Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

VENTILASI MEKANIK DASAR (VENTILATOR)

OLEH:

NAMA : ELLEONORA B. HAYON


NIM : 30190119079

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2020
A. PENGERTIAN
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. 
(Brunner dan Suddarth, 1996).
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. (Carpenito, Lynda
Juall 2000).
Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah
suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien
dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas
buatan.  Ventilator mekanik merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan
intensif atau ICU. ( Corwin, Elizabeth J, 2001).
Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang untuk
menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama
pemberian dukungan ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi
normal pertukaran udara dan memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan
normal. (Bambang Setiyohadi, 2006).
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau
negative yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien
sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka
waktu lama (Purnawan & Suryono, 2010).
Tujuan pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan
ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolic
pasien, memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen. ( Iwan
Purnawan, 2010).

B. ETIOLOGI
a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak
(pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.

b. Kelainan neurologis primer


Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam
pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak
terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf
seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuskular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi
ventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks.
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan
gagal nafas.
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal
nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas
atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang
iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat
terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
e. Penyakit akut paru.
Pnemonia di sebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan
edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

C. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
a. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul. Sedangkan
b. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara).
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang
memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru
kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami
kerusakan yang ireversibel. Frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt.
Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator
karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas
vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat,
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang
dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

D. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah
ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator
tekanan-positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk klasifikasi metoda fase
inspirasi akhir (tekanan-bersiklus, waktu-bersiklus dan volume-bersiklus).
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara untuk mengalir ke dalam paru-paru, sehingga
memenuhi volumenya. Secara fisiologis, jenis ventilasi terbaru ini serupa
dengan ventilasi spontan. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal
nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular seperti
poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral amiotrofik, dan
miasteniagravis. Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil
atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilatori sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan tidak
membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini digunakan paling
sering untuk pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat penyakit
neuromuskular. Akibatnya, ventilator ini sangat baik untuk digunakan di
lingkungan rumah. Terdapat beberapa jenis ventilator tekanan negatif: iron
lung, body wrap, dan chest cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron Lung adalah bilik tekanan
negatif yang digunakan untuk ventilasi. Alat ini pernah digunakan secara
luas selama epidemik polio pada masa lalu dan sekarang digunakan oleh
pasien-pasien yang selamat dari penyakit polio dan kerusakan neuromuskular
lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell). Kedua
alat portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk
menciptakan bilik tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena
masalah-masalah dengan ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis
ventilator ini hanya digunakan dengan hati-hati pada pasien tertentu.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di
bawah, dan dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama
inspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau
trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit
dan meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien dengan penyakit paru
primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif, yaitu:
1. Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif
yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan
kata lain, siklus ventilator hidup, mengantarkan aliran udara sampai
tekanan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai, dan
kemudian siklus mati. Keterbatasan utama dengan ventilator jenis ini
adalah bahwa  volume udara atau oksigen dapat beagam sejalan
dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan napas pasien.
Akibatnya adalah suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume
tidal yang dikirimkan dan kemungkinan mengganggu ventilasi.
Konsekuensinya, pada orang dewasa, ventilator tekanan-bersiklus
dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka pendek di ruang
pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah
mesin IPPB.
2. Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan
inspirasi setelah waktu yang ditentukan. Volume udara yang diterima
pasien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara.
Sebagian besar ventilator mempunyai frekuensi kontrol yang
menentukan frekuensi pernapasan, tetapi waktu-pensiklus murni jarang
digunakn untuk orang dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus
dan bayi.
3. Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator
tekanan-positif yang paling banyak digunakan sekarang. Dengan
ventilator jenis ini, volume udara yang akan dikirimkan pada setiap
inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume preset ini telah
dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi
secara pasif. Dari satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang
dikirimkan oleh ventilator secara relatif konstan, sehingga memastikan
pernapasan yang konsisten, adekuat meski tekanan jalan nafas
beragam.

E. TANDA dan GEJALA


a. Tanda
1. Gagal nafas total
 Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan
sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
 Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan
ventilasi buatan.
2. Gagal nafas parsial
 Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing
dan whizing.
 Ada retraksi dada.

b. Gejala
1. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2).
2. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun).

F. INDIKASI
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2), peningkatan
kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem (penurunan pH),
maka ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Selain itu pada kondisi kondisi
di bawah ini diindikasikan menggunakan ventilator mekanis.
a. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan
indikasi ventilator mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan
pemasangan ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas yang
sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan
atau oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan (seperti pada
pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan
memompa udara karena distrofi otot).
Penyebab Gagal Napas:
1) Penyebab sentral:
a) Trauma kepala : Contusio cerebri
b) Radang otak : Encepalitis.
c) Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d) Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.
2) Penyebab perifer:
a) Kelainan Neuromuskuler.
b) Guillian Bare syndrom.
c) Tetanus.
d) Trauma servikal.
e) Obat pelemas otot.
f) Kelainan jalan napas.
g) Obstruksi jalan napas.
h) Asma broncheal.  
i) Kelainan di paru.
j) Edema paru, atelektasis, ARDS
k) Kelainan tulang iga / thorak.
l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
m) Kelainan jantung.
n) Kegagalan jantung kiri.
b. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan
pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada system pernapasan (system
pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja napas dan konsumsi oksigen)
dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban
kerja system pernapasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang
c. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang
juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik
berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga
memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan
tekanan intra cranial.
d. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan
sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal
napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani
dengan keberadaan ventilator mekanik.
e. Kegagalan Ventilasi
1) Neuromuscular Disease.
2) Central Nervous System disease.
3) Depresi system saraf pusat.
4) Musculosceletal disease.
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi.
f. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal napas / Respiratory failure akut maupun kronik.
2) Penyakit paru-gangguan difusi.
3) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch.

G. KONTRAINDIKASI
1. Pemakaian alat ventilasi umumnya sangat membantu pasien yang
mengalami masalah pernapasan. Tidak di temukan kontraindikasi dalam
penggunaannya, kecuali jika telah terjadi komplikasi lain yang menyertai
perjalanan penyakitnya.
2. Pada pasien dengan fraktur basal tengkorak rentang terpasang ventilator.

H. KOMPLIKASI
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, Pasien dengan
ventilator mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan asuhan keperawatan
berulangtapi bila perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita
dapat meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan
selang, mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan
oral dan selang kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan
distensi gastrik terjadi, jalan nafas harus diamankan sebelum memasang
selang nasogastrik untuk dekompresi lambung. Bila aspirasi terjadi potensial
untuk terjadinya SDPA meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada
kedua tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan
aspirasi adalah komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu self-extubation
dengan manset masih mengembang dapat menimbulkan kerusakan pita
suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh
komplikasi intubasi meliputi:
1. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
2. Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang,
meningkatkan laju mortalitas.
3. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal.

Pnemonia Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan


selalu kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi.
b. Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat
terjadi. Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga
tengah dapat tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien
mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang
tidak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber
infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama.
Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset
diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30
mm/Hg. Penurunan insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana
tekanan manset dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring
terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi dapat terjadi.
c. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat
disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau ventilator
terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya
selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya
selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan
ventilasi mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena
ventilasi mekanis menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia.
Penilaian GDA menentukan efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa
pasien PPOM diventilasi pada nilai GDA normal mereka, yang dapat
melibatkan kadar karbondioksida tinggi.
d. Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada,
menciptakan tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan,
tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini
dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian
masuk ke area pleural, menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat.
Pasien dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada
daerah yang sakit. Tekanan ventilator menggambarkan peningkatan tajam
pada ukuran, dengan terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada auskultasi,
bunyi nafas pada area yang sakit menurun atau tidak ada. Observasi pasien
dapat menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling menonjol
menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang untuk dekompresi dada dengan
jarum, intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari sumber
tekanan positif dan memberi ventilasi dengan resusitator manual,
memberikan pasien pernafasan cepat.
e. Penurunan Curah Jantung.
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien
pertama kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus
simpatis dan menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda
lain dan gejala dapat meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan
tingkat kesadaran, penurunan haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian
kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri dada. Hipotensi biasanya diperbaiki
dengan meningkatkan cairan untuk memperbaiki hipovolemia.
f. Keseimbangan air positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan
reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang
pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah
jantung menimbulkan penurunan haluaran urine melengkapi masalah dengan
merangsang respons aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas
secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah
besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral
dan fasial.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Pemeriksaan rontgen dada. Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan
proses penyakit yang tidak diketahui
c. Hemodinamik
Tipe I               : Peningkatan PCWP
d. EKG. Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan.
Disritmia.

J. GAMBARAN DAN PENGESETAN VOLUME VENTILATOR


Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada ventilator
mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman dan ”dalam
harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik kardiovaskuler
dan paru diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan dengan tepat, kadar gas
darah arteri pasien akan terpenuhi dan akan ada sedikit atau tidak ada sama sekali
gangguan kardiovaskuler.
Pengesetan awal ventilator setting :
a. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan (10-15
ml/kg).
b. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk 
mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat
diatur tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil
pemeriksaan gas darah arteri.
c. Catat tekanan inspiratori puncak.
d. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan
frekuwensi sesuai dengan program medik dokter.
e. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya
sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal
(biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).
f. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dan
PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
g. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil
pemeriksaan gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh
dokter.
h. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator
karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan ventilasikan
manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.

K. SETTING VENTILATOR
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter
yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator,
yaitu :
a. Frekuensi pernafasan permenit
Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator
dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt.
Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset.
Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya diatas
12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya
hiperventilasi atau hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator
ke pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB,
tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan
paru normal mampu mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk
pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume
diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume tidal
sangat perlu jika pasien menggunakan time cycled. 
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%.
Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar
100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama
setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas darah.
Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan
FiO2 yang tepat bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi

Keterangan :
1. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk
memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
2. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan
ekspirasi.
3. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan udara pernapasan.
4. Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan
nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang
diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan
ekspirasi untuk menaikan PaO2.
e. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator
volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume
tidal pernapasan yang telah disetting permenitnya.
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang
diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity
memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow
sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity
maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya
digunakan pada pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas spontan,
dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah
pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas
spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan
untuk bernaps spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu
untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,
misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm
volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak
dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
i. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada
alveoli diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu
fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh
kapiler paru.

L. FISIOLOGI PERNAPASAN VENTILASI MEKANIK


Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot
intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif
sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara
pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara
dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah
positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi
tekanan dalam rongga thorax paling positif.

M. EFEK VENTILASI MEKANIK


Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung
terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila
kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia
lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga
berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga
darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga
berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu
bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih
besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung)
tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Efek pada organ lain:Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ
lainpun menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan
positif di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan
intrakranial meningkat.

N. MACAM-MACAM VENTILATOR
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang
ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada
komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan
tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup
dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan
komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga
pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini
tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan
waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit).
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2

O. MODE-MODE VENTILATOR
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan
ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung
dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan
pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek,
lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien,
pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah
ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk
mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas
tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi
fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru
meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh
mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled
Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized
Intermitten Mandatory Ventilation.
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang
seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory
diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada
saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala
akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya
disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron
dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah
bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.
3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau
pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena
nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk
bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara
pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan
pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih
otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian  :
No. Registrasi :
Diagnosa Medis :
b. Pengumpulan Data
Identitas:
Nama Pasien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat                        :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :
1) Survey Primery
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control,
breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure /
environment). Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara
menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena
cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien:
 Bagaimana kondisi saat itu
 Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
 Bagaimana mengatasinya
 Pastikan penolong selamat dari bahaya
 Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
 Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat pelindung diri
b) Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
 Alert (A) : Berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap
kejadian yang dialaminya.
 Verbal (V) : Berespon terhadap pertanyaan perawat.
 Paintfull (P) : Berespon terhadap rangsangan nyeri.
 Unrespon (U) : Tidak berespon terhadap stimulus verbal dan
nyeri.
Cara pengkajian :
 Observasi kondisi klien saat datang.
 Tanyakan nama klien.
 Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum.
 Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit.
c) Airway (Jalan Napas)
a) Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel).
b) Buka jalan nafas, yakinkan adekuat.
c) Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan
menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati
pada korban trauma.
d) Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut.
e) Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut.
f) Suctioning bila perlu.
d) Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut,
apakah ada pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas,
kualitas nafas, keteraturan nafas atau tidak.
e) Circulation (Pendarahan)
 Lihat adanya perdarahan eksterna/interna.
 Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress,
Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat,
tinggikan).
 Perhatikan tan       da-tanda syok/ gangguan
sirkulasi : capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus arteri
distal.
2) Survey Sekundary
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih
gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan
pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe) Formalnya dimulai
setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi.
Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk
menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan.
Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau
korban lain.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
a) Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
 Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS).
 Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan
sensorik).
b) Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi:
1 Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh (Posisi saat
ditemukan, Tingkat kesadaran, Sikap umum, keluhan,
Trauma, kelainan, Keadaan kulit).
2 Pemeriksaan Kepala dan Leher:
a. Raut Muka
 Bentuk muka : Bulat, lonjong, dan lain-lain.
 Ekspresi  muka : Tampak sesak, gelisah, kesakitan.
 Tes syaraf : Menyeringai, mengerutkan dahi, untuk
memeriksa nervus V, VII.
b. Bibir
 Biru ( sianosis ).
 Pucat ( anemia )
c. Mata
 Konjungtiva : Pucat (anemia), Ptechiae (perdarahan
bawah kulit/ selaput lendir) pada endokarditis bacterial.
 Skera: Kuning ( ikterus ) pada gagal jantung kanan,
penyakit hati, dan lain-lain.
 Kornea: Arkus senilis ( garis melingkar putih/abu-abu
di tepi kornea ) berhubungan dengan peningkatan
kolesterol/ penyakit jantung koroner.
 Eksopthalmus: Berhubungan dengan tirotoksikosis.
d. Pemeriksaan dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan
antar iga, nyeri tekan, perlukaan (luka terbuka, luka
mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas.
e. Pemeriksaan perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan,
undulasi.
f. Pemeriksaan tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot.
g. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi,
inkontinensia.
h. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan
rasa, bengkak, denyut nadi, warna luka.
Pengkajian Peralatan:
Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator
berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat.
Meski perawat tidak benar-benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian
pengesetan pada ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya
ini merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat
bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus mengevaluasi
bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien secara keseluruhan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi  perfusi.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.
3) Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan benda asing pada
trakea.
4) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler.
5) Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolic.
7) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatan pertahanan
utama.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Gangguan NOC NIC
pertukaran gas b.d  Respiratory status: gas exchange (1-5) Airway management
ketidakseimbangan Respiratory status: ventilation (1-5)  Posisikan pasien untuk memaksimalkan Ventilasi
ventilasi  perfusi  Vital sign status (1-5)  Pasang mayo bila perlu
Kriteria Hasil:  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan  Keluarkan sekret dengan batuk atauSuction
oksigenasi yang adekuat  Auskultasi suara nafas, catat adanyasuara tambahan
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari  Berikan bronkodilator ;
tanda-tanda distress pernafasan  Berikan pelembab udara
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang  Atur intake untuk cairan
bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
 mengoptimalkankeseimbangan.
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
 Monitor respirasi dan status O2
mudah, tidak ada pursed lips)
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
Tanda tanda vital dalam rentang normal
tambahan,retraksi otot supraclavicular dan Intercostals
AGD dalam batas normal
Respiratory monitoring
Status neurologis dalam batas normal
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,biot
 Auskultasi suara nafas, catat areapenurunan / tidak adanya
ventilasi dansuara tambahan
 Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus Mental
 Observasi sianosis khususnya membrane Mukosa
 Jelaskan pada pasien dan keluargatentang persiapan tindakan
dan tujuanpenggunaan alat tambahan (O2, Suction,Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah, iramadan denyut jantung
2. Pola nafas tidak NOC: NIC:
efektif b.d depresi  Respiratory status: Ventilation  (1-5) Airway management:
pusat pernafasan   Respiratory status :Airway patency  (1-5)  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
   Vital sign Status  (1-5)  Pasang mayo bila perlu
 Kriteria hasil: Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Berikan bronkodilator
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
dalam rentang normal, tidakada suara nafas
Oxygen therapy:
abnormal)
 Monitor respirasi dan status O2
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan
 Bersihkan mulut, hidung dan secret Trakea
darah, nadi, pernafasan)
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Observasi adanya tanda tandaHipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan padapasien dan keluarga entang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkanbagaimana batuk efekti
 Monitor pola nafas
3. Tidak efektif NOC NIC:
bersihan jalan napas  Respiratory status: Ventilation  (1-5)  Pastikankebutuhan oral / tracheal suctioning.
b.d benda asing   Respiratory status : Airway patency  (1-5)  Berikan O2, l/mnt,
pada trakea   Aspiration Control  (1-5)  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
Kriteria hasil :  Posisikan pasien untukmemaksimalkanventilasi
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu  Keluarkan sekretdengan batuk atau suction
mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah,  Auskultasi suaranafas, catat adanya suara tambahan
tidak ada pursed lips)
 Berikanbronkodilator :
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
 Monitor status hemodinamik
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaClLembab
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
 Berikan antibiotik :
abnormal)
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor
 Monitor respirasi dan status O2
yang penyebab.
 Saturasi O2 dalam batas normal  Pertahankanhidrasi yang adekuat untukmengencerkan secret
 Foto thorak dalam batas normal  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentangpenggunaanperalatan
: O2, Suction, inhalasi
4. Kerusakan NOC NIC
komunikasi verbal   Anxiety self control  (1-5) Comunication enhancement : speech deficit:
b.d kelemahan   Coping  (1-5)  Gunakan penerjemah:jika diperlukan
neuromuskuler   Sensory function : hearing & vision  (1-5)  Beri kalimat simple setiap kali bertemu, jika diperlukan
  Fear  self control  (1-5)  Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara
Kriteria hasil :  Dorong pasien untuk komunikasi secara perlahan dan untuk
 Komunikasi: penerimaan, interpretasi, dan ekspresi mengulangi permintaan
pesan lisan tulisan, dan non verbal meningkat  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara): ekspresi  Berdiri didepan pasien ketika berbicara
pesan verbal atau atau non verbal yang bermakna  Ajarkan pasien bicara esophagus jika diberlukan
 Komunikasi resertif (kesulitan mendengar):  Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang menggunakan
penerimaan komunikasi verbal dan non verbal yang
bermakna alat bantu bicara
 Perolehan informasi: klien mampu memperoleh  Berikan pujian prositive, jika diperlukan
informasi dan mengatur serta menggunakan  Anjurkan pada pertemuan kelompok
informasi  Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi
 Mampu mengontrol respon ketakutan dan stimulus komunikasi
kecemasan terhadap ketidakmampuan berbicara  Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan
 Mampu memanajemen kemampuan fisik yang informasi
dimiliki
 Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan
lingkungan sosial
5. Ansietas b.d NOC : NIC
ancaman kematian   Kontrol kecemasan  (1-5) Anxiety Reduction (penurunan
  Koping  (1-5) kecemasan)
kriteria hasil:  Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
gejala cemas  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan prosedur
menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
 Vital sign dalam batas normal takut
 Postur tubuh, ekspresiwajah, bahasa tubuh dan  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya prognosis
kecemasan  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
 Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi
 Kelola pemberian obat anti cemas.
6. Ketidakseimbangan NOC NIC:
nutrisi kurang dari   Nutrional status (1-5) Nutrition Management
kebutuhan tubuh b.d   Nutrional status: food and fluid intake (1-5)  Kaji adanya alergi makanan
peningkatan   Nutrional status: nutrient intake (1-5)  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
kebutuhan   Weight control (1-5) dan nutrisi yang dibutuhkan
metabolic Kriteria Hasil:  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
tujuan  Berikan substansi gula
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan  Yakinkan diet yang dimakanmengandung tinggi
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi serat untukmencegah konstipasi
 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi  Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsulkandengan ahli
 Tidak terjadi penurunan berat badan gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan mutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
  Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor tipe danjumlah aktivitas yang biasa digunakan
 Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwal pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, dan Hb
 Monitor makanankesukaan
 Monitor kalori danintake nutrisi
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
7. Resiko tinggi NOC NIC
infeksi b.d tidak   Immune Status  (1-5) Infection control (kontrol infeksi)
adekuatan   Knowledge : Infection control (1-5)  Pertahankan teknik aseptif
pertahanan utama   Risk control (1-5)  Batasi pengunjung bila perlu
Kriteria hasil:  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudahtindakan keperawatan
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Gunakan baju, sarung tangan sebagaialat pelindung
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuaidengan petunjuk
timbulnya infeksi umum
 Jumlah leukosit dalam batas normal  Gunakan kateter intermiten untukmenurunkan infeksi kandung
 Menunjukkan perilaku hidup sehat kencing
 Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam  Tingkatkan intake nutrisi
batas normal  Berikan terapiantibiotik:
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemikdan local
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Inspeksi kulit dan membran mukosaterhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dangejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropeniase tiap 4 jam
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang
dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan
yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan
menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang
diberikan kepada klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan
keperawatan secara independent, dependent, dan interdependent. Tindakan
independent yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk
atau perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tindakan dependent ialah
tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau dengan perintah
dokter atau tenaga kesehat lain. Tindakan interdependent ialah tindakan
keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain
seperti ahli gizi, radiologi,fisioterapi dan lain-lain.
Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan gagal napas perlu
diperhatikan ialah penanganan terhadap tidak efektifnya bersihan jalan napas,
Kerusakan pertukaran gas, Resiko tinggi kekurangan volume cairan,
Ansietas/ketakutan, dan Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi.
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat
digunakan sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang
dibuat. Evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan,
mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir dan untuk
mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan rencana atau perubahan
dalam membantu asuhan keperawatan.
Hasil yang diharapkan:
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri 
pulmonal, dan tanda-tanda vital adekuat.
b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang
minimal.
c. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu
tubuh dan jumlah sel darah putih.
d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat
komunikasi lainnya.
f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Ventilasi Mekanik. Diakses


http://JurnalKeperawatan.com/2017/14/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.
html (14 Februari 2017, 16.00)
Basuki, Chairul. 2012. Triase dalam  KGD. Diakses http://health and news darul muttaqin
.com/2017/14/ventilasi-mekanik.html (14 Februari 2017. 16.20)
Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. EGC:
Jakarta
Priangga, D. Satria. 2011. Ventilator Mekanis. Diakses http://satri adwi
priangga.com/2017/14/ventilator-mekanis.html (14 Februari 2014, 15.07)
Zahar, Nuraini. 2012. Konsep dasar ventilasi mekanik. diakses
http://nurainiperawatpjnhk.com/2017/14/ventilasi-mekanik.html (14 Februari,
17.02)

Anda mungkin juga menyukai