memahami tanda gejala Lisdayanti
dari infeksi.
O : . Adanya kemerahan pada selangkangan kanan dan kiri,
tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka sekitar colonostomy dan
laparotomy.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
0 3 S : Kesadaran klien DPO Lisdayanti
O : tidak ada luka akibat tirah baring.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
O5 Mei S : Kesadaran klien DPO Lisdayanti
2021 O : RR : 24x/menit, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, ,
DK 1 lendir tidak terlalu banyak berwarna bening.

A : Masalah teratasi sebagian.


P : Intervensi dilanjutkan.
2 S : keluarga klien mengatakan sudah memahami tanda gejala Lisdayanti
dari infeksi
O : terdapat kemerahan pada luka diselangkangan kanan dan
kiri. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka bekas laparotomy
dan colonostomy
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
3 S : kesadaran klien DPO. Lisdayanti
O : Tidak ada luka dekubitus

A : Masalah teratasi sebagian.


P : Intervensi dilanjutkan.
*) Evaluasi dilakukan setiap hari

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan pembahasan tentang asuhan keperawatan pada Ny. E dengan
gangguan pada sistem pernafasan : Respiratory Failure. Kegiatan ini diawali dengan
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta
dokumentasi keperawatan, data-data yang didapatkan adalah :
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian, Ny. A usia 75 tahun, Keluarga pasien mengatakan
bahwa Ny.E sebelum masuk RS mengalami sesak nafas, lemas dan demam sejak 4
hari yang lalu. Pengkajian primer didapatkan Airways (jalan napas) tersumbat,
terdapat suara napas tambahan, setelah dilakukan suction airway menjadi bebas..
Breathing (pernapasan), pasien tampak sesak nafas dengan frekuensi pernapasan 26
kali permenit, irama tidak teratur. Pada pengkajian Circulation (sirkulasi perifer)
dengan frekuensi nadi 114, denyut lemah, tekanan darah 153/74 mmHg, ekstremitas
hangat.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakan berdasarkan data – data yang dikaji, dimulai dengan
menemukan penyebab, kemudian menetapkan masalah dan data pendukung. Masalah
yang ditemukan adalah:
a. Pola nafas tidak efektif b.d pengunaan otot bantu pernafasan.
b. Gangguan integritas kulit b.d adanya bekas luka operasi.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d bedrest.
BAB V

PENUTUP

Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup masuk dari paru-paru ke
dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak, membutuhkan darah yang kaya oksigen
untuk bekerja dengan baik. Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat
membuang karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida dalam darah dapat
membahayakan organ tubuh (National Heart, lung, 2011). Sebagai seorang perawat harus
berhati-hati dalam menangani asuhan keperawatan pada klien untuk menghindari resiko
terjadinya komplikasi pada klien.
ANALISA TINDAKAN

1.Nama Tindakan Keperawatan:


Memberikan posisi semi fowler
2.Rasional dilakukan tindakan keperawatan:
Untuk menurunkan sesak, posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan 45 0
membuat oksigen didalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran
napas.
3.Dampak bila tindakan keperawatan tersebut tidak dilakukan:
Pasien tidak merasa nyaman, gelisah dan kesakitan.
4.Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan bagian dari diagnosa keperawatan:
Diagnosa ketidakefektifan pola napas
5.Data yang mendukung diagnosa keperawatan di atas, meliputi:
Data subjektif:
 Pasien mengatakan sesak,
 sesak dirasakan seperti tertindih beban berat, sesak dirasakan lebih saat beraktivitas
Data objektif:
 Pasien tampak sesak, RR: 26x/menit Klien tampak sesak
 Bunyi napas terdengar ronchi
 Retraksi otot bantu nafas ada

Deskripsikan implementasi tindakan keperawatan di atas, meliputi:


Tanggal: 05 Mei 2021
Nama Klien: Ny. E
Usia: 75 tahun.
Diagnosa medis: Respiratory Failure
a. Persiapan :
Persiapan alat 
 Sandaran punggung atau kursi
 Bantal atau balok penahan kaki tempat tidur bila perlu
 Tempat tidur khusus (functional bed) jika perlu
b. Persiapan pasien, perawat, dan lingkungan
1) Perkenalkan diri anda pada klien, termasuk nama dan jabatan atau peran dan jelaskan
tujuan yang akan dilakukan.
2) Pastikan identitas klien
3) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan tindakan tersebut yang dapat dipahami oleh
klien
4) Siapkan peralatan
5) Cuci tangan
6) Yakinkan klien nyaman dan memiliki ruangan yang cukup dan pencahayaan yang
cukup untuk melaksanakan tugas
7) Berikan privasi klien
c. Prosedur :
1) Pasien di dudukkan, sandaran punggung atau kursi di letakkan di bawah atau di atas
kasur di bagian kepala, di atur sampai setengah duduk dan di rapikan. Bantal di susun
menurut kebutuhan. Pasien di baringkan kembali dan pada ujung kakinya di pasang
penahan.
2) Pada tempat tidur khusus (functional bed) pasien dan tempat tidurnya langsung di atur
setengah duduk, di bawah lutut di tinggikan sesuai kebutuhan. Kedua lengan di
topang dengan bantal.
3) Pasien di rapikan.
d. Hal – hal yang harus di perhatikan
1) Perhatikan keadaan umum pasien
2) Bila posisi pasien berubah, harus segera di betulkan
3) Khusus untuk pasien pasca bedah di larang meletakkan bantal di bawah perut.
4) Ucapkan terima kasih atas kerjasama klien
5) Dokumentasikan hasil prosedur dan toleransi klien pada format yang tepat
e. Hasil: klien terlihat rileks, tidak menggunakan otot bantu pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/2193/3/BAB
%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjqu73Y4q_wAhXZgtgFHU6BBi8QFjAAegQIBRAC&usg
=AOvVaw3HLBQzSjB_KoDRz88jUYlc (diunduh pada tanggal 03 Mei 2021, pukul
19.00 WIB)
https://id.scribd.com/document/344692891/Lp-Respiratory-Failure (diunduh pada tanggal 03
Mei 2021, pukul 19.10 WIB)
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repo.stikesperintis.ac.id/837/1/14%2520NOVIA
%2520WULANDARI.pdf&ved=2ahUKEwiF4qXb9K_wAhVPgUsFHR8XDsUQFjAMe
gQICRAC&usg=AOvVaw3T8D-Eo_GPbgrBfjBttMCG (diunduh pada tanggal 03 Mei
2021, pukul 19.30 WIB)
https://www.academia.edu/36586132/LAPORAN_PENDAHULUAN_RESPIRATORY_FAILU
RE (diunduh pada tanggal 04 Mei 2021, pukul 20.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai