Anda di halaman 1dari 8

PENGERTIAN DAN HAKIKAT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Iyan Nopiyanto
20086030008
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
E-Mail : iyanzx.nop@gmail.com

A. PENDAHULUAN

Manusia adalah satu-satunya makhluk Allah yang di anugerahi akal pikiran (homo
sapiens) yang dengannya manusia dapat memikirkan apa saja kapanpun dan dimana pun,
tentang segala sesuatu atau realitas baik berupa alam semesta/jagat raya (the universe)
sebagai mikrokosmos, serta tuhan (God, the creator) yang telah menciptakannya. Di dalam
sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmurannya meningkat
tinggi maka tampilah manusia – manusia unggul merenung dan memikir, menganalisis,
membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan kehidupan,
sosial kemasyarakatan, alam semesta dan jagat raya, serta memikirkan alam gaib, alam di
balik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan manusia pun mulai membangun
pemikiran yang kemudian di sebut filsafat.

Di era globalisasi saat ini, dimana perubahan di segala aspek kehidupan terjadi
dengan sangat cepat, dan tuntutan kehidupan yang semakin komplek, apakah filsafat
pendidikan islam masih diperlukan dan penting untuk di pelajari.

Bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat pendidikan islam merupakan pemikiran
mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan islam. Oleh
karena itu, filsafat ini juga memberikan gambaran tentang sampai dimana proses tersebut
dapat direncanakan, dan dalam ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses tersebut
dilaksanakan. Salain itu, filsafat pendidikan islam juga bertugas melakukan kritik-kritik
tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan islam itu serta
memberikan pengarahan mendasar tentang bagaimana metode tersebut harus
didayagunakan atau diciptakan agar efektif untuk mencapai tujuan.1

Dengan demikian, filsafat pendidikan islam, seharusnya bertugas dalam tiga


dimensi yaitu, memberi landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan
pendidikan yang berdasarkan ajaran islam, melakukan kritik dan koreksi terhadap proses
pelaksanaan tersebut, melakukan evaluasi terhadap evaluasi terhadap metode dari proses
pendidikan tersebut.

Ketiga landasan tersebut berjalan di atas landasan landasan berpikir yang bersifat
sistematis, logis menyeluruh, radikal dan universal serta terpadu. Selain itu, filsafat
pendidikan islam juga dapat membantu para perancang pendidikan dan orang – orang yang

1
Arifin. Filsafat pendidikan islam, (jakarta : bumi aksara, 1994), hlm. xi.
melaksanakanya dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran yang sehat tentang
proses pendidikan islam. Pengertian dan hakekat Filsafat Pendidikan Islam.2

Dalam masyarakat yang sedang berubah, di tengah kemajuan dan perkembangan


zaman di era globalisasi ini, peran dan fungsi filsafat pendidikan islam semakin penting,
karena filsafat ini menjadi landasan strategi dan kompas jalanya pendidikan islam.

Bernagkat pada hal tersebut atas pentingnya mempelajari Filsafat Pendidikan Islam
maka penulis bermaksud membuat Makalah yang berjudul “Pengertian dan Hakikat
Filsafat Pendidikan Islam.

B. Penegertian Filsafat Pendidikan Islam

Untuk memahami apakah filsafat pendidikan islam itu, maka dapat di dekati dari
tiga sudut pandang, yaitu : 1) filsafat pendidikan islam adalah filsafat pendidikan yang
berlandaskan islam; 2) filsafat pendidikan islam adalah filsafat islam tentang pendidikan;
3) filsafat pendidikan islam adalah filsafat mengenai pendidikan islam.3
Pertama, filsafat pendidikan islam yang berlandaskan islam, yakni analisis filosofis
pendidikan yang didasarkan pada sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-
Hadits. Islam dalam hal ini di jadikan sebagai landasan dalam melakukan analisis, sistesis,
dan preskripsi terhadap masalah-masalah kehidupan manusia dalam mengembangkan
potensi dirinya maupun orang lain. Yang berarti al-Qur’an, Kitab suci wahyu Allah,
menjadi sumber rujukan utama dari teori-teori atau konsep-konsep pendidikan. Kebenaran
wahyu bersifat mutlak karena bersumber dari wahyu tuhan, sedangkan kebenaran filsafat
bersifat relatif karena bersumber dari akal pikiran manusia. Kerja akal harus selalu di
konsultasikan pada sumber kebenaran tertinggi yaitu kitab suci, wahyu tuhan.
Kedua, filsafat islam tentang pendidikan. Dalam pemikiran kedua ini, filsafat
pendidikan islam adalah pemikiran-pemikiran para filsuf muslim tentang pendidikan, yaitu
berupa aktifitas manusia dalam mengembangkan potensi dirinya dalam hubungannya
dengan tuhan, alam, dan diri manusia sendiri. Dalam pengertian ini penekananya pada
filsafat islam pemikiran para filsuf muslim, al-Kindi, Ibnu Sina, al-Farabi, al-Ghazali, Ibnu
Thufail, Ibnu Hazm, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dll. Perihal perbuatan mendidik atau
tentang aspek-aspek pendidikan. Pendidikan dalam hal ini tidak dipahami secara sempit,
yaitu aktifitas pembelajaran di sekolah atau madrasah semata, tetapi adalah
pendidikandalam pengertian yang luas, yaitu keseluruhan aktivitas manusia dalam
memanusiakan manusia, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain.
Ketiga, Filsafat tentang pendidikan islam. Filsafat pendidikan islam dalam
pengertian ini merupakan analisis filosofis tentang permasalahan pendidikan islam, baik
permasalahan bersifat teoritis maupun praktis. Filsafat yang digunakan sebagai pisau
analis, dalam pengertian ini, bisa berasal dari aliran filsafat islam maupun aliran filsafat
2
Omar muhamad al-Toumy al-Syabani, Falsafah Pendidikan Islam, (Falsafat al-Tarbiyah al-Islamiyah), terj.
Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm. 33.
3
Mahfud Junaedi. Paradigam Baru Filsafat Pendidikan Islam. (Depok : Kencana, 2017), hlm. 85
barat baik klasik maupun modern. Pengertian ini banyak diikuti oleh para pemikir
pendidikan islam kotemporer di antranya : Hasan Langgulung, Fazlur Rahman, dll. Dalam
pengertian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat pendidikan islam adalah analisis
filsafat tentang berbagai persoalan pendidikan islam, atau teori-teori filsafat tentang
pendidikan dalam masyarakat islam.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa walaupun secara sekilas
berbeda tetapi pada dasarnya memilki kesamaan, yakni sama-sama mengkaji pendidikan
islam dari sudut pandang filsafat. Jadi filsafat pendidikan islam mencakup ketiga
perspektif tersebut, dan ketiganya saling berkaitan. Dengan demikian, filsafat pendidikan
islam merupakan sinergi antara islam, filsafat, filsafat islam, dan filsafat pendidikan.
Sedemikan rupa, sehingga untuk memahami filsafat pendidikan islam dibutuhkan
pemahaman yang biak tentang islam, filsafat, dan filsafat islam terutama pada hal-hal yang
berhubungan dengan masalah pendidikan dan filsafat pendidikan.

C. Kedudukan Filsafat Pendidikan Islam.

Kedudukan Filsafat Pendidikan Islam dalam Islam dan Pendidikan Islam adalah
sebagai alat atau sarana untuk memahami, dan untuk menyelasaikan permasalahan
pendidikan Islam dengan mendasarkan atas keterkaitan hubungan antara teori dan praktek
pendidikan. Karena pendidikan akan mampu berkembang bilamana benar-benar terlibat
dalam dinamika kehidupan masyarakat.
Antara pendidikan dan masyarakat selalu terjadi interaksi (saling mempengaruhi)
atau saling mengembangkan, sehingga satu sama lain dapat mendorong perkembangan
untuk mengokohkan posisi dan fungsi serta idealistas kehidupannya. Ia memerlukan
landasan ideal dan rasional yang memberikan pandangan mendasar, menyeluruh dan
sistematis tentang hakekat yang ada di balik masalah pendidikan yang dihadapi. Dengan
demikian filsafat pendidikan menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan Islam
tentang hakekat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang
dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses pendidikan.4
Dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan seperti abad 21 ini,
kegunaan fungsional dari Filsafat Pendidikan Islam adalah semakin penting, karena filsafat
menjadi landasan strategi dan kompas jalannya pendidikan Islam. Kemungkinan-
kemungkinan yang menyimpang dari tujuan pendidikan Islam akan dapat diperkecil dan
sebaliknya kemampuan dan kedayagunaan pendidikan Islam dapat lebih dimantapkan dan
diperbesar karena gangguan, hambatan serta rintangan yang bersifat Mental/spiritual serta
teknis operasional akan dapat diatasi atau disingkirkan dengan lebih mudah.5

D. Objek Kajian Filsafat Pendidikan Islam

4
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu tinjauan teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner; Jakarta: Bumi Aksara, 1993, hlm. 44.
5
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1994, hlm. xii.
Memasuki filsafat pendidikan islam berarti memasuki arena pemikiran yang
mendasar, sistematis, logis dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak
hanya di latar belakangi oleh ilmu pengetahuan agama islam saja, tetapi menuntut kepada
kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.6
Tradisi filsafat apa pun dan dimanapun, adalah selalu berpikir dialektis dari tingkat
metafisis, teoritis, sampai pada tingkat praktis. Tingkat metafisis disebut ontologi, tingkat
teoritis disebut juga epistemologi, dan tingkat praktis disebut aspek aksiologisatau etis.
Jika diterapkan pada kegiatan pendidikan, aspek ontologi berkaitan dengan keberadaan
manusia, yakni berupa pandangan hidup atau philosophy of life dari manusia sebagai
pelaku utama pendidikan, sedemikian rupa sehingga berpengaruh terhadap tujuan yang
diinginkan dan diusahakan untuk dicapai oleh manusia itu sendiri. Adapun aspek
estimologi, menekankan pada keseluruhan upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan
yang diinginkan, yakni berupa aktivitas belajar dan mengajar, mendidik, membimbing
melatih, menilai, dan lain sebagainya. Dan aspek aksiologi atau etis berkaitan erat dengan
nilai-nilai atau perubahan perilaku yang dihasilkan dari keseluruhan proses/aktivitas
pendidikan, yaitu berupa kematangan spiritual, kematangan emosional, kematangan,
intelektual, dan keterampilan anggota badan.7
Ketiga aspek filsafat pendidikan tersebut saling berhubungan antara satu dengan
yang lainya secara kausalistik. Aspek ontologi mendasari aspek epistemologi, dan aspek
epistemologi memberikan jalan atau metode kepada aspek aksiologi, sedangkan aksiologi
merupakan hasilnya.
Lalu apa yang menjadi objek kajian filsafat pendidikan islam itu ? dari segi objek
setiap disiplin ilmu selalu dibedakan menjadi dua yaitu objek materi dan objek forma.
Objek materi merupakan bahan baku utama dari ilmu pengetahuan yang bersifat lebih
umum dan berdimensi makro. Objek forma adalah sesuatu yang menjadi fokus kajian
(focuse of study) atau sudut pandang (point of view) tertentu dari sesuatu hal, yang bersifat
lebih spesifik, dan berdimensi mikro. Objek forma membedakan antara satu disiplin ilmu
dengan disiplin ilmu lainya.
Objek materi filsafat pendidikan islam adalah sama dengan objek materi filsafat
maupun filsafat islam yaitu segala realitas yang ada yaitu Tuhan, manusia, dan alam. Baik
ada yang bersifat fisik, empirik, maupun ada yang non fisik, metafisik. Adapun objek
forma filsafat pendidikan islam adalah hakikat manusia dari sudut pandang pendidikan
islam (islamic education point of view), sebagai upaya manusia untuk memahami tuhan,
alam, dan manusa itu sendiri. Sehingga manusia akan dapat mengerti siapa tuhanya,
dirinya, dan alam semesta.
Secara lebih perinci dapat dijelaskan bahwa filsafat pendidikan islam berfokus
pada pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang pendidikan, diantaranya : apa sesungguhnya
tujuan pendidikan islam itu ? dan pertanyaan turunannya : apa hakikat manusia ?
bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan ? apa standar moral yang harus di pegangi
manusia ?.

6
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1994
7
Suparlan Suhartono. Filsafat pendidikan. (Yogyakarta : ar-Ruzza, 2007), hlm.93-94 .
E. Sumber-Sumber Filsafat Pendidikan Islam

Secara umum, dapat dikemukakan bahwa sumber-sumber filsafat pendidikan islam,


yaitu,Wahyu, yaitu Al-Qur’an al-Karim, Al-Hadits, Ijtihad atau hasil pemikiran para
sahabat rasul dan pemikir muslim klasik maupun modern, Pemikir-pemikir pendidikan
barat.
1. Al-Qur’an sebagai sumber normatif pertama
Sumber pertama filsafat pendidikan islam adalah Al-Qur’an al-Karim. Al-Qur’an
adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada rasul kekasihnya, Muhammad SAW,
berfungsi sebagai rahmat dan petunjuk yang mengandung kebenaran ilahiyah bagi manusia
dan alam semesta. Ia berbicara kepada rasio dan kesadaran (conscience) manusia. Al-
Qur’an menunjukan manusia jalan terbaik guna merealisasikan dirinya, mengembangkan
kepribadianya, dan mengantarkannya ke jenjang kesempurnaan insani.8
Dalam hubunganya dengan ilmu pengetahuan, Al-Qur’an mendorong manusia
untuk menggunakan akal pikiranya serta menambah ilmu pengetahuan semaksimal
mungkin. Kemudian juga menjadikan observasi atas alam semesta sebagai alat untuk
percaya kepada setiap penemuan baru atau teori ilmiah. Sehingga mereka dapat
menemukan dalilnya dalam Al-Qur’an untuk di berikan atau dibantahnya. 9 Al-Qur’an
dalam hal ini, merupakan kebenaran dalam aktualisasi tertinggi, kebenaran etik insaniah.
Disebut kebenaran integratif Ilahiyah, karena Al-Qur’an dan Hadits memberikan kepada
kita ayat, isyarat, hudan dan sekaligus rahmat.10
Dalam mengkaji tentang tujuan pendidikan islam, misalnya para pemikir
pendidikan islam memposisikan wahyu, ayat Al-Qur’an dalam posisi sentral. Yakni
berangkat dari ayat Al-Qur’an al-Ana’am ayat 162 :
َ‫ي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬ َ ‫قُ ۡل إِ َّن‬
]َ ‫صاَل تِي َونُ ُس ِكي َو َم ۡحيَا‬
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Ketika berbicara tentang tujuan pendidikan, mengharuskan kita berbicara tentang
tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia
haruslah dikaitkan dengan Allah. Demikian juga ketika berbicara tentang aspek-aspek
pendidikan lainya, para pakar pendidikan islam selalu berlandasakan pada al-Qur’an. Hal
yang demikian karena al-Qur’an menyediakan prinsip-prinsip pendidikan bagi manusia.
Sehingga, seseorang tidak dapat berbicara tentang pendidikan islam tanpa menjadikan al-
Qur’an sebagai langkah awal.

2. Al-Hadits Sebagai Sumber Normatif Kedua


Sumber filsafat pendidikan islam yang kedua setelah al-Qur’an adalah al-Hadits
atau as-Sunnah. Karena hadits merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an. Mendudukan

8
Utsman Najati, Al-Qur’an dan ilmu jiwa (Al-Qur’an wa ‘ilmu Nafs), alih bahasa Ahmad Rofi”i Utsmani.
(Jakarta : Pustaka, 1985), hlm.1.
9
Quraisy Sihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1995), hlm. 19.
10
Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Serasin, 1996), hlm. 185-187.
hadits sebagai sumber rujukan dan sekaligus sebagai tempat konsultasi dalam
mengkostruksi sebuah pemikiran.
Dilihat dari sudut ajaran islam, Rasulullah merupakan tokoh sentral yang sangat di
butuhkan, bukan sekadar membawa risalah Ilahiyah dan menyampaikan ajaran islam yang
terkandung didalamnya saja, lebih dari itu beliau sangat dibutuhkan sebagai tokoh satu-
satunya yang dipercaya oleh Allah untuk menjelaskan, memerinci atau memberi contoh
pelaksanaan ajaran tersebut. Itulah tugas Rasul yang dibebankan oleh Allah kepada beliau.
Karena itu dianggap sebagai dalil syariat dan sumber ajaran islam yang pokok di bawah
wahyu Al-Qur’an, baik dari segi tingkatnya, kedudukanya, maupun penggunaanya.
Kaitannya dengan Hadits sebagai sumber filsafat pendidikan islam, sebagai berikut:
bahwa pemikiran pendidikan pada periode awal dalam sejarah islam wujud dalam ayat-
ayat al-Qur’an dan pada Hadits-hadits Rasulullah SAW ketika beliau berbicara
dengansahabat-sahabatnya, dan mengajak manusia percaya kepada Allah dan
meninggalkan penyembahan berhala. Pemikiran pendidikan islam, menurutnya, dilihat dari
segi al-Qur’an dan sunnah, tidaklah cukup sebagai pemikiran pendidikan yang terputus,
terlepas dari hubunganya dengan masyarakat seperti digambarkan oleh islam, tetapi suatu
pemikiran yang hidup dan dinamis, berada dalam kerangka paradigama umum bagi
masyarakat seperti yang dikehendaki.11

3. Ijtihad Para Sahabat dan Pemikir Muslim


Para sahabat terutama dalam kelompok khulafaur rasyidin, empat orang sahabat
Nabi yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin al-Khattab, Usman bin ‘Affan, dan Ali bin
Abi Thalib adalah orang-orang yang yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan
Nabi, bahkan mereka mempunyai hubnungan kerabat dengan Nabi baik kerena darah
maupun perkawinan.
Gambaran umum tentang ijtihad pada masa khulafa rasyidin, dijelaskan oleh al-
Makki, seorang pemikir Mekkah dari Mazhab Maliki sebagaimana ditulis oleh Nurcholis
Madjid bahwa Umar adalah orang yang berpikiran luas yang tidak segan-segan mengambil
apa saja yang baik dari umat lain, meskipun umat kafir. Bahkan Umar tidak memandang
semua perkara bersifat ta’abudi dan tidak memandang baik terhadap sikap jumud dalam
hukum, tetapi mengikuti berbagai pertimbangan ke maslahatan.
Pemikiran para cendikiawan Muslim seperti al-Kindi, al-Faraby, Ibnu Sina dan
sebagainya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan merupakan hasil ijtihad yang
mempunyai kedudukan sangat krusial dalam memabangun sebuah pardigma pendidikan
islam. Filsafat pendidikan islam, juga tidak bisa dilepaskan dari karya-karya cendikiawan
muslim kontemporer juga.

4. Pemikir Barat
Memang harus diakui bahwa saat ini barat sangat unggul dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi dan dibandingkan dengan dunia islam. Dengan dukungan biaya
yang besar, infrastruktur yang sangat memadai, dan universitas-universitas kelas dunia,
11
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1988), hlm. 120.
seperti univerisitas Oxford dan Harvard dan lain sebagainya. Walhasil dunia barat maju
dengan segudang penemuan dalam semua bidang kehidupan ilmiah, baik sains kealaman
yang bersifat empirik maupun sains-sains sosial humaniora lainya, seperti filsafat yan non
empirik.
Saat ini, harus diakui bahwa pendidikan islam baik pada dataran teoretis maupun
praktis tidak lepas dari sistem pendidikan barat maupun kebudayaan barat. Adalah sebuah
keniscayaan dan keharusan zaman, umat islam saat ini harus lebih banyak belajar kepada
para pemikir/filsuf barat, jika memang umat islam ingin berubah dan maju, untuk
selanjutnya menguasai peradaban barat untuk membangun peradaban baru di dunia islam.
Penguasaan pemikiran barat sangat diperlukan jika umat islam ingin melakukan
naturalisasi pemikiran dan peradaban barat di dunia islam. Sebagaimana para filsuf muslim
yang melakukan naturalisasi pemikiran Yunani, dalam peradaban islam.

F. Penutup

1. Kesimpulan
Untuk memahami apakah filsafat pendidikan islam itu, maka dapat di dekati dari
tiga sudut pandang, yaitu : 1) filsafat pendidikan islam adalah filsafat pendidikan yang
berlandaskan islam; 2) filsafat pendidikan islam adalah filsafat islam tentang pendidikan;
3) filsafat pendidikan islam adalah filsafat mengenai pendidikan islam.
Kedudukan Filsafat Pendidikan Islam dalam Islam dan Pendidikan Islam adalah
sebagai alat atau sarana untuk memahami, dan untuk menyelasaikan permasalahan
pendidikan Islam dengan mendasarkan atas keterkaitan hubungan antara teori dan praktek
pendidikan. Karena pendidikan akan mampu berkembang bilamana benar-benar terlibat
dalam dinamika kehidupan masyarakat.
Objek materi filsafat pendidikan islam adalah sama dengan objek materi filsafat
maupun filsafat islam yaitu segala realitas yang ada yaitu Tuhan, manusia, dan alam. Baik
ada yang bersifat fisik, empirik, maupun ada yang non fisik, metafisik.
Secara umum, dapat dikemukakan bahwa sumber-sumber filsafat pendidikan islam,
yaitu,Wahyu, yaitu Al-Qur’an al-Karim, Al-Hadits, Ijtihad atau hasil pemikiran para
sahabat rasul dan pemikir muslim klasik maupun modern, Pemikir-pemikir pendidikan
barat.
2. Saran
Saran saya selaku penyusun makalah mudah-mudahan membuka wawasan
pembaca khususnya penyusun makalah akan pentingnya kita mempelajari Filsafat
Pendidikan Islam dan dapat memahami hakikat dan pengertian filasafat agar dapat
membuka wawasan baru selaku akademisi untuk terus selalu mengambil himah dan
pelajaran dari apa saja yang kita lalui khususnya pada pembelajaran Filsafat Pendidikan
Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 1994. Filsafat pendidikan islam. Jakarta : Bumi Aksara.


Junaedi Mahfud. 2017. Paradigam Baru Filsafat Pendidikan Islam. Depok : Kencana.
M. Arifin. 1993. Ilmu Pendidikan Islam Suatu tinjauan teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Najati Utsman. 1985. Al-Qur’an dan ilmu jiwa (Al-Qur’an wa ‘ilmu Nafs), alih bahasa Ahmad
Rofi”i Utsmani. Jakarta : Pustaka.
Muhadjir Noeng. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rake Serasin.
Omar muhamad al-Toumy al-Syabani. 1979. Falsafah Pendidikan Islam, Falsafat al-Tarbiyah al-
Islamiyah), terj. Hasan Langgulung. Jakarta : Bulan Bintang.
Sihab Quraisy. 1995. Membumikan Al-Qur’an. Bandung : Mizan.
Suhartono Suparlan. 2007. Filsafat pendidikan. Yogyakarta : ar-Ruzza.
Hasan Langgulung. 1988. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta : Pustaka al-Husna.

Anda mungkin juga menyukai