Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN BATU KANDUNG EMPEDU

(CHOLELITHIASIS)

STASE KEPERAWATAN BEDAH

oleh:
Sri Rahyuning Muthmainnah
NIM 202311101138
A. Definisi Cholelithiasis
Cholelithiasis yaitu endapan di dalam kantung empedu oleh cairan yang
berasal dari pencernaan yang mengeras. Kantung empedu merupakan organ
yang berbentuk kecil yang berada di bawah hati. Kantung empedu berfungsi
menampung cairan yang berasal dari pencernaan yang disebut empedu yang
selanjutnya di alirkan menuju duodenum (Tanaja dkk., 2020).

B. Anatomi Fisiologi

Sumber: (Littlefield dan Lenahan, 2019)

Kantung empedu terletak dibawah hati, memiliki panjang 8-12 cm,


berdaya tampung 60 m3. Saluran empedu terbentuk diantara duktus sistikus
yang memiliki panjang  3,5 cm dan duktus hepatikum (Sabri, 2020).
Terdapat beberapa bagian dari kantung empedu yaitu sebagai berikut:
1. Fundus vesika felea
2. Korpus vesika felea
3. Leher kandung kemih,
4. Duktus sistikus
5. Duktus hepatikus
6. Duktus koledokus (Sabri, 2020).
C. Epidemiologi
Cholelithiasis umumnya ditemukan pada pria sebesar 6% dan wanita
sebesar 9%. Cholelithiasis paling banyak ditemui di negara Amerika,
dibandingkan negara Afrika atau Asia. Kelebihan berat badan di mungkinkan
menjadi penyebab munculnya batu empedu pada kantung empedu. Sebanyak
80% penderita Cholelithiasis tidak menunjukkan gejala. Akan tetapi gejala
nyeri pada saluran empedu pasti akan dirasakan dan akan berkembang setiap
tahunnya pada 1% sampai 2% orang yang sebelumnya tidak menunjukkan
gejala. Penderita yang mulai merasakan gejala tersebut akan mengalami
komplikasi utama yaitu Cholelithiasis, pankreatitis, kolangitis yang
meningkat sebesar 0,1% sampai 0,3% per tahun (Tanaja dkk., 2020).

D. Komplikasi
Batu empedu jika berlangsung lama, akan menimbulkan komplikasi,
berikut komplikasi yang dapat terjadi yang disebabkan batu empedu:
1. Kolangitis yaitu kondisi saluran empedu yang mengalami peradangan
akibat batu empedu yang menyumbat saluran empedu
2. Hidrops yaitu kondisi kantung empedu yang mengalami penyumbatan
pada duktus sistikus yang mengakibatkan kantung empedu tidak terisi
empedu kembali secara normal
3. Emfiema yaitu kondisi dimana kantung empedu terisi oleh nanah. Kondisi
ini harus ditangani dengan segera agar tidak menimbulkan kondisi yang
lebih membahayakan
4. Kolesistisis yaitu kondisi kantung empedu yang mengalami
peradangan/infeksi, yang diakibatkan oleh penyumbatan pada leher
kantung empedu/duktus koledokus (Baloyi dkk., 2020).

E. Etiologi
Cholelithiasis dapat disebabkan oleh beberapa hal. Berikut penyebab
terjadinya Cholelithiasis, menurut (Tanaja dkk., 2020):
1. Kelebihan kolesterol
Empedu berfungsi melarutkan kolesterol yang dikeluarkan oleh hati. Akan
tetapi apabila hati menghasilkan kolesterol yang berlebih dari kapasitas yang
mampu dilarutkan oleh empedu, sisa kolesterol akan mengendap dan
mengkristal. Kristal terperangkap di dalam lendir kantung empedu, yang
kemudian menghasilkan lumpur kantung empedu. Sering berjalannya waktu,
kristal tumbuh dan membentuk batu dan menutup saluran yang menyebabkan
penyakit cholelithiasis.
2. Bilirubin yang berlebih
Bilirubin merupakan pigmen berwarna kuning yang berasal dari hasil sel
darah merah yang pecah, yang kemudian diskresikan ke dalam empedu oleh
sel hati. Keadaan hematologi tertentu dapat menyebabkan hati membuat
terlalu banyak bilirubin melaluli proses pemecahan hemoglobin.
3. Hipomotilitas kantung empedu
Apabila kantung empedu tidak kosong secara efektif, empedu dapat
menjadi terkonsentrasi dan membentuk batu empedu (Tanaja dkk., 2020).

F. Manifestasi klinis
Terdapat beberapa manifestasi klinis penyakit Cholelithiasis, berikut tanda
dan gejala Cholelithiasis:
1. Nyeri tiba-tiba pada daerah epigastrik (kuadran kanan atas perut) atau
kolik bilier
2. Nyeri pada daerah subskapular kanan/ bahu (Collins’ sign)
3. Nyeri punggung
4. Mual
5. Muntah
6. Anoreksia
7. Perasaan kenyang
8. Tidak mampu makan makanan berlemak
9. Diare kronis
10. Steatorrhea (tinja berminyak dan berbau busuk), terjadi karena lemak
yang tidak tercerna di duodenum (usus dua belas jari) karena kurangnya
empedu
11. Charcots triad, seperti demam, ikterus (jaundice) dan sakit perut
(Littlefield dan Lenahan, 2019).

G. Patofisiologi
Batu empedu kolesterol terbentuk dari sekresi kolesterol yang berlebih
yang dihasilkan oleh sel-sel hati dan hipomotilitas atau pengosongan kantung
empedu. Pada Cholelithiasis berpigmen, kondisi pergantian heme yang tinggi,
bilirubin dapat berada di dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi
dari biasanya. Bilirubin kemudian mengkristal dan membentuk batu.
Gejala dan komplikasi Cholelithiasis terjadi ketika batu menghalangi
duktus sistikus, duktus koledokus ataupun keduanya. Penyumbatan
(obstruksi) sementara dari duktus sistikus (batu bersarang di duktus sistikus
sebelum duktus membesar dan batu Kembali ke kantung empedu), hal itu
menyebabkan nyeri bilier akan tetapi hanya sebentar, yang dikenal dengan
Cholelithiasis. Penyumbatan batu di duktus sistikus yang berlangsung
permanen menimbulkan Cholelithiasis akut. Terkadang batu empedu dapat
melewati duktus sistikus sehingga bersarang di duktus koledokus, hal tersebut
menyebabkan terjadinya penyumbatan (obstruksi) dan penyakit kuning.
Komplikasi tersebut sering dikenal dengan Choledocholithiasis.
Apabila batu empedu melalui duktus sistikus, duktus koledokus dan
terlepas di ampula bagian distal duktus koledokus, pankreatitis batu empedu
dapat terjadi akibat penumpukan cairan dan peningkatan tekanan di saluran
pankreas dan aktivasi enzim pankreas secara in situ (didalam). Terkadang
batu empedu yang membesar dapat melubangi dinding kantung empedu dan
membuat fistula (terowongan bawah kulit) antara kantung empedu dan usus
besar atau kecil, yang menyebabkan obstruksi (penyumbatan) usus (ileus)
(Tanaja dkk., 2020).
Pembentulan batu Batu kalsium
Batu kolesterol Peradangan disekitar
berpigmen hitam bilirubin
hepatobilier

Pengeluaran SGPT,
H. Clinical Pathway SGOT (iritatif pada
CHOLELITHIASIS
Sumber: (Putra dkk., 2017; Tanaja dkk., 2020) Iritasi dinding duktus saluran cerna)
sistikus akibat
Batu terdorong menuju Gangguan aliran Aliran balik cairan gesekan dg batu Merangsang nervus
duktus sistikus empedu ke empedu ke hepar, vagal (N.X vagus)
duodenum melalui darah
Respon inflamasi
Menekan rangsangan
Obstruksi duktus
Mengganggu  jlh bilirubin dalam sistem saraf
sistikus
absorpsi vit A,D,E,K darah  permeabilitas vasa parasimpatis
dan perubahan
Distensi kantung hemodimaik  peristaltik usus dan
empedu Ikterus lambung
Defisiensi vit K
Penumpukan cairan
di intertitial
Fundus empedu menyentuh dinding Makanan tertahan di
Terjadi penumpukan
abdomen pada kartilago kosta 9 & 10 Gangguan lambung
bilirubin pada
pembekuan darah lapisan bawah kulit oedema
normal
Peregangan Gesekan empedu  produksi asam
fleksus seliakus dengan dinding  tekanan intra lambung
Gatal-gatal pada abdomen
Resiko perdarahan kulit
Nyeri akut Penekanan pada Mual
Resiko kerusakan lambung
integritas kulit
Pergerakan Nyeri terutama Pengaktifan pusat
Sulit tidur
tubuh terbatas pada saat inspirasi muntah (medula
oblongata)

Gangguan Gangguan pola Pola nafas tidak


mobilitas fisik tidur efektif Pengaktifan saraf kranialis ke wajah,
Defisit nutrisi Muntah kerongkongan, serta neuron-neuron motorik
spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma
I. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk memperkuat diagnosa
Cholelithiasis, berikut pemeriksaan penunjang untuk menunjang penegakan
diagnosa Cholelithiasis:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada batu kantung empedu tanpa gejala
umumnya tidak menunjukkan kelainan apapun. Jika terjadi peradangan atau
infeksi akut bisa menimbulkan leukositosis. Jika terjadi sindroma mirizzi,
akan ditemukan kelainan pada bilirubin serum yang menunjukkan kenaikan
ringan yang disebabkan oleh penekanan duktus koledokus oleh batu empedu.
Ketika terjadi serangan akut kadar fosfatase alkali serum dan kadar amilase
mengalami peningkatkan. Apabila terjadi penyumbatan pada duktus
koledokus dalam usus menurunkan absorbsi vitamin K, maka akan
menunjukkan penurunan kadar protrombin.

2. Sinar-X
Pemeriksaan ini dilakukan apabila terdapat kecurigaan pada penyakit
kantung empedu serta untuk mencegah penyebab gejala yang lain. Namun,
hanya sebesar 15-20% batu empedu yang dapat di klasifikasi agar tampak
dalam pemeriksaan sinar-X abdomen ini.

Hasil pemeriksaan sinar-X pada Cholelithiasis

3. Foto Polos Abdomen


Pemeriksaan foto polos abdomen umumnya tidak dapat memberikan
gambaran yang spesifik, hanya sekitar 10-15% kantung empedu yang
bersifat radioopak. Pada umumnya cairan empedu yang berkalsium tinggi
di dalam kantung empedu akan tampak pada foto pemeriksaan foto polos
abdomen. Pada kasus peradangan akut dengan kantung empedu yang
membesar atau hidrops, kantung empedu terlihat sebagai massa jaringan
lunak pada kuadran atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar
di fleksura hepatika. Pemeriksaan foto polos abdomen jarang dilakukan
pada kolir bilier dikarenakan nilai diagnostik yang cukup rendah.

Hasil pemeriksaan sinar-X pada Cholelithiasis

4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) memiliki tingkat spesifisitas yang
tinggi untuk mendeteksi adanya batu empedu serta pelebaran saluran empedu
intrahepatik ataupun ekstrahepatik. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dapat
melihat dinding kantung empedu yang menebal karena fibrosis atau oedem
yang disebabkan perdangan. Batu yang berada di duktus koledokus distal
terkadang sulit untuk dideteksi karena terhalang oleh udara didalam usus.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) juga dapat mendeteksi lebih spesifik
tingkat maksimum nyeri pada batu empedu yang gangren dibandingkan
dengan pemeriksaan palpasi biasa.
Hasil pemeriksaan Ultrasonografi (USG) pada Cholelithiasis

5. Kolesistografi
Pemeriksaan Kolesistografi oral digunakan untuk menunjukkan adanya
batu empedu dan mengkaji kemampuan kantung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, nerkontraksi, dan mengosongkan isinya.

Hasil pemeriksaan Kolesistografi pada Cholelithiasis

6. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Pemeriksaan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
menggunakan sebuah kanula yang dimasukkan ke dalam saluran empedu dan
duktus pankreatikus, yang kemudian bahan tersebut disuntikkan de dalam
saluran tersebut untuk memungkinkan gambaran serta evaluasi percabangan
pada bilier. Pemeriksaan ERCP menunjukkan gambaran saluran empedu yang
terdapat batu didalammnya.
Hasil pemeriksaan ERCP pada Cholelithiasis

7. PTC
Pemeriksaan Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
merupakan penyuntikan bahan kontras yang dilakukan langsung ke dalam
percabangan bilier. Bahan kontras tersebut berukuran besar, sehingga akan
tampak jelas duktus hepatikus di dalam hati, keseluruhan panjang duktus
koledokus, duktus sistikus dan kantung empedu.

8. Computed Tomografi (CT)


Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) bertujuan untuk melihat ada
tidaknya batu empedu, pertambahan permukaan pada saluran empedu serta
koledokolitiasis.

Hasil pemeriksaan CT pada Cholelithiasis


9. MRI dan MRCP

(a) Hasil pemeriksaan MRCP, (b) Hasil pemeriksaan MRI


(Rizky dan Abdullah, 2018).

J. Penatalaksanaan Medis
Penanganan cholelithiasis dibagi menjadi dua kategori yaitu batu empedu
tanpa gejala dan batu empedu dengan gejala. Berikut penjesalan lebih lanjut:
Penatalaksanaan Batu empedu tanpa gejala:
1. Konseling
Konseling disini terkait gejala kolik bilier atau nyeri yang muncul saat
batu empedu berpindah dan mengalangi saluran empedu, yang biasanya
terjadi secara teratur dan kapan harus mencari pertolongan medis.
2. Analgesia oral/parenteral
Cholelithiasis tanpa komplikasi dapat diobati dengan analgesia oral atau
parenteral pada unit gawat darurat setelah diagnosa ditegakkan dan diagnosa
alternatif dikecualikan.
3. Diet
Penderita Cholelithiasis disarankan untuk diet guna mengurangi gejala
yang berulang dan di rujuk ke ahli bedah umum untuk kolesistektomi
laparoskopi elektif. Penderita dianjurkan untuk mengurangi makanan
berlemak (seperti margarin, keju, daging berlemak, biskuit), makanan dengan
kadar gula tinggi.
Penatalaksanaan Batu empedu dengan gejala:
1. Konsultasi bedah
2. Aantibiotik intravena
3. ERCP/MRCP (Tanaja dkk., 2020).

K. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
2. Diagnosa Medik: Batu kandung empedu (Cholelithiasis)
3. Keluhan Utama:
Pada pasien cholelithiasis pada umumnya merasakan nyeri abdomen pada
kuadran kanan atas, nyeri menjalar hingga pundak, mual muntah, perut
kembung, jaundice
4. Riwayat penyakit sekarang: pengkajian PQRST pada nyeri
5. Riwayat kesehatan terdahulu:
Pengkajian terkait penyakit yang diderita klien
6. Riwayat penyakit keluarga:
Pengkajian terkait riwayat penyakit dalam keluarga, apakah ada penyakit
turunan yang menular atau tidak

Pengkajian Fisik
A. Head to Toe
1. Kesadaran : CM
Kesadaran umum : lemah
2. Kepala
Bentuk : Simetris ka/ki
Rambut : Hitam
Mata : baik, konjungtiva anemis
Hidung : bersih, polip (-)
Telinga : baik, serumen (-)
Mulut : mukosa lembab
3. Paru
I: simetris ka/ki, tidak ada otot bantu nafas
P: taktil fremitus simetris ka/ki
P: bunyi sonor
A: Vesikuler
4. Jantung
I: Simetris ka/ki, iktus cordis (-)
P: Iktus cordis tidak teraba, edema (-)
P: bunyi pekak
A: suara normal batas jantung
5. Abdomen
I: simetris, luka operasi (+)
A: Suara bising usus 14 x/ menit
P: nyeri tekan (+) kuadran 1
P: Tympani
6. Ekstremitas
Atas : ada selang infus, kekuatan otot 5, kuku bersih
Bawah : kekuatan otot 5, kuku bersih

B. Pemeriksaan Fisik B6
B1 : frekuensi nafas , pendek, tertekan
B2 : Takikardi, demam, resiko perdarahan (kekurangan vitamin K)
B3 : nyeri perut bagian kanan atas yang menyebar ke bahu, merasa
gelisah
B4 : urin berwarna gelap
B5 : distensi abdomen, feses warna gelap, teraba massa di kuadran kanan
atas
B6: lemah, kulit berwarna kuning, berkeringat, gatal-gatal

2) Dx Keperawatan
Dx keperawatan pada klien dengan cholelithiasis adalah sebagai
berikut:
1. Nyeri akut (D.0077)
2. Defisit nutrisi (D.0019)
3. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
4. Gangguan pola tidur (D.0055)
5. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan (D.0139)
6. Resiko perdarahan (D.0012) (PPNI SDKI, 2016).

3) Perencanaan keperawatan
No Dx (SDKI) Luaran (SLKI) Perencanaan (SIKI)
1. Nyeri akut Tujuan: Manajemen nyeri
Setelah dilakukan tindakan asuhan (I.08238)
keperawatan selama 2x24jam diharapkan nyeri Observasi:
dapat teratasi, dengan kriteria sebagai berikut: 1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas,
Kontrol nyeri (L.08063) intensitas nyeri
Ditingkatkan ke 2. Identifikasi skala nyeri
Indikator Awal 3. Identifikasi respons
1 2 3 4 5
Melaporkan 2 4 nyeri non verbal
nyeri Teraputik:
terkontrol Fasilitasi istirahat dan
tidur
Ditingkatkan ke Edukasi:
Indikator Awal 1. Jelaskan penyebab,
1 2 3 4 5
periode, dan pemicu
Keluhan 2 4
nyeri
nyeri
2. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
Tingkat nyeri (L.08066)
untuk mengurangi rasa
Ditingkatkan ke
Indikator Awal nyeri
1 2 3 4 5 Kolaborasi:
Keluhan 1 4 Kolaborasi pemberikan
nyeri analgetik, jika perlu
Meringis 1 4
Gelisah 2 4
Kesulitan 2 4
tidur

Ditingkatkan ke
Indikator Awal
1 2 3 4 5
Tekanan 2 4
darah
Pola tidur 2 4
2. Defisit nutrisi Tujuan: Manajemen nutrisi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (I.03119)
2x24jam diharapkan defisit nutrisi teratasi, Observasi:
dengan kriteria sebagai berikut: 1. Identifikasi status
nutrisi
Kriteria Hasil: 2. Monitor asupan
Status nutrisi (L.06053) makanan
Ditingkatkan ke 3. Monitor berat badan
Indikator Awal Terapeutik:
1 2 3 4 5
Porsi makanan 2 4 Berikan makanan tinggi
yang kalori dan tinggi protein
dihabiskan Edukasi:
Anjurkan posisi duduk,
Ditingkatkan ke jika mampu
Indikator Awal Kolaborasi:
1 2 3 4 5
1. Kolaborasi
Nyeri 1 4
pemberian medikasi
abdomen
sebelum makan (mis.
Pereda nyeri,
Ditingkatkan ke
Indikator Awal antiemetik), jika
1 2 3 4 5 perlu
Berat badan 1 4 2. Kolaborasi dengan
Indeks Masa 2 4 ahli gizi untuk
Tubuh menentukan jumlah
(IMT) kalori dan jenis
Frekuensi 2 4 nutrien yang
makanan dibutuhkan, jika
Membran 2 4 perlu
mukosa
3. Gangguan mobilitas Tujuan: Dukungan ambulasi
fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (I.06171)
2x24jam diharapkan gangguan mobilitas Observasi:
pasien dapat teratasi, dengan kriteria sebagai Identifikasi adanya nyeri
berikut: atau keluhan fisik
lainnya
Kriteria Hasil: Teraputik:
Mobilitas fisik (L.05042) Fasilitasi melakukan
Ditingkatkan ke mobilisasi fisik
Indikator Awal Edukasi:
1 2 3 4 5
Pergerakan 2 4 Jelaskan tujuan dan
ekstremitas prosedur ambulasi
Kekuatan 2 4 Anjurkan melakukan
otot ambulasi dini
Rentang 2 4
gerak(ROM) Dukungan mobilisasi
(I.05173)
Ditingkatkan ke Observasi:
Indikator Awal Identifikasi adanya nyeri
1 2 3 4 5
atau keluhan fisik
Nyeri 2 4
lainnya
Kecemasan 2 4
Monitor kondisi umum
Kaku sendi 2 4 selama melakukan
Gerakan tidak 2 4 mobilisasi
terkoordinasi Terapeutik:
Gerakan 2 4 Fasilitasi melakukan
terbatas pergerakan
Kelemahan 2 4 Edukasi:
fisik Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
(PPNI SIKI, 2018; PPNI SLKI, 2018).

Anda mungkin juga menyukai