Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

“GAGAL NAFAS”

DI INTENSIVE CARE UNIT RSUD PREMBUN

DISUSUN OLEH:
MIA NUR ISTIKOMAH
NIM.20033

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB


PURWOREJO

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


LEMBAR PENGESAHAN

“Laporan Pendahuluan Bronkitis telah disahkan pada :

Hari:

Tanggal:

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Nova Ari Pangesti,S.Kep,Ns.,M.Kep) (Jamaludin,S.Kep,Ns.)


KONSEP DASAR GAGAL NAFAS

A. Definisi Gagal Nafas


Gagal napas adalah kondisi klinis yang terjadi ketika sistem
pernapasan gagal mempertahankan fungsi utamanya, yaitu
pertukaran gas, di mana PaO2 lebih rendah dari 60 mmHg dan/atau
PaCO2 lebih tinggi dari 50 mmHg. Gagal napas diklasifikasikan
berdasarkan kelainan gas darah menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2.
Gagal napas tipe 1 (hipoksemik) memiliki PaO2 < 60 mmHg
dengan PaCO2 normal atau subnormal. Pada tipe ini, pertukaran gas
terganggu pada tingkat membran kapiler-aveolar. Contoh kegagalan
pernapasan tipe I adalah edema paru karsinogenik atau non-
kardiogenik dan pneumonia berat. Sedangkan Gagal napas tipe 2
(hiperkapnia) memiliki PaCO2 > 50 mmHg. Hipoksemia sering terjadi,
dan ini disebabkan oleh kegagalan pompa pernapasan.
Juga, gagal napas diklasifikasikan menurut onset, perjalanan, dan
durasinya menjadi akut, kronis, dan akut di atas gagal napas kronis.
B. Etiologi Gagal Nafas
Ada beberapa penyebab gagal nafas menurut Shebl, E., & Burn (2018)
yaitu meliputi:
1. Penyebab SSP karena depresi dorongan saraf untuk bernapas seperti
pada kasus overdosis narkotika dan obat penenang.
2. Gangguan sistem saraf perifer: Kelemahan otot pernapasan dan
dinding dada seperti pada kasus sindrom Guillian-Barre dan
miastenia gravis.
3. Obstruksi saluran napas atas dan bawah: karena berbagai
penyebab seperti pada kasus eksaserbasi penyakit paru obstruktif
kronik dan asma bronkial akut berat
4. Kelainan pada alveolus yang mengakibatkan gagal napas tipe 1
(hipoksemik) seperti pada kasus edema paru dan pneumonia berat.
C. Patofisiologi
Merupakan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi paru yang
menyebabkan hipoksemia atau peningkatan produksi karbon dioksida
dan gangguan pembuangan karbon dioksida yang menyebabkan
hiperkapnia. (Lamba, 2016) Pasien mengalami toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah
gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal
nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang irreversibel. Indikator
gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/menit. Kapasitas vital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab
terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla)Ada
beberapa tanda dan gejala menurut Shebl, E., & Burn (2018) yaitu
meliputi :
1. Gejala dan tanda hipoksemiaDispnea, iritabilitas
a. Kebingungan, mengantuk, cocok
b. Takikardia, aritmia
c. Takipnea
d. Nb sianosis
2. Gejala dan tanda hiperkapnia
a. Sakit kepala
b. Perubahan perilaku
c. Koma
d. Asteriksis
e. Papilloedema
f. Ekstremitas hangat
g. Gejala dan tanda penyakit yang mendasari, Contohnya Demam,
batuk, produksi sputum, nyeri dada pada kasus pneumonia.
3. Riwayat sepsis, politrauma, luka bakar, atau transfusi darah
sebelum timbulnya gagal napas akut dapat menunjukkan sindrom
gangguan pernapasan akut.

D. Pathway Gagal Nafas

E. Komplikasi
Menurut Shebl, E., & Burns, B. (2018) Komplikasi dari gagal
napas dapat disebabkan oleh gangguan gas darah atau dari
pendekatan terapeutik itu sendiri diantaranya :
1. Komplikasi paru-paru: misalnya, emboli paru, jaringan parut
ireversibel pada paru-paru, pneumotoraks, dan ketergantungan pada
ventilator.
2. Komplikasi jantung: misalnya, aritmia gagal jantung dan
infark miokard akut.
3. Komplikasi neurologis: periode hipoksia otak yang
berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan otak yang
ireversibel dan kematian otak.
4. Ginjal: gagal ginjal akut dapat terjadi karena hipoperfusi dan/atau
obat nefrotoksik.
5. Gastro-intestinal: stress ulcer, ileus, dan perdarahan.
6. Nutrisi: malnutrisi, diare hipoglikemia, gangguan elektrolit
F. Penatalaksanaan Medis
a. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian
obat- obatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas.
Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT.
b. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari
mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous
Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal
napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada
saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner
dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara
bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi
napas tercapai.
c. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa
jenis bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan
inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru
obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan
pada penyakit paru lainnya.
d. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas
tidak diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel
inflamasi.
e. Fisioterapi dada dan nutrisi
Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam
tatalaksana menyeluruh gagal nafas.
f. Pemantauan hemodinamik
Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan
darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang
lebih invasif.
G. Ventilasi Mekanik
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah tindakan memberikan bantuan nafas
menggunakan alat mekanik (ventilator) dengan cara memberikan tekanan
udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan dengan tujuan
mengganti alat pernafasan dan memperbaiki pertukaran gas yang bersifat
sementara sampai penyebab gangguan pernafasan teratasi.
Ventilasi mekanik merupakan intervensi yang paling sering
ditemukan di ICU, dan perawat memerlukan pengetahuan tentang tipe
ventilator, setting ventilator, dan alarm yang sering digunakan. Ventilasi
mekanik sebagai intervensi suportif sering digunakan sampai masalah
yang mendasarinya hilang.
Ventilator yang digunakan di ICU dewasa saat ini adalah ventilator
tekanan positif. Ventilator tekanan positif bekerja dengan mengirimkan
tekanan positif untuk mengembangkan paru dan dinding dada, dengan
prinsip kerja volume, tekanan, dan atau waktu.
Ventilator terbagi atas 2 kategori, yaitu ventilator dengan sistem
volume dan ventilator dengan sistem tekanan. Pada ventilator sistem
volume, ditentukan volume tidal yang akan diberikan tanpa menghiraukan
tahanan dan compliance. Volume tidal akan stabil pada setiap nafas, tetapi
tekanan jalan nafas akan bervariasi.
2. Tujuaan Penggunaan Ventilator Mekanik
Pada ventilasi mekanik sistem tekanan, ditentukan level tekanan
yang diharapkan dan besaran volume tidal ditentukan oleh level tekanan
yang dipilih, tahanan dan compliance paru. Penggunaan ventilator pada
pasien biasanya meliputi tujuan berikut:
a. Menurunkan usaha/kerja nafas pasien.
b. Mengatasi symptom distress pernafasan.
c. Mengistirahatkan otot-otot pernafasan.
d. Meningkatkan oksigenasi
e. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (asam basa)
f. Stabilisasi dinding dada (membuka atelectasis, memperbaiki
compliance, mencegah cedera paru lebih lanjut)

3. Indikasi Penggunaan ventilator

Indikasi umum untuk pemakaian ventilator meliputi:

a. Kegagalan pernafasan akut dan kronis

b. Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg), tidak respon dengan terapi


oksigen

c. Injury paru akut

d. PaCO2 > 50 mmHg dengan pH arteri < 7,25

e. Apnea

f. Bradipnea atau apnea dengan respiratory arrest

g. Coma ( atau GCS < 8)

h. Hipotension (gagal jantung)

i. Penyakit neuromuskuler (GBS, Myastenia Gravis, tetanus, trauma


cervikal)

j. Kelelahan otot nafas

k. Tachypnea, RR > 33 x/menit


l. Kapasitas vital paru kurang dari 15 ml/kg BB (Kapasitas vital adalah
jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan seseorang setelah
mengisi paru-paru secara maksimal, normalnya 3100-4800)
4. Mode Ventilator
Beberapa mode ventilator dan aplikasi yang sering digunakan adalah:
a. Controlled ventilation
Pasien tidak boleh atau tidak dapat melakukan usaha nafas.
Ventilator disetting untuk memberikan frekuensi nafas dan volume
tidal yang diharapkan. Untuk mengatasi usaha nafas pasien, diberikan
obat-obatan seperti opioid, neurobloker/relaksan, dan benzodiazepin.
Pada mode ini, mesin menyediakan seluruh pernafasan pasien.
Perawat mengatur frekuensi, volume tidal, inspiratory time, PEEP, I-E
ratio, dan FiO2. Pada mode ini, pasien dapat menerima sistem volume
(volume control) atau sistem tekanan (pressure control). Perawat
mengeset level pressure control pada sistem tekanan.
b. Assist Control Ventilation
Pasien dapat menginisiasi usaha nafas. Triger sensitivity
ventilator dibuka dan mesin akan merespon terhadap triger pasien
dengan mengirimkan nafas sesuai volume tidal setting. Pada mode ini,
juga dapat menerima sistem volume (volume control) atau sistem
tekanan (pressure control). Perawat mengeset level pressure control
pada sistem tekanan.
c. Intermittent Mandatory Ventilation
Pasien dapat bernafas spontan dengan frekuensi dan volume
sesuai kemampuan pasien, diantara pernafasan dari mesin secara
sinkron, tidak bertabrakan, sehingga mode ini disebut sebagai
Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation. Pada mode ini, juga
dapat diberikan sistem volume maupun sistem tekanan/pressure.
d. Pressure Support Ventilation.
Tekanan positif diberikan pada tiap inspirasi pasien untuk
menguatkan volume tidal. Pada mode ini pasien bernafas spontan,
dengan setiap inisiasi nafas, mesin memberikan aliran udara sesuai
level tekanan yang diatur. Perawat mengatur level tekanan bantuan,
PEEP dan sensitivity.

e. Continous Positif Airway Pressure.


Pasien bernafas spontan dan tidak memerlukan bantuan untuk
volume tidal, tetapi pada akhir ekspirasi ada sisa tekanan (PEEP) yang
berguna untuk meningkatkan oksigenasi.
f. ASV ( Adaptive Support Ventilation)
Didesain untuk memberikan ventilasi dengan jaminan minute
ventilation. Pada setiap nafas yang diberikan ASV akan secara
otomatis menyesuaikan kebutuhan ventilasi pasien berdasarkan setting
minimal minute ventilation dan berat badan ideal pasien, sedangkan
mechanic respiration ditentukan oleh ventilator. ASV ini merupakan
kombinasi antara PC dan PS, Jika pasien diberikan sedasi atau
pelumpuh otot sehingga tidak ada trigger nafas, maka ASV secara
otomatis akan menjadi mode Pressure Control murni. Jika kemudian
pasien mulai bangun (trigger +) atau mulai diweaning, maka ASV
akan berubah otomatis menjadi Pressure Support.
g. NIV (Non Invasif Ventilation)
Adalah teknik ventilasi tanpa pipa trakea pada saluran nafas, hanya
menggunakan keping mulut, sungkup hidung atau sungkup yang
menutup mulut dan hidung pasien. Mode ini banyak digunakan untuk
pasien dengan penyakit neuromuskuler dinding dada, kesulitan
weaning ventilator atau pasien PPOK.
5. Perawatan Pasien dengan Ventilator
a. Persiapan pasien
Menjelaskan tujuan pemakaian ventilator dan berikan update
informasi pada pasien atau keluarganya. Informed consent biasanya
dilakukan sebelum pasien masuk ICU.
b. Melakukan persiapan alat dengan setting circuit menggunakan prinsip
steril, melakukan kalibrasi alat pada setiap awal pemakaian ventilator
c. Monitoring patensi jalan nafas
1) Suction secara berkala dan adekuat dari ET dan mulut
2) Memberikan nebulizer sesuai jadwal terapi
3) Monitoring PIP (Peak Inpiratory Pressure)
4) Membersihkan tubing dari kondensasi atau air.
d. Humidifikasi (sesuai suhu tubuh)
e. Perawatan selang ET dan tekanan cuff ET
1) Mempertahankan posisi ET, mencatat batas ET
2) Mengganti plester ET bila diperlukan
3) Melakukan penggantian posisi ET bila memungkinkan setiap 24
jam
4) Melakukan pengecekan cuff ET secara periodic
f. Monitoring suara paru.
1) Auskultasi seluruh lapangan paru, termasuk untuk mengetahui
kedalaman ET
2) Mengamati gerakan dada
g. Monitoring pertukaran gas secara berkala dengan Analisa gas darah,
SpO2, ETCO2.
h. Monitoring setting ventilator, tidal volume, minute volume, PIP
i. Pencegahan komplikasi pemasangan ventilator (VAP bundle)
1) Head up pasien 30-45 derajad
2) Oral care dengan chlorhexidine 3x sehari
3) Pencegahan DVT (Deep venous Thrombosis)
4) Pemberian obat2an pencegah stress ulcer
5) Melakukan peninjauan pemberian sedasi untuk
mengetahui kemampuan nafas spontan pasien sebelum ekstubasi
6) Melakukan suctioning ET secara berkala
7) Melakukan evaluasi foto rontgen secara berkala
j. Komunikasi. Memberi kesempatan menulis atau papan huruf/kata.
k. Psikologis pasien. Jelaskan prosedur, dukung pasien, motivasi dan
harapan.
l. Nutrisi dan cairan. Enteral nutrisi, absorbsi, resiko aspirasi,
parenteral nutrisi bila diperlukan.
m. Memperhatikan usaha nafas pasien (RR, nafas pendek, tersengal2,
cuping hidung)
n. Monitoring stabilisasi hemodinamik, perfusi organ.

6. Komplikasi Dan Pencegahan


Beberapa komplikasi yang bias terjadi pada pasien dengan ventilasi
mekanik adalah :
a. Komplikasi pada jalan nafas
1) Aspirasi
Dapat dicegah dengan sesegera mungkin mengisi cuff setelah
intubasi, selanjutnya pasang NGT untuk antisipasi lambung yang
penuh.
a) Hipoksia, dapat terjadi karena proses intubasi yang sulit dan
lama.
b) Trauma trakea (stenosis trachea dan malaise trachea)
2) Masalah pada selang ET
a) Plugging.
Dapat dicegah dengan suction berkala, pertahankan
humidifikasi dan pemberian nebuliser sesuai jadwal
b) Ekstubasi tidak terencana
Dapat dicegah dengan observasi fiksasi ET dan evaluasi
restrain pada pasien
c) ET menekuk/buntu . Dapat dicegah dengan pemasangan OPA
d) Cuff bocor
3) Masalah mekanik
Dapat terjadi dalam pemakaian ventilator jangka panjang.
Biasanya berupa kebocoran sirkuit, sambungan terlepas atau
kerusakan sumber dayaVAP (Ventilator Associate Pneumonia)
4) Barotrauma
Dapat disebabkan karena tekanan positif yang diberikan terlalu
tinggi sehingga menyebabkan robekan alveolus atau emfisema.
Dapat dicegah dengan monitoring tanda-tanda pneumothoraks.
7. Penyapihan Ventilasi Mekanik
Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering
menimbulkan kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena faktor
fisiologis dan psikologis. Hal ini memerlukan kerja sama dari pasien,
perawat, ahli respirasi, dan dokter (Rab, 2007). Penyapihan merupakan
pengurangan secara bertahap penggunaan ventilasi mekanik dan
mengembalikan ke nafas spontan. Penyapihan dimulai hanya setelah
proses- proses dasar yang dibantu oleh ventilator sudah terkoreksi dan
kestabilan kondisi pasien sudah tercapai (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam
tiga tahapan. Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang,
dan (3) oksigen. Penyapihan dari ventilasi mekanik dilakukan pada waktu
sedini mungkin, konsisten dengan keselamatan pasien. Penting artinya
bahwa keputusan dibuat atas dasar fisiologi ketimbang sudut pandang
mekanis. Pemahaman yang menyeluruh tentang status klinis pasien
diperlukan dalam membuat keputusan ini (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008).
Management pasien yang menggunakan ventilasi mekanik
memerlukan kewaspadaan konstan terhadap tanda-tanda yang
mengindikasikan bahwa bantuan ventilator sudah tidak diperlukan. Ketika
pasien mulai menunjukkan bukti perbaikan klinis, bisa digunakan untuk
mengidentifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan bantuan ventilator.
Secara umum, oksigenasi harus adekuat ketika bernafas dengan jumlah
oksigen yang dihirup berada pada tingkat non-toksik, dan pasien harus
memiliki hemodinamik yang stabil dengan dukungan vasopressor yang
minimal atau tanpa dukungan vasopressor. Pasien harus sadar terhadap
lingkungan sekitarnya ketika tidak tersedasi dan harus bebas dari
beberapa keadaan yang reversibel (misal: sepsis atau elektrolit yang
abnormal) (Marino, 2007).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL NAFAS

A. Identitas pasien/ biodata


Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa
B. Pengkajian Sekunder
1. Keluhan Utama : Klien biasanya mengeluhkan sesak nafas.
2. Pengkajian SAMPLE
S : tanda dan gejala yang dirasakan klien
A: alergi yang dipunyai klien
M : tanyakan obat yang dikonsumsi untuk mengatasi masalah P :
riwayat penyakit yang diderita klien
L : makan minum terakhir, jenis yang dikonsumsi, penurunan
dan peningkatan napsu makan
E : pencetus atau kejadian penyebab keluhan
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan
klien melalui metode PQRST dalam bentuk narasi
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
penyakit sebelumnya seperti hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat adiktif dan konsumsi
alcohol
b. Riwayat Penyakit keluarga
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi penyakit
keturunan dan menular.
C. Pengkajian Primer
1. Airway
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, adanya retraksi.
b. Menggunakan otot bantu pernapasan
c. Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
d. Papil edema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS,
dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
5. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak
lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara
objektif.
D. Pengkajian sekunder
1. Sistem kardiovaskuler
 Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/
Irama gallop dan murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan
dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum), hipertensi
atau hipotensi
2. Sistem pernafasan
 Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru ,
keganasan, batukTanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan,
penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus
vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak),
dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada
tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak.
3. Sistem integument
 Sianosis
 Pucat
 Krepitasi sub kutan
 Gangguan mental
 Cemas
 Gelisah, bingung, stupor
4. Sistem musculoskeletal
 Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
5. Sistem endokrin
 Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
6. Sistem gastrointestinal
 Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
7. Sistem neurologi
 Sakit kepala
8. Sistem urologi
 Penurunan haluaran urine
9. Sistem reproduksi.
 Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada
rahim/serviks.
11. Sistem indera
 Penglihatan: penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa
kebutaan tiba-tiba.
 Pendengaran : telinga berdengung
 Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
 Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
 Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap
panas/dingin tajam/tumpul baik.
12. Sistem abdomen
 Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam. Nyeri/Kenyamanan
 Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat
menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba- tiba saat batuk
 Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
 Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat
radiasi/kemoterapi
E. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi - perfusi.(D.0003)
2. Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan kelelahan otot nafas
(D.0004)
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan. (D.0001)
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neorumuskuler
(D.0109)
5. Risiko perfusi selebral tidak efektif berhubungan dengan kurangnya suplai
02 dalam jaringan otak (D.0017)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan Pemasangan ETT (D.0142)
7. Resiko cidera berhubungan dengan pemasangan ETT (D.0136)
F. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan


Keperawatan Keperawatan Indonesia Indonesia (SIKI)
(SLKI)
1 Gangguan Pertukaran Gas (L.01003) Pemantauan Respirasi
Pertukaran Setelah dilakukan (1.01014)
gas intervensi keperawatan Observasi
berhubungan selama 3 X 24 jam  Monitor frekuensi,
dengan pertukaran gas meningkat irama,kedalaman dan upaya
ketidakseimb dengan kriteria hasil: napas
angan  Tingkat kesadaran  Monitor pola napas (seperti
ventilasi - meningkat bradipnea, takipnea,
perfusi.  Dyspnea menurun hiperventilasi, kussmaul,
(D.0003)  Bunyi nafas tambahan cheyne- stokes, biot, atksik)
menurun  Monitor adanya sumbatan
 Nafas cuping hidung jalan napas
menurun  Palpasi kesimetrisan ekspansi
 PCO2 Membaik paru
 PO2 Membaik  Auskultasi bunyi napas
 Takikardia membaik  Monitor saturasi oksigen
 Sianosis membaik  Monitor nilai AGD
 Pola nafas membaik  Monitor hasil X-ray Toraks
 Warna kulit membaik  Atur interval pemantauan
respirasi sesuaikondisi pasien
 Dokumnetasikan hasil
pemantauan
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

Terapi Oksigen (1.01026)


Observasi
 Monitor kecepatan aliran
oksigen
 Monitor posisi alat terapi
oksigen
 Monitor efektifitas terapi
oksigen (misalnya oksimetri,
analisa gas darah)
 Monitor tanda tanda
hipoventilasi
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan
nafas
 Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
 Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
2 Gangguan Ventilasi Spontan Dukungan Ventilasi (1.01002
Ventilasi (L.01007) Observasi
Spontan Setelah dilakukan  Identifikasi adanya kelelahan
berhubungan intervensi (keperawatan otot bantu nafas
dengan selama 3 X 24 jam ventilasi Terapeutik
kelelahan spontan meningkat dengan  Pertahankan kepatenan jalan
otot nafas kriteria hasil : nafas
(D.0004)  Volume tidal meningkat  berikan oksigen sesuai
 Dipsnea menurun kebutuhan (missal, nasal
 Penggunaan otot bantu kanul, masker wajah, masker
nafas menurun rebreathing atau non
 PCO2 Membaik rebreathing)

 PO2 Membaik  gunakan bag valve mask, jika

 Takikardia membaik perlu

3 Bersihan Bersihan Jalan Nafas Manajemen jalan nafas


jalan nafas (L.01001) (1.01011)
tidak efektif Setelah dilakukan Observasi
berhubungan intervensi keperawatan  Monitor pola nafas
dengan selama 3.X 24 jam bersihan (Frekuensi, kedalaman, usaha
sekresi yang jalan nafas meningkat nafas).
tertahan. dengan kriteria hasil :  Monitor bunyi nafas
(D.0001)  Mengi menurun tambahan ( mis, mengi dan
 Dipsnea menurun ronki kering)
 Sianosis menurun Terapeutik

 Gelisah menurun  Pertahankan kepatenan jalan

 Frekuensi nafas nafas dengan head titt dan

membaik chin lift ( jaw thrust jika


 Pola nafas membaik curiga trauma servikal)
 Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
 Lakukan menghisapan lender
selama 15 menit
 Berikan oksigen, jika perlu
4 Risiko Perfusi Cerebral Manajemen Peningkatan
perfusi (L.02014) tekanan intracranial (1.06194)
selebral tidak Setelah dilakukan Observasi
efektif intervensi keperawatan  Monitor tanda/gejala
berhubungan selama 3 X 24 jam perfusi peningkatan TIK (mis,
dengan selebral meningkat dengan tekanan darah meningkat,
kurangnya kriteria hasil : tekanan nadi melebar,
suplai 02  Tingkat kesadaran bradikardia, pola nafas
dalam meningkat ireguler, kesadaran menurun.
jaringan otak  Tekanan darah sistolik  Monitor status pernafasan
(D.0017) membaik  Monitor intake dan output
 Tekanan darah diastolic cairan
membaik Terapeutik
 Atur ventilator agar pCO₂
optimal
 Pertahankan suhu tubuh
normal

G. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
Tahap-Tahap dalam Pelaksanaan
1. Tahap Persiapan
a. Review rencana tindakan keperawatan.
b. Analisis pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
c. Antisipasi komplikasi yang akan timbul.
d. Mempersiapkan peralatan yang diperlukan (waktu, tenaga, alat).
e. Mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik.
f. Memerhatikan hak-hak pasien, antara lain sebagai berikut:
1) Hak atas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
kesehatan.
2) Hak atas informasi.
3) Hak untuk menentukan nasib sendiri.
4) Hak atas second opinion.
2. Tahap Pelaksaan
a. Berfokus pada klien.
b. Berorientasi pada tujuan dan kriteria hasil.
c. Memperhatikan keamanan fisik dan spikologis klien.
d. Kompeten.
3. Tahap Sesudah Pelaksaan
a. Menilai keberhasilan tindakan.
b. Mendokumentasikan tindakan, yang meliputi:
1) Aktivitas/tindakan perawat.
2) Hasil/respons pasien.
3) Tanggal/jam, nomor diagnosis keperawatan, tanda tangan.
H. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan.
1. Macam Evaluasi
a. Evaluasi Proses (Formatif)
1) Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
2) Berorientasi pada etiologi.
3) Dilakukan secara ditentukan tercapai. terus-menerus sampai tujuan
yang telah
b. Evaluasi Hasil (Sumatif)
1) Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara
paripurna.
2) Berorientasi pada masalah keperawatan.
3) Menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan.
4) Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan.
2. Komponen SOAP/SOAPIER
Pengertian SOAPIER adalah sebagai berikut:
S: Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
O: Data Objektif
Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran
atau observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang
dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
A: Analisis
Interpretasi dari data subjektif dan data objektif Analisis
merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi
atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat
perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam
data subjektif dan objektif.
P: Planning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang
telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang telah menunjukkan hasil
yang memuaskan dan tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya
dihentikan. Tindakan yang perlu dilanjutkan adalah tindakan yang masih
kompeten untuk menyelesaikan masalah klien membutuhkan waktu untuk
mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah
tindakan Yang dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah klien, tetapi
perlu ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai altematif pilihan yang lain
yang diduga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan.
Sedangkan, rencana tindakan yang baru/sebelumnya tidak ada dapat
ditentukan bila timbul masalah baru atau rencana tindakan Yang sudah
tidak kompeten lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
I: Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai
dengan intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P
(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam pelaksanaan.
E: Evaluasi
Evaluasi adalah respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
R: Reassesment
Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap
perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan
perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan?
DAFTAR PUSTAKA

Kurniasih, Anggit. 2019. Ventilasi Mekanik. Panduan ICU RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
Kamayani, M. 2016. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik.

Diakses di
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/9bd02509924860fdf2
3626d0f09a6c6e.pdf
Maghfiroh. 2015. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gagal Nafas
Di Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Diakses di https://Dokumen.Tips/Documents/Lp-Gagal-Nafas-Pada-Pasien-Di-
Icu.Html
Shebl, E., & Burns, B. (2018). Respiratory failure.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi Dan Indikator Dianostik. Jakarta Selatan : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI)

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2016.Standar Interνensi Keperawatan


Indonesia Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP
PPNI)

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2016.Standar Luaran Keperawatan


Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta
Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(DPP PPNI)

Anda mungkin juga menyukai