Anda di halaman 1dari 3

Sisi Terang Kehidupanku

Laurensia Angela Valerie


20/XIA

Pada waktu kecil, aku tumbuh sebagai pribadi yang sangat aktif. Aku tinggal
bersama dengan nenekku yang saat itu masih seperti anak muda. Sedangkan, ibuku
berusaha keras mencari uang untuk membelikan berbagai kebutuhanku di kota yang
disebut-sebut sebagai “Kota Metropolitan”, Kota Jakarta. “Nek, mami dimana?”
tanya-Ku. “Ibu sedang bekerja untuk beliin kamu susu, biar kamu bisa sekolah.”
jawab Nenek. Masa kecilku, aku habiskan penuh bersama dengan nenekku beserta
dengan anggota keluargaku yang lain. Saat aku sudah mulai sekolah di taman kanak-
kanak, beruntungnya sekolahku dekat dengan rumah Nenek-ku, jadi setiap hari aku
diantar bahkan dijemput Nenek-ku sehabis sekolah. Pernah suatu waktu aku tidak mau
dijemput oleh Nenek-ku lagi, karena aku ingin mencoba menjadi seperti orang dewasa
yang bisa pulang sekolah dengan mandiri. Sehabis sekolah, sesampainya di rumah
Nenek. “Nek, aku dapet makanan dari temen sekolah, dia ulang tahun harini, lauknya
ayam, mau makan dong, Nek.” kata-ku. “Wah, enak ini, ayo segera dimakan, kamu
pasti lapar banget ya.” sahut Nenek. Iya, dapat makanan dari teman saja, dulu aku
sudah sangat senang.

Hingga saatnya tiba, Ibu-ku sudah pulang. Rasanya saking senangnya, aku tidak bisa
berkata apa-apa lagi. Rasanya aku seperti punya Ibu baru, karena masa kecilku habis
kuhabiskan bersama Nenek-ku. Rasanya sangat asing sekali. Singkat cerita, sekolahku
dipindahkan oleh Ibu-ku ke sekolah yang lebih bagus. “Mi, kita mau kemana?” tanya
ku. “Sudah, ikut saja, nanti kamu tahu sendiri kok.” jawab Ibuku. Walaupun
nampaknya seperti kejutan, tapi aku tahu kalau ibuku akan mengantar ku menuju
sekolah baruku. Hal itu sangat terlihat jelas dari seragam sekolah asing yang aku
kenakan. Tapi, aku sangat senang bisa bersekolah di sekolah yang baru, sekolah ini
jauh lebih bagus daripada sekolah lamaku. Bayangkan saja senyumku yang sumringah
saat hari pertama pergi ke sekolah baruku. Bahkan, saat menginjakkan kaki pertama
kali di sekolah itu, aku tidak merasa malu sama sekali. Aku malah bergabung bermain
bersama teman-teman yang lain. “Hai, nama kamu siapa?” tanya salah seorang teman
yang ada di situ. “Hehe.. Aku Lauren” sahut diriku. “Oh, aku Via, ayo main susun
balok ini bareng aku.” katanya. Masa TK yang aku rasakan adalah masa yang sangat
indah, juga mungkin saking indahnya, aku sampai lupa beberapa pengalaman
hidupku di kala itu.

Tidak terasa 2 tahun kemudian berlalu, sekarang aku sudah menduduki jenjang yang
lebih tinggi. Masih di sekolah yang sama, hanya saja berpindah gedung. Oleh karena
itu, rata-rata semua teman SD ku, sudah aku kenali, hanya saja aku tidak mempunyai
teman dekat kala itu. Aku ingat, saat hari pertama masuk, aku memasuki kelasku yang
benar-benar ramai. Aku saat itu sangat malu, wajah-wajah yang aku lihat hanya tidak
asing saja, namun aku sama sekali tidak dekat dengan mereka. Tapi masa-masa kelas
satu, aku lalui dengan sangat bahagia. Satu-persatu dari wajah asing itu mulai menjadi
teman dekatku, bahkan teman bermainku. Hingga saatnya aku menginjak kelas enam
dan masa kelas enam SD adalah masa yang paling membahagiakan selama aku
mengenyam pendidikan Sekolah Dasar. Aku punya teman-teman yang selalu
menemaniku dimanapun aku pergi. Dan semua itu sangat menyenangkan. “Yok!
Kantin Yok!” teriak salah satu temanku. Setiap hari di masa-masa itu, tidak pernah
kami lewatkan tanpa tertawa. Masa-masa kami bernyanyi lagu Roar-Kate Perry, yang
dimana dari seisi kelas suara kami adalah suara yang paling mendominasi. Hingga
saatnya, 6 tahun sudah berlalu, kami semua pun dengan terpaksa harus berpisah.

Tapi tenang saja, kami semua masih tetap bersama. Beda kelas tidak membuat
hubungan pertemanan kami menjadi longgar. Bahkan kami menjadi semakin sering
jalan-jalan ke luar sekolah bersama. “Gas ke WC, mau ngaca nih, temenin ya!!”.
Rutinitas kami sehari-hari sewaktu SMP adalah ngaca di toilet. Untungnya waktu itu,
fasilitas di toilet putrinya, kaca yang ukurannya besar. Bukan yang bisa dibilang besar
sekali, tapi kalau sudah bisa ngaca dari atas kepala sampai bawah kaki, menurut kami
sudah cukup sekali. Bahkan saat ujian akhir, hal yang selalu kami kunjungi adalah
toilet. “Eh, jangan lupa ya, jam 09.30 ke WC” “Okee..Sip!”. Tenang saja, walaupun
rutinitas kami selama SMP ke toilet, tapi kami bukan cuman ke WC saja kok selama
SMP. Itu hanya bentuk kami menuangkan keinginan cewek-cewek puber yang
pengennya terlihat cantik terus, lagian itu kan bisa bikin hubungan kita makin dekat.

Tiba-tiba, banyak masalah yang menimpa hubungan pertemanan kami. Dari masalah
karena gengsi, tidak ada yang mau ngalah, egois, sifat semuanya sudah mulai berbeda
daripada sebelumnya tanpa sebab apapun. Hingga kami semua mulai berpencar, punya
teman baru, karena sudah tidak dekat seperti sebelumnya lagi. Aku pun bertemu
dengan seseorang yang hingga sekarang menjadi teman sekaligus sahabat hidupku.
Berawal dari ia membantu mengeluarkan motorku yang terjebak di parkiran, hingga
sekarang dimana ada aku, pasti ada dia, dimana ada dia, pasti ada aku. “Mau nggak
temenin aku pergi makan sate di dekat Pasar Mambo bareng aku?” tanyaku suatu hari.
“Gas lah, pulang sekolah ya!!” jawab dia. Itu adalah asal mula dimana hubungan kami
bisa seperti sekarang ini. Kalau diingat-ingat, lucu dan unik juga. Dia dan aku sama-
sama punya ambisi yang besar. Aku mulai menjadi ambisius dan tentunya hasilnya
tidak mengecewakan, karena aku mendapat banyak presetasi dari hasil kerja kerasku
selama SMA. Kalau boleh sombong, aku dan dia sama-sama pintar di bidang kami
masing-masing. Kalau mau disebutkan, aku anak IPS, sedangkan dia anak IPA. Kira-
kira ya seperti itu. Hubungan kami bukan hanya untuk senang-senang, tapi juga untuk
mengejar hal-hal yang bisa bikin kedua orangtuaku bangga sama anak nya yang satu-
satunya ini.

Sekarang, di usia kami yang sudah menginjak 22 tahun. Aku masih bersama dengan
dia. Kami mempunyai usaha bersama, usaha jualan nasi atau bahasa gaulnya rice
bowl. Sebenarnya, dulu kami sudah sering jualan itu ke teman-teman sekitar, waktu
masa SMA. Dan sekarang, kita memilih buat ngembangin usaha itu, bahkan sudah
jadi franchise. Usaha kita sudah ada dimana-mana, di berbagai kota di Indonesia. Aku
bisa mewujudkan cita-citaku yang memang mau jadi business woman. Aku juga
punya bisnis Airbnb. Yang dimana, sebagian keuntungannya aku berikan untuk kedua
orang tuaku. Aku mau di masa mereka tua ini, mereka cukup menikmati kehidupan
saja. Kalau kalian pikir kehidupanku ini terlihat mulus sekali dan penuh bahagianya.
Jelas kalian salah, aku hanya menceritakan yang bahagianya saja, karena aku mau
kalian ikut bahagia dan punya cita-cita yang besar juga saat membaca ceritaku ini.

Anda mungkin juga menyukai