OLEH:
B. ETIOLOGI
a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak
(pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
C. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
a. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul. Sedangkan
b. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara).
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang
memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru
kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami
kerusakan yang ireversibel. Frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt.
Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator
karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas
vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat,
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang
dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
D. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah
ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator
tekanan-positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk klasifikasi metoda fase
inspirasi akhir (tekanan-bersiklus, waktu-bersiklus dan volume-bersiklus).
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara untuk mengalir ke dalam paru-paru, sehingga
memenuhi volumenya. Secara fisiologis, jenis ventilasi terbaru ini serupa
dengan ventilasi spontan. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal
nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular seperti
poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral amiotrofik, dan
miasteniagravis. Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil
atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilatori sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan tidak
membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini digunakan paling
sering untuk pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat penyakit
neuromuskular. Akibatnya, ventilator ini sangat baik untuk digunakan di
lingkungan rumah. Terdapat beberapa jenis ventilator tekanan negatif: iron
lung, body wrap, dan chest cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron Lung adalah bilik tekanan
negatif yang digunakan untuk ventilasi. Alat ini pernah digunakan secara
luas selama epidemik polio pada masa lalu dan sekarang digunakan oleh
pasien-pasien yang selamat dari penyakit polio dan kerusakan neuromuskular
lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell). Kedua
alat portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk
menciptakan bilik tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena
masalah-masalah dengan ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis
ventilator ini hanya digunakan dengan hati-hati pada pasien tertentu.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di
bawah, dan dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama
inspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau
trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit
dan meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien dengan penyakit paru
primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif, yaitu:
1. Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif
yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan
kata lain, siklus ventilator hidup, mengantarkan aliran udara sampai
tekanan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai, dan
kemudian siklus mati. Keterbatasan utama dengan ventilator jenis ini
adalah bahwa volume udara atau oksigen dapat beagam sejalan
dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan napas pasien.
Akibatnya adalah suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume
tidal yang dikirimkan dan kemungkinan mengganggu ventilasi.
Konsekuensinya, pada orang dewasa, ventilator tekanan-bersiklus
dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka pendek di ruang
pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah
mesin IPPB.
2. Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan
inspirasi setelah waktu yang ditentukan. Volume udara yang diterima
pasien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara.
Sebagian besar ventilator mempunyai frekuensi kontrol yang
menentukan frekuensi pernapasan, tetapi waktu-pensiklus murni jarang
digunakn untuk orang dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus
dan bayi.
3. Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator
tekanan-positif yang paling banyak digunakan sekarang. Dengan
ventilator jenis ini, volume udara yang akan dikirimkan pada setiap
inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume preset ini telah
dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi
secara pasif. Dari satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang
dikirimkan oleh ventilator secara relatif konstan, sehingga memastikan
pernapasan yang konsisten, adekuat meski tekanan jalan nafas
beragam.
b. Gejala
1. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2).
2. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun).
F. INDIKASI
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2), peningkatan
kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem (penurunan pH),
maka ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Selain itu pada kondisi kondisi
di bawah ini diindikasikan menggunakan ventilator mekanis.
a. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan
indikasi ventilator mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan
pemasangan ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas yang
sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan
atau oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan (seperti pada
pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan
memompa udara karena distrofi otot).
Penyebab Gagal Napas:
1) Penyebab sentral:
a) Trauma kepala : Contusio cerebri
b) Radang otak : Encepalitis.
c) Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d) Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.
2) Penyebab perifer:
a) Kelainan Neuromuskuler.
b) Guillian Bare syndrom.
c) Tetanus.
d) Trauma servikal.
e) Obat pelemas otot.
f) Kelainan jalan napas.
g) Obstruksi jalan napas.
h) Asma broncheal.
i) Kelainan di paru.
j) Edema paru, atelektasis, ARDS
k) Kelainan tulang iga / thorak.
l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
m) Kelainan jantung.
n) Kegagalan jantung kiri.
b. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan
pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada system pernapasan (system
pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja napas dan konsumsi oksigen)
dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban
kerja system pernapasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang
c. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang
juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik
berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga
memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan
tekanan intra cranial.
d. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan
sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal
napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani
dengan keberadaan ventilator mekanik.
e. Kegagalan Ventilasi
1) Neuromuscular Disease.
2) Central Nervous System disease.
3) Depresi system saraf pusat.
4) Musculosceletal disease.
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi.
f. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal napas / Respiratory failure akut maupun kronik.
2) Penyakit paru-gangguan difusi.
3) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch.
G. KONTRAINDIKASI
1. Pemakaian alat ventilasi umumnya sangat membantu pasien yang
mengalami masalah pernapasan. Tidak di temukan kontraindikasi dalam
penggunaannya, kecuali jika telah terjadi komplikasi lain yang menyertai
perjalanan penyakitnya.
2. Pada pasien dengan fraktur basal tengkorak rentang terpasang ventilator.
H. KOMPLIKASI
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, Pasien dengan
ventilator mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan asuhan keperawatan
berulangtapi bila perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita
dapat meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan
selang, mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan
oral dan selang kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan
distensi gastrik terjadi, jalan nafas harus diamankan sebelum memasang
selang nasogastrik untuk dekompresi lambung. Bila aspirasi terjadi potensial
untuk terjadinya SDPA meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada
kedua tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan
aspirasi adalah komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu self-extubation
dengan manset masih mengembang dapat menimbulkan kerusakan pita
suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh
komplikasi intubasi meliputi:
1. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
2. Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang,
meningkatkan laju mortalitas.
3. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Pemeriksaan rontgen dada. Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan
proses penyakit yang tidak diketahui
c. Hemodinamik
Tipe I : Peningkatan PCWP
d. EKG. Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan.
Disritmia.
K. SETTING VENTILATOR
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter
yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator,
yaitu :
a. Frekuensi pernafasan permenit
Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator
dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt.
Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset.
Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya diatas
12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya
hiperventilasi atau hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator
ke pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB,
tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan
paru normal mampu mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk
pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume
diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume tidal
sangat perlu jika pasien menggunakan time cycled.
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%.
Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar
100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama
setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas darah.
Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan
FiO2 yang tepat bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi
Keterangan :
1. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk
memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
2. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan
ekspirasi.
3. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan udara pernapasan.
4. Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan
nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang
diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan
ekspirasi untuk menaikan PaO2.
e. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator
volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume
tidal pernapasan yang telah disetting permenitnya.
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang
diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity
memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow
sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity
maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya
digunakan pada pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas spontan,
dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah
pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas
spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan
untuk bernaps spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu
untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,
misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm
volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak
dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
i. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada
alveoli diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu
fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh
kapiler paru.
N. MACAM-MACAM VENTILATOR
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang
ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada
komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan
tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup
dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan
komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga
pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini
tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan
waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit).
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2
O. MODE-MODE VENTILATOR
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan
ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung
dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan
pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek,
lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien,
pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah
ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk
mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas
tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi
fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru
meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh
mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled
Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized
Intermitten Mandatory Ventilation.
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang
seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory
diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada
saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala
akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya
disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron
dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah
bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.
3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau
pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena
nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk
bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara
pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan
pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih
otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
No. Registrasi :
Diagnosa Medis :
b. Pengumpulan Data
Identitas:
Nama Pasien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :
1) Survey Primery
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control,
breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure /
environment). Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara
menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena
cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien:
Bagaimana kondisi saat itu
Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
Bagaimana mengatasinya
Pastikan penolong selamat dari bahaya
Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat pelindung diri
b) Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
Alert (A) : Berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap
kejadian yang dialaminya.
Verbal (V) : Berespon terhadap pertanyaan perawat.
Paintfull (P) : Berespon terhadap rangsangan nyeri.
Unrespon (U) : Tidak berespon terhadap stimulus verbal dan
nyeri.
Cara pengkajian :
Observasi kondisi klien saat datang.
Tanyakan nama klien.
Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum.
Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit.
c) Airway (Jalan Napas)
a) Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel).
b) Buka jalan nafas, yakinkan adekuat.
c) Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan
menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati
pada korban trauma.
d) Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut.
e) Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut.
f) Suctioning bila perlu.
d) Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut,
apakah ada pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas,
kualitas nafas, keteraturan nafas atau tidak.
e) Circulation (Pendarahan)
Lihat adanya perdarahan eksterna/interna.
Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress,
Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat,
tinggikan).
Perhatikan tan da-tanda syok/ gangguan
sirkulasi : capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus arteri
distal.
2) Survey Sekundary
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih
gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan
pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe) Formalnya dimulai
setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi.
Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk
menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan.
Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau
korban lain.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
a) Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS).
Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan
sensorik).
b) Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi:
1 Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh (Posisi saat
ditemukan, Tingkat kesadaran, Sikap umum, keluhan,
Trauma, kelainan, Keadaan kulit).
2 Pemeriksaan Kepala dan Leher:
a. Raut Muka
Bentuk muka : Bulat, lonjong, dan lain-lain.
Ekspresi muka : Tampak sesak, gelisah, kesakitan.
Tes syaraf : Menyeringai, mengerutkan dahi, untuk
memeriksa nervus V, VII.
b. Bibir
Biru ( sianosis ).
Pucat ( anemia )
c. Mata
Konjungtiva : Pucat (anemia), Ptechiae (perdarahan
bawah kulit/ selaput lendir) pada endokarditis bacterial.
Skera: Kuning ( ikterus ) pada gagal jantung kanan,
penyakit hati, dan lain-lain.
Kornea: Arkus senilis ( garis melingkar putih/abu-abu
di tepi kornea ) berhubungan dengan peningkatan
kolesterol/ penyakit jantung koroner.
Eksopthalmus: Berhubungan dengan tirotoksikosis.
d. Pemeriksaan dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan
antar iga, nyeri tekan, perlukaan (luka terbuka, luka
mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas.
e. Pemeriksaan perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan,
undulasi.
f. Pemeriksaan tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot.
g. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi,
inkontinensia.
h. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan
rasa, bengkak, denyut nadi, warna luka.
Pengkajian Peralatan:
Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator
berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat.
Meski perawat tidak benar-benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian
pengesetan pada ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya
ini merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat
bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus mengevaluasi
bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien secara keseluruhan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi perfusi.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.
3) Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan benda asing pada
trakea.
4) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler.
5) Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolic.
7) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatan pertahanan
utama.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN