PENDAHULUAN
Belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat
atau hasil dari pengalaman yang lalu atau latihan. Siswa mengalami suatu proses belajar.
Dalam proses belajar tersebut, siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk
mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang
dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin rinci dan menguat.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam proses belajar mengajar.
Kesulitan dalam belajar merupakan salah satu factor penghambat dalam tercapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Sebagai guru sudah sepatutnya kita bisa menyadari dan
bisa memecahkan permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran tersebut.
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya
banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Emosi atau perasaan adalah respon evaluatif yang biasanya mencakup kombinasi
kebangkitan psikologis, pengalaman, subjektif (positif, negatif, atau ambivalen), dan ekspresi
behavioral. Kegembiraan dan kekecewaan, kesedihan dan keterkejutan, iri dan bangga, dan
lusinan emosi lainnya sering menemani kehidupan kita sehari-hari, dimana pun kita berada atau
apapun bahasa yang kita gunakan. Kita menunjukkan emosi sejak kita lahir. Kita belajar emosi
dari orang-orang disekitar kita, buku yang kita baca, dan film yang kita tonton.
2.2 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa
Banyak usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi
yang terbaik seperti mengikuti bimbingan belajar. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih
2
ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan
ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional. Karena kecerdasan
intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak,
kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan. Dengan kecerdasan emosional, individu
mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca
dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif.
Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan
bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau
kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial :
yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat; tahu pola perilaku yang diharapkan orang lain
dan bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk berbuat nakal; mampu menunggu, mengikuti
petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan; serta mengungkapkan kebutuhan-
kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya buruk,
menurut laporan tersebut, tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional ini
(tanpa memperdulikan apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti
kertidakmampuan belajar). (Goleman, 2002:273).
3
Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi
lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, lebih terampil
dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap
dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik (Gottman,
2001:xvii).
Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan
proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut
besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan
emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-
perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga
pada saat remaja akan lebih banyak sukses disekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-
rekan sebaya serta akan terlindung dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan,
kekerasan serta seks yang tidak aman (Gottman, 2001 : 250).
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan
salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan
untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik di sekolah..
Tingkat intelegensi antara individu satu dengan individu lainnya belum tentu sama, oleh
karena itu terdapat bermacam-macam tingkatan intelegensi.
Menurut Woodworth dan Marquis (1955), taraf intelegensi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
4
3. 110 – 119 : superior (cerdas)
4. 90 – 109 : normal (average)
5. 80 – 89 : dull (bodoh)
6. 70 – 79 : border line (anak pada batas potensi)
7. 50 – 69 : morrons (debiel)
8. 30 – 49 : embicille (embisiel)
9. Dibawah 30 : idiot
Dari klasifikasi tersebut dapat kita lihat bahwa intelegensi normal pada interval antara 90
– 110. Sedangkan cerdas pada interval 110 – 119 serta interval 80 kebawah adalah merupakan
intelegensi rendah.
a) Cerdas
Yaitu terdapat pada mereka yang mempunyai IQ 120 – 129. Salah satu dari ciri individu
kelompok ini adalah bila mereka bersatu dengan kelompok normal akan terlihat lebih
jelas menonjol prestasinya.
b) Normal atau sedang
Individu yang termasuk kelompok ini mempunyai IQ 180 – 119. Kelompok ini masih
dapat kita bagi tiga bagian yaitu ; normal tinggi, normal sedang, dan normal rendah.
Pada normal tinggi dalam belajar mereka dapat menyelesaikan jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Dan kelompok normal sedang berada di antara normal rendah dan normal
tinggi. Dikelompok ini yang paling besar mencapai prestasinya, sedangkan untuk
kelompok normal rendah individunya agak lambat dalam belajarnya, sehingga hanyalah
dapat menyelesaikan pendidikan pada tingkat SLTA.
c) Bodoh
Taraf kelompok ini terdapat pada klarifikasi antara normal dan debil, ibtelegensinya
sekitar 80 – 89. Individu normal yang bodoh ini masih dapat memelihara dirinya sendiri,
5
tetapi dalam hal belajar sering tertinggal oleh teman-teman sekelasnya. Dalam jenjang
pendidikannya hanya dapat menyelesaikan jenjang terakhir di SLTP.
Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi individu dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian
yaitu:
1. Emosi sensoris
Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh,
seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar
2. Emosi psikis..
Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti : perasaan
intelektual, yang berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran perasaan sosial, yaitu perasaan
yang terkait dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun
kelompok.
1) Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau
etika (moral)
2) Perasaan keindahan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keindahan akan sesuatu,
baik yang bersifat kebendaan maupun kerohanian
3) Perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (Homo Divinas)
dan makhluk beragama (Homo Religious).
6
2.4 Dampak Intelegensi dan Emosi dalam Belajar
Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar (Meier dalam DR. Nyayu
Khodijah, 2006). Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil
belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan
menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai
dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosi positif pada
7
diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar.
Menurut Meier, 2002 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006) kegembiraan belajar seringkali
merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan
berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan
berarti bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Selain
itu, dapat juga dilakukan pengembangan kecerdasan emosi pada siswa. Kecerdasan emosi
merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam
berhubungan dengan orang lain.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Intelegensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan dari pada
kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu
2. Emosi atau perasaan adalah respon evaluatif yang biasanya mencakup kombinasi
kebangkitan psikologis, pengalaman, subjektif (positif, negatif, atau ambivalen), dan
ekspresi behavioral
3. Dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor
yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk
meraih prestasi belajar yang lebih baik di sekolah..
9
DAFTAR PUSTAKA
B. Shiraev, David A. Levy. 2016. Psikologi Lintas Kultural. Jakarta: PT. Fajar
Interpratama Mandiri.
https://yogacintaindonesia.wordpress.com/2014/02/19/makalah-emosi-psikologi-umum/
10