Anda di halaman 1dari 20

FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

“HAKIKAT DAN KARAKTERISTIK


FILSAFAT PENDIDIKAN”

Disusun Oleh :
DWI WIRDA LASTARI (2110247611)

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. Nahor Murani Hutapea, M.Pd

PROGRAM STUDI PASCASARJANA


PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hakikat dan Karakteristik Filsafat
Pendidikan”.
Pada makalah ini penulis membahas faktor-faktor pendorong timbulnya
filsafat pendidikan, hakikat dan karakteristik filsafat pendidikan, kebutuhan akan
filsafat pendidikan, peranan filsafat pendidikan, dan aliran-aliran dalam filsafat
pendidikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Filsafat Pendidikan Matematika. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.
Nahor Murani Hutapea, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah yang telah
memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, Maret 2022

DWI WIRDA LASTARI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 2

BAB II HAKIKAT DAN KARAKTERISTIK FILASAFAT PENDIDIKAN


A. Faktor-faktor Pendorong Timbulnya Filsafat Pendidikan ................... 3
B. Hakikat dan Karakteristik Filsafat Pendidikan .................................... 4
C. Kebutuhan akan Filsafat Pendidikan .................................................... 7
D. Peranan Filsafat Pendidikan ................................................................. 9
E. Aliran-aliran dalam Filsafat Pendidikan .............................................. 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu filsafat pada saat sekarang ini menjadi bidang ilmu yang
keberadaanya kurang mendapatkan perhatian. Kurangnya minat mempelajari
filsafat mungkin disebabkan oleh sulitnya mempelajari filsafat atau juga
kurangnya relevansi ilmu tersebut dengan realitas kehidupan di era sekarang ini
yang notabene lebih cenderung pada pragmatis.
Kesadaran mempelajari filsafat harusnya muncul dari para akademis yang
berkecimpung di dalam dunia pendidikan. Ilmu filsafat secara sadar atau tidak
sadar ikut serta dalam praktek-praktek pendidikan yang selama ini dilakukan.
Misalnya dalam teori-teori pendidikan, ilmu filsafat menjadi dasar munculnya
teori-teori pendidikan tersebut. Selain masuk dalam ranah teori-teori pendidikan
filsafat juga masuk dalam praktek pendidikan misalnya dalam menentukan arah
kegiatan pendidikan dalam bentuk kurikulum. Pada setiap naskah kurikulum yang
digunakan selalu mencantukan landasan filosofis pendidikan. Ini artinya pandang-
pandangan filosofi masih diperlukan dalam merumuskan praktek-praktek
pendidikan yang ada pada saat sekarang.
Hampir dalam semua isu penting yang ada dalam dunia pendidikan dan
pesekolahan yang memerlukan sentuhan kajian filsafat. Berbagai pesoalan filsafat
dalam pendidikan berhubungan langsung dengan tugas keseharian para pendidik
dan semua petugas pendidikan, seperti merumuskan orientasi dan arah bangun
pendidikan, menentukan sistem dan metode pengembangan kependidikan seperti
upaya-upaya dalam mengembangkan kurikulum dan silabus, mengembangkan
strategi dan tekni pembelajaran, penyediaan instrument dan media yang spadan
dan bahkan prediksi-prediksi keberhasilan pelaksanaan pembelajaran,
kesemuanya itu mesti menjadi perhatian khusus dari para tenaga pendidik dan
petugas pendidikan. Oleh sebab itu, pada makalah ini penulis akan membahas
“Hakikat dan Karakteristik Filsafat Pendidikan”.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis dapat
mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah faktor-faktor pendorong timbulnya filsafat pendidikan?
2. Apakah hakikat dan karakteristik filsafat pendidikan?
3. Bagaimanakah kebutuhan akan filsafat pendidikan?
4. Apa sajakah peranan filsafat pendidikan?
5. Apa sajakah aliran-aliran dalam filsafat pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin penulis
capai adalah sebagai berikut:
1. Memahami faktor-faktor pendorong timbulnya filsafat pendidikan;
2. Memahami hakikat dan karakteristik filsafat pendidikan;
3. Memahami kebutuhan akan filsafat pendidikan;
4. Memahami peranan filsafat pendidikan;
5. Memahami aliran-aliran dalam filsafat pendidikan;

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini, bagi penulis ataupun pembaca adalah
menambah pengetahuan dan wawasan tentang hakikat dan karakteristik filsafat
pendidikan. Setelah mempelajari hakikat dan karakteristik filsafat pendidikan
hendaknya menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas. Selain itu
penulisan makalah ini diharapkan dapat mendorong penulis ataupun pembaca agar
dapat memahami pentingnya filsafat dalam dunia pendidikan.

2
BAB II
HAKIKAT DAN KARAKTERISTIK FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Faktor-faktor Pendorong Timbulnya Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan merupakan terapan filsafat umum (Simanjuntak,
2013). Oleh karena itu, membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat.
Hal ini dipahami dalam pengertian bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya
menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil filsafat, yaitu
hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Berikut
merupakan faktor-faktor pendorong timbulnya filsafat pendidikan (Al Baha’I,
2017), yaitu:
1. Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi
dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi suatu
bangsa dan negara;
2. Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlak yang
tertinggi;
3. Eksistensi suatu bangsa adalah ideologi dan filsafat hidupnya, maka
demi mewariskan eksistensi tersebut jalan yang efektif adalah melalui
pendidikan;
4. Ada kesamaan fungsi filsafat dan pendidikan, dimana pendidikan
adalah suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembanga jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian utama;
5. Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan
ilmiah untuk menjamin tujuan pendidikan yaitu meningkatkan
perkembagan sosial budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan
kejayaan negara;
6. Pada hakikatnya kehidupan mengandung unsur kehidupan karena
adanya interaksi dengan lingkungan, namun yang penting bagaimana
peserta didik dapat menyesuaikan diri dan menempatkan diri dengan
sebaik-baiknya dalam berinteraksi dengan siapapun.

3
7. Perkembangan IPTEK berlangsung semakin pesat sehingga tidak
mungkin bagi para pendidik (khususnya guru) mengajarkan semua
fakta konsep kepada peserta didik. Solusinya ialah peserta didik mulai
sejak dini dibiasakan bersikap selektif terhadap segala informasi yang
membanjirinya. Mereka harus belajar memilii sikap mandiri;
8. Penemuan IPTEK tidak mutlak seratus persen kebenarannya, artinya
semua teori mungkin tertolak dan gugur setelah ditemukan data baru
yang sanggup membuktikan kekeliruan teori tersebut. Sebagai
akibatnya muncullah teori baru yang pada dasarnya kebenarannya juga
bersifat relatif. Untuk menghadapi kondisi seperti itu, perlu
ditanamkan sikap ilmiah kepada peserta didik seperti keberanian
bertanya, berpikir kritis, dan analisis dalam menemukan sebab-sebab,
dan pemecahan terhadap masalah;
9. Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah
memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan
contoh-contoh konkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondisi
yang dihadapi dengan mengalami atau mempraktekkan sendiri;
10. Pengembangan konsep seharusnya tidak dilepaskan dari
pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta
didik pada proses pendidikan dan pembelajaran. Kemandirian dalam
belajar membuka kemungkinan terhadap lahirnya calon-calon insan
pemikir yang manusiawi serta menyatu dalam pribadi yang serasi dan
berimbang.

B. Hakikat dan Karakteristik Filsafat Pendidikan


1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), yang
artinya ‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata
filsafat disebut dengan istilah ‘philosophy’, dalam bahasa Arab disebut
dengan istilah ‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta
kearifan’. Istilah philosophia memiliki akar kata philos yang berarti cinta

4
dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi, istilah philosophia berarti
mencintai kebijaksanaan. Filsafat adalah pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran yang asli. Orang yang berusaha mencari
kebijaksanaan disebut filosof (Al Baha’I, 2017).
2. Pengertian Pendidikan
Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan arti pendidikan adalah
perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik. Ki Hajar Dewantara
memaknai pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti,
pikiran serta jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Pengertian yang sederhana dan umum, pendidikan adalah usaha manusia
untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan baik
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat dan kebudayaan (Al Baha’I, 2017).
3. Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan dapat diartikan sebagail ilmu filsafat atau kaidah-
kaidah filsafati yang dipakai untuk melihat berbagai persoalan dalam
pendidikan. Atau dengan kata lain, penerapan suatu analisa filosofis
terhadap masalah-masalah yang ada di dalam dunia pendidikan (Al
Baha’I, 2017). Filsafat akan menentukan “mau dibawa kemana” siswa kita.
Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke
arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh
suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh
perorangan (dalam hal ini Dosen/Guru) akan sangat mempengaruhi tujuan
pendidikan yang ingin dicapai.
Filsafat pendidikan pada hakekatnya adalah penerapan analisa filsafat
terhadap lapangan pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha untuk
memahami pendidikan secara lebih mendalam, menafsirkannya dengan
menggunakan konsep-konsep umum yang dapat menjadi petunjuk atau
arah bagi tujuan-tujuan dan kebijakan pendidikan. Dengan cara yang sama,
filsafat umum mengkoordinasikan temuan-temuan dari berbagai cabang

5
ilmu, dan filsafat pendidikan menafsirkan temuan-temuan ini untuk
digunakan dalam bidang pendidikan.
4. Karakteristik filsafat pendidikan
Karakteristik filsafat pendidikan ditinjau dari tiga lapangan filsafat
(Thabrani, 2015), yaitu:
a. Metafisika
Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah
hakikat: hakikat dunia, hakikat manusia, termasuk di dalamnya hakikat
anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam
pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia
memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu
yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk
mengetahui tujuan pendidikan. Seorang pendidik seharusnya tidak
hanya tahu tentang hakikat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu
hakikat manusia, khususnya hakikat anak.
b. Epistemologi
Kumpulan pertanyaan yang berhubungan dengan para pendidik
adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana
mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita
mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan
pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah
kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi lainnya? Dan
akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga? Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki
implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran.
Pertama pendidik harus menentukan apa yang benar mengenai muatan
yang diajarkan, kemudian pendidik harus menentukan alat yang paling
tepat untuk membawa muatan ini bagi warga belajar. Pendidik tidak
hanya mengetahui bagaimana warga belajar memperoleh pengetahuan,
melainkan juga bagaimana warga belajar mengikuti pembelajaran.
Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori

6
pendidikan dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus
diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh
pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan
pengetahuan tersebut.
c. Aksiologi
Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah
dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai
akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan
dalam menentukan tujuan pendidikan. Baik secara langsung atau pun
tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidik. Nilai akan
timbul dalam atau dengan adanya hubungan sosial. Beberapa
pertanyaan aksiologis mendasar, yang harus dijawab pendidik adalah:
1) Nilai-nilai apa yang dikenalkan pendidik kepada warga belajar
untuk diadopsi? 2) Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada
ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? 3) Nilai-nilai apa yang benar-
benar dipegang oleh orang yang benar-benar terdidik? Pada intinya
aksiologi menyoroti fakta bahwa pendidik memiliki suatu minat tidak
hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh warga belajar
melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena
pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan
pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk
kebaikan.

C. Kebutuhan akan Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan merupakan aplikasi ide-ide filosofis ke dalam masalah-
masalah pendidikan. Begitupun sebaliknya, praktik-praktik pendidikan juga bisa
menyumbang gagasan terhadap perbaikan ide-ide filosofis tersebut (Amka, 2019).
Sebab pendidikan itu berkaitan dengan dunia ide juga aktivitas praktis. Ide-ide
yang baik memiliki implikasi yang baik pula terhadap praktik-praktik pendidikan.
Di samping praktik-praktik pendidikan yang baik juga berimplikasi terhadap ide-
ide pendidikan.

7
Filsafat pendidikan lebih banyak disandarkan pada pemikiran-pemikiran
para filsuf pendidikan sembari berupaya untuk mengaplikasikan pemikiran-
pemikiran tersebut dalam praktik pendidikan. Hal ini tentu dengan suatu
keyakinan bahwa praktik pendidikan itu tidak lepas dari landasan filsafat yang
mendasarinya. Filsafat pendidikan tidak hanya merupakan cara untuk
mendapatkan dan mencari ide-ide, tetapi juga merupakan media pembelajaran
tentang bagaimana menggunakan ide-ide tersebut secara lebih tepat. Filsafat
pendidikan hanya bisa menjadi signifikan ketika pendidik mengenali perlunya
berpikir secara jernih tentang apa yang sedang mereka lakukan. Kemudian melihat
relasi antara apa yang sedang mereka kerjakan dengan konteks individu dan
perkembangan sosial yang lebih luas. Dalam konteks inilah, praktik memperluas
teori dan mengarahkannya untuk mendapatkan kemungkinan-kemungkinan yang
baru.
Pendidik harus memahami bahwa filsafat pendidikan juga memberikan
sesuatu yang berbeda dalam wawasan dan aktivitas pendidikan itu sendiri. Maka
perlunya menggunakan ide-ide filosofis dan pola-pola pemikiran agar dapat
menjadikan aktivitas mereka pada taraf kesadaran etis, bukannya sekedar rutinitas.
Hanya saja ini tidak berarti bahwa pendidik harus menerima pemikiran filsafat apa
adanya. Mereka harus tetap menguji pemikiran filsafat sesuai dengan konteks
sosial peserta didik. Ketika kondisi berubah maka perspektif dan wawasan harus
diuji kembali. Filsafat pendidikan menunjukan adanya relasi yang kuat antara
filafat dan pendidikan, oleh sebab itu sebagai akademisi atau ilmuwan harus
mengetahui bagaimana relasi filsafat dan pendidikan tersebut. Berikut hubungan
fungsional antara filsafat dan teori pendidikan menurut Jalaluddin dan Idi
(Amirudin, 2018), yaitu:
1. filsafat, dalam arti filosofis merupakan suatu ciri pendekatan yang
dipakai dalam memecahkan probelmatika pendidikan dan menyusun
teori-teori pendidikan oleh para ahli;
2. filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada
menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan
kehidupan yang nyata;

8
3. filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arahan dalam pengembangan teori-teori
pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Berdasarkan hubungan fungsional tersebut berarti filsafat memiliki peran
yang sangat penting dalam melahirkan teori-teori pendidikan yaitu sebagai dasar
atau pondasi. Tanpa adanya filsafat, teori pendidikan tidak akan terarah dengan
baik.

D. Peranan Filsafat Pendidikan


Peranan filsafat pendidikan adalah memberikan inspirasi, yakni
menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang
jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan
praktik di lapangan (Amka, 2019). Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep
yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek
terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.
Al-Syaibany juga memberikan penjelasan terhadap peran filsafat
pendidikan (Basri, 2012), sebagai berikut: a. Filsafat pendidikan dapat menolong
para perancang pendidikan dan orang yang membutuhkannya untuk membentuk
pemikiran yang benar terhadap proses pendidikan. b. Filsafat pendidikan dapat
membentuk asas untuk menentukan pandangan kajian yang bersifat general,
termasuk kurikulum, kaidah-kaidah pembelajaran dan kebijakan yang harus
dibuat. c. Filsafat pendidikan dianggap sebagai asas atau dasar yang terbaik dalam
rangka pelaksanaan evaluasi pendidikan dalam arti menyeluruh. d. Filsafat
pendidikan memberi corak dan pribadi yang khas serta istimewa sesuai dengan
prinsip-prinsip dan nilai-nilai agama termasuk nilai agama Islam.
Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru
mengetahui hakikat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara
memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan
filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa,
bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan
pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memahami yang harus

9
diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan
karena pengetahuan tersebut. Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru
adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan
perilaku guru, yaitu keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa,
pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai
pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan
professional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat
pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar
dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam
kehidupan yang baik.

E. Aliran-aliran dalam Filsafat Pendidikan


Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan (Amka, 2019) ialah sebagai
berikut:
1. Progresivisme
Progresivisme memandang manusia harus selalu maju (progress)
bertindak konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Sebab
manusia mempunyai naluri selalu menginginkan perubahan-perubahan.
Filsafat Progresivisme dipengaruhi oleh ide-ide filsafat pragmativisme
yang telah memberikan konsep-konsep dasar dengan asas yang utama,
bahwa manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup, manusia
harus pragmatis dalam memandang kehidupan. Pertumbuhan masyarakat
maju melahirkan kelompok-kelompok masyarakat yang mandiri. Hal ini
didorong oleh fitrah manusia yang membutuhkan pengakuan (recognition)
atas kehadirannya di tengah masyarakat. Semakin besar kompleksitas
masyarakat akibat pembangunan, semakin kuat hasrat memperoleh
pengakuan terhadap kehadiran diri sebagai anggota masyarakat.
Apabila masyarakat diberi kebebasan sepenuhnya untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam mewujudkan aspirasinya secara
mandiri, maka timbullah kekuatan besar dalam masyarakat untuk

10
membangun. Pendidikan merupakan proses budaya, karena itu ia tumbuh
dan berkembang dalam alur kebudayaan setiap masyarakat dan sering
bersumber pada agama dan tradisi yang dianut oleh masyarakat sehingga
kehadirannya mempunyai akar yang kuat pada budaya masyarakat.
Pendidikan menjadi modal dasar untuk membina dan mengembangkan
karakter serta perilaku manusia di dalam menata hidup dan kehidupannya.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan modal dasar untuk membina
dan mengembangkan karakter serta perilaku manusia di dalam menata
hidup dan kehidupannya. Kecenderungan perkembangan lingkungan di
masa mendatang perlu dianalisis secara mantap, tepat dan cepat, pengaruh
lingkungan tersebut dapat menimbulkan tantangan dan kendala, akan
tetapi sekaligus dapat dimanfaatkan juga sebagai peluang.
2. Kontruktivisme
Dalam pandangan konstruktivisme, belajar adalah kegiatan aktif
dimana peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Peserta didik
mencari sendiri makna yang dipelajari. Hal ini merupakan proses
menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang
telah ada dalam pikiran siswa. Siswa harus punya pengalaman dengan
membuat hipotesis, memecahkan persoalan, mencari jawaban,
menggambarkan, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan,
mengekspresikan gagasan, dan lain-lain untuk membentuk konstruktif
yang baru. Belajar, menurut teori belajar konstruktivistik bukanlah sekedar
menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui
pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain
seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan
setiap individu. Pengetahuan hasil dari “pemberian” tidak akan bermakna.
3. Humanistik
Menurut teori ini tingkah laku manusia merupakan hasil tenaga yang
beroperasi di dalam pikiran yang sering tanpa disadari oleh individu.
Freud menyakini bahwa tingkah laku manusia lebih ditentukan dan
dikontrol oleh kekuatan psikologi yang tidak disadarinya. Dalam teori

11
hirarki kebutuhan, Maslow menyebutkan ada lima jenis kebutuhan dasar
manusia secara berjenjang dan bertingkat mulai dari yang paling rendah
(bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Pada
tingkat paling bawah terletak kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(physiological needs), tingkat kedua terdapat kebutuhan akan rasa aman
dan perlindungan (need for self-security and security), tingkat ketiga
mencerminkan kebutuhan yang digolongkan dalam kelompok kasih
sayang (need for love and belongingness), tingkat keempat mencerminkan
kebutuhan atas penghargaan diri (need for self-system), sedangkan tingkat
kelima adalah kebutuhan aktualisasi diri (need for self actualization).
Kebutuhan-kebutuhan itu merupakan inti kodrat manusia, sebagaimana
kebutuhan peserta didik juga tidak jauh berbeda dengan kebutuhan
manusia pada umumnya. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, guru
harus mengenal dan memahami jenis dan tingkat kebutuhan peserta
didiknya, sehingga dapat membantu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
berbagai aktivitas kependidikan, terutama aktivitas pembelajaran. Dengan
mengenal kebutuhan-kebutuhan peserta didik, guru dapat memberikan
pelajaran setepat mungkin sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.
Mengutip pernyataan Freire yang menyatakan bahwa, sejatinya pendidikan
adalah proses pemanusiaan manusia. Pendidikan idealnya harus membantu
peserta didik tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih
manusiawi, berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya,
bertanggung jawab, bersifat proaktif dan kooperatif serta mengembangkan
potensi yang ada. Dalam konteks humanisme, pendidik harus mendorong
peserta didiknya untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi,
serta memberikan penghargaan atas prestasi yang tinggi, memberikan
penghargaan atas prestasi yang mereka capai, betapapun kecilnya, baik
berupa ungkapan verbal maupun melalui ungkapan nonverbal

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Faktor-faktor pendorong timbulnya filsafat pendidikan, yaitu: ajaran
filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalam
kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa
dan negara; tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai
akhlak yang tertinggi; eksistensi suatu bangsa adalah ideologi dan
filsafat hidupnya, maka demi mewariskan eksistensi tersebut jalan yang
efektif adalah melalui pendidikan; ada kesamaan fungsi filsafat dan
pendidikan; pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas
filosofis dan ilmiah untuk menjamin tujuan pendidikan; pada
hakikatnya kehidupan mengandung unsur kehidupan; perkembangan
IPTEK berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin bagi para
pendidik (khususnya guru) mengajarkan semua fakta konsep kepada
peserta didik; penemuan IPTEK tidak mutlak seratus persen
kebenarannya; para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta
didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika
disertai dengan contoh-contoh konkret dan wajar sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi dengan mengalami atau mempraktekkan
sendiri; pengembangan konsep seharusnya tidak dilepaskan dari
pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta
didik pada proses pendidikan dan pembelajaran.
2. Filsafat pendidikan adalah ilmu filsafat atau kaidah-kaidah filsafati
yang dipakai untuk melihat berbagai persoalan dalam pendidikan. Atau
dengan kata lain, penerapan suatu analisa filosofis terhadap masalah-
masalah yang ada di dalam dunia pendidikan. Karakteristik filsafat
pendidikan, yaitu: metafisika, epistemologi, aksiologi.
3. Kebutuhan akan filsafat pendidikan merupakan aplikasi ide-ide filosofis
ke dalam masalah-masalah pendidikan. Begitupun sebaliknya, praktik-

13
praktik pendidikan juga bisa menyumbang gagasan terhadap perbaikan
ide-ide filosofis tersebut. Sebab pendidikan itu berkaitan dengan dunia
ide juga aktivitas praktis. Ide-ide yang baik memiliki implikasi yang
baik pula terhadap praktik-praktik pendidikan. Di samping praktik-
praktik pendidikan yang baik juga berimplikasi terhadap ide-ide
pendidikan.
4. Peranan filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru
mengetahui hakikat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana
cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan
pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang
harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh
pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
Dengan filsafat aksiologi guru memahami yang harus diperoleh siswa
tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena
pengetahuan tersebut.
5. Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan menurut Amka, yaitu
progresivisme, kontruktivisme, humanistik.

Pertanyaan:
1. Bagaimanakah hubungan filsafat dengan teori pendidikan!
Jawaban:
Hubungan filsafat dengan teori pendidikan menurut Daniel dalam solikha
(2020), yaitu: filsafat pendidikan memberikan pandangan-pandangan
filsafiahnya kepada teori pendidikan, khususnya pandangannya tentang
manusia, peserta didik, tujuan pendidikan, dan bagaimana seharusnya
belajar; teori pendidikan sebagai sebuah disiplin ilmu yang otonom,
sering menemui masalah-masalah yang membutuhkan bantuan filsafat
pendidikan. Kadang-kadang pandangan filsafat pendidikan dapat
mengubah teori pendidikan; jika suatu teori pendidikan tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara filsafiah, khususnya yang berhubungan
dengan hidup dan manusia maka akan mengakibatkan perlakuan yang

14
tidak bertanggungjawab; pelaksanaan teori pendidikan sering
memberikan bahan-bahan baru kepada filsafat pendidikan untuk
direnungkan; teori pendidikan dapat meng-cover pandangan filsafat
pendidikan yang cocok baginya, meskipun pandangan-pandangan
tersebut harus diolah kembali.
2. Mengapa filsafat diperlukan dalam pendidikan?
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
Filsafat dalam pendidikan sangat diperlukan karena filsafat tidak hanya
merupakan cara untuk mendapatkan dan mencari ide-ide, tetapi juga
merupakan media pembelajaran tentang bagaimana menggunakan ide-ide
tersebut secara lebih tepat. Filsafat pendidikan hanya bisa menjadi
signifikan ketika pendidik mengenali perlunya berpikir secara jernih
tentang apa yang sedang mereka lakukan.
3. Bagaimana hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan?
Jawaban:
John S. Brubachen dalam Jalaluddin dan Abdullah Idi, mengatakan bahwa
hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan sangat erat sekali antara
satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena
kedua disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat secara
bersama. Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat
penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem
pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang
menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan,
menyelaraskan dan mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan
tujuan yang ingin dicapai.
4. Apakah berfikir rasionalitas sangatlah berguna bagi seseorang yang
mencari solusi dari sebuah masalah?
Jawaban:
Berpikir rasionalitas sangat berguna bagi seorang manusia yang sedang
mencari solusi dari sebuah masalah, sehingga orang tersebut akan
menemukan lebih banyak lagi pelajaran dan hikmah dari masalah-masalah

15
yang ia hadapi. Dan mereka dijamin tidak akan seperti keladai yang jatuh
lebih dari satu kali di dalam lubang yang sama. Berpikir rasionalitas selalu
menempatkan diri pada solusi permasalahan, bukan selalu
mempermasalahkan masalah. Orang pun akan mudah mengerti setiap
ucapan dan nasihatnya, karena itu seseorang yang menggunakan
rasionalitas dia bukan hanya bicara saja tetapi dia juga memperaktekkan
dan dalam kehidupannya.
5. Sebutkan contoh dari peranan filsafat dalam pendidikan!
Jawaban:
Agus Marsidi dalam Thabrani (2015) menyatakan bahwa, terdapat tiga
contoh persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat; 1) Apakah
sebenarnya hakikat hidup itu?. Pertanyaan ini dipelajari oleh Metafisika;
2) Apakah yang dapat saya ketahui dari kehidupan?. Permasalahan ini
dikupas oleh Epistemologi; dan 3) Apakah manusia itu? Masalah ini
dibahas oleh Atropologi Filsafat.

B. Saran
Demikianlah penyajian pada makalah ini. Penulis telah berusaha sebaik-
baiknya dalam menyusun makalah ini. Namun sebagai manusia, penulis
menyadari masih terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan makalah kedepannya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al Baha’I, M. Fairuzabady. 2017. Filsafat Pendidikan. Jawa Tengah: Penerbit NEM.

Amiruddin, Noor. 2018. Filsafat Pendidikan Islam: Konteks Kajian Kekinian.


Gresik: Caremedia Communication.

Amka. 2019. Filsafat Pendidikan. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.

Basri, Hasan. 2012. Urgensi dan Fungsi Filsafat Pendidikan Islam. Empirisma, 15
(1): 9

Simanjuntak, Junihot. 2013. Filsafat Pendidikan dan Pendidikan Kristen.


Yogyakarta: Penerbit ANDI

Solikhah, Mar’atus. 2020. Hubungan Antara Filsafat dengan Pendidikan. Tabyin:


Jurnal Pendidikan Islam. 02 (02): 26

Thabrani, Abdul Muis. 2015. Filsafat dalam Pendidikan. Jember: IAIN Jember
Press

17

Anda mungkin juga menyukai