Anda di halaman 1dari 8

MILESTONE

TUGAS INDIVIDU

oleh :
Vania Abidah Qutrottunnada
NIM 192310101162

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
MILESTONE

Masa taaruf

Perkenalan Antara ayah dan mama saya bermula melalui proses taaruf
yang dilakukan oleh budhe sulasih yang merupakan saudara ayah saya. Proses
taaruf ini berjalan selama 2 bulan yaitu dengan cara bertukar foto dan biodata
kemudian memberi jawaban apakah mantap di hati ataukah tidak. Pada saat itu
tinggal ayah saya yang menunggu kepastian dari mama saya. Kemudian mama
saya memberitahukan kepada mbahuti dan mbahkung foto serta biodata ayah
saya ternyata mereka setuju mama saya menikah dengan ayah saya. Dan
karena mama saya orangnya sangat penurut atas keputusan mbahuti dan
mbahkung saya, mama saya percaya bahwa pilihan orang tua pasti yang terbaik
bukan hanya untuk sekarang tetapi untuk kedepannya juga.

Kemudian setelah taaruf berjalan dengan lancar, mama dan ayah


langsung mengadakan lamaran seperti pada umumnya. Selang 2 bulan setelah
lamaran, acara pernikahan pun digelar yang bertempat di kampung halaman
mama saya yaitu di Ploso Buden Lamongan pada tanggal 10 juli 2000 kemudian
di lanjut dengan acara kecil di kampung halaman ayah saya di Sidayu Gresik.
Setelah menikah mama dan ayah saya tinggal di rumah nenek dan kakek dari
ayah saya untuk sementara. Selang 4 bulan setelah menikah mama saya hamil
anak pertama yaitu saya sendiri. Mama saya bercerita kepada aya bahwa saat
mengandung saya tidak merepotkan sama sekali tidak pernah mual, pusing dan
lain-lainnya yang biasanya para ibu alami saat mengandung bayi. Malah saat itu
napsu makan mama saya malah bertambah ingin makan terus hingga berat
bandannya bertambah sampai dikira mama saya hamil anak kembar . Kemudian
pada tanggal 07 juli 2001 lahirnya saya bertempat di RS Muhammadiyah
Lamongan dengan berat 3,8 gram dan diberi nama Vania Abidah Qutrottunnada.
diberikannya nama Vania merupakan keinginan mama saya yang berarti karunia
sedangkan Qutrottunnada merupakan keinginan ayah saya yang berarti tetesan
embun kemudian di gabung dengan abidah yang berarti yang taat beribadah
kepada Allah.

Setelah saya dilahikan, saya berada di rumah mbahuti dan mbahkung


saya dari mama sampai usia 17 bulan baru kembali ke rumah nenek dan kakek
saya dari ayah kemudian saat usia 18 bulan berpindah ke rumah pribadi yang
lokasinya tak jauh dari rumah nenek dan kakek saya dari ayah. Hingga saat ini
mama dan ayah saya di karuniai oleh tiga anak yang meramaikan rumah tangga
mereka dengan perbedaan umur 6 tahun yang cukup jauh dari saya ke adik
saya. Dan menurut saya rumah tangga keluarga ayah dan mama saya berjalan
dengan sangat bahagia meskipun melalui proses taaruf dan itu mengubah
pandangan saya bahwa alas an menikah itu harus saling mencintai terlebih
dahulu atau harus berpacaran dahulu semacam itu, ternyata itu tidak masalah
sama sekali. Kedekatan rumah tangga dapat dibina setelah pernikahan,
kemudian timbul rasa suka satu sama lain seiring berjalannya waktu. Dalam
islam pun malah sangat dianjurkan untuk bertaaruf, karena pacaran dianggap
sebagai kesenangan yang tidak berlangsung lama, dan dianggap jalan menuju
perbuatan zina dan maksiat. Dari sini saya belajar banyak dari cerita cinta kedua
orang tua saya.

Trust vs Mistrust ( Percaya & Tidak Percaya, 0-18 bulan)

Menurut teori erikson pada fase ini merupakan hal pertama yang akan
dipelajari seorang anak atau bayi dari lingkungannya adalah rasa percaya pada
orang di sekitarnya, terutama pada ibu atau pengasuhnya yang selalu bersama
setiap hari. Pada fase ini mama saya bercerita kepada saya bahwa sampai usia
2 bulan saya sering rewel dan menangis serta minta di gendong kapanpun
hingga mama saya terkadang kuwalahan dan bergantian dengan mbahuti dari
mama saya. Pada saat malam hari agar saya dapat terlelap saya harus di
gendong terlebih dahulu atau dengan di tepuk-tepuk punggung saya, dengan
diperlakukan seperti itu saya merasa nyaman dan aman sehingga pada fase ini
saya sangat bergantung pada mama saya, tanpa mama saya tidak bisa apa apa.

Otonomi vs Malu dan Ragu – ragu (Autonomy vs Shame and Doubt, 18


bulan – 3 tahun)

Pada fase ini saya sudah bisa berjalanan, berdiri, dan berbicara tanpa
ada bantuan dari ayah maupun mama tetapi untuk makan sendiri saya bisa saat
memasuki TK sekitar usia 2-2,5 tahun. Menurut erikson, saat fase ini anak
cenderung aktif dalam segala hal. Sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak
membatasi ruang gerak anak serta memberikannya kesempatan bereksplorasi
sendiri dengan dibawah bimbingan akan dapat membentuk anak menjadi pribadi
yang mandiri serta percaya diri. Sebaliknya, jika orang tua membatasi dan
bersikap keras kepada anak, dapat membentuk sang anak berkembang menjadi
pribadi yang pemalu dan tidak memiliki rasa percaya diri, dan juga kurang
mandiri. Anak dapat menjadi lemah dan tidak kompeten sehingga selalu merasa
malu dan ragu – ragu terhadap kemampuan dirinya sendiri. Contohnya saja
seperti yang terjadi pada saya, saat fase ini saya sangat suka berkeliling,
bermain, berjalan kesana kemari dan mencoba apapun yang baru tetapi orang
tua saya tidak pernah melarang hal tersebut, tetapi tetap harus dalam
pengawasan orang tua saya. Agar hal-hal yang tidak diinginkan atau
membahayakan dapat dicegah.

Saya juga di ajarkan oleh orang tua saya untuk mandiri sejak dini,
contohnya saja saat saya membutuhkan sesuatu barang jika bisa saya
mengambilnya sendiri, maka ambil sendiri tanpa meminta tolong orang tua
kecuali barang itu berada diatas lemari atau semacamnya, agar kebiasaan
tersebut tidak menjadi kebiasaan jelek saat dewasa kelak. Contohnya lagi, saat
saya mengompol di kasur, mama saya kemudian memberitahu saya agar
sebelum tidur harus ke kamar mandi terlebih dulu. Jika kalau saat tengah malam
ingin kencing langsung ke kamar mandi jangan malah tidur lagi dan jika takut
bisa membangunkan mama. Kemudian setelah kebiasaan tersebut diulang-ulang
kemudian saya mulai terbiasa dan secara perlahan sudah jarang bahkan tidak
pernah mengompol lagi.

Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Rasa Bersalah, 3 – 6 tahun)

Menurut erikson pada fase ini Anak usia prasekolah sudah mulai
mematangkan beberapa kemampuannya dalam segi apapun. Sesuai fase ini,
saat saya berusia 3-6 tahun saya sudah mulai belajar menggambar yang mudah
seperti gunung, rumah, dan pohon, mama saya juga sering sekali memberi saya
contoh bagaimana menggambar gunung, matahari, rumput, pohon, dan masih
banyak lainnya, yang kemudian bisa saya terapkan sendiri dalam buku gambar
saya. Saya juga sangat suka mewarnai. Jadi dulu saya sangat suka mengoleksi
buku untuk mewarnai yang biasanya banyak dijual di jalan raya saat lampu
merah. Saya juga gemar menyanyi lagu anak-anak seperti cicak-cicak, naik-naik
ke puncak gunung dan masih banyak yang lainnya. Pernah juga saat berumur
sekitar 5 tahun saat di taman kanak-kanak saya pernah mengikuti fashion show
untuk memperingati hari kartina pada saat itu.

Mama dan ayah saya juga sangat menekankan kejujuran. Saya


harus berbicara jujur, berbicara apa adanya mengenai kesalahan saya sesuai
realita yang ada. Saat kecil saya pernah melakukan kesalahan dikarnakan ingin
jajan tapi takut meminta uang hingga terpaksa mengambil uang dan juga
perasaan iri terhadap teman atau saudara dekat sendiri karena memiliki barang
yang menurut kita bagus dan kita ingin memilikinya. Saat mama saya
mengetahui perbuatan saya tersebut, mama saya memarahi saya dan
memberitahukan kepada saya bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan
yang buruk dan tidak pantas dilakukan, yang akan menyebabkan tidak disukai
banyak orang. Kemudian hukumannya harus meminta maaf atas kesalahan yang
kita perbuat kepada orang yang bersangkutan dan berjanji tidak akan
mengulanginya lagi.

Industry vs Inferiority ( Tekun vs Rasa Rendah Diri, 6-12 tahun)


Sesuai teori erikson fase ini juga dapat disebut latensi. Pada fase ini anak
sudah siap untuk meninggalkan rumah dan orangtua dalam waktu terbatas untuk
bersekolah. Dalam periode ini anak harus menguasai keahlian social untuk
berinteraksi terhadap lingkungan sekitar. Saat saya berusia sekitar 7 tahun saya
sudah mulai duduk di bangku Sekolah Dasar. Awalnya memang butuh
pembiasaan terhadap lingkungan baru. Tetapi lambat laun saya mulai terbiasa
dan mulai memiliki teman. Memang pada awalnya saya jika belum mengenal
orang tersebut akan sedikit pemalu dan canggung tetapi karna terbiasa
mengobrol dan bercanda saya akan menjadi anak yang ramai. Saya juga mulai
memiliki banyak kenalan baik dari sebaya maupun kakak kelas karena saya
pernah mengikuti ektrakulikuler pramuka dan drumband pada saat itu.

Identity vs Role Confusion ( Identitas vs Kebingungan Peran, 12-18 tahun)

Pada fase ini, sesuai teori erikson saya mengalami banyak sekali
pengalaman saat masa pubertas ini. Saya mulai memperhatikan penampilan dan
bentuk tubuh serta pengalaman saya dala mencari jati diri dan minat saya.
Dahulu saya sangat plin plan dalam memilih cita-cita saya untuk kedepannya.
Saat berumur sekitar 13 tahun, dahulu saya sangat ingin menjadi pembawa
berita. Ketertarikan saya di mulai saat saya melihat pembawa berita di salah satu
saluran televisi. Dan kebetulan om saya juga bekerja sebagai pembawa berita di
salah satu saluran televisi yang lumayan terkenal. Pekerjaan om saya sangat
sibuk sekali sehingga jarang pulang untuk menemui keluarganya mungkin
seminggu hanya beberapa kali itu kalau sempat. Kemudian saya merasa bahwa
pekerjaan tersebut kurang cocok untuk saya sebagi wanita yang nantinya akan
menjadi seorang ibu.akhirnya saya mundur dari keinginan saya menjadi
pembawa berita.

Kemudian saat saya berumur sekitar 16 tahun rasa ketertarikan saya


terhadap dunia medis muncul karena pengaruh oleh mama saya sendiri. Karena
profesi mama saya ialah sebagai seorang bidan. Mulai tumbuh rasa senang saat
melihat mama saya mengobati pasiennya dan nantinya saat berpapasan
dengan saya dan mama saya pasien tersebut sudah kembali sehat seperti
biasanya. Terkadang mama saya juga sering bercerita tentang kejadian dengan
pasiennya di tempat kerjanya saat sepulang kerja. Saya merasa bahwa
pekerjaan sebagai tenaga medis ialah pekerjaan yang sangat mulia. Saat saya
memberitahukan mama saya bahwa saya juga ingin seperti mama menjadi
tenaga medis, mama saya memberithukan jika saya bercita-cita menjadi tenaga
medis saya harus niat dalam hati mulai dari sekarang karena pekerjaan ini tidak
boleh dianggap enteng karena langsung berurusan dengan manusia atau nyawa
sekalipun. Mama saya juga sangat memberikan dukungan atas minat saya
dengan berkata bahwa saya pantas menjadi bagian dari tenaga medis.
Tidak hanya keluarga saya yang memberikan dukungan, saya juga di
dukung oleh sahabat-sahabat yang telah menemani saya sejak masa putih abu-
abu. Mereka selalu ada untuk saya jika saya mengeluh akan pelajaran yang saya
rasa tidak mampu mereka selalu menyemangati saya dan mengajari saya apa
yang tidak saya mampu. Mereka selalu memberikan dukungan terhadap cita-cita
saya tersebut tidak pernah sekalipun meremehkan malah mereka berkata bahwa
saya cocok menjadi bagian dari tenaga medus. Misalkan saja saat saya gagal
dalam tes masuk perguruan tinggi sahabat-sahabat saya selalu memberitahukan
bahwa jangan menyerah terlebih dahulu masih banyak jalan agar kamu bisa
mewujudkan cita-citamu dan akhirnya dengan dukungan satu sama lain akhirnya
kita semua sekarang di terima di perguruan tinggi yang kita impi-impikan. Jadi
kedekatan kami terjadi sejak kelas kelas satu SMA hingga sekarang dan tidak
hanya mereka yang memberikan semangat dan dukungan kepada saya, saya
juga ada untuk mereka disaat apapun.

Anda mungkin juga menyukai