Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan
memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan
salah satu syarat untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari
tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada
intelektual saja, dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan
tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak.
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi
Amandemen)
1. Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
2. Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003.
Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural
Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa
depan, yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live
together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan
SQ.
Fungsi pendidikan dari kacamata barat yaitu melahirkan individu-individu yang pragmatis yang
bekerja untuk memperoleh kejayaan material dan profesional sosial yang memberi kesejahteraan
kepada diri, industri dan negara. Diupayakan pendidikan berawal dari manusia apa adanya atau
aktualisasi dengan mempertimbangkan segala kemungkinan yang apa adanya atau potensialitas
dan manusia tersebut diarahkan menuju terwujudnya pribadi yang dicita-citakan atau idealitas.
Tujuan dari pendidikan adalah manusia atau individu yang bertaqwa dan beriman kepada Tuhan
YME, mempunyai akhlak mulia, cerdas, sehat, berkemauan, berperasaan, dan dapat berkarya
untuk memenuhi kebutuhan secara wajar, dapat mengendalikan hawa nafsu, bermasyarakat,
berbudaya, dan berkepribadian. Sehingga implikasi dari pendidikan mampu mewujudkan atau
mengembangkan segala potensi yang ada pada diri manusia dalam
berbagai konteks dimensi seperti moralitas, keberagaman, individualitas (personalitas), sosialitas,
keberbudayaan yang menyeluruh dan terintegrasi. Dapat dikatakan juga bahwa pendidikan
mempunyai fungsi untuk memanusiakan manusia.
Tujuan Pendidikan Nasional harus sesuai dengan Tap MPRS No XXVI/MPRS/1966 tentang
Agama, pendidikan dan kebudayaan, sehingga dirumuskan bahwa tujuan dari pendidikan adalah
membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan pembukaan UUD 1945. Dalam UU No. 2
tahun 1989 juga ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa serta mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, dengan artian bahwa manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki budi pekerti luhur, memiliki keterampilan
dan pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani, memiliki pribadi yang baik, mandiri dan
memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan, kebangsaan.
Visi :
Misi :
Tujuan :
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan
berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang
unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren
memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau
sekelompok orang.
Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah apa yang disebut dengan temperamen yang
lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan
konteks lingkungan. Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih
menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak
faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan
(nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang.
Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk
mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan
masyarakat dan ndividu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat
dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor
lingkungan.
Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat peting karena
perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat
ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan
yang mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah,
kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor
lingkungan dapat dilakukan melalui strategi :
1. Keteladanan
2. Intervensi
3. Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
4. Penguatan.
Pendidikan memang tak lepas dari makna dan definisi. Dalam dunia pendidikan banyak sekali
istilah-istilah yang dipakai dan memerlukan pembahasan mengenai hal definisi atau
pengertiannya. Pada blog pendidikan ini, Maswins for Educations, sebelum melangkah
membahas mengenai pengertian-pengertian istilah dalam dunia pendidikan, ada baiknya jika
terlebih dahulu membahas mengenai pengertian pendidikan itu sendiri.
Berikut adalah beberapa pengertian Pedidikan menurut Undang-Undang dan para ahli yang saya
kutip dari beberapa sumber :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku
yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu
lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai kecakapan
sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
1. Pendidikan Menurut Godfrey Thomson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat
didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan perasaannya.
‘’Education as power means copetent and strong enough to enable us,the majority of people,to
decide what kind of a world‘’. (Pendidikan sebagai kekuatan berarti mempunyai kewenangan
dan cukup kuat bagi kita, bagi rakyat banyak untuk menentukan suatu dunia yang macam apa
yang kita inginkan dan macam mana mencapai tujuan semacam itu).
Robert W. richey menyebutkan bahwa; The term “Education” refers to the broad funcition of
preserving and improving the life of the group through bringing new members into its shared
concem. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an
essential social activity by which communities continue to exist. In Communities this function is
specialzed and institutionalized in formal education, but there is always the education, out side
the school with which the formal process is related. (Istilah pendidikan mengandung fungsi yang
luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga
masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi pendidikan
adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja.
Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan
berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi
dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses
pendidikan informal di luar sekolah).
Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat menyetujui –
nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini
yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan Berkarakter,
yaitu sebagai berikut :
1. Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal – melakukan apa yang anda
katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar, bangun
reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
2. Recpect (Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk,
pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang lain,
damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
3. Responsibility (Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak –
mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
4. Fairness (Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan orang
lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain
sembarangan.
5. Caring (Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan
orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
6. Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri dalam
urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan, menghormati
otoritas, melindungi lingkungan hidup.
Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter & Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media
massa.
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai
pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini
merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada
saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the
existing values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai
yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
1. Jujur
2. Toleransi
3. Disiplin
4. Kerja keras
5. Kreatif
6. Mandiri
7. Demokratis
8. Rasa Ingin Tahu
9. Semangat Kebangsaan
10. Cinta Tanah Air
11. Menghargai Prestasi
12. Bersahabat/Komunikatif
13. Cinta Damai
14. Gemar Membaca
15. Peduli Lingkungan
16. Peduli Sosial
17. Tanggung Jawab
18. religius
(Puskur. Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-
10). Nilai dan deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.)
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat
menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang
diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya
jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah
yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan
masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat
dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi
masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah
lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta.
Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan
dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir,
dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak
mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui
pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan
karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik.
Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk,
memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi
dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan
mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik
akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya,
sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan
pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada
pilihan tersebut.
Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di
dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong.
Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-
kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah.
Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu
memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya
si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana.
Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana
pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir
dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat
terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat
mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap. Itulah potret
singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu
tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau
kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan
sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering
membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka
tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandukan kreativitasnya,
karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka
berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari
orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh
upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini
jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke
anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu
memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar
di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi
orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter. Segala sesuatu
butuh proses, mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin.Dia
disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu
konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.
Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-
ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan menumbuhkan keinginan
yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika
dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita
gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah
atau orang jahat”.
Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang
bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi
investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan “Anak-anak
berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan”.
Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah
sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki
dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak.
Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat,
seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada masa anak-
anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah
satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada
anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi
terhadap tekanan yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan
sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan
perkembangan fisiknya.”
Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik dasar–
dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak yang tinggal di daerah
miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua mereka.
Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya.
Lengkapnya adalah :
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap bangsa di dunia ini menghendaki kemajuan dan kemakmuran, tidak terkecuali bangsa
Indonesia, di dalam pembukaan (preambule) UUD 1945 termaktub tujuan bangsa Indonesia
diantaranya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang mau tidak mau hal tersebut harus
diperjuangkan melalui pendidikan. Setiap komponen bangsa harus bahu membahu mensukseskan
pendidikan di Inonesia, kita seyogyanya berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang benar-
benar berkualitas dalam rangka mencetak putra-putri bangsa yang berkarakter kuat dan cerdas.
Namun pada pelaksanaanya upaya tersebut menemui banyak sekali masalah, diantaranya adalah
rendahnya kualitas guru, tidak memenuhinya sarana dan prasarana, rendahnya kualitas input
peserta didik, dan lingkungan sekitar yang tidak mendukung terlaksananya proses KBM secara
optimal. Akan tetapi segudang masalah tersebut jangan sampai membuat kita bermalas diri dan
pesimis terhadap masa depan dunia pendidikan di Indonesia. Justru sebaliknya, kita harus
semakin bersemangat membangun pondasi pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi
seluruh anak bangsa.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan akan menjadi sebuah stimulus(rangsangan) bagi
pembaca untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan pendidikan yang terjadi di
Indonesia, mencari penyebabnya untuk kemudian mencari pemecahan bersama atas masalah
pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Berikut ini marilah kita ikuti uraian makalah tentang masalah-masalah pendidikan di Indonesia,
yang mencoba untuk memadukan gagasan dan fakta agar tercipta pembahasan yang
komprehensif dan mudah dipahami untuk mendapatkan tanggapan dari semua pihak.
Pendidikan di Indonesia apabila merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan iman dan akhlak mulia, serta memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Idealnya pendidikan di Indonesia adalah mengedepankan
pembentukan sikap peserta didik agar siap untuk belajar baru menguasai IPTEK.
Pola pendidikan di Indonesia juga diarahkan pada penanaman nilai-nilai luhur pancasila yang
meliputi ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan. Dengan
konsentrasi pada penanaman nilai-nilai tersebut diharapkan peserta didik mampu menghayati apa
yang terkandung di dalam pancasila dan mengaktualisasikanya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara baik dalam ruang lingkup nasional maupun multinasional.
Pendidikan di Indonesia mencoba untuk menggunakan student center learning atau pembelajaran
berpusat pada siswa, sehingga menuntut siswa untuk bergerak aktif dalam memperkaya sendiri
ilmu pengetahuanya, sedangkan posisi guru hanya sebagai fasilitator.
Secara terus terang, memang harus kita akui kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan, bagaimana tidak ?. Tiga dekade lalu Negara Malaysia belajar ke Indonesia
tentang masalah kependidikan namun kini terbalik, kita yang harus banyak belajar dari mereka
tentang kependidikan. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tentunya bukan tanpa sebab.
Hampir seluruh faktor pendukung pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran atau apabila
tidak mau disebut kemunduran, faktor-faktor tersebut mengalami stagnasi, sedangakan tuntutan
zaman begitu keras dan cepat dan seluruh bangsa-bangsa lain di dunia telah bergerak ekstra cepat
untuk menjadi yang terbaik, akan tetapi bangsa kita masih terus-menerus dihadapkan pada
permasalahan klasik yang entah kapan baru bias berakhir. Berikut ini beberapa faktor yang
paling dominant mempengaruhi permasalahan pendidikan di Indonesia :
Di Indonesia dapat kita jumpai dengan sangat mudah sekolah-sekolah yang atapnya hamper
jebol, dindingnya hamper roboh, dan kerusakan fisik lainya. Hal ini terjadi secara hamper
menyeluruh yaitu dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, selain kondisi
bangunan yang memprihatinkan masih banyak kita jumpai sekolah-sekolah yang belum memilki
sarana pendukung pembelajaran seperti perpustakaan, laboratorium bahkan gedung sekolah
didirikan diatas lahan orang lain atau lahan sengketa sehingga menganggu kenyamanan KBM
siswa apabila sampai terjadi konflik.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk SD terdapat 146.052 lembaga yang
menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas
tersebut, sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62 mengalami
kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Keadaan yang
serupa juga terjadi pada MI, SMP, MTS, SMA, dan SMK.
Yang menjadi permasalahan pokok adalah rendahnya profesionalitas seorang guru dan
kemampuanya dalam marencanakan, melakasanakan, dan menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, pelatihan, penelitian, dan pengabdian masyarakat sesuai dengan UU
Nomor 20 Tahun 2003.
Ada yang lebih miris lagi, bahwa berdasarkan penelitian banyak guru di Indonesia yang
dikatakan tidak layak mengajar pada tahun 2003 untuk guru SD yang layak mengajar hanya
21,07 % (negeri) dan 29,84 % swasta. Untuk SMP 54,12 % (Negeri) dan 60,99 (swasta), untuk
SMA 65,29 % (negeri) dan 64,73 % (swasta).
Tidak mengherankan melihat angka tersebut apabila menilik pada riwayat pendidikan sang guru,
karena rata-rata pndidikan mereka adalah D II, masih jarang guru yang memiliki pendidikan
S1(khususnya guru SD) apalagi S2 atau S3.
Program sertifikasi bagi guru dan dosen yang digulirkan oleh kementrian pendidikan nasional
baru-baru ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan profesioanlitas guru serta
meningkatkan kesejahteraan mereka, memang bagi beberapa kalangan program ini cukup
berhasil karena benar-benar mampu meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru, namun
tidak dapat kita pungkiri, banyak sekali oknum-oknum guru yang memperoleh sertifikasi dengan
cara-cara yang tidak halal, bukan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, alih-alih justru
menciptakan masalah baru. Pengeluaran Negara untuk membayar sertifikasi terasa sangat sia-sia
apabila hanya untuk mebayar guru bersertifikasi dengan ijazah atau sertifikat palsu. Sedangkan
kinerja mereka tidak mengalami peningkatan sama sekali, karena orientasi hanya pada materi
(uang).
Peserta didik di Indonesia pada umumnya memiliki daya kompetisi yang rendah, secara umum
pencapaian nilai para siswa Indonesia kalah jauh apabila dibandingkan dengan pelajar-pelajar
Malaysia dan Singapura yang notabene masih sau wilayah regional. Dalam hal pembangunan
kualitas sumber daya manusia United Nation For Development Program ( UNDP) mencatat
Indonesia selalu menduduku posisi dibawah 100 dari 177 negara hingga tahun 2011.
Dalam hal kemampuan membaca siswa-siswi kita juga termasuk kategori yang memprihatinkan,
rata-rata skor kemampuan untuk membaca bagi siswa kelas IV SD diberbagai Negara adalah
sebagai berikut :
Negara Skor
Hongkong 75,5
Singapura 74,0
Thailand 65,1
Filipina 52,6
Indonesia 51,7
Peringkat Indonesia yang terseok-seok juga bukan hanya pada tataran pendidikan dasar, akan
tetapi menyeluruh hingga perguruan tinggi Indonesia juga berada pada rangking yang tidak
begitu baik, padahal potensi yang sangat besar sebenarnya ada pada diri bangsa kita.
Pemerataan pendidikan didukung dengan lokasi yang strategis serta kemauan yang kuat dari
pemerintah untuk memeratakan pendidikan di Indonesia, merupakan fakta yang tidak
terbantahkan bahwa di Indonesia khusunya wilayah terpencil atau pedalaman tidak terdapat
sekolah, apabila ada sekolah juga dengan kondisi yang sangat memprihatinkan dengan ketiadaan
tenaga pengajar serta buku-buku pelajaran. Sementara di kota-kota besar dapat dengan mudah
kita jumpai sekolah-sekolah yang ber kelas internasional dengan segala fasilitas yang
mendukung, maka tidak mengherankan apabila banyak anak-anak kota yang berhasil menyabet
medali emas pada ajang olimpiade SAINS tingkat dunia, maka secara positive thinking dapat kita
bayangkan tidak menutup kemungkinan anak-anak kita yang berada di pedalaman memiliki
potensi yang lebih besar dari mereka yang berada dikota senadainya didukung dengan segala
infrastruktur pendidikan yang memadai.
Indikasi permasalahan ini dapat kita lihat dengan tingginya angka pengangguran di Indonesia,
hal ini menunjukkan bahwa banyak lulusan sekolah atau perguruan tinggi yang tidak mampu
menembus bursa kerja, baik karma faktor rendahnya kompetensi maupun faktor lain yang
mengindikasikan pendidikan tidak mampu menjamin atau minimal meberi harapan yang terang
bagi para lulusan sekolah atau perguruan tinggi.
Pendidikan yang murah dan berkualitas tentunya menjadi harapan semua orang, sebenarnya
pendidikan di Indonesia apabila dibanding dengan Negara-negara maju yang tidak memakai
system free cost education termasuk murah akan tetapi karena rendahnya pengahsilan
masyarakat yang memperkuat asumsi kemahalan itu. Memang semenjak digulirkanya program
Bantuan Operasional Sekolah(BOS) pada tahun 2009, pembayaran SPP bagi siswa/siswi
SD,SMP kecuali RSBI dan SBI telah digratiskan, namun mereka masih harus membeli buku
yang mahal untuk bahan penunjang pendidikan, apalagi sekolah RSBI dan SBI yang masih harus
membayar pendidikan yang mahal ditambah buku pendidikan yang mahal pula, maka tidak
mengherankan apabila muncul opini yang semakin hari semakin banyak di amini oleh
masyarakat bahwa pendidikan berkualitas hanya bias dijangkau oleh golongan yang mampu.
Kurikulum di Indonesia terlalu memaksakan siswa untuk menguasai banyak pelajaran secara
sekaligus, hal ini tentunya sangat memberatkan siswa karena mereka akan mengalami sebuah
fenomena yang kurang menyenangkan, apabila mereka menyukai sebuah mata pelajaran, mereka
akan secara intensif mempelajarinya, namun apabila mereka tidak menyukai pelajarn tersebut,
mereka akan apatis sehingga nilai mereka anjlok di mata pelajaran tersebut.
9. Ujian Nasional
Setiap tahun siswa-siswi untuk jenjang SD,SMP/MTS,dan SMA/SMK dihadapkan pada sebuah
momok yang dianggap menakutkan, banyak diantara mereka yang stress dibuatnya, momok ini
adalah ujian nasional, Ujian yang akan menentukan lulus atau tidaknya siswa ini memang sudah
dipadukan dengan Ujian Sekolah dengan porsi 60% untuk UN dan 40% Untuk ujian sekolah,
akan tetapi, hal ini tetap masih memberatkan siswa yang memiliki fasilitas pendidikan serba
terbatas, karena standar pendidikan yang mereka poleh tentu sangat berbeda dengan sekolah
yang memiliki fasilitas lengkap. Maka tidak mengherankan apabila banyak sekolah atau oknum
pendidkan yang melakukan kecurangan dengan mencari bocoran-bocoran soal atau jawaban UN,
hal ini akan semakin memperburuk citra pendidikan di Indonesia.
Meningkatkan terus anggaran APBN dan APBD sesuai dengan amanah UUD yaitu
minimal 20% dari anggaran pemerintah sehingga perlahan namun pasti akan terjadi peningkatan
kualitas fisik maupun alat penunjang lainya yang mendukung berjalanya proses KBM.
Pemrintah melalaui KEMDIKNAS hendaknya juga mulai meningkatkan akses pendidikan bagi
anak-anak yang berada didaerah terpencil, dengan memberikan stimulus bagi para guru dan
siswa didaerah terpencil agar mau menyelenggarakan KBM dengan optimak dan giat. Stimulus
ini sifatnya juga harus diawasi dan akan dihentikan apabila ada pihak-pihak yang kurang
bertanggungjawab.
Sistem pendidikan nasional juga diarahkan bukan hanya untuk mencetak siswa yang memiliki
kemampuan kognitif tinggi, akan tetapi juga untuk mencetak generasi yang tangguh terhadap
tantangan global, materi kewirausahaan dirasa sangat perlu diajarkan sejak dini, agar jutaan ide
kreatif yang dihasilkan putra-putri bangsa bias tersalurkan dengan baik, dengan harapan tidak
ada lagi pengangguran dimasa mendatang.
Pemerintah juga seyogyanya meningkatkan penyediaan beasiswa berkeadilan bagi pelajar yang
berprestasi dan kurang mampu sehingga mereka dapat menikmati pendidikan dengan baik tanpa
harus dipusingkan dengan masalah biaya, agar mereka bias semakin produktif menyumbangkan
pemikiranya untuk bangsa dan negara.
Kurikulum pendidikan di Indonesia sebaiknya juga jangan membebani siswa dengan beban yang
terlalu berat, yaitu dengan banyaknya mata pelajaran yang harus ditempuh, nampaknya bijak
kiranya apabila siswa diberikan kesempatan untuk memilih beberapa mata pelajaran yang sesuai
dengan minat dan bakatnya agar lebih optimal dalam mengikuti pembelajaran disekolah.
Ujian Nasional memang masih menjadi momok yang menakutkan bagi pelajar SD,SMP dan
SMA di Indonesia, namun penulis memiliki saran, sebaiknya ujian nasional cukup dilaksanakan
bagi siswa SMP dan SMA saja, karena pemerintah telah menggalakan program wajib belajar 9
tahun, akan menjadi sebuah ironi apabila pemerintah menyuarakan warganya agar berseklolah
hingga SMP, namun banyak yang putus ditengah jalan karena tidak lulus Ujian Nasional di
Sekolah Dasar.
Program akreditasi sekolah hendaknya juga dirancang sedemikian rupa agar jangan sampai
mengganggu aktivitas KBM siswa, karena tujuan pendidikan utamanya adalah mencetak
generasi baru yang unggul bukan sekolah yang unggulan, dimana terlahir generasi yang unggul
disuatu sekolah, maka sekolah tersebut pasti akan menjadi sekolah unggulan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan di Indonesia mau tidak mau harus kita akui masih sangat tertinggal dari negara-
negara lain di dunia, di wilayah regional saja seperti ASEAN Indonesia tertinggal dari Malaysia
dan Singapura hal ini diakibatkan beberapa faktor yang sangat kompleks dan harus segera
ditangani secara serius agar mimpi mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas dapat segera
terwujud.
B. SARAN
Pemerintah khususnya kementrian pendidikan nasional harus segera menata den berbenah diri
untuk mengejar ketertinggalan ini, dengan berupaya terus meningkatkan kualitas fisik sekolah
maupun kualitas tenaga pengajar dan memformulasikan kurikulum yang tepat bagi pelajar
Indonesia.
C. DAFTAR PUSTAKA
TUJUAN PENDIDIKAN
29 12 2008
TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan sering bersifat sangat umum, seperti menjadi manusia yang baik, bertanggung
jawaab, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan
negara, dan sebagainya.
Dalam dunia pendidikan dikenal sejumlah usaha untuk menguraikan tujuan yang sangat umum
tersebut. Salah seorang diantaranya adalah Herbert Spencer (1860) yang menganalisis tujuan
pendidikan dalam lima bagian, yang berkenaan dengan:
Tujuan pendidikan yang dikemukakan Herbert Spencer tersebut didasarkan atas apa yang
dianggapnya paling berharga dan perlu untuk setiap orang bagi kehidupannya dalam
masyarakat.1
Bloom cs mebedakan tiga kategori tujuan pendidikan, yaitu2;
1. Kognitif (head)
1. Afektif (heart)
1. Psikomotor (hand)
1. Knowledge (Pengetahuan)
Meliputi informasi dan fakta yang dapat dikuasai melalui hafalan untuk diingat.
1. Comprehension (Pemahaman)
Merupakan kesanggupan untuk menyatakan suatu definisi, rumusan, menafsirkan suatu teori.
1. Application (Penerapan)
1. Analysis (Analisis)
1. Evaluation (Penilaian)
1. Receiving
1. Responding (Merespon)
Yaitu memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu, menunjukan kesediaan dan kerelaan
untuk merespon, merasa puas dalam merespon.
1. Valuing (Menghargai)
Yaitu menerima suatu norma, menghargai suatu norma, dan mengikat diri pada norma
tersebut.
1. Organization (Organisasi)
Membentuk suatu konsep tentang suatu nilai, menyusun suatu sistem nilai-nilai.
Mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga merupakan watak seseorang, norma itu
menjadi bagian diri pribadi.
Tingkatan Tujuan
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan
khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan
pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu;
TPN adalah tujuan yang bersuifat paling umum dan merupakan sasaran akhir yang harus
dijadikan pedoman leh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara
pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik
pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal, maupun
nonformal. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk prilaku yang ideal
sesuai dengan pandagan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah
dalam bentuk undang-undang. TPN merupakan sumber dan pedoman dalam usaha
penyelengggaraan pendidikan.
Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai Pancasila
dirumuskan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 “Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bengsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”3.
1. Tujuan Institusional
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan.
Dengan kata lain, tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh
setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga
pendidikan tertentu. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan
umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, seperti
standar kompetensi pendidikan dasar, menengah kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab
V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan
untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut4
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan meletakkan
dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berahlak mulia, memiliki pengetahuan,
keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta
menerapkan ilmu, teknologi, dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
1. Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata
pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus
dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu
lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk
mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat
mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional.
Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal
6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan , dan khusus pada
jenjang pendidikan dan menengah terdiri atas;5
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, maka Badan Standar Nasional Pendidikan
merumuskan tujuan setiap kelompok mata pelajaran sebagai berikut
1. Kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia bertujuan; membantu peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berahlak mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama,
kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah
raga dan kesehatan.
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan; membentuk
peserta didik menjadi manusia menjadi memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air.
Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, ahlak mulia,
kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
3. Kelompok mata pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan mengembangkan
logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.
4. Pada Satuan Pendidikan SD/MI/SD-LB/Paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pemngetahuan alam, ilmu pengetahuan
sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
5. Pada Satuan Pendidikan SMP/MTs/SMP-LB/Paket B, tujuan ini dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
keterampilan/kejuruan dan/teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang
relevan.
6. Pada Satuan Pendidikan SMA/MA/SMA-LB/Paket C, tujuan ini dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang
relevan.
7. Pada Satuan Pendidikan SMK/MAK, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan,
kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
8. Kelompok mata pelajaran estetika bertujuan membentuk karakter peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang
relevan.
9. Kelompok mata pelajaran Jasmani, olah raga dan kesehatan bertujuan membentuk
karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, danmenumbuhkan rasa sportifitas.
Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga,
pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
1. Tujuan Pembelajarn/Instruksional
= = = = =000000000= = = = =
2 Ibid.h. 24-25
3 Baca Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
5 Ibid, h. 65
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan
1. Menjelaskan dasar, fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional di negara Indonesia.
2. Menjelaskan prinsip dari penyelenggaraan pendidikan.
3. Menjelaskan beberapa hak dan kewajiban peserta didik dalam dunia pendidikan.
4. Menjelaskan tentang isi dari Undang-Undang Guru sebagai penunjang dari pelaksanaan kegiatan
pembelajaran.
5. Menyebutkan serta menjelaskan point apa saja yang menjadi ruang lingkup Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan demikian jelaslah bahwa dasar pendidikan di Indonesia adalah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan UUSPN No. 2 tahun 1989 dan UU Sisdiknas No. 20
tahun 2003.
BAB 2
KEDUDUKAN, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
1. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang sesuai
dengan peraturan perundang-perundangan.
2. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagai mana dimaksud pada ayat 1
dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan system
pendidikan nasional dan mewujudkan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis yang
bertanggung jawab.
BAB 3
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
1. Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Memiliki bakat ,minat, panggilan jiwa dan idealisme ;
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak
mulia ;
c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas ;
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas ;
e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan ;
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan profesi kerja ;
g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat ;
h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan ; dan
i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
2. Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
kemajemukan bangsa dan kode etik profesi.
G. Ruang Lingkup PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Menurut PP No 19 tahun 2005, Standar Nasional Pendidikan terdiri atas 8 ruang lingkup standar,
yakni antara lain :
1. Standar Isi
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria
tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu
(pasal 5 ayat 1).Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasardan
struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan,dan kalender
pendidikan/akademik (pasal 5 ayat 2).
Dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum, kurikulum untuk jenis pendidikan
umum,kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. (pasal 6 ayat 1)
2. Standar Proses
Standar proses ini meliputi pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan.
a. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pendidik dalam proses
pembelajaran harus memberikan keteladanan. (pasal 19 ayat 1)
b. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. (pasal 19 ayat 3).
c. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang
memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar. (pasal 20)
d. Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus
memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per
pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah
peserta didik setiap pendidik. (pasal 21 ayat 1)
e. Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan
menulis. (pasal 21 ayat 2)
f. Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai. (pasal 22 ayat 1)
g. Teknik penilaian sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa tes tertulis, observasi, praktek,
dan penugasan perorangan atau kelompok. (pasal 22 ayat 2)
h. Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-
kurangnya dilaksanakan satu kali dalam semester. (pasal 22 ayat 3)
i. Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang
diperlukan. (pasal 23)
j. Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan
dengan Peraturan Menteri. (pasal 24)
3. Standar Kompetensi Lulusan
Standar ini merupakan kulifikasi kemampuan lulusan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan,
dan ketrampilan.
a) Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan. (pasal 25 ayat 1)
b) Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk
seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata
kuliah. (pasal 25 ayat 2)
c) Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan
menulis sesuai dengan jenjang pendidikan. (pasal 25 ayat 3)
d) Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. (pasal 25 ayat 4)
e) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut. (pasal 26 ayat 1)
f) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. (pasal 26 ayat 2)
g) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. (pasal 26 ayat
3)
h) Standar kompetensi kelulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan,
keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan
ilmu, teknologi, dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan. (pasal 26 ayat 4)
i) Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan non formal
dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan oleh peraturan menteri. (pasal 27 ayat 1)
j) Standar kompetensi lulusan pendidikan tinggi ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.
(pasal 27 ayat 2)
Standar ini merupakan kriteria minimal tentang ruang belajar, perpustakaan, tempat olahraga,
tempat ibadah, tempat bermain dan rekreasi, laboratorium, bengkel kerja, sumber belajar lainnya
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran. Dalam standar ini termasuk pula
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
a) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. (pasal 42
ayat 1)
b) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. (pasal 42
ayat 2)
c) Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium
bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan
dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia. (pasal 43 ayat
1)
d) Standar jumlah buku teks pelajaran di perpustakaan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah
buku teks pelajaran untuk masing-masing mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan
untuk setiap peserta didik. (pasal 43 ayat 4)
e) Lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) untuk bangunan satuan pendidikan, lahan
praktek, lainnya untuk sarana penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan
pendidikan suatu lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat. (pasal 44 ayat 1)
Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan
program:
4) penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
maupun masyarakat
8) pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan. (pasal 59 ayat 1)
2) peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi
4) penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun
masyarakat
9) peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global
10) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidangpendidikan; dan (k) Penjaminan mutu
pendidikan nasional. (pasal 60)
Standar ini merupakan standar nasional yang berkaitan dengan komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan selama satu tahun.
a) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. (pasal 62
ayat 1)
b) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
(pasal 62 ayat 2)
c) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan. (pasal 62 ayat 3)
d) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (a) gaji pendidik
dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; (b) bahan atau peralatan
pendidikan habis pakai; dan (c) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya. (pasal 62 ayat 4)
e) Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan
usulan BSNP. (pasal 62 ayat 5)
Standar ini merupakan standar nasional penilaian pendidikan tentang mekanisme, prosedur,
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian yang dimaksud di sini adalah penilaian
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang meliputi: penilaian hasil belajar oleh
pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan penilaian hasil belajar oleh
pemerintah. Sedangkan bagi pendidikan tinggi, penilaian tersebut hanya meliputi: penilaian hasil
belajar oleh pendidik dan satuan pendidikan
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. (pasal 64 ayat 1)
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk : menilai pencapaian
kompetensi peserta didik bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan memperbaiki
proses pembelajaran. (pasal 64 ayat 3)
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi
lulusan untuk semua mata pelajaran dan dilakukan untuk semua mata pelajaran pada kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga,
dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan. (pasal 65 ayat 1 dan 2)
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan
secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. (pasal 66 ayat 1)
BAB III
A. Kesimpulan
Pada dasarnya semua hal yang menyangkut pendidikan nasional, baik itu dasar, fungsi
dan tujuan pendidikan nasional semuanya terangkum dalam UUSPN No. 2 tahun 1989 dan UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 serta tak lepas dari UUD 1945 dan Pancasila. Adapun penjabaran
dari tiap bidang, yaitu :
Fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional dituangkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas pasal 3 yang berbunyi :
Prinsip penyelenggaraan pendidikan diatur dalam Undang-Undang 20/2003 tentang Sisdiknas.
Ketentuan ini, diatur pada bab II pasal 4 yang diuraikan dalam 6 ayat.
Hak dan kewajiban peserta didik diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003
Pasal 12.
Semua hal yang menyangkut kinerja dan identitas dari guru dan dosen diatur dalam Undang
Undang Guru dan Dosen yang disusun berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas.
Menurut PP No 19 tahun 2005, Standar Nasional Pendidikan terdiri atas 8 ruang lingkup
standar.