Dalam kehidupan, kita menjalani hari demi hari tanpa tahu setiap kejadian memiliki
makna yang seringkali menentukan arah hidup kita. Setiap orang memiliki kisah hidup
masing-masing, entah duka maupun bahagia begitu pun dengan ku, seorang gadis kecil yang
matanya selalu memancar secercah harapan untuk selalu bertahan dalam hidup yang penuh
rintangan. Namaku Salsa, dulu pagiku ditemani oleh kesejukan udara pagi di pedesaan,
hangatnya mentari pagi yang merasuk ke tulang-tulang, serta suara kicauan burung yang
sungguh indah. Namun, setelah kepergian kedua orang tuaku, sekarang aku harus tinggal
bersama nenek ku di daerah perkotaan. Daerah yang sudah terkenal cukup sesak, sesak untuk
segala hal. Mulai dari udara, udara yang sudah terkontaminasi dengan gas-gas lain. Di sini
semua orang saling berdesakan, bahkan di pagi hari jalan ibukota berubah bak barisan semut
yang berdesakan mencari makan. Dan setiap pagi, sebelum berangkat sekolah aku harus
berjalan ke sana kemari menjual barang daganganku.
Setiap pagi, aku selalu berkeliling di kerumunan semut itu untuk menjual sesuatu
yang membuat rasa lapar mereka hilang. Biasanya, aku berangkat ke sekolah pukul 6.30
WITA , ya itu kira-kira setelah semua makanan dan minuman yang kujual laku keras. Itu
sudah menjadi rutinitasku. Aku selalu bangun pukul 4.30 , setelah itu, di kala pagi yang
membawa kedamaian hati, aku langsung ke rumah mbak Sari. Mbak Sari adalah orang yang
sangat baik, karna beliau juga aku bisa bertahan hidup sampai saat ini. Beliau yang membuat
makanan dan minuman yang aku jual. Terkadang, aku diperbolehkan sarapan pagi di
rumahnya. Menurut Mbak Sari, memberikan makanan kepada orang lain akan mendapat
pahala dari Yang Maha Kuasa.
Sudah hampir 2 tahun ini aku bekerja pada Mbak Sari. Saat ini aku duduk di kelas 8
SMP. Aku bersekolah di salah satu SMP negeri di Ibukota. Sebenarnya, aku sangat ingin
bersekolah di SMP Swasta. Namun, aku sadar aku tidak mempunyai cukup biaya untuk
bersekolah di sekolah swasta. Apalagi, sudah dipastikan bahwa biaya sekolah di ibukota
sangatlah mahal. Aku tidak tega jika nenek ku yang harus berjuang untuk kelangsungan
hidup ku. Nenek pernah bercerita padaku tentang masa kecil nenek yang sangat berbeda
dengan anak-anak yang lain. Sejak kecil nenek sudah bekerja keras untuk adik-adiknya. Dan
sampai dewasa pun, nenek masih terus bekerja keras. Aku berpikir, “Apakah aku tega jika
melihat salah satu orang yang berjasa dalam hidupku harus bekerja secara terus menerus dari
masa mudanya sampai masa senjanya?” sejak saat itu, aku bertekad untuk belajar dengan
sungguh-sungguh di sekolah, walaupun aku bersekolah sambil bekerja. Aku selalu berusaha
untuk bisa membagi waktuku. Aku ingin membanggakan nenek ku. Terutama mendiang
ibuku. Aku selalu berdoa supaya mendiang kedua orang tuaku di tempatkan di tempat yang
paling indah di alam sana.
Di sekolah, pergaulanku pun berbeda dengan teman lainnya. Mungkin orang-orang
mengira jika aku ini introvert. Tetapi tidak, di luar sekolah aku lebih bisa mengekspresikan
diriku. Di sekolah memang aku dikenal sebagai anak yang pendiam. Mungkin karena aku
terlalu lelah untuk bekerja, mengingat usiaku yang masih sangat belia. Ya, aku ini tak seperti
mereka. Mereka selalu minta apa pun dari orang tua mereka, tanpa berpikir betapa sulitnya
mencari uang di kota. Sedangkan aku, aku harus bekerja keras demi mendapatkan uang. Di
sekolah, aku hanyalah seperti anak kecil yang belum tahu banyak tentang dunia ini. Aku
pendiam, bahkan pendiam sekali.