Anda di halaman 1dari 23

LEMBAR PENDAHULUAN

VENTILATOR

Maharani Syafira Hidayaningrum

18220000005

PROGAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU

TAHUN AJARAN 2022

JAKARTA
A. Pengertian
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi untuk waktu yang lama. (Smeltzer,
Bare, Cheever, 2008)
Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu
alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara
memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan.  Ventilator
mekanik merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU. (Corwin,
Elizabeth J, 2001)
Ventilator adalah alat pengganti fungsi pompa dada yang mengalami kelelahan
atau kegagalan, untuk mempertahankan ventilasi alveolus yang sesuai dengan kebutuhan
metabolic pasien serta untuk memperbaiki kondisi hipoksemia dan memaksimalkan
transport oksigen. Tanpa memandang jenis atau model ventilator yang digunakan,
perawat harus paham dengan fungsi dan keterbatasan ventilator tersebut (Morton et all,
2014).
B. Indikasi
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan kadar
karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem (penurunan pH), maka ventilasi
mekanis kemungkinan diperlukan. Selain itu pada kondisi kondisi di bawah ini
diindikasikan menggunakan ventilator mekanis.
1) Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun hipoksemia
yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator
mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator
mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distress pernapasan
disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenisasi.
Penyebab Gagal Napas:
 Penyebab sentral:
a) Trauma kepala : Contusio cerebri
b) Radang otak : Encepalitis.
c) Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d) Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.
 Penyebab perifer:
a) Kelainan Neuromuskuler:
b) Guillian Bare syndrom
c) Tetanus
d) Trauma servikal.
e) Obat pelemas otot.
f) Kelainan jalan napas.
g) Obstruksi jalan napas.
h) Asma broncheal.  
i) Kelainan di paru.
j) Edema paru, atelektasis, ARDS
k) Kelainan tulang iga / thorak.
l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
m)Kelainan jantung.
n) Kegagalan jantung kiri.
2) Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan
aliran darah pada system pernapasan (system pernapasan sebagai akibat
peningkatana kerja napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps.
Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga
beban kerja jantung juga berkurang
3) Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang juga
mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk
menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian
hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4) Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat
terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi
akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator
mekanik.
5) Kegagalan Ventilasi
a) Neuromuscular Disease
b) Central Nervous System disease
c) Depresi system saraf pusat
d) Musculosceletal disease
e) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
6) Kegagalan pertukaran gas
a) Gagal napas / Respiratory failure akut maupun kronik
b) Penyakit paru-gangguan difusi
c) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch
C. Etiologi
1) Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan
yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2) Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf
spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3) Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks.
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari,
penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4) Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada
gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5) Penyakit akut paru.
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung
yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru
adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
D. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
1) Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
2) Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat, dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat
karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru
dapat mengarah ke gagal nafas akut.
E. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis. Ventilator diklasifikasikan berdasarkan
cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah ventilator tekanan-
negatif dan tekanan-positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator tekanan-
positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk klasifikasi metoda fase inspirasi akhir
(tekanan-bersiklus, waktu-bersiklus dan volume-bersiklus).
1) Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungan
dengan kondisi neurovaskular seperti poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis
lateral amiotrofik, dan miasteniagravis. Ventilator tekanan negatif mengeluarkan
tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama
inspirasi memungkinkan udara untuk mengalir ke dalam paru-paru, sehingga
memenuhi volumenya. Secara fisiologis, jenis ventilasi terbaru ini serupa dengan
ventilasi spontan. Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan
tidak membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini digunakan paling
sering untuk pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat penyakit
neuromuskular. Akibatnya, ventilator ini sangat baik untuk digunakan di lingkungan
rumah. Terdapat beberapa jenis ventilator tekanan negatif: iron lung, body
wrap, dan chest cuirass.
2) Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di bawah, dan dengan
demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Ekspirasi terjadi
secara pasif.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau trakeostomi. Ventilator
ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit dan meningkat penggunaannya
di rumah untuk pasien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator
tekanan positif, yaitu:
a) Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain, siklus ventilator
hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus mati. Keterbatasan utama dengan
ventilator jenis ini adalah bahwa volume udara atau oksigen dapat beragam
sejalan dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan napas pasien. Akibatnya
adalah suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan
dan kemungkinan mengganggu ventilasi.
b) Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah
waktu yang ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh
kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara. Sebagian besar ventilator
mempunyai frekuensi kontrol yang menentukan frekuensi pernapasan, tetapi
waktu-pensiklus murni jarang digunakn untuk orang dewasa. Ventilator ini
digunakan pada neonatus dan bayi.
c) Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan-positif yang
paling banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini, volume udara
yang akan dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume
preset ini telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi
terjadi secara pasif. Dari satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang
dikirimkan oleh ventilator secara relatif konstan, sehingga memastikan
pernapasan yang konsisten, adekuat meski tekanan jalan nafas beragam.
F. Komplikasi
Pasien dengan ventilator mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan asuhan
keperawatan berulang tapi bila perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi
seperti:
1) Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita dapat
meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan selang,
mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral dan selang
kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan distensi gastrik terjadi, jalan
nafas harus diamankan sebelum memasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung. Bila aspirasi terjadi potensial untuk terjadinya SDPA meningkat.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi
intubasi meliputi:
 Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
 Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang, meningkatkan laju
mortalitas.
 Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal.
2) Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat
tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus
atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan
telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi
arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan insiden
stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset dipertahankan kurang
lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi
dapat terjadi.
3) Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada, menciptakan
tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan
dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan
alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan
tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea berat
tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit. Tekanan ventilator
menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan terdengarnya bunyi alarm
tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas pada area yang sakit menurun atau tidak ada.
Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling
menonjol menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis.
4) Penurunan Curah Jantung.
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat
meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri
dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan untuk memperbaiki
hipovolemia.
5) Keseimbangan air positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor vagal
pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon
antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
haluaran urine melengkapi masalah dengan merangsang respons aldosteron renin-
angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan
yang memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas,
meliputi edema sakral dan fasial.
G. Sistem Alarm dan Pelembaban dan Suhu
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,
misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume
rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap
dan harus dipasang dalam kondisi siap
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan
mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua
proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara
yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan
dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus
hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi
dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa
mengakibatkan kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit
dilakukan penghisapan.
H. Tanda dan Gejala
1) Gagal nafas total
 Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
 Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
2) Gagal nafas parsial
 Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
 Ada retraksi dada
3) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
4) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
I. Pemeriksaan Penunjang
1)  Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2)  Pemeriksaan rontgen dada. Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses
penyakit yang tidak diketahui
3)  Hemodinamik
Tipe I            : peningkatan PCWP
4) EKG. Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan.
Disritmia.
J. Gambaran dan Pengesetan Volume Ventilator
Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada ventilator
mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman dan “dalam harmoni”
dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik kardiovaskuler dan paru
diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan dengan tepat, kadar gas darah arteri
pasien akan terpenuhi dan akan ada sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan
kardiovaskuler.
Pengesetan awal ventilator setting:
1) Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan (10-15 ml/kg).
2) Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah
untuk mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat diatur
tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan gas darah
arteri.
3) Catat tekanan inspiratori puncak.
4) Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan frekuwensi sesuai
dengan program medik dokter.
5) Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya sehingga
pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal (biasanya 2 mmHg
dorongan inspirasi negatif).
6) Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dan PO2,
setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7) Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil pemeriksaan gas
darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh dokter.
K. Setting Ventilator
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter yang
diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :
1) Frekuensi pernafasan permenit
Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu
menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt. Parameter alarm RR
diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit,
maka setingan alarm sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga
cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
2) Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien
setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari
compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu
mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup
dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai
yang kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time
cycled. 

3) Konsentrasi oksigen (FiO2)


FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan oleh
ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada awal
pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi
kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator
dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut
maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
4) Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi

Keterangan:
 Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume
tidal atau mempertahankan tekanan.
 Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
 Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernapasan
 Rasio inspirasi: ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal
fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi
yang sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.
5) Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume
cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
6) Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal
pernapasan yang telah disetting permenitnya.
7) Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien
dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai sensivitas
antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20
L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang
melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan
untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O.
Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin susah atau berat
pasien untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang
tidak diharapkan untuk bernaps spontan.
8) Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan
adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm
tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk,
cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan
kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam
kondisi siap.
9) Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir
ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat
penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru.

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Anamnesa
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian  :
No. Registrasi :
Diagnosa Medis :
b) Identitas
Nama Pasien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut:
1) Survey Primery
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing,
circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment). Jalan
nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak
terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda
asing dan akibat penurunan kesadaran.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Dangers
Kaji kesan umum observasi keadaan umum klien:
 Bagaimana kondisi saat itu
 Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
 Bagaimana mengatasinya
 Pastikan penolong selamat dari bahaya
 Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
 Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat pelindung diri
b) Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi:
 Alert (A): berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap kejadian
yang dialaminya
 Verbal (V): berespon terhadap pertanyaan perawat
 Paintfull (P): berespon terhadap rangsangan nyeri
 Unrespon (U): tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
c) Airway (Jalan Napas)
 Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
 Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
 Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan
menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada
korban trauma
 Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
 Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
 Suctioning bila perlu

d) Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada
pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas,
keteraturan nafas atau tidak
e) Circulation (Pendarahan)
 Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
 Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress,
Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
 Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi: capillary refill time,
nadi, sianosis, pulsus arteri distal
2) Survey Sekundary
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat
dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala
sampai kaki (head to toe). Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra
RS, keluarga, atau korban lain.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi:
a) Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien:
 Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
 Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)
b) Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
1) Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh (Posisi saat ditemukan, Tingkat
kesadaran, Sikap umum, keluhan, Trauma, kelainan, Keadaan kulit).
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher:
a. Raut Muka
 Bentuk muka: bulat, lonjong, dan lain-lain
 Ekspresi muka: tampak sesak, gelisah, kesakitan
 Tes syaraf: menyeringai, mengerutkan dahi, untuk memeriksa
nervus V, VII.
b. Bibir
 Biru (sianosis)
 Pucat (anemia)
c. Mata
 Konjungtiva: Pucat (anemia), Ptechiae (perdarahan bawah kulit/
selaput lendir) pada endokarditis bacterial
 Skela: Kuning (icterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati,
dan lain-lain
 Kornea: Arkus senilis (garis melingkar putih/abu-abu di tepi
kornea) berhubungan dengan peningkatan kolesterol/ penyakit
jantung koroner.
 Eksopthalmus: Berhubungan dengan tirotoksikosis
d. Pemeriksaan dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri
tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi,
suara nafas
e. Pemeriksaan perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
f. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak,
denyut nadi, warna luka
Pengkajian Peralatan:
  Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator berfungsi
dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat. Meski perawat
tidak benar-benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada
ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya ini merupakan tanggung
jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat bertanggung jawab terhadap pasien
dan karenanya harus mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status
pasien secara keseluruhan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi  perfusi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
c. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan benda asing pada trakea
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolic
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatan pertahanan utama.

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi


1. Gangguan pertukaran gas NOC NIC
b.d ketidakseimbangan  Respiratory status: gas Airway management
exchange (1-5)  Posisikan pasien untuk
ventilasi perfusi  Respiratory status: memaksimalkan Ventilasi
ventilation (1-5)  Pasang mayo bila perlu
 Vital sign status (1-5)  Lakukan fisioterapi dada jika
Kriteria Hasil: perlu
 Mendemonstrasikan  Keluarkan sekret dengan batuk
peningkatan ventilasi dan atauSuction
oksigenasi yang adekuat  Auskultasi suara nafas, catat
 Memelihara kebersihan paru adanyasuara tambahan
paru dan bebas dari tanda-  Berikan bronkodilator ;
tanda distress pernafasan  Berikan pelembab udara
 Mendemonstrasikan batuk  Atur intake untuk cairan
efektif dan suara nafas  mengoptimalkankeseimbangan.
yang bersih, tidak ada  Monitor respirasi dan status O2
sianosis dan dyspneu  Catat pergerakan dada,amati
(mampu mengeluarkan kesimetrisan, penggunaan otot
sputum, mampu bernafas tambahan,retraksi otot
dengan mudah, tidak ada supraclavicular dan Intercostals
pursed lips) Respiratory monitoring
 Tanda tanda vital dalam  Monitor suara nafas, seperti
rentang normal dengkur
 AGD dalam batas normal  Monitor pola nafas: bradipena,
 Status neurologis dalam batas takipenia,kussmaul,
normal hiperventilasi, cheyne stokes,biot
 Auskultasi suara nafas, catat
areapenurunan / tidak adanya
ventilasi dansuara tambahan
 Monitor TTV, AGD, elektrolit
dan ststus Mental
 Observasi sianosis khususnya
membrane Mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluargatentang persiapan
tindakan dan tujuanpenggunaan
alat tambahan (O2,
Suction,Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
iramadan denyut jantung
2. Pola nafas tidak efektif b.d NOC: NIC:
depresi pusat pernafasan   Respiratory status: Airway management:
Ventilation  (1-5)  Posisikan pasien untuk
  Respiratory status :Airway memaksimalkan ventilasi
patency  (1-5)  Pasang mayo bila perlu
   Vital sign Status  (1-5)  Lakukan fisioterapi dada jika
 Kriteria hasil: perlu
Mendemonstrasikan batuk  Keluarkan sekret dengan batuk
efektif dan suara nafas atau suction
yang bersih, tidak ada  Auskultasi suara nafas, catat
sianosis dan dyspneu adanya suara tambahan
(mampu mengeluarkan  Berikan bronkodilator
sputum, mampu bernafas  Berikan pelembab udara Kassa
dengan mudah, tidak ada basah NaCl Lembab
pursed lips)  Atur intake untuk cairan
 Menunjukkan jalan nafas mengoptimalkan keseimbangan.
yang paten (klien tidak Oxygen therapy:
merasa tercekik, irama  Monitor respirasi dan status O2
nafas, frekuensi pernafasan  Bersihkan mulut, hidung dan
dalam rentang normal, secret Trakea
tidakada suara nafas  Pertahankan jalan nafas yang
abnormal) paten
 Tanda Tanda vital dalam  Observasi adanya tanda
rentang normal (tekanan tandaHipoventilasi
darah, nadi, pernafasan)  Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan padapasien dan
keluarga entang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkanbagaimana batuk efekti
 Monitor pola nafas
3. Tidak efektif bersihan jalan NOC NIC:
napas b.d benda asing pada  Respiratory status:  Pastikankebutuhan oral / tracheal
Ventilation  (1-5) suctioning.
trakea   Respiratory status : Airway  Berikan O2, l/mnt,
patency  (1-5)  Anjurkan pasien untuk istirahat
  Aspiration Control  (1-5) dan napas dalam
Kriteria hasil :  Posisikan pasien
 Mendemonstrasikan batuk untukmemaksimalkanventilasi
efektif dan suara nafas  Lakukan fisioterapi dada jika
yang bersih, tidak ada perlu
sianosis dan dyspneu  Keluarkan sekretdengan batuk
(mampu mengeluarkan atau suction
sputum, bernafas dengan  Auskultasi suaranafas, catat
mudah, tidak ada pursed adanya suara tambahan
lips)  Berikanbronkodilator :
 Menunjukkan jalan nafas  Monitor status hemodinamik
yang paten (klien tidak  Berikan pelembab
merasa tercekik, irama udara Kassa basah NaClLembab
nafas, frekuensi pernafasan  Berikan antibiotik :
dalam rentang normal,  Atur intake untuk cairan
tidak ada suara nafas mengoptimalkan keseimbangan.
abnormal)  Monitor respirasi dan status O2
 Mampu  Pertahankanhidrasi yang adekuat
mengidentifikasikan dan untukmengencerkan secret
mencegah faktor yang  Jelaskan pada pasien dan keluarga
penyebab. tentangpenggunaanperalatan : O2,
 Saturasi O2 dalam batas Suction, inhalasi
normal
 Foto thorak dalam batas
normal

4. Kerusakan komunikasi NOC NIC


verbal b.d kelemahan   Anxiety self control  (1-5) Comunication enhancement :
neuromuskuler   Coping  (1-5) speech deficit:
  Sensory function :  Gunakan penerjemah:jika
hearing & vision  (1-5) diperlukan
  Fear  self control  (1-5)  Beri kalimat simple setiap kali
Kriteria hasil : bertemu, jika diperlukan
 Komunikasi: penerimaan,  Konsultasikan dengan dokter
interpretasi, dan ekspresi kebutuhan terapi wicara
pesan lisan tulisan, dan non  Dorong pasien untuk komunikasi
verbal meningkat secara perlahan dan untuk
 Komunikasi ekspresif mengulangi permintaan
(kesulitan berbicara):  Dengarkan dengan penuh
ekspresi pesan verbal atau perhatian
atau non verbal yang  Berdiri didepan pasien ketika
bermakna berbicara
 Komunikasi resertif  Ajarkan pasien bicara esophagus
(kesulitan mendengar): jika diberlukan
penerimaan komunikasi  Beri anjuran kepada pasien dan
verbal dan non verbal yang keluarga tentang menggunakan
bermakna alat bantu bicara
 Perolehan informasi: klien  Berikan pujian prositive, jika
mampu memperoleh diperlukan
informasi dan mengatur  Anjurkan pada pertemuan
serta menggunakan kelompok
informasi  Anjurkan kunjungan keluarga
 Mampu mengontrol respon secara teratur untuk memberi
ketakutan dan kecemasan stimulus komunikasi
terhadap ketidakmampuan  Anjurkan ekspresi diri dengan
berbicara cara lain dalam menyampaikan
 Mampu memanajemen informasi
kemampuan fisik yang
dimiliki
 Mampu
mengkomunikasikan
kebutuhan dengan
lingkungan sosial
5. Ansietas b.d ancaman NOC : NIC
kematian   Kontrol kecemasan  (1-5) Anxiety Reduction (penurunan
  Koping  (1-5) kecemasan)
kriteria hasil:  Gunakan pendekatan yang
 Klien mampu menenangkan
mengidentifikasi dan  Nyatakan dengan jelas harapan
mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
cemas  Jelaskan semua prosedur dan apa
 Mengidentifikasi, yang dirasakan selama prosedur
mengungkapkan dan  Temani pasien untuk memberikan
menunjukkan tehnik untuk keamanan dan mengurangi takut
mengontrol cemas  Berikan informasi faktual
 Vital sign dalam batas mengenai diagnosis, tindakan
normal prognosis
 Postur tubuh,  Libatkan keluarga untuk
ekspresiwajah, bahasa mendampingi klien
tubuh dan tingkat aktivitas  Instruksikan pada pasien untuk
menunjukkan menggunakan tehnik relaksasi
berkurangnya kecemasan  Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat anti
cemas.
6. Ketidakseimbangan  nutrisi NOC NIC:
kurang dari kebutuhan   Nutrional status (1-5) Nutrition Management
tubuh b.d peningkatan   Nutrional status: food  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan metabolic and fluid intake (1-5)  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
  Nutrional status: menentukan jumlah kalori dan
nutrient intake (1-5) nutrisi yang dibutuhkan
  Weight control (1-5)  Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil: meningkatkan intake Fe
 Adanya peningkatan berat  Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan tujuan meningkatkan protein dan vitamin
 Berat badan ideal sesuai C
dengan tinggi badan  Berikan substansi gula
 Mampu mengidentifikasi  Yakinkan diet yang
kebutuhan nutrisi dimakanmengandung tinggi
 Tidak ada tanda-tanda serat untukmencegah konstipasi
malnutrisi  Berikan makanan yang terpilih
 Tidak terjadi penurunan (sudah dikonsulkandengan ahli
berat badan gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan mutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
  Monitor adanya penurunan berat
badan
 Monitor tipe danjumlah aktivitas
yang biasa digunakan
 Monitor interaksi anak atau orang
tua selama makan
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwal pengobatan
dan tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total
protein, dan Hb
 Monitor makanankesukaan
 Monitor kalori danintake nutrisi
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
7. Resiko tinggi infeksi b.d NOC NIC
tidak adekuatan pertahanan   Immune Status  (1-5) Infection control (kontrol infeksi)
utama   Knowledge : Infection  Pertahankan teknik aseptif
control (1-5)  Batasi pengunjung bila perlu
  Risk control (1-5)  Cuci tangan setiap sebelum dan
Kriteria hasil: sesudahtindakan keperawatan
 Klien bebas dari tanda dan  Gunakan baju, sarung tangan
gejala infeksi sebagaialat pelindung
 Menunjukkan kemampuan  Ganti letak IV perifer dan
untuk mencegah timbulnya dressing sesuaidengan petunjuk
infeksi umum
 Jumlah leukosit dalam  Gunakan kateter intermiten
batas normal untukmenurunkan infeksi
 Menunjukkan perilaku kandung kencing
hidup sehat  Tingkatkan intake nutrisi
 Status imun,  Berikan terapiantibiotik:
gastrointestinal,  Monitor tanda dan gejala infeksi
genitourinaria dalam batas sistemikdan local
normal  Pertahankan teknik isolasi k/p
 Inspeksi kulit dan membran
mukosaterhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dangejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropeniase tiap 4 jam

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan
untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah disusun. Prinsip
dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta
penjelasan setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan secara
independent, dependent, dan interdependent. Tindakan independent yaitu suatu kegiatan
yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. Tindakan dependent ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis
atau dengan perintah dokter atau tenaga kesehat lain. Tindakan interdependent ialah
tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti
ahli gizi, radiologi,fisioterapi dan lain-lain.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat digunakan
sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat. Evaluasi berguna
untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam
mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan
rencana atau perubahan dalam membantu asuhan keperawatan.
Hasil yang diharapkan:
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal, dan
tanda-tanda vital adekuat.
b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
c. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan
jumlah sel darah putih.
d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat komunikasi
lainnya.
f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Ventilasi Mekanik. Diakses


http://JurnalKeperawatan.com/2017/14/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.
html (14 Februari 2017, 16.00)

Basuki, Chairul. 2012. Triase dalam  KGD. Diakses http://health and news darul
muttaqin .com/2017/14/ventilasi-mekanik.html (14 Februari 2017. 16.20)

Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. EGC:


Jakarta

Priangga, D. Satria. 2011. Ventilator Mekanis. Diakses http://satri adwi


priangga.com/2017/14/ventilator-mekanis.html (14 Februari 2014, 15.07)

Zahar, Nuraini. 2012. Konsep dasar ventilasi mekanik. diakses


http://nurainiperawatpjnhk.com/2017/14/ventilasi-mekanik.html (14 Februari,
17.02)

Anda mungkin juga menyukai