Anda di halaman 1dari 21

EVALUASI KURIKULUM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Telaah Kurikulum”

Dosen Pengampu : Nawang Sulistyani, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 12

1. Sheren Mega Velina 201710430311143


2. Fina Khairunnisa Fadilah 201710430311150
3. Rosa Ardiana Ningrum 201710430311154
4. Yusnia Ristanti 201710430311158
5. Riska Nurvanita 201710430311169

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran allah SWT tuhan semesta alam karena atas ijin dan
kehendaknya juga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak Penulisan dan pembuatan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah statistik. Adapun yang kami bahas dalam
makalah ini mengenai evaluasi kurikulum.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis,

Kelompok 5

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
A. Pengertian Evaluasi Kurikulum ....................................................................................... 3
B. Peranan Evaluasi Kurikulum ........................................................................................... 4
C. Aspek Kurikulum yang Dinilai ......................................................................................... 4
D. Model-Model Evaluasi Kurikulum .................................................................................. 7
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 17
A. KESIMPULAN ................................................................................................................ 17
B. SARAN .............................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan,
organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka
tidak akan mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan
serta hasilnya. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan
kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam
kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan mkenetapkan kebijaksanaan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para
pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa,
memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alatbantu pelajaran, cara penilaian serta
fasilitas pendidikan lainnya.
Disekolah, kita sering mendengar bahwa guru sering memberikan ulangan harian, ujian
akhir semester, tes tertulis, tes lisan dan sebagainya. Istilah-istilah ini pada dasarnya
merupakan bagian dari sistem evaluasi itu sendiri. Srelama ini model kurikulum yang berlaku
adalah model kurikulum yang bersifat akademik. Kurikulum yang demikian cenderung terlalu
berorientasi pada isi atau bahan pelajaran. Berdasarkan beberapa penelitian ternyata model
kurikulum yang demikian kurang mampu meningkatkan kemampuan anak didik secara
optimal. Maka dengan adanya evaluasi diharapkan dapat memperbaiki aspek-aspek diatas
sehingga model kurikulum yang diterapkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud evaluasi kurikulum ?
2. Apa saja peran evaluasi krikulum?
3. Apa saja penilaian aspek kurikulum yang dinilai?
4. Sebutkan model-model evaluasi kurikulum?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan peranan evaluasi kurikulum.
2. Mengetahui peranan evaluasi kurikulum
3. Mengetahui penilaian aspek kurikulum yang dinilai.
4. Mengetahui model-model evaluasi kurikul

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi Kurikulum

Dalam pegembangan krikulum, evaluasi meupakan salah satu komponen penting dan tahap
yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Hasil yang diperoleh
dapat dijadikan balikan (feed-back) bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan
kurikulum. Sebelumnya akan dijelaskan telebih dahulu mengenai beberapa pegetian istilah
berikut ini, yaitu tes, pengukuran, penilaian dan evaluasi.

Tes adalah serangkaiaan tugas atau soal-soal yang harus dierjakan atau dijawab oleh
peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Fungsi tes adalah sebagai alat
ukur. Dalam pengembangan kurikulum tes digunakan untuk mengukur hasil atau prestasi
belajar. Aspek perilaku yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam
menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan.

Istilah pengukuran dapat diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
kuantitas sesuatu. Dalam kegiatan pengukuran tersebut tentu harus meggunakan alat ukur yang
biasanya berupa tes. Penilaian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk memberi
berbagai informsi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar
siswa. Penilaian tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja , tetapi
brsifat menyeluruh yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan,sikap, dan nilai-nilai.

Secara etimologis kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti
penilaian terhadap sesuatu. Witherington secara singkat merumuskan bahwa mengevaluasi
berarti memberi nilai, menetapkan apakah sesuatu bernilai atau tidak bernilai. Evaluasi adalah
suatu tindakan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu terhadap suatu sistem,
berdasarkan pertimbangan dan kreteria tertentu sebagai bentuk akuntanbilitas penyelegaraan
kegiatan dalam rangka membuat suatu keputusan. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat
komperhensif yang meliputi pengukuran sedangkan tes merupakan suatu alat untuk
mengukur. Pengukuran bersifat kuantitatif, evluasi dan penilaian bersifat kualitatif.

3
Dengan demikian evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan
penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kreteria tertentu, sebagai bentuk
akuntabilitas pengembangan kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikuluim.

B. Peranan Evaluasi Kurikulum

Peranan evaluasi kebijakan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya berkenaan


dengan tiga hal yaitu:

1. Evaluasi sebagai moral judgement, konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai,
hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan
selanjutnya hal ini mengandung dua pengertian. Pertama, evaluasi berisi suatu sekala
nilai moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai. Kedua,
evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan kreteria-kreteria suatu hasil
dapat dinilai.
2. Evaluasi adalah penentuan keputusan, pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
pendidikan atau kurikulum banyak yaitu : guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para
inspektur dan penembang kurikulum dll. Beberapa diantara mereka yang memegang
peranan paling besar dalam menentukan keputusan, pada prinsipnya tiap individu
diatas membuat keputusan sesuai dengan posisinya.
3. Evaluasi dan konsensus nilai dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan
pelaksnaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang
ikut terlibat dalam kegiatan penilaian atau evaluasi, para partisipan dalam evaluasi
pendidikan dapat terdiri dari : orang tua, murid, guru, pengemban kurikulum dan lain
sebagainya. Bagaimana caranya agar dapat diantara mereka terdapat satu kesatuan
peilaian hanya dapat d capai melalui suatu konsensus.

C. Aspek Kurikulum yang Dinilai


Penilaian terhadap suatu kurikulum tidak hanya meliputi salah satu atau beberapa aspek
saja, melainkan seluruh aspek yang ada. Aspek-aspek kurikulum yang dinilai sesuai dengan
komponen komponen yang ada pada kurikulum itu sendiri, yaitu yang secara garis besar dapat
dibedakan menjadi komponen tujuan, isi atau bahan pengajaran, organisasi bahan, dan strategi
pelaksanaannya. Akan tetapi, penilaian terhadap kurikulum yang telah dan sedang dijalankan

4
masih harus ditambah lagi dengan komponen bagaimana pelaksanaannya di lapangan dan
bagaimana hasil-hasil yang dapat dicapai melalui kurikulum yang bersangkutan. Penilaian
terhadap kurikulum-kurikulum dalam lingkungan pendidikan dasar dan menengah pun
dilakukan dengan menilai terhadap aspek-aspek analisis isi, pelaksanaannya di lapangan, dan
hasil-hasil yang dicapai oleh kurikulum tersebut.
Sebagai bahan perbandingan berikut dikemukakan terlebih dahulu oleh Saylor dan
Alexander (1979). Menurut Saylor dan Alexander, penilaian terhadap kurikulum harus
mencakup sejumlah aspek, komponen, atau bagian yaitu yang berupa (1) tujuan institusional,
kurikuler, dan instruksional, (2) program sekolah sebagai satu kesatuan, (3) bagian khusus
program pendidikan, (4) pengajaran, dan (5) evaluasi program (Saylor and Alexander: 310-
354).
1. Tujuan
Suatu perencanaan program pendidikan, mungkin keduluruhan program, kurikulum,
pengajaran, atay penilaian, harus didasarkan pada tujuan perencanaan kegiatan itu. Oleh karena
itu, langkah perumusan itu sahih, layak, dapat dicapai, dan dapat diterima. Adapun proses
melakukan penilaian itu dapat melalui langkah-langkah sebagai berikut. (1) Analisis kesahihan
dan kompetensi data-data tujuan itu, (2) Menyatakan nagaimana pandangan filsafst
pendidikan, (3) Kumpulkan pamdangan dan penilaian tentang tujuan sekolah membentuk
kompetensi, (4) Menentukan kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan prestasi siswa dan
keluaran yang lain melalui evaluasi kesuluruh program, (5) Dapatkan penilaian ahli tentang
pengujian kesesuaian itu, dan (6) Menyampaikan bukti-bukti yang diperoleh itu kepada
pembuat keputusan (Saylor and Alexander: 311-312). Menurut Tyler (ibid) filsafat pendidikan
yang bersifat menyeluruh dapat dijadikan pedoman penilian, di samping juga adanya informasi
dan pengetahuan yang merupakan penerapan filsafat itu. Selain itu, penilaian tujuan juga dapat
dikaitkan dengan “misi” suatu sekolah yang bersangkutan.
McNeil (1977:83) mengemukakan bahwa tujuan- tujuan itu harus memenuhi persyaratan
komprehensif (merangkaum seluruh aktivitas), konsisten (tidak bertentangan antara satu
dengan yang lain), ketercapaian (dapat dicapai melalui aktivitas belajar), dan kemudahan.
2. Isi Kurikulum
Penilaian tentang komponen isi kurikulum mencakup semua program yang diprogramkan
untuk mencapai tujuan. Komponen isi meliputi semua jenis mata pelajaran yang harus

5
diajarkan, dan bahan pengajaran yang meliputi seluruh mata pelajaran tersebut. Isi atau bahan
kurikulum tersebut dinialai dari segi kerelevansiannya dengan tujuan yang berarti dapat
menjamin tercapainya tujuan itu, kebenarannya sebagai ilmu pengetahuan, fakta, atau
pandangan tertentu, keluasan dan kedalamannya, ketepatan urutannya, kesesuainnya dengan
perkembangan, kebutuhan , dan pengalaman siswa.
3. Strategi Pengajaran
Penilaian strategi pengajaran meliputi berbagai upaya yang ditempuh demi tercapainya
tujuan berdasarkan bahan pengajaran yang telah ditetapkan. Komponen strategi pengajaran
mencakup berbagai macam pendekatan yang dipilij, metode-metode, dan berbagai teknik
pengajaran, sistem penilaian pencapaian hasil belajar siswa baik yang berupa penilaian proses
maupun hasil yang diperoleh, serta peralatan (instrumen) yang dipergunakan.
4. Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan komponen kurikulum yang memungkinkan terjadinya
perubahan tingkah laku siswa sebagai akibat adanya perlakuan (proses) tersebut. Perubahan
tingkah laku itu meliputi berbagai aspek baik yang mencakup ranah kognitif, afektif dan
psikomotor sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Keberhasilan dalam perubahan tingkah
laku siswa itu dapat dipandang sebagai salah satu indikator keberhasilan kurikulum yang
diajarkan. Oleh karena itu, komponen ini pun dipandang perlu untuk dinilai dalam rangka
penilaian kurikulum secara keseluruhan.
5. Media Pengajaran
Komponen media pengajaran merupakan komponen kurikulum yang berupa sarana untuk
memberikan kemudahan dan kejelasan kepada siswa dalam proses belajar yang dilakukannya.
Ada berbagai macam media yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pengajaran yang
bersifat tradisional maupun modern. Media pengajaran berupa media cetak, dengar, pandang,
pandang-dengar atau gabungan. Media pengajaran tersebut dinilai berdasarkan kesesuaiannya
dengan tujuan, bahan pengajaran, kebutuhan pengalaman siswa, kesesuainnya dengan
kemampuan dan keterampilan pengajar.
6. Komponen Penunjang
Komponen penunjang ini berupa sistem pelayanan bimbingan dan penyuluhan (kurikulum
1984 menekankan pada bimbingan karir), sistem penilaian pencapaian hasil belajar siswa yang

6
dipergunakan, sistem administrasi dan supervisi pendidikan. Komponen-komponen tersebut
masing-masing memilliki peranan yang penting dalam menunjang keberhasilan kurikulum.
Penilaian terhadap komponen penunjang itu dilihat dari segi ketepatan program,
kesesuaiannya dengan tujuan, sumbangannya terhadap kelncaran pelaksanaan kurikulum.
Ketepatannya ditinjau dari segi waktu dan tempat sedangkan kesesuaiannya dengan keadaan
siswa dan sebagainnya.

D. Model-Model Evaluasi Kurikulum


Dalam studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-model evaluasi dengan format
atau sistematika yang berbeda, sekalipun dalam beberapa model mungkin ada yang sama.
Zainal Arifin (2009) mengelompokkan sepuluh model evaluasi yakni “ model Tyler, model
yang berorientasi pada tujuan, model pengukuran, model kesesuaian, model evaluasi system
pendidikan, model Alkin, model Brinkerhoff, model Iluminatif, model responsive, dan model
studi kasus”.
1. Model Tyler
Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditunjukan pada tingkah
laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik
sebelum melaksanakan kurikulum dan sesudah melaksanakan kurikulum (hasil). Dasar
pemikiran yang kedua ini menunjukan bahwa seorang evaluator kurikulum harus dapat
mnentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti
pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan
perubahan yang disebabkan oleh kegiatan kurikulum.

Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada
saat sebelum dan sesudah terjadinya pelaksanaan kurikulum atau yang disebut dengan tes awal
(pre-test) dan tes akhir (post test). Model ini mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir.
Model Tyler disebut juga model black boxn atau kotak hitam karena model ini menekankan
adanya tes awal dan tes akhir. Dengan demikian apa yang terjadi dalam proses tidak perlu
diperhatikan. Ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan pengembangan kurikulum yakni
menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi, menentukan situasi dimana peserta didik
memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan,
dan menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik.

7
2. Model yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Otoriented Evaluation Model)

Model evaluasi ini menggunakan tujuan-tujuan sebagai criteria untuk menentukan


keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran hingga tujuan kurikulum tercapai.
Model ini dianggap lebih praktis untuk mendesain dan mengembangkan suatu kurikulum
karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Tujuan model
ini adalah membantu pengembangan kurikulum, merumuskan tujuan dan menjelaskan
hubungan antara tujuan dan kegiatan. Jika rumusan tujuan kurikulum dapat diobservasi
(observable) dan dapat diukur (measurable) maka kegiatan evaluasi kurikulum akan menjadi
lebih praktis dan simple.

Model ini dapat membantu guru menjelaskan rencana pelaksanaan kegiatan suatu
kurikulum dengan proses pencapaian tujuan. Hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat
keberhasilan tujuan kurikulum berdasarkan kriteria tertentu. Kelebihan model ini terletak pada
hubungan antara tujuan dan kegiatan serta menekankan pada peserta didik sebagai aspek
penting dalam kurikulum. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi
melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.

3. Model Pengukuran (R.Thorndike dan R.L.Ebel)

Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (attribute) tertentu yang
dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit tertentu. Model ini telah
diterapkan untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal
kemampuan, minat, dan sikap. Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan seleksi peserta didik,
bimbingan, dan perencanaan pendidikan. Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku
peserta didik, yang mencakup hasil belajar (kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan
juga aspek-aspek kepribadian peserta didik. Instrument yang digunakan pada umumnya adalah
tes tertulis(paper and pencil test) dalam bentuk tes objektif, yang cenderung dibakukan.

4. Model Kesesuain (Ralph W.Tyler, John B.Carrol,Lee J.Cro)

Model ini memandang evaluasi sebagai suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian
(congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan
untuk menyempurnakan system bimbingan peserta didikdan untuk memberikan informasi
kepada pihak-pihak yang memerlukan. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu
8
perubahan tingkah laku yang diinginkan (intended behavior) pada akhir kegiatan pendidikan,
baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Teknik evaluasi yang
digunakan tidak hanya tes (tulisan, lisan, dan perbuatan) tetapi juga non-tes (observasi,
wawancara, skala sikap, dll).

Model evaluasi ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku pada dua tahap, yakni
sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Langkah-langkah yang harus ditempuh adalah
merumuskan tujuan tingkah laku, menentukan situasi dimana peserta didik dapat
memperlihatkan tingkah laku yang akan dievaluasi, menyusun alat evaluasi, dan menggunakan
hasil evaluasi. Model ini menekankan pada pendekatan penilaian acuan patokan.

5. Model Evaluasi Sistem Pendidikan (Educational System Evaluation Model)

Tokoh model ini, antara lain Daniel L.Stufflebearn, Michael Scriven, Robert E.Stake, dan
Malcolm M.Provus. Menurut pandangan mereka, evaluasi berarti membandingkan
performance dari berbagai dimensi (tidak hanya dimensi saja) dengan sejumlah kriteria, baik
yang bersifat mutlak/intern maupun relative/ekstren.

Model Stake menitikberatkan evaluasi pada dua hal pokok, yaitu description dan
judgement. Setiap hal tersebut terdiri atas tiga dimensi, seperti telah dijelaskan diatas, yaitu
antecedents (context), transaction (proses), dan outcomes (output). Description terdiri atas dua
aspek, yaitu intents (goals) dan observation (effects) atau yang sebenarnya terjadi, sedangkan
judgement terdiri atas dua aspek, yakni standart dan judgement. Dalam model ini, evaluasi
dilakukan dengan membandingkan antara satu kurikulum dengan kurikulum lain yang
dianggap standart. Stake mengatakan description berbeda dengan judgement atau menilai.
Dalam ketiga dimensi diatas (antecedents, transaction, outcomes , data dibandingkan tidak
hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya,
tetapi juga dibandingkan dengan standart yang absolute untuk menilai manfaat kurikulum.

Jika ingin menggunakan model countenance dalam program pelatian (misalnya), maka kita
bisa menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

a. Rational, yakni menjelaskan pentingnya suatu program pelatian

9
b. Antecendents, yakni kondisi-kondisi yang diharapkan sebelum kegiatan pelatian
berlangdung, seperti motivasi, tingkat keterampilan, dan minat.
c. Transaction, yakni proses atau kegiatan-kegiatan yang saling mempengarui selama
pelatian.
d. Outcome, yakni hasil yang diperoleh dari pelatian, seperti pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan nilai-nilai.
e. Judgemrnts, yakni menilai pendekatan dan prosedur yang digunakan dalam pelatihan, para
pelatih, dan bahan-bahan.
f. Intens, yakni tujuan apa yang diharapkan dari suatu program pelatian.
g. Observation, yakni apa yang dilihat oleh pengamat tentang pelaksanaan pelatian.
h. Standart, yakni apa yang diharapkan dari para stakeholder.

Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan. Yujuannya adalah untuk membantu
pengembangan kurikulum (kepala sekolah dan guru) didalam membuat keputusan. Evaluasi
diartikan sebagai suatu proses mendiskripsikan, memperoleh dan menyediakan informasi yang
berguna untuk menilai alternative keputusan.

a. Context evaluation to serve planning decision, yakni konteks evaluasi untuk membantu
administrator merencanakan keputusan, menentukan sumber-sumber, alternative apa yang
diambil dan merumuskan program kerja.
b. Input evaluation, structuring decision. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk membantu
mengatur keputusan, menentukan sumber, alternative apa yang akan diambil, rencama dan
strategi untuk mencapai kebutuhan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
c. Proses evaluation, to serve implementing decision. Kegatan evaluasi ini bertujuan untuk
membantu melaksanakan keputusan.
d. Product evaluation, to serve recycling decision. Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk
membantu keputusan selanjutnya.

Model ini menuntut agar hasil evaluasi digunakan sebagai masukan untuk membuat keputusan
dalam rangka penyempurnaan system kurikulum secara keseluruhan.

6. Model Alkin (Marvin Alkin, 1969)

10
Menurut alkin, evaluasi adalah suatu proses untuk menyakinkan keputusan,
mnegumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi sehingga
dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Alkin
mengemukakan ada 5 jenis evaluasi, yaitu:
a. Sistem assessment, yaitu untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi dari
suatu sistem.
b. Program planing, yaitu untuk membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan
berhasil memenuhi kebutuhan program.
c. Program implementation, yaitu untuk menyiapkan informasi apakah suatu program
sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang
direncanakan.
d. Program inprovement, yaitu memberikan suatu informasi tentang bagaimana suatu
program dapat berfungsi, bekerja, atau berjalan. Apakah sesuai dengan pencapaian
tuhuan? Adakah hal – hal atau masalah – maslah baru yang muncul secara tiba – tiba?.
e. Progra cartification, yaitu memberikan informasi tentang nilai atau mandaat suatu
program.
7. Model Brinkerhoff
Robert O. Brinkerhoff (1987) mengemukakan ada 3 evaluasi yang disusun berdasarkan
penggabungan elemen – elemen yang sama, yaitu:
a. Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi fixed (tetap) harus direncanakan dan disusun secara sistematik-
terstruktur sebelum program dilaksanakan. Mesikipun demikian, desain fixed dapat juga
disesuaikan dengan kebutuhan yang sewaktu – waktu dapat berubah. Desain evaluasi ini
dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemungkinan disusun pertanyaan –
pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari sumber –
sumber tertentu. Begitu juga dengan model analisis yang akan digunakan harus dibuat
sebelum program dilaksanakan. Pihak pemakai (user) akan menerima informasi sebagai
hasil evaluasi dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Begitu juga dengan
anggaran biaya dan organisasi pelaksana, yang kesemuanya dituangkan kedalam sebuah
proposal evaluai.

11
Kegaitan – kegiatan evaluasi yang dilaksanakan dalam desain tetap ini, antara lain
menyusun pertanyaan – pertanyaan, menyusun dan menyiapkan instrumen, menganalisis
hasil evaluasi, dan melaporkan hasil evaluasi secara formal kepada pihak – pihak yang
berkepentingan. Dalam menyusun pertanyaan – pertanyaan atau merumusakan masalah,
seorang evaluator harus mengacu pada tujuan kurikulum. Evaluator juga harus dapat
merangsang audience untuk meperbaiki pertanyaan – pertanyaan yang dianggap kurang
relevan. Desain tetap ini banyak memerlukan biaya. Teknik pengumpulan data antara
lain tes, observasi, wawancara, kuisioner, dan skala penilaian. Untuk itu, syarat – syarat
penyusunan instrumen yang baik harus diperhatikan karena data yang dikumpulakan
biasanya bersifat kuantitatif. Dalam penyusunan desain biasanya disiskusikan terlebih
dahulu dengan pihak pemakai sehingga jika terdapat kekurangan dapat segera diperbaiki.
Dalam desain evaluasi emergent, tujuan evaluasi adalah untuk beradaptasi dengan situasi
yang sedang berlangsung dan berkembang, seprti menampung pendapat audiensi,
masalah – masalah, dan kegiatan program. Proses adaptasi ini tentu memerlukan waku
yang cukup lama, mulai dari awal sampai akhir kegiatan guna menetapkan dan
merumuskan tujuan dan isu. Hal ini wajar karena hal tersebut tidak ditentukan
sebelumnya. Disini, seorang evaluator tidak perlu mendorong audiensi untuk
memikirkan tentang suatu program atau isu – isu evaluasi karena audiensi akan
menentukan sendiri isu – isu dan informasi penting lainnya yang siperlukan dalam desain
emergent.
Selama proses evaluasi, seorang evaluator harus tetap menjalin komunikasi yang kontinu
dengan audiensi sehingga data dan informasi yang dikumpulkan tidak terputus dan tetap
utuh. Teknik pengumpulan data dapat menggunakan observasi, studi kasus dan laporan
tim pendukung. Seorang evaluator dapat mengabaikan penggunaan teknik pengukuran
karena informasi yang dibutuhkan lebih bersifat kualitatif-naturalistik. Hal ini
dimaksudkan agar informasi yang dikumpulkaan lebih banyak, menadalam, dan
bermanfaat. Dengan demikian, desain akan terus berkembang dan berubah sesuai dengan
situasi dan kondisi di lapangan.
b. Formative vs summative evaluation I (mechael Scriven, 1967)
Untuk dapat memehami kedua jenis evaluasi ini dapat dilihat dari fungdinya. Evaluasi
formmatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum, sedangkan evaluasi sumatif

12
berufungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum secara menyeluruh. Artinya, jika hasil
kurikulum memang bermanfaat dari bagi semua pihak yang terkait (terutama peserta
didik), maka implementasi kurikulum dapat dilanjutkan. Sebaiknya, jika hasil kurikulum
tidak mempunyai manfaat, maka kurikulum tersebut dapat dihentikan. Dengan demikian,
evaluasi sumatif dapat menentukan apakah sautu kurikulum dapat diteruskan atau
dihentikan. Oleh sebab itu, seorang evaluator harus betul – betul memiliki kemmapuan
profesional dan dapat dipercaya dalam menentukan keputusan tersebut. Fokus evaluasi
sumatif adalah variabel – variabel yang dianggap penting dalam kurikulum.
c. Desain eksperimental dan desain quasi eksperimental vs natural inquiri
Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling,
memberikan pelakuan dan mengukur dampak. Tujuannya adalah untuk menilai manfaat
hasil percobaan dari suatu kurikulum. Untuk itu, perlu dilakukanmanipulasi terhadap
lingungan dan pemilihan strategi yang tepat. Dalam praktiknya, desain evaluasi ini agak
sulit dilakukan karena pada umumnya proses kurikulum sudah atau sedang terjadi. Jika
prosesnya terjadi, evaluator cukup melihat doukumen – dokumen sejarah atau
menganalisis hasil tes. Jika prosesnya sedang terjadi, maka evaluator dapat melakukan
pengamatan atau wawancara orang – orang yang terlibat. Disinilah pentingnya kriteria
internal dan eksternal. Dalam proses pengamatan dan wawancara, evaluator harus selalu
merendah ( low profile) sehingga program yang dievaluasi tidak terancam dan berubah
karena kehadiran evaluator. Desain evaluasi ini hrus disusun bersama dan biasanya
memerlukan waktu dan biaya yang cukup banyak, terutama dalam menyusun instrumen
untuk menilai perlakuan, mengumpulkan data kuantitatif, dan mengolah data statistik.
Pemngambilan sampel secara acak dilakukan untuk menarik suaru generalisasi yang
dapat berlaku secara umum. Dalam desain evaluasi natural-inkuiri, evaluator banyak
menghabiskan waktu untuk melakukan pengamatan dan wawancara dengan orang –
orang yang terlibat. Kegiatan ini dilakukan secara berkesinambungan dengan pendekatan
informal. Evaluator juga dapat menggunakan teknik studi dokumentasi.
8. Model Illuminatif (Malcom Parlett dan Hamilton)
Model ini lebih menekankan pada evaluasi kauntitatif-terbuka (open-ended). Kegiatan
evaluasi dihungkan dengan learning melieu, yaitu lingkungan sekolah sebgai lingkungan
meterial dan psiko sosial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi

13
ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan sistem, faktor – faktor yang mempengaruhinya,
kelebihan dan kekurangan sistem, dan pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar peserta
didik. Hasil evaluasi lebih bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi.
Model ini lebih banyak menggunakan judgement. Funsi evaluasi adalah sebagai input untuk
kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuian dan penyempurnaan sistem
yang sedang dikembangkan.
Objek evaluasi model ini mencakup latar belakang dan pengembangan sistem, proses
pelaksanaan sistem, hasil beljar peserta didik, kesukaran – kesukaran yang dialami dari
perencanaan sampai dengan pelaksanaan, termasuk efek samping dari sistem itu sendiri. Cara
– cara yang digunakan tidak bersifat standar, melainkan bersifat fleksibel dan selektif.
Berdasarkan tujuan dan pendekatan evaluasi dalam model ini, maka ada tiga face evaluasi yang
harus ditempuh, yaitu observe, inqury further, dan seek ti explain.
9. Model Responsif (Rensponsive Model)
Sebagaiman model illuminatin model ini juga menekankan pada pendekatan kuantitatif-
naturalistik. Evaluasi diartikan sebagai pemberian makna atau melukiskan sebuah realtas dari
berbagai perspektif orang – orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program.
Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program melalui berbagai sudut
pandang yang berbeda. Model ini kurang percaya terhadap hal – hal yang besifat kuantitaif.
Instrumen yang digunakan pad umumnya mengandalkan observasi langsung maupun tak
langsung dengan implementasi data yang impresionistik. Langkah – langkah kegiatan evaluasi
meliputi observasi, merekam hasil wawancara, mengumpulkan data, mengecek pengetahuan
awal (preliminary understading) peserta didik mengembangkan desain atau model.
Berdasarkan langkah – langkah berkepentingan pada hasil evaluasi. Hal yang penting dalam
model responsif adalah pengupulan dan sintesis data.
Kelebihan model ini adalah peka terhadap berbagai pendangan dan kemampuannya
mengakomondasi pendapat yang mabisius serta tidak fokus. Sedangkan kekurangannya antara
lain:
a. Pembuat keputusan sulit menentukan prioritas aau penyebaran informasi
b. Tidka mungkin menampung semua sudut pandang dari berbagai kelompok dan
c. Membuthkan waktu dan tenaga.
Evaluator harus bisa berpartisipasi dengan lingkungan yang diamati.

14
10. Model Studi Kasus
Model ini memiliki beberapa karakteristik antara lain:
a. Terfokus pada kegiatan kurikulum di suatu sekolah, dikelas atau hanya guru.
b. Tidak mempersoalkan sample
c. Hasil evaluasi hanya berlaku pada tempat evaluasi yang dilakukan.
d. Tidak ada generalisasi hasil evaluasi.
e. Data yang dikumpulkan terutama data kualitatif
f. Hanya realitas yang tidak sepihak.

Langkah pertama untuk menggunakan model ini adalah pendekatan dan mengakrapkan
dirinya erhadap kurikulum yang akan dievaluasi sehingga evaluator tidak kaku dalam
mengumpulkan data. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data terutama adalah
observasi. Meskipun demikian evaluator juga menggunakan wawancara, quisioner, dan
dokumentasi untuk mengumpulkan data kualitatif.

Keberhasilan suatu evaluasi kurikulum secara keseluruhan bukan hanya dipengaruhi


penggunaan yang tepat pada suatu model evaluasi, melainkan juga dipengaruhi beberapa
fkator yakni:

a. Tujuan kurikulum, baik tujuan umum maupun khusus. Seringkali kedua tujuan ini saling
bertentangan satu sama lain, dilihat dari kebutuhan dan komponen-komponen kurikulum
lainnya.
b. System sekolah, mengingat kompleksnya system sekolah, maka fungsi sekolah juga
menjadi ganda. Di satu sisi pihak sekolah ingin mewariskan kebudayaan masa lampau
dengan system norma, nilai, adat, yang dianggap baik untuk generasi muda. Dipihak lain
sekolah berkewajiban mempersiapkan peserta didik menghadapi masa depan, mampu
berinovasi, memperoleh keterampilan,. Peran evaluasi menjadi sangat penting untuk
melihat dan mempertimbangkan hal-hal apa saja yang perlu diberikan disekolah.
c. Program pembinaan, banya program pembinaan yang belum menyentuh secara langsung
tentang evaluasi. Program pembinaan guru misalnya, lebih banyak difokuskan pada
perkembangan kurikulum dan metodologi pembelajaran. Hal ini juga yang menyebabkan
perbaikan system evaluasi kurikulum kurang efektif.. guru juga sering dihadapkan dengan

15
beragam kegiatan, seperti membuat persiapan mengajar, mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler, penyesuaian diri dan kegiatan lainnya.

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari makalah kami dapat disimpulakan bahwa evaluasi kurikulum adalah salah satu
kompenen penting dan tahap yang harus ditemput oleh guru untuk mengetahui keefektifan
kuriulum. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan balikan (feed-back) bagi guru dalam bentuk
dalam meperbaiki dan menyempurnakan kurikulum. Adapun aspek – aspek yang dinilai yaitu
sesuai dengan komponen – komponen yang ada pada kurikulum itu sendiri, yaitu yang secara
garis besar dapat dibedakan menjadi komponen tujuan, isi atau bahan pengajaran, organisasi
bahan, dan strategi pelaksanaannya. Menurut Saylor dan Alexander, pemilaian terhadap
kurikulum harus mencakup sejumlah aspek, komponen, atau bagian yaitu berupa (1) tujuan
institusional, kurikuler, dan instruksional, (2) program sekolah sebagai satu kesaatuan, (3)
bagaian khusus program pendidikan, (4) pengajaran, dan (5) evaluasi program.
Model – model evaluasi kurikulum ada 10 yaitu model tayler, model yang berorientasi
pada tujuan, model pengukuran, model kesesuian, model evaluasi sistem pendidikan, model
alkin, model brinkerhoff, model model illuminatif, model responsif dan model studi kasus.

B. SARAN
Dari makalah evaluasi kurikulum ini kami harapkan pembaca dapat memahami definisi
dari evaluasi kurikulum tersebut, peranannya, aspek – aspek yang dinilai, dan juga model
evaluasi kurikulum itu sendiri. Pada pengembangan kurikulum, evaluasi pada kurikulum
tersebut sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki dan menambahkan aspek-aspek pada
kurikulum. Setiap kurikulum pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya baik disisi pendidik
maupun disisi peserta didik. Kelebihan yang ada pada suatu kurikulum dapat terus dipakai dan
dikembangkan, sedangakan kekurangan yang ada sebaiknya harus dirombak dan disesuaikan
dengan perkembangan zaman. Evaluasi tidak bertujuan untuk memberikan penilaian yang
negatif dan hanya bersifat mengoreksi saja, tetapi evaluasi juga memberikan penilaian yang
positif dan memberikan masukan-masukan yang membangun untuk pengembangan kurikulum
selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, B. (1988). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta: BPFE.

Shobirin, M. (2016). Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 Di Sekolah Dasar. Yogyakarta:
Deepublish.

Sukmadinata, N. S. (2008). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Yusuf, A. (2015). Asesmen dan Evaluasi Pendidikan . Jakarta: Kencana.

18

Anda mungkin juga menyukai