Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT MENULAR
SEKSUAL (PMS)
ASUHAN KEPERAWATAN
PENYAKIT MENULAR
SEKSUAL (PMS)
ASUHAN KEPERAWATAN
PENYAKIT MENULAR
SEKSUAL (PMS)
ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN : RESPIRATORY FAILURE DI RUANG ICU
OLEH:
KELOMPOK 8
1. WA ODE HARIDA
2. SANTRIYATI

UNIVERSITAS KARYA PERSADA


MUNA PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN 2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome merupakan salah satu komplikasi lanjut yang sering
terjadi pada pasien sroke. Penyakit ini disebabkan oleh adanya ganggan pertukaran gas yang
ada di paru-paru sehingga pasien mengalami hipoksemia (Bos, 2018). Acute respiratory
distress syndrome ini juga merupakan salah satu penyebab mortalitas pada pasien Intensive
Care Unit (IC) (Santos et al. 2016). Biomarker untuk menilai progresivitas dari Acute
respiratory distress syndrome belum ditemkan, sehingga menjadi penyulit dalam menilai
progresivitas dari penyakit tersebut (Gracia-Laorden et al>, 2017).
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan. Sindrom gagal
nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi
pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas atau tidak adekuatnya jumllah surfaktan dalam paru
(Marmi & Rahardjo, 2012).
Respiratory Distress Sindrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan merupakan
kumpulan gejala yang terdiri dari dispena, frekuensi pernapasan yang lebih dari 60 kali per
menit, adanya sianosis, adanya rintihan pada saat ekspirasi serta ada retraksi dinding dada saat
inspirasi. Penyakit ini meripakan penyakit membrah hialin dimana terjadi perubahan atau
kirangnya komponen surfaktan pulmoner. Komponen ini merupakan salah satu zat aktif pada
alveoli yang dapat mencegah kolapsnya paru. Fungsi surfaktan itu sendiri adalah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara
pada akhir ekspirasi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada sistem
pernafasan : Respiratory Failure
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis hasil pengkajian keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada
sistem pernafasan : Respiratory Failure
b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada sistem
pernafasan : Respiratory Failure
c. Menyususn rencana keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada sistem
pernafasan : Respiratory Failure
d. Melakukan tindakan keperawatan pada Ny. E dengan gangguan pada sistem
pernafasan : Respiratory Failure
BAB II
Tinjauan Teori dan Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengertian
Gagal napas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri) dan asidisis (Corwin, 2009).
Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup masuk dari
paru-paru kedalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak, membutuhkan darah yang
kaya oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika paru-
paru tidak dapat membuang karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida
dalam darah dapat membahayakan organ tubuh.
Keadaan ini disebabkan pertukaran gas antara paru dan darah yang tidak adekuat
sehingga tidak dapat mempertahankan PH, Po2, dan PCO2, darah arteri dallam batas normal
dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai hiperkapnia.
B. Anatomi dan Fisiologi
Alveolus merupakan kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara yang dihirup.
Jumlahnya 200-500 juta. Bentuk bulat poligon, serta antar alveoli disokong oleh serat kolagen,
dan elastis halus. Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng (sel alveolar tipe I), sel alveolar besar
(sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng (tipe I) jumlahnya hanya 10%, menempati 95%
alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12% menempati 5% alveolar. Sel alveolar
gepeng terletak didekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili
pendek, permukaan licin, memiliki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan surfaktan
pulmanor. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir aspirasi.
Jaringan diantara dua lapis epital disebut interstisial. Mengandung serat, sel Kohn. Sel fagosit
utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitosplasma sel ini terisi badan
besar bermembran. Jmlah sel makrofag melebihi jumlah sel lainnya.
C. Klasifikasi
Menurt Syarani (2017), gagal nafas dibagi menjadi dua yaitu gagal nafas tipe I dan gagal
nafas tipe II
a. Gagal nafas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai denga
PaCO2 normal atau menurun. Gagal napas tipe I ini terjadi pada kelainan pulmoner dan
tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner.
b. Gagal napas tipe II
Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO 2, pada umumnya
disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO 2 (peningkatan
PaCO2) disertai dengan penurunan PH yang abnormal dan penurunan PaO 2 atau
hipoksemia. Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena kelaina
ekstrapulmonal yang dapat disebabkan karena penekanan dorongan pernapasan sentral
atau gangguan pada respon ventilasi.
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan,
pengkajianterbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan
diagnosakeperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1).
D. Etiologi
1. Gagal napas tipe I
a. Asma Akut
b. ARDS
c. Pneumonia
d. Emboli paru
e. Fibrosis Paru
f. Edema paru
g. PPOK
h. Enfisema
2. Gagal napas tipe II
a. Kelainan paru
b. Asma akut berat
c. Obstruksi saluran napas akut
d. PPOK
e. Bronkiestasis
f. Kelainan dinding dada
g. Flail chest, ruptre diagfragma
h. Kifos kolosis, distensi abdomen (ASITES, hemoperineum), obesitas
i. Kelainan SSP, koma, peningkatan TIK, cidera kepala
j. Opioid dan obat sedasi
k. Kelainan neuromuscular, lesi medlla spinalis (trauma, polio atau tumoe)
E. Patofisiologi
Patofisiologi gagl nafas hipoksemia dan gagal napas ventilasi atau hiperkapnia
F. Manifestai Klinis
Menurut Arifputra (2014) dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu kriteria
yaitu PaO2 arteri <60 mmHg atau PaCO2 >45 mmHg, kecuali peningkatan yang terjadi
kompensasi alkalosis metabolic.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Syarani (2017), adapun pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan gagal
nafas adalah sbb:
a. Laboratorium
1. Analisa gas darah
2. Pulse oximetri
3. Copnography
b. Radiologi
1. Radiografi Dada
2. Ekokardiografi
3. Pulmonary Function Tests (PFTs),
H. . penatalaksnaan
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus diberikan untuk
meningkatkan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai penyakit paru obstruktif, fraksi
inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada pasien yang sakit paru, walaupun pengobatan
medis telah maksimal, NIV ( Noninvasive ventilation) dapat digunakan untuk memperbaiki
oksigen, mengurangi laju pernafasan dan mengurangi dyspnoea. Selain itu, NIV dapat
digunakan sebagai alternatif intubasi trakea jika pasien menjadi hiperkapnia.
I. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi
yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan dengan berbagai
cara yaitu namnesa, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
dilabolatorium.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas,
spasme jalan napas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, sekresi bronkus
adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan napas.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara
aktif.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidak mampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor
biologis.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan interpretasi terhadap informasi yang
salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi. Implementasi keperawatan
K. Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan pernapasan akan sangat
tergantung pada jenis gangguan pernapasan yang dialami oleh pasien. Di bawah ini adalah
panduan umum untuk rencana tindakan keperawatan yang dapat digunakan sebagai dasar,
tetapi perlu diingat bahwa rencana perawatan harus disesuaikan dengan diagnosis spesifik dan
kondisi pasien. Berikut langkah-langkah yang mungkin termasuk dalam rencana tindakan
medis:
1. Evaluasi Pasien:
 Identifikasi gejala dan tanda-tanda gangguan pernapasan.
 Periksa riwayat medis pasien, termasuk riwayat gangguan pernapasan
sebelumnya.
 Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap, termasuk pengukuran tanda-tanda
vital (tekanan darah, denyut jantung, suhu, dan saturasi oksigen).
2. Stabilisasi Pasien:
 Jika ditemukan tanda-tanda kegawatdaruratan, stabilisasi pasien harus menjadi
prioritas. Ini mungkin melibatkan pemberian oksigen tambahan atau alat bantu
pernapasan.
 Pastikan pasien dalam posisi yang nyaman, terutama jika mengalami kesulitan
bernapas.
3. Diagnostik:
 Identifikasi penyebab gangguan pernapasan dengan menggunakan tes
diagnostik yang sesuai, seperti sinar-X paru, analisis gas darah, atau tes
fungsi pernapasan.
4. Intervensi Medis:
 Terapi obat-obatan, seperti bronkodilator untuk mengatasi spasme bronkus
pada pasien dengan asma atau PPOK.
 Terapi antibiotik jika gangguan pernapasan disebabkan oleh infeksi bakteri,
seperti pneumonia.
 Terapi oksigen untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah jika saturasi
oksigen rendah.
 Terapi ventilasi mekanis, seperti ventilator, jika pasien tidak dapat bernapas
secara mandiri.

5. Manajemen Komplikasi:
 Identifikasi dan manajemen komplikasi yang mungkin muncul sebagai akibat dari
gangguan pernapasan, seperti pengobatan nyeri atau tindakan invasif yang diperlukan.
6. Edukasi Pasien:
 Berikan edukasi kepada pasien tentang kondisi mereka, tindakan yang diambil, dan
tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mencegah kekambuhan gangguan
pernapasan.
7. Konsultasi dengan Spesialis:
 Jika diperlukan, rujuk pasien kepada spesialis pernapasan, seperti pulmonolog atau ahli
paru-paru, untuk evaluasi dan manajemen lebih lanjut.
8. Pemantauan dan Tindak Lanjut:
 Terus pantau pasien untuk memantau respons terhadap perawatan.
 Rencanakan tindak lanjut dan perawatan jangka panjang yang sesuai, termasuk terapi
rehabilitasi jika diperlukan.
Selalu ingat bahwa rencana tindakan medis harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi spesifik pasien, dan harus dibuat oleh tenaga medis yang terlatih dan berkompeten.
Pasien harus diawasi dengan cermat dan respons terhadap perawatan harus dievaluasi secara
teratur untuk memastikan perbaikan kondisi mereka.
L. implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap peencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan
antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada
pertahanan daya tahan tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkngan, implementasi
pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nayaman dan keselamatan klien.
O. evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai kesehatan
klie dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk
mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. AirlanggaUniversity
Press. Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru.
AirlanggaUniversity Press. Surabaya.
Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensen’s Medical surgical Nursing A Phsycopsicologyc
Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.
Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1.Penerbit
EGC. Jakarta.
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. EGC. Jakarta.
Diana C. Baughman. ( 2000 ), Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo, ( 1997 ). Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic, EGC,Jakarta
Keliat, Budi Anna. (1991). Proses Keperawatan. Arcan. Jakarta.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI :Media
Aescullapius Jakarta.
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untukPerencnaan
/pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai PenerbitFKUI.
Jakarta.
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi KonsepKlinis Proses -
Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai