Anda di halaman 1dari 5

Dunia pendidikan memiliki peran strategis dalam menentukan masa depan suatu bangsa.

Desain
pendidikan yang salah berimplikasi pada kerusakan suatu generasi, bahkan kerusakan turun-temurun.
Sesungguhnya sistem pendidikan manapun memerlukan roh penggerak, yang akan mendasari setiap
program dan implementasinya. Dan jika spiritualitas hati dijadikan sebagai roh penggerak sistem
pendidikan, sesungguhnya kita tengah memulai sebuah megainvestasi sumber daya manusia bagi
generasi-generasi berkualitas di masa mendatang. Inilah idealisme dari dimasukkannya spiritualitas hati
dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan katolik. Inspirasi Pater Chevalier sangat relevan dengan
situasi bangsa Indonesia saat ini. Perkembangan dunia yang begitu dahsyat dalam bentuk kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi serta arus globalisasi yang tak terbendung, kini telah mampu
menggoyahkan sendi-sendi peradapan, tata krama dan nilai-nilai adat budaya, serta menggerogoti nilai-
nilai kehidupan. Dan pendidikan, sering dituding sebagai sosok paling bertanggung jawab atas suatu
perubahan negatif suatu bangsa, oleh sebab itu melalui pendidikanlah kondisi tersebut dapat diubah dan
dibangun kembali menjadi lebih baik lagi. Kesadaran akan pudarnya nilai-nilai karakter bangsa yang
dirasakan oleh sejumlah orang yang peduli dengan nasib bangsa, meski datangnya sedikit terlambat
sesungguhnya sejalan dengan keprihatinan Pater Chevalier pada jamannya, oleh sebab itu apa yang
dahulu dilakukan oleh Pater Chevalier pada masa itu dapat menjadi inspirasi dan daya pendorong bagi
para pejuang Spiritualitas Hati masa kini.

Pendidikan Kemardiwiyataan

Pendidikan Kemardiwiyataan adalah amanat tarekat Frater Bunda hati Kudus melalui salah satu wahana
karyanya, Yayasan Mardi Wiyata. Yayasan pendidikan yang mengelola sejumlah lembaga pendidikan
(sekolah), seiring dengan perubahan dahsyat dunia pendidikan di Indonesia dipaksa untuk menemukan
kembali roh penggerak (spiritualitas) yang dihembuskan para pendiri tarekat ini. Melalui berbagai upaya
konkret saat pergantian abad beberapa waktu silam, yayasan Mardi Wiyata sesungguhnya tengah
merancang aksi konkret menanggapi berbagai perubahan.Melalui beberapa pertemuan evaluasi terpadu
tingkat nasional serta kegiatan-kegiatan kebersamaan antara insan pendidikan Mardi Wiyata, semakin
konkretlah instrument yang dibutuhkan dalam rangka menemukan dan membangkitkan kembali kejayaan
pelayanan pendidikan di kalangan tarekat frater bunda Hati Kudus.Instrumen tersebut bernama
Pendidikan Kemardiwiyataan. Meski diberi nama Pendidikan kemardiwiyataan, sesungguhnya secara
lebih luas sebenarnya yang hendak ditanamkan adalah Pendidikan Ke-BHK-an. Oleh sebab itu, meski
ketika dilahirkan Pendidikan Kemardiwiyataan itu tampak sederhana dan penuh dengan kelemahan
manusiawi, sesungguhnya ia memiliki peran yang sangat mendasar  bagi masa depan tarekat frater
Bunda Hati Kudus.
Pendidikan Kemardiwiyataan, sebagaimana terumus dalam kurikulum yang telah disusun, bertujuan
membentuk insan Mardi Wiyata yang integral (Kitab Hukum Kanonik, kan. 795), yakni subjek didik yang
memiliki sikap: religius, budi luhur, adil, demokratis, toleran, mandiri, tanggung jawab, disiplin, solider,
loyal, tangguh, cerdas, terampil, dinamis dan optimis (Gravisimum Educationis,  art. 1, 2). Melalui
pemahaman atas Kongregasi Frater Bunda hati Kudus dan karya-karyanya, pemahaman Yayasan Mardi
Wiyata dan kiprahnya, serta pendalaman kehidupan para santo-santa pelindung, pendidikan
Kemardiwiyataan diharapkan menghasilkan insan Mardi Wiyata militan, yang memiliki karakter kuat
sebagai ciri khas output dan outcome sekolah-sekolah Mardi Wiyata. Kecuali itu secara tidak langsung
perjuangan para frater Bunda Hati Kudus dikenalkan semakin luas kepada dunia melalui orang-orang
muda yang mengenyam pendidikan pada sekolah-sekolah mardi Wiyata. Di sini, promosi panggilan
sesungguhnya  berlangsung terus-menerus sepanjang waktu bagi generasi muda.
Mengacu pada beban berat yang diemban Pendidikan Kemardiwiyatan sebagai salah satu wadah
perjuangan Spiritualitas Hati, disusunlah materi ajar bagi para pendidik dan peserta didik sebagai salah
satu pedoman kegiatan pembelajaran. Materi pokok tersebut meliputi empat pemahaman yaitu:
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus, Karya frater BHK, Yayasan Mardi Wiyata, dan Orang-orang Kudus.
Tarekat/kongregasi Frater Bunda Hati Kudus mendapatkan porsi besar mengingat dari sanalah sumber
nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkan itu berasal. Yayasan mardi Wiyata beserta sekolah-sekolah
yang dikelolanya dipahami sebagai karya nyata para frater di samping sejumlah karya lainnya.
Ditampilkannya sejumlah orang kudus pelindung komunitas dan sekolah-sekolah mardi Wiyata
dimaksudkan sebagai upaya menggali nilai-nilai spiritualitas hati yang diteladankan oleh para kudus.
Tentu saja, semuanya harus bersumber  pada Injil.

Implementasi Spiritualitas Hati dan Pendidikan Kemardiwiyataan

Pendidikan Kemardiwiyataan tidak boleh berhenti dan terjebak pada ranah kognitif yang hanya
berimplikasi langsung pada nilai-nilai akademik. Pendidikan Kemardiwiyataan justru lebih mementingkan
perubahan perilaku, dan tidak mementingkan angka-angka. Oleh karena itu iklim dan suasana batin yang
tercipta dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari sebuah komunitas menjadi tolok ukur hasil
Pendidikan Kemardiwiyataan. Spiritualitas Hati yang menjadi inti Pendidikan Kemardiwiyataan tidak bisa
diukur dengan instrumen-instrumen yang kenyataannya sering hanya mencerminkan kerja otak. “Hasil”
dari Pendidikan Kemardiwiyataan yang dijiwai Spiritualitas Hati hanya bisa dinilai dengan hati pula. Yang
bisa menilai dan merasakan“hasil” Spiritualitas Hati dan Pendidikan Kemardiwiyataan adalah seluruh
warga komunitas/sekolah, para pemangku kepentingan sekolah, dan akhirnya seluruh warga masyarakat.
Perjuangan membumikan Spiritualitas Hati bukan hanya menjadi tanggung jawab guru Pendidikan
Kemardiwiyataan, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh warga komunitas/sekolah. Perjuangan ini
harus dimulai dengan pemahaman Visi dan Misi yang telah disusun, dimulai oleh pimpinan
komunitas/sekolah bersama staf, tenaga pendidik dan kependidikan, seluruh peserta didik dan para
orangtua.Pemahaman Visi dan Misi ditindaklanjuti dengan pembumian Spiritualitas Hati dalam bentuk-
bentuk perilaku konkret dan sederhana. Perilaku konkret yang lahir dari penghayatan akan spiritualitas
hati itu harus dikondisikan dalam berbagai upaya: keteladanan, pembiasaan, dan komunikasi sehari-hari
yang wajar. Keteladanan harus dimulai dari para pendidik dan tenaga kependidikan, karena merekalah
ujung tombak perjuangan ini. Pada jaman ini keteladanan jauh lebih efektif ketimbang nasihat, apalagi
perintah dan pemaksaan kehendak. Namun demikian, dalam lingkup sekolah keteladanan harus
dilengkapi dengan berbagai pembiasaan. Pembiasaan adalah sebuah upaya untuk menanamkan suatu
nilai menjadi milik diri sendiri melalui pengulangan-pengulangan. Peraturan dan tata tertib sesungguhnya
termasuk upaya pembiasaan warga komunitas akan nilai-nilai. Komunikasi antar warga komunitas yang
terbangun dengan sehat dan wajar akan mendukung internalisasi nilai-nilai karakter, terutama
pembumian Spiritualitas Hati dalam ranah kehidupan nyata. Semuanya dimulai dari hati, diproses di
dalam hati, diwujudkan dalam kehidupan dan pergaulan, dan akhirnya bermuara kembali pada hati.
Hatilah yang bisa memahami dan merasakan suasana damai sejahtera dan bahagia sebagai buah dari
Spiritualitas Hati.

Kesimpulan dan Harapan:

Pertama, Sekolah Katolik semakin diperhatikan di dalam Gereja sejak Konsili Vatikan II, khususnya
Gereja seperti dikemukakan dalam Konstitusi Lumen Gentius (Terang Bangsa-bangsa) dan Gaudium et
Spes (Kegembiraan dan Harapan). Dalam Deklarasi Konsili Gravissimum Educationis (Maha Pentingnya
Pendidikan), sekolah katolik di bahas dalam ruang lingkup pendidikan Kristen. Dokumen ini
mengembangkan gagasan deklarasi tersebut dengan berefleksi secara lebih mendalam atas sekolah
Katolik.
Tugas luhur tersebut selanjutnya diemban oleh penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Katolik (LPK).LPK
merupakan wujud partisipasi masyarakat Katolik dalam rangka ikut mencerdasakan kehidupan
bangsa.Gereja mempunyai harapan besar terhadap LPK untuk setia terhadap pencerdasan bangsa dan
kekhasan pendidikan Katolik. ”Kekhasan pendidikan Katolik dalam penyelenggaraan pendidikan antara
lain mengusahakan cita-cita budaya dan perkembangan kaum muda secara alamiah, mewujudkan
suasana kekeluargaan di sekolah yang dijiwai oleh semangat kebebasan dan cinta kasih injili ; sekolah
membimbing anak-anak muda agar perkembangan mereka masing-masing sebagai pribadi dan sebagai
ciptaan baru berkat sakramen babtis terlaksana bersama-sama ; sekolah mencoba untuk mengaitkan
segala yang berasal dari kebudayaan manusia dengan warta gembira penyelamatan, agar cahaya iman
menerangi segala sesuatu tentang dunia, tentang kehidupan dan pribadi manusia yang dipelajari secara
bertahap oleh para siswa”. (GE, art 8).
Pendidikan yang sejati harus meliputi pembinaan utuh dari pribadi manusia, suatu pembinaan yang
memperhatikan tujuan akhir manusia dan serentak pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka
anak-anak dan para remaja hendaknya dibina sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan bakat-
bakat fisik, moral, dan intelektual mereka secara harmonis ; dan sehingga mereka memperoleh suatu
rasa tanggungjawab yang semakin sempurna dan penggunaan tepat dari kebebasan mereka ; pula dapat
berperan serta dalam kehidupan sosial secara aktif.
Dengan segala upaya Lembaga Pendidikan Mardi Wiyata terpanggil untuk ikut memperbaiki kondisi
bangsa ini dengan mengedepankan nilai-nilai religiusitas, kejujuran, disiplin, toleran, kerja keras, cinta
damai, tanggung-jawab serta kebenaran universal yang bersumber dari Hati.
Kedua, Spiritualitas Hati sebagai sumber pendidikan karakter. Pembentukan budaya sekolah (school
culture) dapat dilakukan oleh sekolah melalui serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan
pembelajaran yang lebih berorientasi pada peserta didik, dan penilaian yang bersifat komprehensif.
Perencanaan di tingkat sekolah pada intinya adalah melakukan penguatan dalam penyusunan kurikulum
di tingkat sekolah (KTSP-Kurikulum 2013), seperti menetapkan visi, misi, tujuan, struktur kurikulum,
kalender akademik, dan penyusunan silabus. Keseluruhan perencanaan sekolah yang bertitik tolak dari
melakukan analisis kekuatan dan kebutuhan sekolah akan dapat dihasilkan program pendidikan yang
lebih terarah yang tidak semata-mata berupa penguatan ranah pengetahuan dan keterampilan melainkan
juga sikap perilaku yang akhirnya dapat membentuk akhlak budi luhur yang bersumber dari Hati.
Pendidik dan tenaga kependidikan secara sadar memperjuangkan harkat  dan martabat manusia yang
bersumber dari Hati Yesus dan Maria.
Ketiga, upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya
dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar baik melalui mata pelajaran maupun
serangkaian kegiatan pengembangan diri yang dilakukan di kelas dan luar sekolah. Pembiasaan-
pembiasan (habitus) dalam kehidupan, seperti : religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai,
tanggung-jawab, dsb. perlu dimulai dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan cakupan yang
lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai tersebut tentunya perlu ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya
dapat membentuk pribadi karakter peserta didik yang selanjutnya merupakan pencerminan hidup suatu
bangsa yang besar.
Satuan Pendidikan dalam naungan Yayasan Mardi Wiyata secara berkala wajib memberikan pendalaman
Spiritualitas Hati melalui kegiatan-kegiatan seperti Rekoleksi, Retret atau kegiatan lain yang dipandang
relevan.
Keempat, Spiritualitas Hati bukan merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri atau merupakan nilai
yang diajarkan, tetapi lebih kepada upaya penanaman nilai-nilai baik melalui mata pelajaran, program
pengembangan diri maupun budaya sekolah.
Secara terstruktur, penyebaran nilai serta Spiritualitas Hati dapat diajarkan melalui berbagai mata
pelajaran sesuai dengan standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam
standar isi (SI). Begitu pula melalui program pengembangan diri, seperti kegiatan rutin sekolah, kegiatan
spontan, keteladanan, pengkaderan.
Konsep ini perlu disadari oleh semua pemangku kepentingan di sekolah yang secara bersama-sama
sebagai suatu komunitas pendidik diterapkan ke dalam kurikulum sekolah yang selanjutnya diharapkan
menghasilkan manusia yang paripurna (kecerdasan lahir dan batin).
Kemardiwiyataan merupakan implementasi Spiritualitas Hati, oleh karenanya semua tenaga Pendidik dan
kependidikan diharapkan terus menggali Spiritualitas Hati Frater Bunda Hati Kudus serta karya-karyanya
melalui Pendidikan Kemardiwiyataan serta memberikan masukan kepada Tim Kemardiwiyataan untuk
penyempurnaan pada Edisi selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai