Anda di halaman 1dari 15

AUTOBIOGRAFI

Nia Ramadhani
NIM : 230512501001

Namaku Nia Ramadhani. Orang-orang cenderung memanggilku dengan Nia, atau


bahkan Nioo. Aku lahir di Makassar, tepatnya pada 04 November 2004. Aku
merupakan anak tunggal, tidak memiliki kakak, maupun adik. Ayahku bernama
Ismail, dan Ibuku bernama Fatmawati. Pekerjaan sehari-hari mereka ialah
berjualan. Aku bukan berasal dari keluarga kaya-raya, maka dari itu orang tuaku
perlu bekerja lebih keras untuk memenuhi keinginanku. Aku sering kali
membantu mereka berjualan, agar aku tidak hanya menjadi beban mereka.

Aku lahir di kota ini, Makassar dan besar di kota ini juga. Sebelum aku diberi
nama Nia Ramadhani, orang tuaku terlebih dahulu memberikan aku nama Fitri
Ramadhani, sebab aku lahir sehari sebelum Idul Fitri, namun karena aku sering
sakit-sakitan sedari kecil, akhirnya kedua orang tuaku memutuskan untuk
mengganti namaku menjadi Nia Ramadhani.

Ketika aku menginjak usia 5 tahun, aku terpaksa berpisah dengan ibuku untuk
sementara waktu. Aku ikut ayahku ke salah satu Kabupaten yaitu Kabupaten
Gowa. Aku menjalani masa kanak-kanakku disana. Aku di daftarkan di salah satu
TK Islam Bajeng. Keseharianku seperti anak-anak pada umumnya, bermain,
bermain dan bermain. Aku memiliki hobi bermain sepeda pada masa itu, seperti
anak lain pada umumnya. Aku tinggal di Kabupaten Gowa, bersama ayahku, tidak
dengan ibuku. Tapi syukurlah ketika aku disana, aku punya kenalan yang baik dan
siap menemaniku.

Semasa aku kecil, aku termasuk anak yang susah diatur, nakal, tapi cengeng.
Seringkali ketika aku tidak melihat ayahku berdiri di depan pintu kelasku, aku
akan menangis sejadi-jadinya. Maka dari itu, aku memiliki sifat cengeng dan juga
sensitif. Dikarenakan aku cengeng, ayahku cukup protektif dalam menjagaku, dan
sejak saat ini pula aku disebut anak ‘strict parents’ dalam artian anak yang
memiliki orang tua yang cukup ketat.

Aku salah satu pencinta kucing sejak kecil, aku sering menghabiskan waktuku
dengan bermain bersama kucing, bagiku kucing adalah obat dari segala kesedihan,
hingga kini aku masih menyukai kucing.

Setelah aku dinyatakan lulus dari TK, aku pun kembali ke kota kelahiranku, yaitu
Makassar. Waktu itu aku dijemput oleh ibu, rasanya senang sekali bisa bertemu
ibu lagi, setelah setahun aku tidak melihat wajah beliau. Aku bilang, aku rindu
ibu, aku rindu masakan ibu, belaian ibu, dan cara ibu meredakan tangisku.

Setelah beberapa waktu kemudian, akhirnya aku kembali ke kota kelahiranku.


Mataku berbinar tatkala aku melihat ke arah kaca mobil yang sedang kami naiki,
padahal baru saja setahun aku pergi, aku sudah sangat rindu rumah.

Akhirnya di kota inilah, aku menempuh pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah


Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga ke jenjang perkuliahan.

Aku menempuh pendidikan SD di salah satu sekolah yang jaraknya tak begitu
jauh dari rumahku yaitu SD Inpress Pajjaiyang. Selama 6 tahun aku bersekolah
disana, selama itu pula aku banyak menemukan hal-hal baru, termasuk teman-
teman dan guru-guru yang baik. Selama aku SD, kedua orang tuaku berjualan di
sebuah pasar malam, tiap hari aku ikut bersama mereka hingga larut malam, aku
senang membantu mereka berjualan, lewat sana juga aku bertemu sangat banyak
teman baru, mereka semuanya baik, dan cukup membuatku nyaman.

Ketika umurku menginjak 8 tahun, aku punya banyak teman dirumah, salah
satunya adalah Icaa, aku dan dia berteman sejak kami masih menginjak bangku
kelas 4 SD, tak lupa pula dengan Cici, kami selalu bertiga kemanapun itu. Seiring
berjalannya waktu, perlahan-lahan dari mereka mulai pindah, dan, tersisa aku dan
Icaa. Kami begitu dekat, layaknya saudara tak sedarah, hingga kami dewasa.

Kala itu, aku berumur 12 tahun, orang tuaku merayakan ulang tahunku secara
besar-besaran, dibantu dengan teman dekat ibuku. Aku bahagia saat itu, untuk
pertama kalinya di dalam hidupku ulang tahunku dirayakan, aku mengundang
banyak teman-temanku, termasuk teman sekolah, teman bermain dirumah, hingga
teman-temanku semasa aku disana.

Menginjak usia belasan, tepatnya ketika aku berumur 13 tahun, aku memilih
untuk masuk ke salah satu SMP Unggulan, yaitu SMPN 25 Makassar. Aku
berharap ketika aku menginjakkan kakiku disana, aku bisa mendapatkan banyak
hal-hal baik di dalam hidupku. Rupanya aku salah, aku menjadi salah satu korban
bullying oleh teman-temanku, selama tiga tahun bersekolah disana, aku menjadi
anak yang introvert, sulit berbaur dengan keadaan sekitar, dan cenderung selalu
menyendiri. Aku memiliki seorang teman yang bernama Juli, dari banyaknya
temanku, hanya dia satu-satunya tulus menemaniku. Aku harap dimanapun dia
berada, dia tetap dalam lindungan Tuhan.

Sejujurnya aku tidak pernah menyangka akan mendapatkan hal yang tidak
sepantasnya, tapi aku bersyukur aku diberi pundak yang kuat oleh Tuhan, agar aku
bisa melewati pahitnya masa-masa itu. Pada waktu itu, ibuku sakit-sakitan,
mengharuskan kami menghabiskan banyak tabungan demi kesembuhan beliau.

Selama aku bersekolah disana, aku termasuk anak yang cukup baik dalam hal
akademik, aku selalu memperoleh peringkat yang baik setiap tahunnya. Aku juga
pernah mengikuti beberapa lomba yaitu cerdas cermat, quiz, dan musik. Aku
bersyukur sebab aku memiliki sedikit bakat dalam hal tersebut setidaknya, aku
bisa sedikit lebih dipandang oleh teman-temanku.

Selama aku SMP, aku memiliki minat di pelajaran bahasa Indonesia, aku selalu
aktif dalam sesi tanya jawab apabila pelajaran bahasa Indonesia sedang
berlangsung. Namun, aku begitu lemah di bahasa Inggris, apalagi matematika.
Sewaktu aku masih kelas 7, guruku sampai geleng-geleng kepala menghadapi aku
yang mengartikan bahasa inggris kata demi perkata, yang tentu saja malah
merusak caraku berbahasa inggris. Ketika aku menginjak kelas 8, aku juga ditegur
berkali-kali akibat kebodohanku dalam matematika, aku selalu mengulang
kesalahan yang sama dalam satu soal matematika, sebab aku benar-benar bodoh
dalam itu.

Aku juga sempat mengikuti beberapa esktrakurikuler ketika SMP, salah satunya
adalah Palang Merah Remaja atau yang biasa disebut PMR. Namun, tidak
berlangsung lama dikarenakan fisikku yang terbilang lemah dan suka sakit-
sakitan.

Aku memiliki minat yang besar di dunia literasi, aku sudah membaca banyak
buku, baik itu buku cerita, novel, maupun buku pengetahuan lainnya. Terkadang
aku menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk duduk dan membaca buku di
perpustakaan. Minatku dalam hal membaca dimulai ketika umurku menginjak 11
tahun, rasanya membaca adalah hal yang menyenangkan, aku bisa mendapatkan
banyak hal baru, dan semakin aku belajar semakin aku paham bahwa masih
banyak jutaan ilmu lainnya yang perlu aku pelajari.

Setelah 3 tahun berlalu, akhirnya aku dinyatakan lulus dari sana, dan waktunya
untuk diriku mulai berjuang lagi mencari SMA sesuai keinginanku. Sayangnya,
saat itu, Covid-19 tengah merebak, aku yang awalnya berencana sekolah di salah
satu SMK terpaksa mengurungkan niatku untuk bersekolah disana sebab perihal
biaya. Orang tuaku tidak mampu untuk menyekolahkanku disana, akibat Covid-19
menyebabkan keuangan keluargaku merosot.

Sampai pada akhirnya, aku didaftarkan di salah satu sekolah yaitu SMAN 22
Makassar. Awalnya aku tidak ingin bersekolah disini, sebab ini tidak sesuai
keinginanku. Namun, aku mengerti dengan keadaan keluargaku, akhirnya aku
menerimanya dengan hati lapang. Hari dimana ketika aku mengurus berkas
pendaftaran kesana kemari, cukup menguras tenagaku. Aku sempat beberapa kali
memaki keadaan, tapi tak kutunjukkan di hadapan kedua orang tuaku, sebab aku
tahu, mereka selalu ingin yang terbaik untuk anak semata wayangnya ini.

Hari demi hari berlalu, dikarenakan Covid-19 masih tak kunjung menghilang,
mengharuskan aku dan teman-teman baruku mengikuti pembelajaran secara
daring. Ini adalah hal pertama kalinya yang aku lakukan, rasanya aneh,
pembelajaran sulit dimengerti, belum lagi terkendala jaringan, kuota internet
habis, dan lain sebagainya.

Aku selalu berpikir, kapan pandemi ini berakhir? Aku ingin bersekolah tatap
muka, meskipun harus selalu bangun pagi, tapi aku rasa itu cukup jauh lebih baik
daripada harus berhadapan dengan paparan materi dilayar handphone yang tak
kunjung membuatku paham.

Awalnya seru-seru saja, namun lama kelamaan semakin suntuk, aku tidak
mengerti sedikit pun materi yang dipaparkan guru-guruku di layar handphone ku.
Aku malah beralih ke layar landscape, ya alias aku bermain game.

Covid-19 merenggut banyak waktu remajaku, seharusnya pada umumnya aku bisa
berkumpul-ria bersama teman-temanku, namun nyatanya tidak. Aku cenderung
menghabiskan waktu di gadget-ku hampir 24 jam sampai aku sendiri kadang
jenuh. Memainkan layar handphone ku, sembari berteriak kepada teman mainku,
untuk membantuku yang cukup bodoh dalam bermain game online. Tapi, aku
tetap bermain, toh untuk menghilangkan rasa bosan dan suntuk akibat belajar.

Hari itu, MOS dilaksanakan secara online, jujur, ini adalah pengalaman baru aku
alami, karena selama ini, ketika aku MOS itu pasti akan berkeliling sekolah,
berlari kesana kemari meminta tanda tangan kakak OSIS, bahkan tak jarang
mereka minta di follow Instagram-nya dan juga memberikan mereka coklat.
Terdengar sedikit gila, tapi cukup menarik untuk diikuti.

Itu semua tidak akan terjadi di masa Covid-19 melanda seperti ini, boro-boro
keliling sekolah, kita disuruh mengenakan seragam sekolah dan menyalakan
kamera di zoom dan itu jelas membuatku suntuk seharian. Selama zoom
berlangsung, aku tidak menemukan sesuatu yang menarik perhatianku sedikit pun,
akhirnya aku memutuskan bolos. Iya, aku bolos. Hari pertama pula.

Aku mulai menyalakan handphoneku dan satu persatu mulai mencari teman untuk
bermain. Sampai larut malam, dan itu terus berlanjut untuk beberapa bulan ke
depan.
Hari itu, layaknya siswa baru, kita akan bergabung di suatu grup, yang isinya
teman-teman sekelas kita semua, dan yak! Aku tidak mengenal satu pun manusia
yang berada disana, benar-benar semuanya asing! Aku tidak mengenal siapapun
yang ada di dalam grup kelas tersebut. Aku juga sempat memiliki perasaan takut
berteman karena aku takut kejadian di masa SMP ku kembali terulang, maka dari
itu, aku sangat menutup diri pada awalnya. Namun, seiring berjalannya waktu,
aku sadar, ternyata bergaul tidak semenakutkan itu, aku menemukan banyak
teman-teman baik semasa aku SMA.

Selama aku menjadi anak SMA, aku mulai tergiur dengan game online, padahal
dulu, aku teramat tidak suka dengan game online, bahkan aku sempat membuat
sebuah pidato berjudul dampak buruk game online, dan malah aku sendiri yang
terkena dampak buruk dari game online tersebut. Aku mengakui, aku termasuk
kecanduan game online pada masa pandemi, aku sering menghabiskan waktuku
hampir 24 jam didepan handphone hanya untuk bermain game, bahkan aku
seringkali melupakan tugasku. Akibatnya, nilaiku hancur berantakan selama 1,5
tahun atau setara dengan 3 semester, selama itu pula nilaiku hancur berantakan
yang awalnya aku selalu bertahan di 2 besar, kini aku menurun drastis ke 14 besar.

Orang tuaku kecewa, mereka sering memarahiku, kata mereka, ini bukan aku
yang dulu, aku sekarang malas belajar, suka menunda tugas, bahkan aku
cenderung suka membantah apabila ditegur perkara game. Aku selalu
mengangumi game dengan begitu sangat. Aku berpikir bahwa game adalah
duniaku. Aku selalu bilang kalau tanpa game aku bakal merasa pusing, bingung
mau berbuat apa. Sampai suatu hari dimana ketika aku sudah memasuki semester
ke-3, aku mendapatkan sebuah teguran, bukan dari orang tuaku, dan bukan pula
dari orang lain, melainkan dari diriku sendiri. Ada fase dimana aku menemukan
sedikit catatan pidatoku mengenai dampak buruk game online. Secarik kertas
tersebut aku baca dalam hati, aku tertegun, cukup tertampar oleh kata-kata yang
aku buat sendiri.
Sampai dimana aku berpikir, semenjak aku mendalami dunia game, hidupku
berantakan, nilai hancur, makan selalu ditunda, buku tidak pernah terbaca, dan
sholat pun seringkali ditinggalkan. Jujur, aku malu.

Setelah melalui banyak keributan di isi kepalaku, akhirnya aku memutuskan untuk
berhenti bermain game dengan cara menjual akun gameku. Ternyata tidak mudah,
ada banyak kendala yang aku dapatkan, terutama yang mau membelinya, itu sulit,
dan sekalipun ada, cukup meragukan menurutku. Tapi, setelah dua bulan
kemudian, akhirnya aku berhasil melepas dunia game, awalnya berat, sangat
berat, setiap pagi ketika aku membuka handphone aku selalu mencari game
tersebut tapi detik itu juga aku teringat kalau aku sudah tidak punya game apapun
di handphoneku.

Bulan demi bulan berlalu, perlahan-lahan aku mulai terbiasa tanpa game, dan
semenjak aku memasuki semester 4, aku mulai memperbaiki ketertinggalanku,
aku mulai mengatur pola makanku, aku mengejar tugas, memperbaiki nilai, dan
mencoba menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Ternyata Tuhan itu Maha Baik, semenjak aku melepas segala kebiasaan burukku,
hal-hal baik berdatangan. Akhirnya aku tidak lagi mendengar celoteh kedua orang
tuaku di pagi hari, dan nilaiku yang dulunya hancur berantakan akhirnya mulai
membaik. Tepat pada kelas 11, alias semester 4, Alhamdulillah, aku memperoleh
peringkat pertama dikelasku, suatu kebanggaan untuk diriku, namun tak sedikit
dari temanku yang cukup kaget, sebab aku dulu hanya siswa yang biasa saja,
bahkan aku sempat menempati peringkat ke-14. Aku pulang menenteng raport di
tangan kananku dengan perasaan senang. Aku memberitahukan kepada ibuku
bahwa aku berhasil lepas dari jeratan game online dan akhirnya aku bisa kembali
mengejar ketertinggalanku. Ibuku bangga, dia bahkan menangis, dia mungkin
tidak pernah menyangka bahwa anaknya yang dulu susah diatur ini, akhirnya bisa
kembali seperti dulu. Hari itu, aku meminta maaf pada orang tuaku, dan aku
berjanji demi mereka, aku akan berusaha menjadi lebih baik.
Selama aku meninggalkan kebiasaan burukku, aku kembali menyukai hal-hal
berbau karya sastra, seperti buku, film, musik dll. Beberapa buku yang pernah aku
baca adalah Filosofi Teras, Kuasai Dirimu dari Ahmad Dzkran, Travelove, Seni
Memahami Diri, 5 Prince, dan beberapa buku lainnya. Namun terkadang aku juga
membaca buku melalui sebuah aplikasi yaitu Wattpad. Disana aku menghabiskan
hampir 50 buku/cerita sejak 2019 sampai sekarang.

Selain itu aku suka dengan dunia musik, aku menyukai beberapa penyanyi baik
itu berasal dari dalam maupun luar negeri, ada Fiersa Besari, Feby Putri, Maliq
D’essentials, Payung Teduh, Cigarettes After S*x, One Direction, Olivia Rodrigo,
The Weekend, The 1975, Hivi, Chrisye, Noah, Sheila On 7, Dewa dan masih
banyak lagi penyanyi lainnya. Namun dibalik itu semua, aku selalu dibuat jatuh
cinta dengan karya Sheila On 7.

Memiliki kecintaan yang cukup besar di dunia sastra membuatku berhasil


menyukai banyak hal, termasuk dunia per-film-an. Aku telah menghabiskan cukup
banyak film, baik yang bergenre horor, action, romance, kartun, anime bahkan
sejarah.

Aku termasuk pencinta film horor, dan sudah menghabiskan cukup banyak film
horor, termasuk Siccin, The Witch, Perempuan Tanah Jahanam, Waktu Maghrib,
KKN Desa Penari, Danur, Lampor, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk film
bergenre lainnya, aku telah menonton film The Tudors, salah satu film yang
menceritakan tentang sejarah kerajaan Inggris, The Flash, Train To Busan dll.
Selain itu aku juga suka anime dan favoritku menuju pada Akame Ga Kill dan
Kimetsu No Yaiba. Tidak lupa pula aku merupakan pencinta salah satu kartun
Malaysia yaitu Boboiboy. Aku mengikuti semua seriesnya dari awal hingga
season yang akan mendatang.

Setiap kali hari libur tiba, aku selalu menikmatinya dengan menonton channel
YouTube yang menceritakan kisah-kisah horror, beberapa diantaranya yaitu Nadia
Omara, Sara Wijayanto, Lentera Malam, Prasodjo Muhammad dan juga RJL5.
Menurutku pribadi, itu sangat menghibur, terkadang aku mendengarkan sambil
makan, atau bahkan sambil mengerjakan sesuatu, misalkan membersihkan rumah.

Kadang, aku menikmati musik, film, novel sembari meminum kopi. Yap, aku
adalah satu satu pencinta minuman kopi, aku juga suka senja, menurutku dengan
menatap langit yang sedang memancarkan cahaya orange adalah suatu ketenangan
bagiku, bahkan hampir disetiap sosial mediaku, aku akan selalu menunjukkan foto
langit dikala senja.

Senja adalah obat, obat dari segala kesedihan. Rasanya ketika aku menatap langit,
aku ingin memeluknya, tapi itu mustahil. Setiap luka yang datang, akan
menghilang bersama matahari yang tenggelam. Aku lebih memilih menghabiskan
waktuku dengan hobi-hobiku, sebab aku yang tergolong memiliki orang tua ketat
menyebabkan aku sulit untuk keluar berjalan jauh. Itulah penyebab mengapa aku
sulit untuk berpacaran atau sekedar menjalin hubungan dengan seseorang.

Sejujurnya aku tidak memiliki bakat dan minat apapun di dunia olahraga,
menurutku itu sangat menyiksa fisikku, untuk ukuran tubuhku yang terkesan
kurus, membuatku sulit untuk melakukan beberapa bidang olahraga terutama
berenang, rasanya sulit sekali untuk mengetahui cara berenang dengan baik dan
benar.

Aku juga suka mencoba hal-hal baru, seperti makanan, maupun tempat wisata,
tapi dari semua tempat wisata, aku memiliki satu tempat wisata favorit, yaitu
Pantai. Aku selalu mengunjungi pantai, setidaknya sekali dalam sebulan, sembari
menikmati matahari terbenam di ufuk barat. Selain itu, aku senang mencoba
berbagai makanan, seperti bakso, ayam, nasi goreng, pangsit, gorengan, burger,
kentang goreng dll.

Ketika aku SMA, aku merupakan anak kelas IPS, tepatnya IPS 2, dikelas aku
termasuk anak yang cukup aktif, aku seringkali menjadi partisipan yang aktif,
suka berbicara didepan umum, mengikuti beberapa lomba yang mewakili kelasku
dan lain sebagainya. Disinilah aku menemukan minatku yaitu bahasa Inggris.
Semenjak saat itu pula, aku selalu memperoleh nilai yang baik dalam akademik.
Aku suka menyanyi, oleh karena itu jika ada lomba menyanyi, kemungkinan
besar aku akan ikut serta ke dalamnya.

Aku pernah mengikuti kegiatan Dialog Interaktif bersama AIDA yang


kemungkinan dilaksanakan disetiap sekolah dan seluruh pesertanya akan
mendapatkan sebuah sertifikat kegiatan. Aku juga pernah ikut serta ke dalam
acara Tryout Akbar Universitas Muslim Indonesia, sekedar menambah
pengetahuan untuk mempersiapkan diri mengikuti tes masuk ke dalam perguruan
tinggi atau universitas.

Beberapa bulan berlalu, aku semakin selalu disibukkan oleh banyak tugas, sampai
tak terasa kelas 12 sudah berada di tengah jalan, perpisahan semakin dekat, aku
punya banyak teman baik ketika aku di SMA, dan rasanya cukup berat berpisah
dengan mereka yang mau menemani dalam suka maupun duka. Pada hari upacara
terakhir, kami berkumpul dan menangis, aku memeluk satu persatu diantara
mereka, dan mengucapkan selamat tinggal.

Aku akui masa sekolahku begitu berarti, namun ada seseorang yang menyebabkan
aku tidak ingin lagi kembali ke masa itu, aku sempat menyukai seseorang, setelah
bertahun-tahun aku menanti agar perasaanku terbalaskan rupanya tidak sama
sekali. Kami sempat dekat namun akhirnya kembali pada keasingan. Tapi, aku
bersyukur setidaknya dia memberikanku pelajaran bahwa jangan mengejar cinta
siapapun kecuali cinta Allah.

Aku sangat teramat bersyukur bertemu teman sebaik mereka, sebab masa laluku
tidak ada yang sebaik mereka. Sampai perpisahan itu tiba, aku takkan pernah
melupakan siapa yang menjadi temanku berproses, siapa yang menjadi temanku
menggapai impian. Kelas 12 mengajarkan banyak hal kepadaku, terutama tentang
mengejar impian bersama-sama, aku ingat kala dimana kami duduk beramai-
ramai dan membicarakan universitas impian kita masing-masing. Hingga akhirnya
kami resmi dinyatakan lulus dari SMAN 22 Makassar dan aku tetap
mempertahankan peringkat 1 agar bisa membuat kedua orang tuaku bangga.
Namun dibalik itu, aku sebenarnya bingung, apakah aku akan tetap melanjutkan
ke jenjang perkuliahan? Atau cukup lulus SMA saja? Pertanyaan ini terus berputar
di otakku, hingga akhirnya aku memutuskan untuk bertanya kepada orang tuaku
perihal hal tersebut. Sedikit terbesit rasa sedih mengetahui orang tuaku sepertinya
tidak mampu untuk memasukkanku ke jenjang yang lebih jauh yaitu perkuliahan.
Tapi, mereka tidak menyerah, kata mereka, coba saja dulu. Kalaupun aku belum
ditakdirkan lulus, aku mungkin akan mencari pekerjaan dulu.
Waktu terus berjalan, akhirnya tiba waktu dimana aku sibuk menentukan pilihan
universitas melalui jalur undangan atau yang seringkali disebut SNBP. Mataku
sibuk mencari satu persatu dari banyaknya nama universitas yang tertera. Pada
akhirnya pilihanku jatuh pada sebuah Universitas Hasanuddin. Aku memilih
jurusan Sastra Inggris dan Ilmu Komunikasi. Aku memilih kedua jurusan tersebut
sebab aku merasa minatku berada pada dua jurusan tersebut. Setelah menunggu
dengan waktu yang cukup terbilang lama, akhirnya pengumuman resmi
dikeluarkan tepatnya pada tanggal 28 Maret 2023. Sembari menunggu
pengumuman, aku mencoba merapalkan beberapa do’a agar aku bisa dinyatakan
lulus pada seleksi kali ini.
Namun, Tuhan berkata lain, kita punya keinginan tapi semesta punya kenyataan.
Hari itu, aku mendapatkan warna merah, aku sedih? Iya sangat sedih. Aku
bingung apakah nilaiku masih cukup kurang? Aku sempat berpikir untuk berhenti
saja, daripada harus melanjutkan tes-tes berikutnya.

Ibuku bilang, ini belum akhir dari semuanya, aku masih bisa berusaha satu kali
lagi di jalur SNBT atau tes. Aku sempat ragu, aku sanggup tidak, ya? Tapi berkat
dorongan kedua orang tuaku, akhirnya aku memantapkan diri untuk tetap ikut tes
tersebut, sebagai opsi terakhirku, karena aku tidak mungkin mengambil jalur
mandiri, sebab uang kedua orang tuaku tidak akan cukup untuk membayar biaya
pendidikan yang begitu mahal.

Hari-hariku hanya diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Begitu besar
keinginanku agar aku dapat kuliah tahun ini. Aku berkuliah hanya dengan modal
nekat, dan doa kedua orang tuaku, aku harap, aku bisa. Pada saat pemilihan
jurusan, aku tetap pada pendirianku, yaitu Sastra Inggris dan Ilmu Komunikasi,
hanya universitas saja yang berbeda, aku mengambil Sastra Inggris dari
Universitas Negeri Makassar, sedangkan Ilmu Komunikasi dari Universitas
Hasanuddin. Walaupun dengan perasaan ragu, tapi aku tetap memilih jurusan yang
sama, meskipun sebenarnya takut tertolak untuk kedua kalinya.

Sampai dimana, hari untuk tes ujian pun dimulai, aku menemukan dua teman
baru, mereka juga termasuk bagian dari prosesku. Kami memiliki tujuan yang
sama dan kami harap, kami bisa berlabuh di tempat yang sama.

Aku kembali teringat dengan ucapan orang-orang yang seringkali merendahkan


kedua orang tuaku, mengenai pendidikanku. Aku tahu, ibuku hanya penjual kue
keliling, dan ayahku hanya tukang kebun biasa. Tapi, tekad mereka untuk
memperbaiki pendidikanku itu sangat besar. Mereka rela berpanas-panasan demi
mencari uang, dan mereka juga tak pernah mengenal gengsi, demi aku, anak
semata wayangnya.

Hari demi hari berlalu, sampai pada akhirnya aku mendengar kabar untuk
pengambilan dan pengurusan ijazah disekolahku dulu. Aku berangkat bersama
salah satu teman terbaikku semasa aku SMA. Kulangkahkan kakiku menuju
gerbang sekolah yang kurindukan. Rasanya campur aduk, tapi aku tetap
meneruskan langkahku, menyapa guru-guruku yang dulu menjadi suri tauladan
terbaik didalam hidupku. Dimanapun bapak dan ibu berada, aku harap kalian
semua sehat selalu, dan semoga ilmu yang kalian berikan, akan selalu menjadi
amal jariyah bagi kalian.

Langkahku terhenti didepan sebuah ruangan yang cukup ramai dikunjungi orang
lain pada saat itu, mereka teman-temanku, aku tau kami semua kesini dengan
tujuan yang sama. Setelah melewati proses antrian yang cukup memakan waktu,
akhirnya aku dan temanku selesai mengambil ijazah yang kami nantikan.

Selepas itu, aku tidak langsung pulang kerumah, aku berputar balik ke arah
kantin, rasanya baru sebulan lalu aku meninggalkan sekolah ini, tapi aku rindu
dengan gorengan ibu kantin, senyuman manis ibu kantin yang selalu
menyambutku dengan baik. Kakiku berjalan setapak demi setapak menuju kantin
langgananku, dan benar rupanya ibu kantin masih sangat mengenaliku.
Senyumnya yang ramah dan sambutannya yang hangat membuatku ingin kembali
ke masa-masa sekolah.

Aku duduk sembari menikmati beberapa makanan yang kubeli, melihat para siswa
yang berlalu lalang, terlihat begitu menikmati masa sekolah. Tak berselang lama,
aku beranjak dari tempat dudukku dan mulai berpamitan kepada ibu kantin,
seperti biasa dengan senyuman khasnya, dia melambaikan tangannya. Aku
melewati koridor sekolah, hingga seorang guru memanggil namaku. Setelah
berbicara cukup lama, aku mengetahui bahwa, aku mendapatkan beasiswa di salah
satu perguruan tinggi AMA Yogyakarta. Muncul rasa senang dihatiku, aku akan
memberitahukan ini kepada ibu.

Aku senang bukan kepalang, begitu pun kedua orang tuaku, mereka bangga
mendengar hal tersebut, tapi sayangnya aku merasa jurusan yang diberikan itu
kurang masuk terhadap minatku, aku kembali berpikir, aku takut salah jurusan.
Melewati banyak perdebatan dikepalaku, akhirnya aku memutuskan untuk
mengambil jalan tengah, jikalau aku tidak lulus pada seleksi tes kali ini, maka aku
akan berangkat ke Yogyakarta, namun apabila aku dinyatakan lulus, aku akan
menetap di sini, Makassar.

Tak terasa waktu terus berjalan, pengumuman mengenai jalur tes akan segera
diumumkan tepatnya pada tanggal 20 Juni 2023. Dengan harap-harap cemas aku
menunggu pengumuman sembari terus melantunkan zikir di mulut, berharap
Tuhan memberikan keajaiban agar aku bisa berkuliah tahun ini.

Tepat pada pukul 16.00 pengumuman sudah dibuka, aku diselimuti rasa gugup
dan panik mencoba mengetikkan satu demi satu angka dari nomor tes ku, dan
Alhamdulillah! Aku dinyatakan lulus di Universitas Negeri Makassar jurusan
Sastra Inggris, aku terharu, bahkan aku menangis, dipeluk oleh ayah, ditenangkan
agar tangisku segera mereda.
Awalnya aku tidak percaya, tapi ini benar. Tanpa berhenti mengucapkan rasa
syukur, aku menyampaikan kepada ibuku bahwa aku lulus. Ibuku menangis.
Ibuku selalu menangis setiap aku mendapatkan pencapaian terbaikku. Semenjak
hari itu, kutanamkan pada diriku sendiri, aku harus bisa, demi ayah, demi ibu, dan
demi harga diriku sendiri.

Setelah melewati beberapa waktu untuk pengurusan berkas dan lain-lain.


Akhirnya aku resmi menjadi mahasiswa Universitas Negeri Makassar tepatnya di
jurusan Sastra Inggris. Muncul perasaan bangga pada diriku, terimakasih telah
bertahan dan berproses sejauh ini, aku yakin Tuhan tidak akan membawaku sejauh
ini jika hanya untuk gagal. Tuhan selalu punya cerita terbaik untuk diriku.

Rupanya, aku ditempatkan di kampus yang cukup jauh dari rumah, untuk ke
kampus aku memerlukan waktu sekitar 50 menit hingga 1 jam. Tapi itu tak sama
sekali menyurutkan semangatku untuk belajar. Demi mama, demi ayah, aku
berusaha menjadi apa yang mereka mau. Aku mencoba berkuliah hanya dengan
modal nekat, maka dari itu cita-citaku untuk menjadi seseorang yang hebat juga
sangat besar. Aku yakin dengan kekuatan do’a kedua orang tuaku, segala sesuatu
yang mustahil aku capai, akan tercapai. Aku memiliki prinsip hidup yaitu
“Teruslah berusaha, sampai kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan, semakin
tinggi sebuah pohon, maka semakin keras pula angin yang menghembusnya.

Sekian.

Anda mungkin juga menyukai