Anda di halaman 1dari 134

INTERNALISASI PROFIL PELAJAR PANCASILA MELALUI

KEGIATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


DAN BUDI PEKERTI PADA SISWA
SMKN 4 MALANG

SKRIPSI

Oleh:

ATHIKA NUR AZIZAH


21901011127

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2023
INTERNALISASI PROFIL PELAJAR PANCASILA MELALUI
KEGIATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DAN BUDI PEKERTI PADA SISWA

SMKN 4 MALANG

SKRIPSI

Ditujukan Kepada Universitas Islam Malang Untuk Memenuhi Salah Satu


Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam

Oleh:

ATHIKA NUR AZIZAH


21901011127

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2023
Lembar keaslian

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

SMK Negeri 4 Malang adalah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri

yang ada di Malang yang beralamat di Jl. Tanimbar 22 Malang. Sekolah ini

mempunyai 9 jurusan, yaitu Produksi Grafika, Persiapan Grafika, Multimedia,

Rekayasa Perangkat Lunak, Animasi, TKJ, Mekatronika, Logistik dan

Akomodasi Perhotelan. Jumlah siswa di sekolah ini sekitar 3300 siswa dengan

rincian setiap tingkatan kelas terdiri dari 1100 siswa.

SMK Negeri 4 Malang melakukan pengelolaan kurikulum yang dibuat

secara koopertif, komprehensif, sistemik, dan juga sistematik sebagai salah satu

cara untuk mencapai suatu tujuan kurikulum. Implementasi Kurikulum

Merdeka materi dipaparkan oleh Bapak Sukardi, M.Pd., selaku pengawas

sekolah yang menjabarkan mengenai Kurikulum dan pengimplementasiannya

di SMK Negeri 4 Malang yang disesuaikan dengan kondisi sekolah dan siswa.

Kurikulum Merdeka mempunyai dua kegiatan utama dalam strukturnya, yaitu

kegiatan pembelajaran intrakurikuler dan proyek penguatan profil pelajar

Pancasila.

Kegiatan pembelajaran intrakurikuler untuk setiap mata pelajaran

mengacu pada capaian pembelajaran. Kegiatan projek penguatan profil pelajar

Pancasila ditujukan untuk memperkuat upaya pencapaian profil pelajar

1
2

Pancasila yang mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan. Pada point-point

Profil Pelajar Pancasila berkaitan dengan akhlak siswa akan peneliti jelaskan

lebih rinci dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk menguatkan

pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu

yang ditetapkan oleh pemerintah. Kurikulumm tersebut tidak diarahkan untuk

mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada

konten mata pelajaran.

Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

(PAIBP) di SMKN 4 Malang ini menerapkan projek penguatan profil pelajar

pancasila (P5), seperti upacara bendera setiap hari Senin, melaksanakan sholat

dhuha dan dhuhur berjama’ah di masjid sekolah, membaca yasin bersama juga

bertausiyah bergilir setiap pagi di hari jumat serta melaksanakan sholat jum’at

bagi siswa laki-laki di masjid dan melaksanakan keputrian bagi siswa

perempuan di aula yang mana itu adalah salah satu bentuk dukungan dari

sekolah. Selain itu, didalam kelas ketika pembelajaran Pendidikan Agama

Islam dan Budi Pekerti (PAIBP) juga didukung oleh beberapa guru yang

mengajak siswa untuk melakukan sholat dhuha kemudian tausiyah bergilir

sesuai absensi dan dilakukan absensi oleh pendidik dan memeriksa ulang

apakah siswa melakukan sholat subuh atau tidak untuk meningkatkat ibadah

para siswa.

Guru selaku ujung tombak pelaksana pembelajaran mempunyai

peranan besar dalam membimbing siswa. Proses pembimbingan yang dicoba

guru tidak hanya menyangkut intelektualitasnya, namun penguatan


3

pembelajaran kepribadian, salah satu yang menjadi sorotan dalam dunia

pembelajaran merupakan moral serta akhlak siswa. Dalam pembelajaran,

guru mempunyai kedudukan untuk membentuk kepribadian siswa di Sekolah.

Guru merupakan pendidik handal yang memiliki tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, melatih, serta mengevaluasi siswa, seperti

memberi motivasi sebelum kegiatan belajar mengajar di mulai, tugas-tugas

pengawasan serta pembinaan, serta mendisiplinkan siswa supaya patuh

terhadap aturan-aturan di sekolah.

Kedudukan guru dalam membentuk kepribadian wajib memberikan

contoh yang baik kepada siswa,karena setiap siswa membutuhkan contoh

yang baik untuk ditiru. Kepribadian yang dibentuk pada siswa SMKN 4

Malang wajib cocok dengan Visi serta Misi Departemen Pembelajaran

serta Kebudayaan yang tertuang dalam Permendikbud No 22 Tahun 2020

yang mempunyai 6 karakteristik utama.

Profil Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai

pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku

sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman

bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebinekaan global,

bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Keberadaan Profil

Pelajar Pancasila di SMKN 4 Malang ini diharapkan berjalan dengan lancar

dan terealisasi dengan baik sehingga menghasilkan pelajar-pelajar Indonesia

yang berakhlak mulia, memiliki kualitas yang dapat bersaing secara

nasional maupun global, mampu bekerjasama dengan siapapun dan


4

dimanapun, mandiri dalam melaksanakan tugasnya, meniliki nalar yang

kritis, serta mempunyai ide-ide kreatif untuk dikembangkan. Tentu untuk

tercapainya cita-cita tersebut harus ada kerjasama juga dari pihak pelajar

seluruh Indonesia seperti adanya programdi SMKN 4 Malang yakni pertukaran

pelajar antar negara. Pelajar Indonesia harus punya motivasi tinggi untuk maju

dan berkembang menjadi pelajar yang berkualitas internasional dengan

karakter nilai kebudayaan lokal.

Untuk penyempurnaan pendidikan karakter Menteri Pendidikan dan

kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim telah menjadikan Profil

Pelajar Pancasila sebagai salah satu Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan sebagaimana tertuang dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun

2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Tahun 2020-2024. Adapun yang melatar belakangi munculnya Profil Pelajar

Pancasila adalah kemajuan pesat teknologi, pergeseran sosio-kultural,

perubahan lingkungan hidup, dan perbedaan dunia kerja masa depan dalam

bidang pendidikan pada setiap tingkatan dan bidang kebudayaan.

Berdasarkan latar belakang di atas menunjukkan bahwa kurikulum

tentang pancasila dan pendidikan karakter memerlukan revisi. Untuk itu peran

pendidik SMKN 4 Malang sangat diperlukan. Salah satu permasalahan

mengapa perlu direvisi adalah karena karakter yang sekarang sudah mulai

memudar dan jarang mengamalkan nilai-nilai pancasila. Kedua

permasalahan diatas juga dibarengi dengan peran pendidik yang kurang

mengimplementasikan pendidikan karakter dan pancasila dalam proses


5

belajar mengajar. Bentuk Revisian kurikulum ini berupa

pengimplementasian nilai-nilai yang terdapat di sila Pancasila ke dalam

pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di sekolah atau

pembiasaan diri. Sehingga siswa SMKN 4 Malang dapat menerapkan dan

mengimplementasikan di lingkungan rumahnya.Oleh karean itu, penulis

tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “INTERALISASI

PROFIL PELAJAR PANCASILA MELALUI KEGIATAN

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI

DI SMKN 4 MALANG”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan penjabaran konteks penelitian yang telah diuraikan, maka

penulis memfokuskan penelitian tersebut sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi Internalisasi profil pelajar Pancasila pada siswa melalui

kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMKN

4 Malang?

2. Bagaimana implementasi internalisasi profil pelajar Pancasila pada siswa

dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di

SMKN 4 Malang?

3. Bagaimana evaluasi internalisasi profil pelajar Pancasila pada siswa melalui

kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMKN

4 Malang?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:


6

1. Mendeskripsikan strategi internalisasi profil pelajar Pancasila pada siswa

melalui kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di

SMKN 4 Malang.

2. Mendeskripsikan implementasi kreativitas profil pelajar Pancasila pada

siswa melalui kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi

Pekerti di SMKN 4 Malang.

3. Mendeskripsikan evaluasi internalisasi profil pelajar Pancasila pada siswa

melalui kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di

SMKN 4 Malang.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai

pemikiran untuk pengembangan bagi lembaga terkait antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan landasan dalam pengembangan

media pembelajaran atau penerapan media pembelajaran lebih lanjut. Selain

itu menjadi sebuah nilai tambah khasanah pengetahuan ilmiah dalam bidang

pendidikan di Indonesia terutama PAI.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa, hasil penelitian diharapkan dapat mendukung serta

menerapkan Profil Pelajar Pancasila dengan baik.

b. Bagi guru, memperkaya media pembelajaran dan materi sesuai Profil

Pelajar Pancasila sehingga mudah dipahami dan diterapkan oleh siswa.


7

c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini akan memberikan referensi dalam

meningkatkan kualitas pendidikan dan proses belajar mengajar yang

dilakukan oleh guru, serta sekolah dapat mendukung guru untuk

penerapan Profil Pelajar Pancasila.

d. Bagi peneliti, peneliti mampu menerapkan pembelajaran PAI sesuai

dengan Profil Pelajar Pancasila, sehingga wawasan semakin luas.

E. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang memiliki arti penting bagi pembaca agar dapat

lebih mudah memahami skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Internalisasi Profil Pelajar Pancasila proses menanamkan karakter dan

kompetensi yang diharapkan dapat didapat oleh siswa yang didasari oleh

nilai-nilai Pancasila.

2. Kegiatan Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAIBP) adalah usaha

yang dilakukan terhadap anak didik yang mencakup jasmani dan rohani

dengan dasar ajaran agama Islam sehingga dapat membentuk kepribadian

yang sesuai dengan ajaran Islam. Ruang lingkup PAI adalah mewujudkan

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia

dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan

manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan makhluk

lain dan lingkungan alamnya.


BAB II

KAJIAN PUSTAKAN

A. Penelitian Terdahulu

Untuk mendukung permasalahan terhadap bahasan, peneliti berusaha

malacak berbagai literature dan penelitian terdahulu (previous research) yang

masih relevan terhadap masalah yang menjadi obyek penelitian saat ini. Selain

itu yang menjadi syarat mutlak bahwa dalam penelitian ilmiah menolak yang

namanya plagiatisme atau mencontek secara utuh hasil karya tulisan orang lain.

Oleh karena itu, untuk memenuhi kode etik dalam penelitian ilmiah maka

sangat diperlukan eksplorasi terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang

relevan. Tujuannya adalah untuk menegaskan penelitian, posisi penelitian dan

sebagai teori pendukung guna menyusun konsep berpikir dalam penelitian.

Berdasarkan hasil eksplorasi terhadap penelitian-penelitian terdahulu,

peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian ini. Meskipun terdapat keterkaitan pembahasan, penelitian ini masih

sangat berbeda dengan penelitian terdahulu. Adapun beberapa penelitian

terdahulu tersebut yaitu:

1. Internalisasi Pancasila Dalam Pembelajaran Melalui Penerapan

Profil Pelajar Pancasila Berbantuan Platform Merdeka Mengajar.

Oleh Eni Susilowati dan, Saleh Sarifuddin 2021.

8
9

Penelitian ini terfokus pada penerapan pemanfaatan Platform

Merdeka Mengajar dalam menginternalisasi nilai-nilai Pancasila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Profil Pelajar Pancasila

pada hakikatnya merupakan salah satu upaya internalisasi nilai-nilai

Pancasila dalam pembelajaran, 2) Platform Merdeka Mengajar

(PMM) memiliki peran signifikan dalam penerapan Profil Pelajar

Pancasila pada pembelajaran paradigma baru, dan 3) Internalisasi

nilai-nilai Pancasila dalam penerapan Profil Pelajar Pancasila di

masa new Normal berbantuan Platform Merdeka Mengajar dengan

cara diterapkan dalam karakter keseharian yang dibangun dan

dihidupkan dalam diri individu setiap pelajar melalui budaya

sekolah, pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, maupun

ekstrakurikuler di sekolah. Peningkatan pemanfaatan Platform

Merdeka Mengajar dalam menginternalisasi nilai-nilai Pancasila

melalui Profil Pelajar Pancasila, perlu didukung dengan upaya

peningkatkan kualitas dan kuantitas konten Profil Pelajar Pancasila

serta dukungan kebijakan dalam pemanfaatan PMM dan sinergi

kolaborasi antara sekolah, pemerintah, masyarakat serta pemangku

kepentingan. PMM dapat menjadi salah satu solusi dalam penguatan

pembelajaran karakter melalui internalisasi nilai Pancasila bagi

siswa generasi milenial, terutama pada saat pembelajaran tatap

muka terbatas di masa new normal pandemi Covid-19.


10

2. Implementasi porfil pelajar Pancasila untuk calon guru SD. Oleh

Muhammad Arifin, Yudha Adrian, dan M. Saufi 2022.

Penelitian ini fokus pada bagaimana implementasi Profil Pelajar

Pancasila untuk calon guru SD. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa: (1) Implementasi Profil Pelajar Pancasila karakter beriman

dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia untuk calon

guru SD ialah pemahaman terhadap akhlak beragama melalui 20

sifat wajib dan mustahil bagi Allah SWT melalui 5 orang sampel

mahasiswa yang diteliti di dapatkan: a) 5 orang sangat mahir dalam

menyebutkan 20 sifat wajib dan mustahil bagi Allah SWT, b) 1

orang sangat mahir, 2 orang mahir, dan 2 orang kurang mahir dalam

menghafal 20 sifat wajib dan mustahil bagi Allah SWT. c) 1 orang

sangat mahir, 1 orang mahir, 3 orang kurang mahir dalam

membedakan 20 sifat wajib dan mustahil bagi Allah SWT. (2)

Implementasi Profil Pelajar Pancasila karakter gotong royong untuk

calon guru SD melalui projek Profil Pelajar Pancasila. Karakter

gotong-royong melalui 5 orang sampel mahasiswa yang diteliti

didapatkan hasil bahwa kelima orang tersebut menampakkan

karakter gotong royong melalui projek menggambar. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa implementasi Profil Pelajar

Pancasila melalui kegiatan intrakurikuler dan projek memberikan

dampak kemahiran pada karakter beriman, bertakwa kepada tuhan


11

YME, dan berakhlak mulia, serta menumbuhkan karakter

gotongroyong pada mahasiswa calon guru SD.

3. Implementasi Profil Pelajar Pancasila Dan Implikasinya Terhadap

Karakter Siswa Di Sekolah. Oleh Ashabul kahfi, 2022.

Penelitian ini berfokus pada bagaimana pelaksanaan program

profil pelajar Pancasila yang ada di kurikulum merdeka, juga ingin

mengetahui apakah berdampak terhadap pembentukan karakter

siswa di sekolah. Penelitian ini menemukan bahwa Implementasi

dalam penerapan Profil Pelajar Pancasila kurang optimal sebab

terdapat bermacam hambatan yang menimbulkan minimnya sesuatu

uraian yang di informasikan oleh pendidik, antara lain terbatasnya

waktu yang di informasikan oleh pendidik, terbatasnya waktu

Aktivitas Belajar Mengajar, substansi pelajaran yang sedikit,

terbatasnya Ilmu Teknologi yang dicoba oleh pendidik, atensi

pelajar yang sangat kurang terhadap mata pelajaran serta

sebagainya. Juga terdapat implikasi terhadap pembuatan Karakter

atau ketahanan individu partisipan didik ataupun siswa. Profil

Pelajar Pancasila mempunyai tujuan utama ialah terjaganya nilai

luhur serta moral bangsa, kesiapan buat jadi masyarakat dunia,

perwujudan keadilan sosial, dan tercapaianya kompetensi Abad 21.

Di jiwa serta sikap tiap hari di dalam komunitas ataupun profesi,

kita wajib mempunyai profil pelajar Pancasila. Pelajar yang

diartikan di sini merupakan SDM unggul yang ialah pelajar selama


12

hayat yang mempunyai kompetensi global serta berperilaku cocok

nilai- nilai Pancasila.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Implementasi profil

pelajar Pancasila di sekolah masih kurang optimal dan implikasinya

terhadap pembentukan karakter siswa sangat kuat. Sehingga apabila

profil pelajar pancaila ini dioptimalkan dalam pelaksanaannya

disekolah, maka akan terbentuklah karakter siswa yang pancasilais.

Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti, Persamaan Perbedaan Hasil

Judul, dan (sanding) (tanding)

Tahun Peneliti

Eni Susilowati Meneliti Perbedaan yang Hasil penelitian

dkk (2021). internalisasi ada adalah menunjukkan bahwa:

Internalisasi nilai dan penelitian ini 1)Profil Pelajar Pancasila

Nilai Pancasila menegnai profil menggunakan pada hakikatnya

Dalam pelajar Pancasila metode merupakan salah satu

Pembelajaran kuantitatif upaya internalisasi nilai-

Melalui deskriptif. nilai Pancasila dalam

Penerapan Profil pembelajaran, 2) PMM

Pelajar memiliki peran signifikan


13

Pancasila dalam penerapan Profil

Berbantuan Pelajar Pancasila pada

Platform pembelajaran paradigma

Merdeka baru, dan 3) Internalisasi

Mengajar nilai-nilai Pancasila dalam

penerapan Profil Pelajar

Pancasila di masa new

Normal berbantuan

Platform Merdeka

Mengajar dengan cara

diterapkan dalam karakter

keseharian yang dibangun

dan dihidupkan dalam diri

individu setiap pelajar

melalui budaya sekolah,

pembelajaran

intrakurikuler, kokurikuler,

maupun ekstrakurikuler di

sekolah. Peningkatan

pemanfaatan Platform

Merdeka Mengajar dalam

menginternalisasi nilai-
14

nilai Pancasila melalui

Profil Pelajar Pancasila,

perlu didukung dengan

upaya peningkatkan

kualitas dan kuantitas

konten Profil Pelajar

Pancasila serta dukungan

kebijakan dalam

pemanfaatan PMM dan

sinergi kolaborasi antara

sekolah, pemerintah,

masyarakat serta

pemangku kepentingan.

PMM dapat menjadi salah

satu solusi dalam

penguatan pembelajaran

karakter melalui

internalisasi nilai Pancasila

bagi siswa generasi

milenial, terutama pada

saat pembelajaran tatap


15

muka terbatas di masa new

normal pandemi Covid-19.

Muhammad Pendekatan Perbedaan Hasil penelitian

Arifin,dkk yang digunakan responden yang menunjukkan bahwa: (1)

(2022) yaitu kualitatif, diteliti adalah Implementasi Profil Pelajar

“Implementasi dan meneliti calon guru SD Pancasila karakter beriman

porfil pelajar mengenani dan bertakwa kepada

Pancasila untuk profil pelajar Tuhan YME dan berakhlak

calon guru SD” Pancasila mulia untuk calon guru SD

ialah pemahaman terhadap

akhlak beragama melalui

20 sifat wajib dan mustahil

bagi Allah SWT melalui 5

orang sampel mahasiswa

yang diteliti di dapatkan: a)

5 orang sangat mahir dalam

menyebutkan 20 sifat wajib

dan mustahil bagi Allah

SWT, b) 1 orang sangat

mahir, 2 orang mahir, dan 2

orang kurang mahir dalam

menghafal 20 sifat wajib


16

dan mustahil bagi Allah

SWT. c) 1 orang sangat

mahir, 1 orang mahir, 3

orang kurang mahir dalam

membedakan 20 sifat wajib

dan mustahil bagi Allah

SWT. (2) Implementasi

Profil Pelajar Pancasila

karakter gotong royong

untuk calon guru SD

melalui projek Profil

Pelajar Pancasila. Karakter

gotong-royong melalui 5

orang sampel mahasiswa

yang diteliti didapatkan

hasil bahwa kelima orang

tersebut menampakkan

karakter gotong royong

melalui projek

menggambar. Dengan

demikian, dapat

disimpulkan bahwa
17

implementasi Profil Pelajar

Pancasila melalui kegiatan

intrakurikuler dan projek

memberikan dampak

kemahiran pada karakter

beriman, bertakwa kepada

tuhan YME, dan berakhlak

mulia, serta menumbuhkan

karakter gotongroyong

pada mahasiswa calon guru

SD.

Ashabul kahfi, Pendekatan Perbedaan yang Hasil dari penelitian ini

(2022 ) yang digunakan ada antara skipsi menunjukan bahwa

“Implementasi dalam penelitian yang di tulis Implementasi profil pelajar

Profil Pelajar ini adalah Muhamad Pancasila di sekolah masih

Pancasila Dan pendekatan Samsul Huda kurang optimal dan

Implikasinya kualitatif dan adalah implikasinya terhadap

Terhadap meneliti menekankan pembentukan karakter

Karakter Siswa mengenani Pendidikan siswa sangat kuat.

Di Sekolah”. profil pelajar karakter pada Sehingga apabila profil

Pancasila siswa. pelajar pancaila ini

dioptimalkan dalam
18

pelaksanaannya disekolah,

maka akan terbentuklah

karakter siswa yang

pancasilais.

B. Kajian Teori

1. Internalisasi Nilai

a. Strategi Internalisasi

Proses internalisasi pendidikan karakter di suatu lembaga

pendidikan tidak dapat dilakukan secara instan, namun secara bertahap

dan dilakukan secara terus-menerus atau secara berkelanjutan. Para ahli

pendidikan telah banyak berkontribusi dalam mengembangkan teori

strategi internalisasi nilai PAI dalam rangka membentuk karakter siswa.

Teori internalisasi adalah sebuah konsep dalam psikologi yang

mengacu pada proses di mana individu memperoleh, mengadopsi, dan

menginternalisasikan norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan yang

berlaku dalam masyarakat mereka. Proses internalisasi ini melibatkan

pengambilan informasi dari lingkungan sosial, pembentukan identitas

individu, dan integrasi nilai-nilai sosial ke dalam diri seseorang.

Beberapa ahli telah mengembangkan teori dan pendekatan

terkait dengan konsep internalisasi ini. Berikut adalah beberapa teori :


19

Teori Psikologi Sosial - Albert Bandura Albert Bandura

mengembangkan teori pembelajaran sosial, yang menekankan

pentingnya observasi, imitasi, dan penguatan dalam proses internalisasi.

Menurut teori ini, individu belajar dengan mengamati perilaku orang

lain dan menginternalisasikan pola-pola perilaku yang diamati tersebut.

Teori Pembelajaran Sosial Kognitif - Julian Rotter Julian Rotter

mengembangkan teori pembelajaran sosial kognitif, yang menekankan

peran keyakinan diri (self-efficacy) dan lingkungan dalam proses

internalisasi. Menurut teori ini, individu cenderung mengadopsi norma-

norma sosial yang diperkuat oleh pengalaman positif dan keyakinan diri

mereka sendiri.

Teori Sosiologi - Emile Durkheim Emile Durkheim

mempelajari internalisasi dari perspektif sosiologis. Ia berpendapat

bahwa individu menginternalisasikan norma-norma sosial melalui

proses sosialisasi yang terjadi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Durkheim juga menekankan pentingnya solidaritas sosial dalam

membentuk keyakinan dan nilai-nilai yang diterima individu.

Adapun Teori strategi internalisasi nilai yang populer di

kalangan praktisi pendidikan meliputi (Munif, 2017):

1) Strategi keteladanan

Keteladanan merupakan sikap yang ada dalam

pendidikan Islam dan telah dipraktekkan sejak zaman

Rasulullah. Keteladanan ini memiliki nilai yang penting


20

dalam pendidikan Islam, karena memperkenalkan

perilaku yang baik melalui keteladanan, sama halnya

memahami sistem nilai dalam bentuk nyata (Ma’arif,

1991: 59). Strategi dengan keteladanan adalah

internalisasi dengan cara memberi contoh-contoh

kongkrit pada anak didik. Dalam pendidikan, pemberian

contoh-contoh ini sangat ditekankan karena tingkah laku

seorang pendidik mendapatkan pengamatan khusus dari

para anak didik. Melalui strategi keteladanan ini,

memang seorang pendidik tidak secara langsung

memasukan hal-hal terkait dengan keteladanan itu dalam

rencana pembelajaran. Artinya, nilai-nilai moral religius

seperti ketaqwaan, kejujuran, keikhlasan, dan

tanggungjawab yang ditanamkan kepada anak didik

merupakan sesuatu yang sifatnya hidden curriculum.

2) Strategi pembiasaan

Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang

sehingga menjadi mudah untuk dikerjakan

(Tatapangarsa, 1990:67). Mendidik dengan latihan dan

pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan

latihan-latihan dan membiasakan untuk dilakukan setiap

hari (Burhanudin, 2001: 56). Strategi pembiasan ini

afektif untuk diajarkan kepada anak didik. Apabila anak


21

didik dibiasakan dengan akhlak yang baik, maka akan

tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

3) Strategi Ibrah dan amtsal

Ibrah (mengambil pelajaran) dan Amtsal

(perumpamaan) yang dimaksud adalah mengambil

pelajaran dari beberapa kisah-kisah teladan, fenomena,

peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik masa lampau

maupun sekarang. Dari sini diharapkan anak didik dapat

mengambil hikmah yang terjadi dalam suatu peristiwa,

baik yang berupa musibah atau pengalaman. Abd Al-

Rahman AlNahlawi, mendefinisikan ibrah dengan

kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk

mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan,

diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur

dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya

dapat mempengaruhi hati, lalu mendorongnya kepada

perilaku berfikir sosial yang sesuai (An Nahlawi, 1992:

390). Tujuan pedagogis dari pengambilan pelajaran

adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir

tentang perkara agama yang bisa menggerakkan,

mendidik atau menambah perasaan keagamaan para

siswa.

4) Strategi pemberian
22

Nasehat Rasyid Ridha seperti dikutip Burhanudin

mengartikan nasehat sebagai peringatan atas kebaikan

dan kebenaran, dengan jalan apa saja yang dapat

menyentuh hati dan membangkitkannya untuk

mengamalkan. Metode mauidzah harus mengandung

tiga unsur, yakni uraian tentang kebaikan dan kebenaran

yang harus dilakukan oleh seseorang, misalnya: tentang

sopan santun, motivasi untuk melakukan kebaikan, dan

peringatan tentang dosa yang muncul dari adanya

larangan, bagi dirinya dan orang lain (Burhanudin, 2001:

58).

5) Strategi pemberian janji dan ancaman

Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan

membuat senang terhadap sesuatu maslahat,

kenikmatan, atau kesenangan akhirat yang pasti dan

baik, serta membersihkan diri dari segala kotoran (dosa)

yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal

saleh. Hal itu dilakukan semata-mata demi mencapai

keridlaan Allah. Sedangkan tarhib adalah ancaman

dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau

kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau akibat lengah

dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah,

Dengan kata lain, tarhib adalah ancaman dari Allah yang


23

dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa takut pada para

hamba-Nya dan memperlihatkan sifat-sifat kebesaran

dan keagungan Ilahiyah, agar mereka selalu berhati-hati

dalam bertindak (an Nahlawi, 1992: 412).

6) Strategi kedisiplinan

Pendidikan dengan kedisiplinan memerlukan ketegasan

dan kebijaksanaan. Ketegasan maksudnya seorang

pendidik harus memberikan sanksi pada setiap

pelanggaran yang dilakukan oleh anak didik, sedangkan

kebijaksanaan mengharuskan seorang guru memberikan

sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran tanpa dihinggapi

emosi atau dorongan-dorongan lain. Ta’zir adalah

hukuman yang dijatuhkan pada anak didik yang

melanggar. Hukuman ini diberikan bagi yang telah

berulangkali melakukan pelanggaran tanpa

mengindahkan peringatan yang diberikan (Burhanudin,

2001: 59).

b. Implementasi

Internalisasi sebagai proses penanaman nilai kedalam jiwa

manusia sehingga, muncullah sebuah sikap dan perilaku yang

ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang

diinternalisasikan merupakan nilai yang sesuai dengan norma atau

aturan-aturan yang berlaku.


24

Teori implementasi adalah bidang studi yang membahas proses

dan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan kebijakan, program,

atau inovasi dalam konteks dunia nyata. Tujuan utama teori

implementasi adalah untuk memahami mengapa dan bagaimana

kebijakan atau program berhasil atau gagal diterapkan, serta

mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi hasil implementasi.

Berikut ini adalah beberapa teori implementasi yang sering

dikutip dan dijadikan acuan:

Model Lincoln dan Guba: Teori ini menekankan pentingnya

kualitas implementasi dalam mencapai hasil yang diinginkan. Model ini

mengajukan empat dimensi evaluasi: keabsahan, reliabilitas,

transferabilitas, dan ketergantungan.

Teori Diffusion of Innovations (Penyebaran Inovasi): Teori ini

mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi adopsi inovasi dalam

suatu sistem. Faktor-faktor tersebut termasuk keuntungan relatif,

kesesuaian, kompleksitas, keunggulan komparatif, dan komunikasi

interpersonal.

Model Konteks-Konten-Proses (Context-Content-Process

Model): Teori ini menggarisbawahi pentingnya memahami konteks di

mana kebijakan atau program diterapkan, isi atau substansi kebijakan

itu sendiri, dan proses implementasi yang melibatkan interaksi antara

berbagai pemangku kepentingan.


25

Model Penerima Manfaat (Beneficiary Model): Teori ini

berfokus pada peran dan interaksi antara penerima manfaat

(stakeholder) dan pelaksana dalam implementasi kebijakan atau

program. Teori ini menekankan pentingnya partisipasi aktif penerima

manfaat untuk keberhasilan implementasi.

Teori Institusional: Teori ini mengajukan bahwa lembaga atau

norma sosial memiliki peran penting dalam membentuk implementasi

kebijakan atau program. Faktor-faktor seperti kepatuhan terhadap

aturan, legitimasi, dan budaya organisasi dapat mempengaruhi

implementasi.

Implementasi internalisasi adalah dengan cara memberikan

contoh teladan dan pengetahuan. Guru dapat memberi contoh penerapan

dalam pembelajaran di kelas dengan cara sering memberi pertanyaan

agar siswa aktif menjawab, memberikan tugas bergilir seperti tausiyah

untuk melatih kemandirian dan mengatur jadwal piket untuk

mengajaran bergoting royong. Proses internalisasi yang dikaitkan

dengan pembinaan peserta didik ada tiga tahap yang mewakili proses

atau tahap terjadinya internalisasi yaitu :

1) Tahap transformasi nilai

Tahap ini merupakan komunikasi verbal tentang nilai, pada

tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yan

baik dan yang kurang baik kepada peserta didik, yang

semata-mata merupakan komunikasi verbal tentang nilai.


26

2) Tahap transaksi nilai

Tahap ini merupakan tahapan nilai dengan jalan komunikasi

dua arah atau interaksi antar siswa dengan guru bersifat

timbal balik.

3) Tahap transinternalisasi

Tahap ini merupakan tahap yang jauh lebih dalam daripada

sekedar transaksi. Dalam tahap ini guru dihadapan siswa

bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mentalnya

(kepribadiannya).

Keimanan kepada Allah SWT dan aktualisasinya dalam ibadah

dan perilaku sehari-hari merupakan hasil dari internalisasi, yaitu proses

pengenalan, pemahaman, dan kesadaran pada diri seseorang terhadap

nilai-nilai agama. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor

internal dan internal.

1) Faktor internal

Faktor yang dialami oleh peserta didik, misalnya adanya

gangguan fisik dan psikologi pada peserta didik, hal itu

sangat mengganggu kenyamanan belajar peserta didik,

sehingga peserta didik tidak mampu menghasilkan

pembelajaran yang maksimal.

2) Faktor eksternal
27

Faktor yang disebabkan oleh lingkungan diantaranya adalah

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun

lingkungan masyarakat.

c. Evaluasi

Evaluasi Internalisasi adalah suatu proses berkelanjutan tentang

pengumpulan dan penafsiran informasi, dalam menilai (assessment)

keputusan yang dibuat untuk merancang suatu sistem

pembelajaran (Febriana, 2019).

Evaluasi Internalisasi bisa dilakukan dengan cara pengamatan

pada siswa dilihat dari perubahan sikap para siswa terhadap teman,

aktif atau tidak dalam pembelajaran, sikap terhadap guru dan

perkembangan nilai akademik.

Ada beberapa teori evaluasi yang dapat kita gunakan sebagai

acuan dalam penelitian ini di antaranya:

Teori Utilitas: Teori ini mengasumsikan bahwa evaluasi

dilakukan untuk menilai sejauh mana program atau kebijakan tersebut

berguna atau menguntungkan bagi pemangku kepentingan. Evaluasi

dilakukan dengan membandingkan manfaat yang diperoleh dari

program atau kebijakan dengan biaya atau kerugian yang ditanggung.

Referensi: Weiss, C. H. (1998). Evaluation: Methods for studying

programs and policies. Prentice Hall.

Teori Pengaruh: Teori ini berfokus pada pengukuran efektivitas

program atau kebijakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.


28

Evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana program atau kebijakan

tersebut memiliki dampak atau pengaruh yang diinginkan terhadap

pemangku kepentingan. Referensi: Rossi, P. H., Lipsey, M. W., &

Freeman, H. E. (2003). Evaluation: A systematic approach. Sage

Publications.

Teori Persamaan: Teori ini menganggap bahwa evaluasi adalah

proses interaksi sosial yang kompleks di antara para pemangku

kepentingan. Evaluasi dilakukan untuk memahami dan menghargai

perspektif dan kepentingan berbagai pihak yang terlibat dalam program

atau kebijakan. Referensi: Chen, H.-T. (2005). Practical program

evaluation: Assessing and improving planning, implementation, and

effectiveness. Sage Publications.

Teori Pembelajaran: Teori ini menekankan pentingnya evaluasi

dalam proses pembelajaran organisasi. Evaluasi dilakukan untuk

memperoleh pengetahuan yang berharga tentang apa yang berhasil dan

tidak berhasil dalam program atau kebijakan, serta untuk meningkatkan

praktik dan keputusan di masa depan. Referensi: Preskill, H., & Torres,

R. T. (1999). Evaluative inquiry for learning in organizations. Sage

Publications.

Beberapa teori yang di kemukakan oleh tokoh di atas dapat di

jadiikan sebagai acuan dalam penelitian ini, sehingga nanti pada

akhirnya teori ini apakah sejalan atau tidak dengan pembahasan dalam

penelitian ini pada BAB V nantinya.


29

Tujuan evaluasi menurut Nana Sudjana (2017, hlm. 4) adalah

sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga

dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam

berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang

ditempuhnya.

2) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran

di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam

mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan

yang diharapkan.

3) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan

perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program

pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya.

4) Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah

kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Sementara itu fungsi evaluasi menurut Sudjana (2017)

dikelompokkan menjadi tiga fungsi, yakni sebagai berikut:

1) Alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan

instruksional.

2) Umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar

3) Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa

kepada para orang tuanya.

2. Profil Pelajar Pancasila


30

a. Pengertian pancasila

Suhadi (1986) mengatakan bahwa secara etimologis, istilah

Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta “panca” yang berarti lima dan

“sila” yang dapat memiliki dua arti: a) “syiila” yang berarti aturan

tingkah laku yang dipandang baik, normal atau penting; b) “syila” yang

berarti asas, dasar, atau sendi. Arti “syila” lebih bersifat luas dibanding

“syiila” yang berkonotasi moral praktis dan terbatas pada masalah

tingkah laku. Dengan demikian, Pancasila secara etimologis dapat

berarti “lima dasar” atau “lima aturan tingkah laku yang penting”.

Esensi Pancasila adalah bahwa intisari dari isi masing- masing sila

Pancasila adalah Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan (Indonesia),

Kerakyatan, dan Keadilan (Soedarso, 2006: 46-48).

Secara historis, Pancasila berasal dari rangkaian kata Sansekerta

yang berarti lima batukarang dan lima prinsip moral. Menurut Ahmad

Yani, Pancasila adalah hasil penjelajahan Soekarno secara mendalam

terhadap jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia sesuai garis

ideologinya. Pancasila juga dipegang atau dirumuskan dengan tujuan

sebagai landasan negara Indonesia. Dalam pidato Soepomo tanggal 31

Mei 1945, Ketua Radjiman meminta pada rapat Dokuritsu Junbi

Chosakai untuk mempresentasikan dasar Indonesia, bukti sejarah

menunjukkan bahwa Pancasila adalah dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia (N. Y. Sari, 2021).


31

Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang di dalamnya

terdapat nilai-nilai penting sebagai pedoman dalam bernegara.

Kedudukan Pancasila sangat penting dikarenakan Pancasila dirumuskan

oleh tokoh-tokoh besar di Indonesia.

b. Fungsi pokok dan kedudukan pancasila

1) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sering disebut dengan

way of life, pegangan hidup, pedoman hidup, pandangan dunia,

petunjuk hidup, sehingga Pancasila sebagai pandangan hidup

bangsa dipergunakan sebagai petunjuk arah dalam segala tindakan

atau aktivitas sehari-hari yang berarti setiap sikap dan perilaku

masyarakat Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari

nilai-nilai Pancasila, sehingga mengamalkan Pancasila dalam

kehidupan sehari-hari dan menggunakannya sebagai petunjuk harus

dijunjung tinggi (Rahma & Dewi, 2021).

2) Pancasila sebagai dasar Negara atau dasar filsafat

Pancasila sebagai dasar negara tercantum dalam Undang-Undang

Dasar 1945 alinea keempat, sehingga rumusan Pancasila itulah

dalam hukum positif Indonesia secara yuridis-konstitusional sah,

berlaku, dan mengikat setiap warga negara, tanpa terkecuali

(Adhayanto, 2015). Pancasila sebagai dasar negara mengandung

makna bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi

dasar atau pedoman masyarakat Indonesia. Nilai Pancasila pada


32

dasarnya adalah nilai-nilai filsafat yang mendasar yang dijadikan

aturan dan dasar dari norma-norma yang berlaku dalam Indonesia.

Pada masa sekarang perlu diadakan penegasan dan mengembalikan

kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ini merupakan hal

penting, karena sudah banyak terjadi kesalahan penafsiran Pancasila

sebagai dasar negara. Oleh karena itu, Pendidikan Pancasila sangat

penting diajarkan pada jenjang sekolah maupun perguruan tinggi

(Anggraini et al., 2020).

3. Profil pelajar pancasila

Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar

sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai

dengan nilai-nilai Pancasila. Nadiem Anwar Makarim (2021) mengatakan

bahwa penguatan pendidikan karakter siswa dapat diwujudkan melalui

berbagai kebijakan Kemendikbud yang berpusat pada upaya mewujudkan

Pelajar Pancasila. Sebagaimana visi dan misi Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 mengenai Rencana Strategis

Kemendikbud Tahun 2020-2024 bahwa yang dimakud dengan Pelajar

Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang

hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-

nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman bertakwa kepada Tuhan
33

YME dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong,

mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Profil Pelajar Pancasila adalah profil lulusan yang bertujuan

menunjukkan karakter dan kompetensi yang diharapakan diraih dan

menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila siswa dan para pemangku

kepentingan (Ismail et al., 2021). Kemendikbud menetapkan 6 indikator dari

Profil Pelajar Pancasila, yang tertuang dalam Restra Kemendikbud (2022)

dan dijelaskan kembali oleh Mendikbud, antara lain:

a. Dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan

berakhlak mulia.

Pelajar Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan

YME, dan berakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam

hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memahami

ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan

pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Ada lima

elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan

berakhlak mulia: (a) akhlak beragama; (b) akhlak pribadi; (c)

akhlak kepada manusia; (d) akhlak kepada alam; dan (e) akhlak

bernegara (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan

Teknologi, 2022).

1) Akhlak beragama

Pelajar Pancasila mengenal sifat-sifat Tuhan dan

menghayati bahwa inti dari sifatsifat-Nya adalah


34

kasih dan sayang. Ia juga sadar bahwa dirinya adalah

makhluk yang mendapatkan amanah dari Tuhan

sebagai pemimpin di muka bumi yang mempunyai

tanggung jawab untuk mengasihi dan menyayangi

dirinya, sesama manusia dan alam, serta

menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Pelajar Pancasila senantiasa menghayati dan

mencerminkan sifat-sifat Ilahi tersebut dalam

perilakunya di kehidupan sehari-hari. Penghayatan

atas sifat-sifat Tuhan ini juga menjadi landasan

dalam pelaksanaan ritual ibadah atau sembahyang

sepanjang hayat. Pelajar Pancasila juga aktif

mengikuti acara-acara keagamaan dan ia terus

mengeksplorasi guna memahami secara mendalam

ajaran, simbol, kesakralan, struktur keagamaan,

sejarah, tokoh penting dalam agama dan

kepercayaannya serta kontribusi hal-hal tersebut

bagi peradaban dunia.

2) Akhlak pribadi

Akhlak yang mulia diwujudkan dalam rasa sayang

dan perhatian pelajar kepada dirinya sendiri. Ia

menyadari bahwa menjaga kesejahteraan dirinya

penting dilakukan bersamaan dengan menjaga orang


35

lain dan merawat lingkungan sekitarnya. Rasa

sayang, peduli, hormat, dan menghargai diri sendiri

terwujud dalam sikap integritas, yakni menampilkan

tindakan yang konsisten dengan apa yang dikatakan

dan dipikirkan. Karena menjaga kehormatan dirinya,

Pelajar Pancasila bersikap jujur, adil, rendah hati,

bersikap serta berperilaku dengan penuh hormat. Ia

selalu berupaya mengembangkan dan

mengintrospeksi diri agar menjadi pribadi yang lebih

baik setiap harinya. Sebagai wujud merawat dirinya,

Pelajar Pancasila juga senantiasa menjaga kesehatan

fisik, mental, dan spiritualnya dengan aktivitas

olahraga, aktivitas sosial, dan aktivitas ibadah sesuai

dengan agama dan kepercayaan masing- masing.

Karena karakternya ini, ia menjadi orang yang selalu

dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan, serta berkomitmen untuk setia pada ajaran

agama dan kepercayaannya serta nilai-nilai

kemanusiaan.

3) Akhlak kepada manusia

Sebagai anggota masyarakat, Pelajar Pancasila

menyadari bahwa semua manusia setara di hadapan

Tuhan. Akhlak mulianya bukan hanya tercermin


36

dalam rasa sayangnya pada diri sendiri tetapi juga

dalam budi luhurnya pada sesama manusia. Dengan

demikian ia mengutamakan persamaan dan

kemanusiaan di atas perbedaan serta menghargai

perbedaan yang ada dengan orang lain. Pelajar

Pancasila mengidentifikasi persamaan dan

menjadikannya sebagai pemersatu ketika ada

perdebatan atau konflik. Ia juga mendengarkan

dengan baik pendapat yang berbeda dari

pendapatnya, menghargainya, dan menganalisisnya

secara kritis tanpa memaksakan pendapatnya sendiri.

Pelajar Pancasila adalah pelajar yang moderat dalam

beragama. Ia menghindari pemahaman keagamaan

dan kepercayaan yang eksklusif dan ekstrim,

sehingga ia menolak prasangka buruk, diskriminasi,

intoleransi, dan kekerasan terhadap sesama manusia

baik karena perbedaan ras, kepercayaan, maupun

agama. Pelajar Pancasila bersusila, bertoleransi dan

menghormati penganut agama dan kepercayaan lain.

Ia menjaga kerukunan hidup sesama umat beragama,

menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai

dengan agama dan kepercayaannya masing-masing,

tidak memberikan label negatif pada penganut


37

agama dan kepercayaan lain dalam bentuk apapun,

serta tidak memaksakan agama dan kepercayaannya

kepada orang lain. Pelajar Pancasila juga senantiasa

berempati, peduli, murah hati dan welas asih kepada

orang lain, terutama mereka yang lemah atau

tertindas. Dengan demikian, ia selalu berupaya aktif

menolong orang-orang yang membutuhkan dan

mencarikan solusi terbaik untuk mendukung

keberlangsungan kehidupan mereka. Pelajar

Pancasila juga senantiasa mengapresiasi kelebihan

orang lain dan mendukung mereka dalam

mengembangkan kelebihan itu.

4) Akhlak kepada alam

Sebagai bagian dari lingkungan, Pelajar Pancasila

mengejawantahkan akhlak mulianya dalam

tanggung jawab, rasa sayang, dan peduli terhadap

lingkungan alam sekitar. Pelajar Pancasila

menyadari bahwa dirinya adalah salah satu di antara

bagian-bagian dari ekosistem bumi yang saling

mempengaruhi. Ia juga menyadari bahwa sebagai

manusia, ia mengemban tugas dalam menjaga dan

melestarikan alam sebagai ciptaan Tuhan. Hal

tersebut membuatnya menyadari pentingnya


38

merawat lingkungan sekitar sehingga ia menjaga

agar alam tetap layak dihuni oleh seluruh makhluk

hidup saat ini maupun generasi mendatang. Ia tidak

merusak atau menyalahgunakan lingkungan alam,

serta mengambil peran untuk menghentikan perilaku

yang merusak dan menyalahgunakan lingkungan

alam. Pelajar Pancasila juga senantiasa reflektif,

memikirkan, dan membangun kesadaran tentang

konsekuensi atau dampak dari perilakunya terhadap

lingkungan alam. Kesadarannya ini menjadi dasar

untuk membiasakan diri menerapkan gaya hidup

peduli lingkungan, sehingga ia secara aktif

berkontribusi untuk menjaga kelestarian lingkungan.

5) Akhlak bernegara

Pelajar Pancasila memahami serta menunaikan hak

dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik

serta menyadari perannya sebagai warga negara. Ia

menempatkan kemanusiaan, persatuan, kepentingan,

dan keselamatan bangsa dan negara sebagai

kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

Akhlak pribadinya mendorong Pelajar Pancasila

untuk peduli dan membantu sesama, untuk

bergotong-royong. Ia juga mengutamakan


39

musyawarah dalam mengambil keputusan untuk

kepentingan bersama, sebagai dampak dari akhlak

pribadinya dan juga akhlaknya terhadap sesama.

Keimanan dan ketakwaannya juga mendorongnya

untuk aktif menghadirkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia sebagai wujud cinta yang

dimilikinya untuk negara. Adapun alur dari

perkembangan dimensi beriman, bertakwa kepada

tuhan yang maha esa, dan berakhlak mulia sebagai

berikut.

b. Dimensi berkhebinekaan global

Pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur,

lokalitas dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam

berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa

saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya budaya baru

yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur

bangsa. Elemen kunci dari berkebinekaan global meliputi

mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi

interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan

tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan (Kementerian

Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi, 2022).

1) Mengenal dan menghargai budaya


40

Pelajar Pancasila mengenali, mengidentifikasi, dan

mendeskripsikan berbagai macam kelompok

berdasarkan perilaku, jenis kelamin, cara

komunikasi, dan budayanya, serta mendeskripsikan

pembentukan identitas dirinya dan kelompok, juga

menganalisis bagaimana menjadi anggota kelompok

sosial di tingkat lokal, regional, nasional, dan global.

2) Komunikasi dan interaksi antar budaya

Pelajar Pancasila berkomunikasi dengan budaya

yang berbeda dari dirinya secara setara dengan

memperhatikan, memahami, menerima keberadaan,

dan menghargai keunikan setiap budaya sebagai

sebuah kekayaan perspektif sehingga terbangun

kesalingpahaman dan empati terhadap sesama.

3) Refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman

kebhinekaan

Pelajar Pancasila secara reflektif memanfaatkan

kesadaran dan pengalaman kebinekaannya agar

terhindar dari prasangka dan stereotip terhadap

budaya yang berbeda, termasuk perundungan,

intoleransi dan kekerasan, dengan mempelajari

keragaman budaya dan mendapatkan pengalaman

dalam kebinekaan. Hal ini membuatnya


41

menyelaraskan perbedaan budaya agar tercipta

kehidupan yang setara dan harmonis antar sesama.

4) Berkeadilan social

Pelajar Pancasila peduli dan aktif berpartisipasi

dalam mewujudkan keadilan sosial di tingkat lokal,

regional, nasional, danglobal. Ia percaya akan

kekuatan dan potensi dirinya sebagai modal untuk

menguatkan demokrasi, untuk secara aktif-

partisipatif membangun masyarakat yang damai dan

inklusif, berkeadilan sosial, serta berorientasi pada

pembangunan yang berkelanjutan.

c. Dimensi gotong royong

Pelajar Indonesia memiliki kemampuan bergotong-

royong, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan secara

bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan

dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari

bergotong royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi

(Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi, 2022).

1) Kolaborasi pelajar

Pancasila memiliki kemampuan kolaborasi, yaitu

kemampuan untuk bekerja bersama dengan orang

lain disertai perasaan senang ketika berada bersama


42

dengan orang lain dan menunjukkan sikap positif

terhadap orang lain. Ia terampil untuk bekerja sama

dan melakukan koordinasi demi mencapai tujuan

bersama dengan mempertimbangkan keragaman

latar belakang setiap anggota kelompok. Ia mampu

merumuskan tujuan bersama, menelaah kembali

tujuan yang telah dirumuskan, dan mengevaluasi

tujuan selama proses bekerja sama. Ia juga memiliki

kemampuan komunikasi, yaitu kemampuan

mendengar dan menyimak pesan dan gagasan orang

lain, menyampaikan pesan dan gagasan secara

efektif, mengajukan pertanyaan untuk

mengklarifikasi, dan memberikan umpan-balik

secara kritis dan positif. Pelajar Pancasila juga

menyadari bahwa ada saling-ketergantungan yang

positif antar- orang. Melalui kesadaran ini, ia

memberikan kontribusi optimal untuk meraih tujuan

bersama. Ia menyelesaikan tugas yang diberikan

kepadanya semaksimal mungkin dan mengapresiasi

upaya yang telah dilakukan anggota lain dalam

kelompoknya.

2) Kepedulian pelajar
43

Pancasila memperhatikan dan bertindak proaktif

terhadap kondisi di lingkungan fisik dan sosial. Ia

tanggap terhadap kondisi yang ada di lingkungan dan

masyarakat untuk menghasilkan kondisi yang lebih

baik. Ia merasakan dan memahami apa yang

dirasakan orang lain, memahami perspektif mereka,

dan menumbuhkan hubungan dengan orang dari

beragam budaya yang menjadi bagian penting dari

kebinekaan global. Ia memiliki persepsi sosial yang

baik sehingga ia memahami mengapa orang lain

bereaksi tertentu dan melakukan tindakan tertentu. Ia

memahami dan menghargai lingkungan sosialnya,

serta menghasilkan situasi sosial yang sejalan

dengan pemenuhan kebutuhan berbagai pihak dan

pencapaian tujuan.

3) Berbagi pelajar

Pancasila memiliki kemampuan berbagi, yaitu

memberi dan menerima segala hal yang penting bagi

kehidupan pribadi dan bersama, serta mau dan

mampu menjalani kehidupan bersama yang

mengedepankan penggunaan bersama sumber daya

dan ruang yang ada di masyarakat secara sehat.

Melalui kemampuan berbagi, ia mampu dan mau


44

memberi serta menerima hal yang dianggap berharga

kepada/dari teman sebaya, orang-orang di

lingkungan sekitarnya, dan lingkungan yang lebih

luas. Ia mengupayakan diri dan kelompoknya untuk

memberi hal yang dianggap penting dan berharga

kepada orang-orang yang membutuhkan baik di

lingkungannya maupun di masyarakat yang lebih

luas (negara dan dunia).

d. Dimensi mandiri

Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu

pelajar yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya.

Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri dan

situasi yang dihadapi serta regulasi diri (Kementerian Pendidikan,

Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi, 2022).

1) Pemahaman diri dan situasi yang dihadapi

Pelajar Pancasila yang mandiri senantiasa

melakukan refleksi terhadap kondisi dirinya dan

situasi yang dihadapi mencakup refleksi terhadap

kondisi diri, baik kelebihan maupun keterbatasan

dirinya, serta situasi dan tuntutan perkembangan

yang dihadapi. Hal ini akan membuat ia mengenali

dan menyadari kebutuhan pengembangan dirinya

yang sesuai dengan perubahan dan perkembangan


45

yang terjadi. Kesadaran tersebut akan membantunya

untuk dapat menetapkan tujuan pengembangan diri

yang sesuai dengan kondisi diri dan situasi yang

dihadapi, memilih strategi yang sesuai, serta

mengantisipasi tantangan dan hambatan yang

mungkin terjadi.

2) Regulasi diri pelajar

Pancasila yang mandiri mampu mengatur pikiran,

perasaan, dan perilaku dirinya untuk mencapai

tujuan belajar dan pengembangan dirinya baik di

bidang akademik maupun non akademik. Ia mampu

menetapkan tujuan pengembangan dirinya serta

merencanakan strategi untuk mencapainya dengan

didasari penilaian atas kemampuan dirinya dan

tuntutan situasi yang dihadapinya. Pelaksanaan

aktivitas pengembangan diri dapat dikendalikan

olehnya sekaligus menjaga perilaku dan semangat

agar tetap optimal untuk mencapai tujuan

pembelajarannya. Ia senantiasa memantau dan

mengevaluasi upaya yang dilakukan dan hasil yang

dicapainya. Ketika menemui permasalahan dalam

belajar, ia tidak mudah menyerah dan akan berusaha


46

mencari strategi atau metode yang lebih sesuai untuk

menunjang keberhasilan pencapaian tujuannya.

e. Dimensi bernalar kritis

Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif

memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif,

membangun keterkaitan antara berbagai informasi,

menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya.

Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah memperoleh dan

memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan

mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses

berpikir dalam mengambilan keputusan (Kementerian

Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi, 2022).

1) Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan

Pelajar Pancasila memproses gagasan dan informasi,

baik dengan data kualitatif maupun kuantitatif. Ia

memiliki rasa keingintahuan yang besar,

mengajukan pertanyaan yang relevan,

mengidentifikasi dan mengklarifikasi gagasan dan

informasi yang diperoleh, serta mengolah informasi

tersebut. Ia juga mampu membedakan antara isi

informasi atau gagasan dari penyampainya. Selain


47

itu, ia memiliki kemauan untuk mengumpulkan data

atau fakta yang berpotensi menggugurkan opini atau

keyakinan pribadi. Berbekal kemampuan tersebut,

Pelajar Pancasila dapat mengambil keputusan

dengan tepat berdasarkan informasi dari berbagai

sumber yang relevan dan akurat.

2) Menganalisis dan mengevaluasi penalaran

Pelajar Pancasila menggunakan nalarnya sesuai

dengan kaidah sains dan logika dalam pengambilan

keputusan dan tindakan dengan melakukan analisis

serta evaluasi dari gagasan dan informasi yang ia

dapatkan. Ia mampu menjelaskan alasan yang

relevan dan akurat dalam penyelesaian masalah dan

pengambilan keputusan. Akhirnya, ia dapat

membuktikan penalarannya dengan berbagai

argumen dalam mengambil suatu simpulan atau

keputusan.

3) Merefleksi dan mengevaluasi pemikiranya sendiri

Pelajar Pancasila melakukan refleksi dan evaluasi

terhadap pemikirannya sendiri (metakognisi) dan

berpikir mengenai bagaimana jalannya proses

berpikir tersebut sehingga ia sampai pada suatu

simpulan. Ia menyadari proses berpikirnya beserta


48

putusan yang pernah dihasilkannya, dan menyadari

perkembangan serta keterbatasan daya pikirnya. Hal

ini membuatnya menyadari bahwa ia dapat terus

mengembangkan kapasitas dirinya melalui proses

refleksi, usaha memperbaiki strategi, dan gigih

dalam mengujicoba berbagai alternatif solusi. Selain

itu, ia memiliki kemauan untuk mengubah opini atau

keyakinan pribadi tersebut jika memang

bertentangan dengan bukti yang ada.

4. Pembelajaran pendidikan agama islam

a. Pengertian pembelajaran

Menurut Budimansyah (2002) pembelajaran adalah sebagai

perubahan dalam kemampuan, sikap, atau perilaku siswa yang relative

permanen sebagai akibat pengalaman atau pelatihan, dalam hal ini

perubahan kemampuan yang hanya berlangsung sekejap dan kemudian

kembali pada perilaku semula menunjukkan belum terjadi peristiwa

pembelajaran walaupun mungkin terjadi pengajaran (Hayati, 2017).

Trianto (2009) juga mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan

aspek kegiatan manusia yang lebih kompleks, yang pada hakikatnya

adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya

(mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya untuk

mencapai tujuan yang diharapkan), berdasarkan pandangan tersebut

pada proses pembelajaran terjadi interaksi dua arah, yakni guru dan
49

siswa, yang terjadi secara intens dan terarah untuk mencapai tujuan

yang sudah ditargetkan (Maru et al., 2016).

Aristoteles (1995) mengatakan bahwa “man by nature have

desire to know” (manusia dari kodratnya mempunyai hasrat untuk

mengetahui), ini terjadi karena manusia mempunyai akal budi untuk

selalu menuntut kepuasan rasional. Aktivitas pendidikan (apalagi

pendidikan formal) dimaknai sebagai bagian kodrati dari setiap manusia

untuk mendapat pengetahuan. Menutut Driyakarya (1980), pendidikan

dan aktivitas belajar merupakan aktivitas fundamental karena apa yang

dikerjakan oleh manusia itu berkaitan dengan pencarian akan jati

dirinya dan membawa manusia ke taraf insani (Dewantara, 2015).

Ramiszowski (1981) dalam Winataputra (2008) berpendapat

bahwa pembelajaran/instruction adalah sebagai proses pembelajaran

yakni belajar sesuai dengan rancangan, unsur kesengajaan dari pihal

luar individu merupakan ciri utamanya, proses pengajaran berpusat

pada tujuan atau goal directed teaching process yang dalam banyak hal

dapat direncanakan sebelumnya (pre-planned) karena sifat process

tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan

perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar telah

dirancang (HAYATI, 2017). Pembelajaran merupakan sistem yang

memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas pendidikan,

peran guru dan murid sangat berpengaruh dalam pembelajaran (R. D. K.

Sari & Arifin, 2022).


50

Pembelajaran dapat dikatakan suatu proses yang dilakukan oleh

guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan siswa untuk

memiliki pengalaman belajar, dengan kata lain pembelajaran adalah

cara untuk mempersiapkan siswa untuk memiliki pengalaman belajar

bagi siswa yang didalamnya terdapat dua unsur pokok, yakni unsur

kegiatan guru dan siswa (Nadzir, 2013: 341). Pembelajaran merupakan

aktivitas yang berproses melalui tahapan perancangan, perencanaan,

dan evaluasi, yang dimaknai sebagai interaksi siswa dengan

pendidikdan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar (Hanafy,

2014).

Adapun aspek-aspek dalam pembelajaran sendiri meliputi:

1) Aspek kognitif

Salah satu aspek yang penting dalam pembelajaran adalah

aspek kognitif, yakni suatu perkembangan yang sangat

komprehensif yang berkaitan dengan kemampuan berfikir,

seperti kemampuan bernalar, mengingat, menghafal,

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, ber ide

dan berkreativitas, sehingga perkembangan kognitif sangat

membari pengaruh terhadap mental dan emosional serta

kemampuan dalam berbahasa (Bujuri, 2018).

2) Aspek afektif

Rasyid dan Mansyur (2007) mengemukakan bahwa aspek

afektif adalah ranah berfikir yang meliputi watak perilaku


51

seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ranah

afektif dianggap menentukan keberhasilan seseorang, orang

yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk

mencapai keberhasilan secara optimal (Syafi’i, 2022).

3) Aspek psikomotorik

Menurut Sudjiono (2013) aspek psikomotorik (skill)

merupakan tindak lanjut dari aspek afektif dan kognitif,

sehingga lebih menekankan pada kemampuan praktik

(Nanda Saputri & Rahmayani, 2018).

b. Pendidikan agama islam

Tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib adalah tiga kata yang oleh para ahli

dikaitkan dengan konsep pendidikan dalam Islam, ketika kata tersebut

terdapat dalam Al-Qur’an dan telah menjadi inspirasi konsep lahirnya

pendidikan dalam Islam (Firmansyah, 2019). Dalam konteks Pendidikan

Agama, aktivitas belajar berisi rangkaian aktivitas untuk mengubah dan

menentukan hidup manusia dalam kaitan diri, sesama, dan tuhannya.

Proses dalam Pendidikan Agama sebenarnya merupakan proses

pengungkapan jati diri manusia untuk sampai pada penyadaran akan

eksistensi dirinya sendiri yang semakin otentik. Pendidikan Agama

yang holistik memberikan kesadaran baru untuk memiliki kesadaran

baru dalam mengerti dirinya, kemampuannya, dan keberadaannya.

Sayyid Qutb (1996), mengemukakan bahwa Islam sangat


52

memperhatikan akhlak yang dibentuk sesuai dengan Pendidikan Islam

(Anwar, 2021).

Menurut perspektif Islam, pendidikan dimaksudkan untuk

mencetak manusia-manusia yang beribadah kepada-Nya, tujuan dari

Pendidikan Agama Islam adalah menghasilkan hamba-hamba Allah

yang berpengetahuan dan berkeahlian, sehingga dapat memakmurkan

dan memberikan manfaat bagi seluruh penghuni bumi (Solichin, 2017).

Sejatinya, Pendidikan Agama yang baik adalah pendidikan yang

menekankan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan, yang pada akhirnya

anak akan semakin menyadari bahwa ia bukan hanya makhluk biologis,

melainkan makhluk yang berpribadi dengan kodrat rohaninya

(Dewantara, 2015). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan Bab

1 Pasal 1 dan 2 ditegaskan, “Pendidikan agama dan keagamaan itu

merupakan pendidikan dilaksanakan melalui mata pelajaran atau kuliah

pada semua jenjang pendidikan yang bertujuan untuk memberikan

pengetahuan serta membentuk sikap, kepribadian manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga

keterampilan dan kemampuan siswa dalam menyikapi nilai-nilai

agama, serta untuk mempersiapkan siswa menjadi manusia yang dapat

menjalankan dan mengamalkan ajaran agamanya” (Firmansyah, 2019).

Melalui Pendidikan Agama Islam siswa akan ditempa untuk mencapai

tujuan Pendidikan Agama Islam, sehingga menghasilkan manusia yang


53

memiliki kepribadian baik dan selalu menanamkan nilai-nilai agama

dalam hidupnya.

Adapun kosep-konsep yang digunakan sebagai berikut:

1) Dasar pendidikan islam

Sumber atau dasar pendidikan Islam menempatkan


AlQur’an dan As-Sunnah sebagai dasar pendidikan yang
utama, sebagaimana Abdurrahman Saleh Abdullah
mengatakan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab pendidikan
dan As-Sunnah sebagai dasar pendidikan Islam dikuatkan
dengan tugas Nabi Muhammad sebagai guru.
2) Kewajiban belajar

Setiap muslim hendaknya mengembangkan diri dalam


bidang wawasan ilmu pengetahuan, keterampilan,
pengalaman, intelektual, spiritual, dan sosial. Pendidikan
Islam tidak menghendaki adanya orang Islam bodoh dan
lemah, karena bodoh dan lemah tidak hanya menyusahkan
dirinya, namun juga menyusahkan orang lain. Islam
menghendaki umatnya untuk menjadi orang berilmu agar
menggapai kebahagiaan dunia maupun akhirat (Muvid,
2020).
Adapun tujuan dari pendidikan agama islam sendiri juga

meliputi:

1) Menutut Al-Qur’an

Terdapat dalam surah Al-Hujurat ayat 13 Artinya: “Wahai


manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menj
adikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
54

saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara


kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha teliti.”
Menurut Hasballah, dkk (2018) Allah Swt. menciptakan
manusia dengan perbedaan ras, warna kulit, perbedaan
watak dan akhlak, serta memiliki bakat minat yang berbeda-
beda agar manusia saling membantu dan bukan untuk saling
membanggakan diri atas sebagian yang lain, Razi (2015)
juga mengemukakan “ayat ini juga dapat dipahami bahwa
diciptakannya manusia untuk mengenal Tuhannya” (Anwar,
2021).
Salah satu makna yang dari ayat tersebut adalah bahwa
manusia yang paling mulia di sisi Allah Swt. adalah manusia
yang paling bertakwa, yaitu manusia yang senantiasa
melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya, tujuan pendidikan menurut Al-Qur’an adalah
membina manusia sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah dan khalifahNya untuk membangun
dunia sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan oleh Allah
Swt. atau dengan keta lain menjadikan manusia bertakwa
kepada Allah Swt. (Djunaid, 2014: 145).
2) Menurut Undang-Undang

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
55

menjadi warga negara yang demokratis serta


bertanggungjawab.” Merujuk pada fungsi pendidikan
tersebut, pendidikan berfungsi untuk menjadikan siswa
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
mengenai hal tersebut yang dapat mewujudkan dengan
sempurna adalah Pendidikan Agama Islam yang membentuk
insan kamil dengan mengedepankan nilai-nilai keislaman
yang menunjukkan pada perkembangan manusia yang
berakhlak mulia serta taat dan patuh terhadap ajaran Islam
dan tunduk pada Allah Swt. Pendidikan Agama Islam di
dalam Pendidikan Nasional memiliki posisi penting dalam
membangun kemampuan manusia, berpotensi, berakhlak
mulia, kreatif, dan juga bertanggungjawab dalam
membangun generasi dan kehidupan bangsa Indonesia (Sabil
& Diantoro, 2021).
Adapun ruang lingkup materi pendidikan agama islam sendiri

menurut Ladjid (2005), untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama

Islam, terdapat ruang lingkup materi Pendidikan Agama Islam, antara

lain:

1) Keimanan : rukun iman, kisah-kisah Rasul, tanda-tanda

orang beriman, dan sesuatu yang merusak iman.

2) Ibadah : syahadatain, rukum Islam, thaharah, wudhu, sholat

fardhu, dzikir, dan do’a.

3) Al-Qur’an : hafalan surat pendek, pengenalan huruf Al-

Qur’an, tajwid, menulis huruf Al-Qur’an, surat-surat yang

berkenaan dengan; ilmu pengetahuan, IPTEK, kejadian


56

terbentuknya manusia, alam semesta, hewan, kesehatan,

kedokteran, dan lain-lain.

4) Akhlak : adab, perilaku terpuji dan tercela, syukur nikmat,

pembentukan kepribadian muslim, cinta ilmu pengetahuan,

dan cinta pekerjaan.

5) Syariah : makanan dan minuman, penyembelihan hewan,

sedekah, infaq, munakahat, sumber hukum Islam, wakaf,

musyawarah dalam Islam, islah, dan mawaris.

6) Muammalah : jual beli, pinjam meminjam, sedekah, hutang

piutang, sewa menyewa, hak dan kewajiban, syirkah, riba,

dan kerukunan umat beragama.

7) Tarikh Islam : sejarah nabi Muhammad Saw.,

khulafaurasyidin, sejarah pembukuan Al-Qur’an,

penyebaran Islam, cendikiawan muslim, Islam di Indonesia,

Islam di Asia, Islam di beberapa benua, dan peradaban Islam

dan pengetahuan (Frimayanti, 2017).

Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah

pendidikan sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits yang bertujuan untuk

membentuk sikap beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam

proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam berisi aktivitas untuk

mengubah dan menentukan hidup manusia dalam kaitan diri, sesama,

dan tuhannya.

5. Pembelajaran pendidikan budi pekerti


57

Esensi dan makna budi pekerti sama dengan pendidikan moral dan

pendidikan akhlak. Kata budi pekerti dalam kosakata Arab adalah akhlak,

dalam kosakata Latin/Yunani adalah ethos dan dalam kosakata Inggris

adalah ethic. Mengenai pengertian budi pekerti ini dapat dilihat dari

berbagai aspek, yaitu : secara epistimologi budi pekerti berarti penampilan

diri yang berbudi. Secara leksikal, budi pekerti berarti tingkah laku,

perangai, akhlak, dan watak. Dan secara operasional, budi pekerti berarti

perilaku yang tercermin dalam kata, perbuatan, pikiran, sikap, perasaan,

keinginan dan hasil karya (Musthofa, n.d.).

Dalam bahasa Sansekerta, budi pekerti berarti tingkah laku, atau

perbuatan yang sesuai dengan akal sehat. Yaitu perbuatan yang sesuai

dengan nilai-nilai moralitas masyarakat yang terbentuk sebagai adat

istiadat. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budi pekerti

terdiri dari dua kata, yaitu budi dan pekerti yang tidak dapat dipisahkan,

kedua kata tersebut adalah bagian integral yang saling terkait. Budi berarti

panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk. Pekerti berarti

perangai, tingkah laku, akhlak. dengan demikian budi pekerti berarti

kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku (Musthofa,

n.d.).

Pengertian pendidikan budi pekerti secara operasional Menurut

Musthofa Fathul (2018) adalah upaya yang diberikan pendidik kepada

siswa berupa bimbingan, pengajaran, dan latihan guna membekali siswa di

masa depannya agar memiliki hati nurani yang bersih, berperilaku baik,
58

serta menjaga norma kesusilaan dan norma-norma yang lainnya yang

dicerminkan dari perkataan, perbuatan, sikap, perasaan yang baik yang

berlandaskan nilai agama dan norml sehingga tercipta hubungan yang baik

dengan tuhan nya dan sesama manusia.

Adapun tujuan dari pendidikan budi pekerti seperti yang di kemukakan

oleh Nurul Zuriah dalam Musthofa Fathul (2018), sebagai berikut:

a. Siswa memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga,

lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum,

undang-undang, dan tatanan antar bangsa.

b. Siswa mampu mengembangkan watak dan tabiatnya secara

konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti ditengah-tengah

rumitnya kehidupan masyarakat saat ini.

c. Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara

rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah

melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti

d. Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik

bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan

bertanggung jawab atas tindakannya.

Adapun tujuan dari pendidikan budi pekerti seperti yang di kemukakan

oleh dalam Musthofa Fathul (2018), sebagai berikut:

a. Keluarga

Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari

pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh


59

anak dalam keluarga itu menentukan pendidikan anak itu

selanjutnya, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.23 Keluarga

juga merupakan tempat pertama dalam pembentukan akhlak, moral

dan budi pekerti anak. Karena di dalam keluarga biasanya terjadi

proses meniru dalam berperilaku, dimana orang tua sebagai

pemimpin keluarga, dari tutur kata dan perilakunya seharusnya

menjadi teladan yang dapat dicontoh oleh anak.

b. Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memegang

peranan penting dalam pembentukan perilaku siswa. Karena tidak

semua tugas mendidik dapat dilakukan oleh orang tua dalam

keluarga, maka sekolah merupakan lembaga yang bertanggung

jawab atas pendidikan siswa selama orang tua sudah menyerahkan

kepada sekolah tersebut. Disamping bertugas dalam

mengembangkan kecerdasan intelektual dan ilmu pengetahuan,

sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk

pembentukan pribadi siswa. karena di sekolah juga diberikan

pelajaran akhlak, moral, sopan santun, keagamaan, dan sebagainya.

c. Masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan selain keluarga dan sekolah

yang turut berperan penting dalam proses pendidikan siswa, tidak

terkecuali dalam pembentukan akhlak budi pekerti. karena dalam

keseharian setiap siswa tidak bisa terlepas dari ketiga tempat


60

tersebut, yaitu keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial atau

masyarakat.

Jika dilihat dari materi pendidikan budi pekerti yang telah dijelaskan di

atas, dapat dipahami bahwa materi-materi tersebut secara garis besar dapat

dikelompokkan dalam 3 lingkup bahasan pendidikan budi pekerti. Namun

ketiga lingkup nilai budi pekerti tersebut tidak secara langsung disebutkan

oleh Ki Hadjar Dewantara dalam Musthofa Fathul, (2018):

a. Budi pekerti kepada Tuhan Yang Maha Esa

Yaitu hubungan yang baik antara manusia dengan penciptanya.

Abuddin Nata dalam bukunya yang berjudul Akhlak Tasawuf dan

Karakter Mulia menyebutkan bahwa di antara bentuk akhlak kepada

Allah salah satunya adalah selalu berdoa kepada-Nya.46 Hal ini

sama halnya dengan bentuk budi pekerti dalam konteks menurut Ki

Hadjar Dewantara yaitu masuk dalam pengajaran “keagamaan”

(religius).

b. Budi pekerti terhadap sesama manusia

Yaitu hubungan manusia dengan manusia lainnya. Dalam hal ini

manusia dididik agar saling menghargai, menghormati, gotong-

royong, memiliki tenggang rasa dan toleransi terhadap sesama,

orang yang lebih tua, orang yang lebih muda, serta terhadap dirinya

sendiri. Itupun berlaku pula pada pendidikan yang diajarkan oleh Ki

Hadjar Dewantara, yang mana manusia dididik tentang kebangsaan

dan kemanusiaan, sehingga kelak dapat hidup damai bersama


61

berbangsa dan bernegara. Ki Hadjar Dewantara dalam hal ini

menyebutkan bahwa gerakan kepemudaan yang bersifat sosial

merupakan perwujudan dari budi pekerti kita terhadap sesama

manusia.

c. Budi pekerti terhadap lingkungan

Yaitu hubungan manusia antara lingkungan hidup dan

masyarakat disekitarnya. Dalam hal ini jika dilihat menurut

perspektif Ki Hadjar Dewantara lebih mengarah pada kebudayaan

dan adat-istiadat. Dalam hal ini Ki Hadjar Dewantara berharap agar

anak-anak mengenal dan melestarikan budaya dan adat istiadatnya

masing-masing. Misalnya pengajaran tentang kesenian yang tujuan

nya agar kebudayaan yang ada tetap dijaga. Seni yang diberikan

berdasarkan adatnya masing-masing.

Dalam pendidikan banyak sekali aspek yang dinilai berpengaruh pada

tercapainya suatu tujuan pendidikan. Hal yang juga sangat penting adalah

metode pendidikan. Metode pendidikan berperan besar dalam tercapainya

tujuan pendidikan yang sesungguhnya karena metode pendidikan

merupakan sesuatu yang terkait dengan proses interaksi antara pendidik

dengan siswa. metode ini lah cara yang digunakan dalam pembelajaran agar

tujuan pendidikan tercapai (Musthofa Fathul, 2018).

Menurut Ki Hadjar Dewantara secara umum metode Among

mempunyai pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak didik

dengan kasing sayang. Metode Among berkaitan dengan kata dasar Mong
62

yang mencakup Momong, Among, dan Ngemong. Inilah yang disebut

dengan “Tiga Mong”.

Sementara itu, alat atau cara mendidik dalam metode among terdiri dari

enam, yaitu :

a. Memberi contoh : guru memberi contoh atau teladan yang baik dan

bermoral kepada siswa nya

b. Pembiasaan : setiap siswa dibiasakan untuk melaksanakan

kebaikan-kebaikan serta kewajibannya sebagai siswa, sebagai

bangsa Indonesia, dan sebagai pemeluk agama Islam.

c. Pengajaran : guru memberikan pengajaran yang menambahkan

pengetahuan siswa sehingga mereka menjadi generasi yang pintar,

cerdas, benar dan berakhlak baik.

d. Perintah, paksaan, hukuman : diberikan kepada siswa manakala

dipandang perlu atau ketika siswa menyalahgunakan kebebasannya

dengan melanggar norma yang berlaku sehingga ujungnya

membahayakan keselamatannya.

e. Laku : berkaitan dengan sikap rendah hati, jujur, patuh pada norma

yang berlaku yang terwujud dalam perkataan dan perbuatan.

f. Pengalaman lahir dan batin : pengalaman kehidupan sehari-hari

yang diresapi dan direfleksikan sehingga mencapai tataran rasa dan

menjadi kekayaan serta sumber inspirasi untuk menata kehidupan

yang membahagiakan diri sendiri dan orang lain.

6. Internalisasi nilai profil pelajar pancasila dalam pembelajaran PAI


63

Internalisasi nilai-nilai PAI menurut Muhammad Alim adalah sesuatu

proses memasukkan nilai agama secara penuh ke dalam hati sehingga ruh

dan jiwa bergerak berdasarkan ajaran agama. Internalisasi nilai-nilai agama

terjadi melalui pemahaman ajaran agama secara utuh dan diteruskan dengan

kesadaran akan pentingnya ajaran agama serta ditemukannya posibilitas

untuk merealisasikan dalam kehidupan nyata.( Zakiyah, 1983: 100).

hakikat Profil Pelajar Pancasila adalah profil lulusan yang bertujuan

menunjukkan karakter dan kompetensi yang diharapkan diraih dan

menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila para siswa dan para pemangku

kepentingan. Internalisasi nilai profil pelajar Pancasila dalam pembelajaran

PAI yaitu :

a. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak

mulia. yang berarti Pelajar Pancasila wajib beriman dan bertakwa

kepada Tuhan YME diwujudkan dengan akhlak yang baik pada diri

sendiri, kepada teman dan guru PAI. Profil yang pertama yang

berorientasi pada nilai sila Pertama Pancasila Ini menjadi paling

penting yang akan mendasari lima profil lainnya. Dengan

berketuhanan, profil yang lain akan mudah dibentuk dan diterapkan

dalam diri Pelajar Pancasila.

b. Berkhebinekaan global, hakikat profil yang kedua ini mengandung

arti bahwa Pelajar Pancasila harus dapat mengenal dan menghargai

budaya, serta mampu berkomunikasi dan berinteraksi antarbudaya.

Mereka juga mampu berefleksi dan bertanggung jawab pada


64

pengalaman kebhinekaan dan berkeadilan sosial. Dalam

pembelajaran PAI dapat diterapkan terhadap teman yang tidak

beragama islam, yakni toleransi dan menghargai keyakinannya.

c. Mandiri, artinya Pelajar Pancasila yang mandiri memiliki kesadaran

akan diri dan situasi yang dihadapi, serta memiliki regulasi diri.

Seperti siswa mengerjakan soal dan ujian secara mandiri dan jujur.

d. Bergotong royong, maksudnya adalah Pelajar Pancasila gemar

melakukan gotong royong dengan melakukan kolaborasi, memiliki

kepedulian tinggi, dan berbagi dengan sesama. Siswa dapat

bergotong royong membersihkan kelas sebelum pelajaran di mulai.

e. Bernalar kritis Pelajar Pancasila mampu menganalisa dan

mengevaluasi semua informasi maupun gagasan yang diperoleh

dengan baik secara kritis. Mereka juga mampu mengevaluasi dan

merefleksi penalaran dan pemikirannya sendiri. Siswa dapat

berperilaku kritis Ketika pembelajaran, sering bertanya dan

menjawab pertanyaan guru.

f. Kreatif, maksudnya bahwa Pelajar Pancasila merupakan pelajar

yang bisa menghasilkan gagasan, karya, dan tindakan yang orisinal.

Siswa juga memiliki keluwesan dalam berpikir dalam mencari

alternatif solusi permasalahan.


65

C. Kerangka Berpikir

SMKN 4 Malang Pembelajaran Pendidikan


Internalsasi profil
Agama Islam dan Budi
pelajar pancasila
Pekerti

 Sekolah: upacara bendera setiap hari Senin,


melaksanakan sholat dhuha dan dhuhur berjama’ah di Internalisasi dengan cara:
masjid sekolah, membaca yasin bersama juga 1. Beriman, bertakwa kepada
bertausiyah bergilir setiap pagi di hari jumat serta tuhan YME, dan berakhlak
melaksanakan sholat jum’at bagi siswa laki-laki di mulia
masjid dan melaksanakan keputrian bagi siswa 2. Berkebinekaan global
perempuan di aula. 3. Bergotong royong
 Kelas: melakukan sholat dhuha kemudian tausiyah 4. Mandiri
bergilir sesuai absensi dan dilakukan absensi oleh 5. Bernalar kritis
pendidik bersamaan dengan pengecekan ulang apakah 6. Kreatif
siswa melakukan sholat subuh atau tidak untuk
meningkatkat ibadah para siswa.
 Pembelajaran: menghafal ayat/doa di dalam materi,
pretest dan pos test materi pembelajaran, dan
berkreatifitas terhadap pembelajaran yg telah di
ajarkan oleh pendidik.

Evaluasi :
Pendidik mengobservasi perkembangan siswa
melalui perilaku dan tingkah laku siswa.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif karena

dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan berupa data yang

menggambarkan secara rinci, bukan data yang berupa angka-angka. Hal ini

karena pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati. Menurut Mukhtar (2013: 10) metode penelitian deskriptif

kualitatif adalah sebuah metode yang digunakan peneliti untuk menemukan

pengetahuan atau teori terhadap penelitian pada satu waktu tertentu.

Sesuai dengan penelitian ini, nantinya peneliti akan mencari data-data

deskriptif di SMK Negeri 4 Malang yang membutuhkan pendekatan penelitian

untuk mendeskripsikan data atau hasil penelitian, serta membutuhkan

pengamatan dalam proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang

ada dalam sekolah. Dalam penelitian ini penulis mendiskripsikan temuan-

temuan yang merupakan data bersama dan keunikan-keunikan yang ditemukan

dilapangan.

B. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini, maka peneliti

langsung hadir kelokasi SMK Negeri 4 Malang. Untuk memperoleh data yang

66
67

banyak, dalam penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan cara studi

lapangan.

Selama melakukan studi lapangan, peneliti sendiri yang berperan

sebagai kunci instrumen dalam pengumpulan data karena dalam penelitian

kualitatif instrumen utamanya adalah manusia. Dalam melakukan penelitian,

peneliti juga memanfaatkan buku tulis, paper, alat tulis juga alat perekam untuk

membantu dalam pengumpulan data. Kehadiran peneliti di lokasi penelitian ini

dapat menunjang keabsahan data sehingga data yang dihasilkan memenuhi

standat orisinilitas. Maka dari itu, peneliti selalu mengadakan observasi

langsung ke lokasi penelitian dengan intensitas kehadiran yang cukup tinggi.

Selama terjun di lapangan, peneliti melakukan beberapa kali pertemuan

yang akan dilakukan pada bulan Februari 2023.

C. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di SMK Negeri 4

Malang yang letak geografisnya di Jl. Tanimbar No.22, Kasin, Kec. Klojen,

Kota Malang, Jawa Timur 65117. Hal ini disebabkan sekolah tersebut

merupakan institusi sekolah kejuruan umum akan tetapi untuk nilai religius atau

keagamaannya tidak kalah dengan sekolah-sekolah yang sederajad.

D. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) dalam Moleong (2013:157)

sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata–kata, dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain – lain. Kata–kata

dan tindakan orang–orang yang di amati atau di wawancarai merupakan sumber


68

data utama. Sumber data utama di catat melalui catatan tertulis atau melalui

perekaman video/audio tapes, pengambilan foto atau film. Sumber tertulis

dapat berupa sumber dari arsip, dokumen pribadi maupun dokumen resmi. Foto

menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk

menelaah segi–segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara induktif.

Untuk mendapatkan data yang lengkap, peneliti perlu menentukan

sumber data penelitiannya karena data tidak akan dapat di peroleh tanpa adanya

sumber data yang baik. Pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan

cara Snowball sampling yaitu informan kunci akan menunjuk beberapa orang

yang mengetahui masalah-masalah yang diteliti guna melengkapi

keterangannya dan orang-orang yang ditunjuk tersebut dapat menunjuk orang

lain bila keterangan kurang memadai begitu seterusnya.

Pemilihan dan penentuan sumber data tidak didasarkan pada banyak

sedikitnya jumlah informan, tetapi berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan

data. Dengan demikian sumber data di lapangan bisa berubah-ubah sesuai

dengan kebutuhan. Adapun sumber data ini diperolah dari:

1. Narasumber (informan)

Sumber data penilitian yang diperoleh secara langsung dari

sumber asli (tidak melalui media perantara) disebut sebagai sumber

primer. Data primer adalah data yang diperolah secara langsung dari

sumber informasi, kemudian diamati serta dicatat dalam sebuah

catatan untuk yang pertama kalinya juga. Dalam penelitian ini


69

sumber informasinya adalah seluruh Guru Pendidikan Agama

Islam, Kepala Sekolah dan siswa di SMK Negeri 4 Malang.

Peneliti mengumpulkan semua data yang kemudian disajikan

dalam skripsi ini sebagai hasil usaha gabungan dari apa yang dilihat

dan apa yang didengar yang kemudian dicatat secara rinci oleh

peneliti tanpa ada sesuatu yang ditinggalkan sedikitpun juga agar

data-data yang ada menjadi valid.

2. Peristiwa atau aktifitas

Peristiwa digunakan peneliti untuk mengetahui secara langsung

proses proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK

Negeri 4 Malang. Dalam hal ini peneliti akan melihat langsung

terjadinya peristiwa yang berkaitan dengan judul penelitian di

lembaga tersebut.

3. Dokumen/arsip

Dokumen adalah bahan tertulis atau benda yang berhubungan

dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Sumber data yang

berupa catatan, arsip, buku-buku, foto-foto, rekap, rekaman dan

dokumen lain disebut sebagai dokumen sekunder. Dokumen dalam

penelitian ini adalah segala hal yang berhubungan dengan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 4 Malang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data kualitatif pada dasarnya bersifat tentatif

karena penggunaannya ditentukan oleh konteks permasalahan dan gambaran


70

data yang diperoleh. Dalam setiap proses pengumpulan data pasti ada teknik

yang digunakan sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

Dalam pengumpulan data tentang pembelajaran Pendidikan Agama

Islam di SMK Negeri 4 Malang, maka untuk memperoleh data-data yang

diinginkan peneliti serta data-data yang faktual dan akurat, Peneliti

menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi partisipan (participant observation)

Metode observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan

cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara

sistematis. Menurut Arikunto dalam Tanzeh, “observasi adalah

kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan

menggunakan seluruh alat indra”. Pengertian observasi juga

disampaikan oleh Riyanto dalam Tanzeh yang menyatakan bahwa

“observasi merupakan metode pengumpulan data yang

menggunakan obyek penelitian yang dapat dilaksanakan secara

langsung maupun tidak langsung”.

Metode ini, peneliti mengacu pada proses observasi participant

(pengamatan berperan serta) yaitu “ dengan cara peneliti melibatkan

secara langsung dan berinteraksi pada kegiatan yang dilakukan oleh

subyek penelitian dalam lingkungannya, selain itu juga

mengumpulkan data secara sistematik dalam bentuk catatan

lapangan.
71

Dalam melakukan observasi partisipan ini peneliti akan

langsung datang ke lokasi penelitian untuk melihat peristiwa atau

aktifitas, mengamati benda, serta mengambil dokumentasi dari

lokasi penelitian yang berkaitan dengan manajemen pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas serta untuk

memperoleh data yang faktual tentang upaya sekolah dalam

perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama

Islam. maka peneliti harus melihat sendiri proses yang terjadi di

lapangan. Dengan pengamatan secara langsung terdapat

kemungkinan untuk mencatat hal-hal, yang berkaitan dengan proses

belajar baik belajar maupun kegiatan yang mendorong terwujudnya

Pendidikan Agama Islam yang bermutu seperti keberadaan

ekstrakurikuler keagamaan.

2. Wawancara mendalam (indepth interview)

Interview yang sering disebut dengan wawancara atau koesioner

lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewancara untuk

memperoleh informasi dari terwawancara. Metode wawancara

adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan

yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Hal ini dilakukan

antara dua orang atau lebih.

Jadi, wawancara mendalam adalah kecakapan antara dua orang

dengan maksud tertentu dalam hal ini antara peneliti dengan


72

informan, dimana percakapan yang dimaksud tidak sekedar

menjawab pertanyaan, melainkan suatu percakapan yang mendalam

untuk mendalami pengalaman dan makna dari pengalaman tersebut.

Disini peneliti yang berperan aktif untuk bertanya dan

memancing pembicaraan menuju masalah tertentu kepada sumber

data atau informan, agar memperoleh jawaban dari permasalahan

yang ada, sehingga diperoleh data penelitian.

Dalam hal ini, peneliti terlebih dahulu menentukan siapa

saja yang akan di wawancarai serta menyiapkan secara garis besar

daftar pertanyaan yang sesuai dan berkaitan dengan judul penelitian.

Di sela proses wawancara itu diselibkan pertanyaan pancingan

dengan maksud untuk menggali lebih dalam lagi tentag hal-hal yang

diperlukan. Disinilah peneliti yang berpera aktif untuk bertanya dan

memancing pembicaraan menuju masalah tertentu kepada sumber

data atau informan, agar memperleh jawaban dari permasalahan

yang ada. Sehingga di peroleh data penelitian.

Peneliti menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur

dan langsung secara spontan. Menurut Arikunto, “pedoman

wawancara tidak terstruktur yaitu pedoman wawancara yang hanya

memuat garis besar yang akan ditanyakan.” Dalam wawancara ini,

pewawancara atau peneliti mengajukan berbagai pertanyaan tetapi

pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak menentu arahnya dan hanya

dengan garis-garis besar perlu diwawancarakan. Hal ini peneliti


73

lakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam.

Sehingga diharapkan akan mendapatkan data yang rinci, sejujurnya,

dan mendalam tentang manajemen pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di SMK Negeri 4 Malang. Khususnya menggali

pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat

bermanfaat guna menjadi dasar pengumpulan data lebih jauh.

Diantara pihak yang diwawancarai antara lain adalah Waka

Kurikulum, guru-guru Pendidikan Agama Islam, dan siswa yang

terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses

pembelajaran.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.

Menurut tanzeh dokumentasi adalah “mengumpulkan data

dengan melihat atau mencatat suatu laporan yang sudah tersedia”.

Sementara itu Arikunto menyatakan “dalam melakukan metode

dokumentasi, peneliti menyelidiki beda-benda tertulis seperti buku-

buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,

catatan harian dan sebagainya.

Jenis dokumen yang penulis ambil adalah dokumen resmi,

bukan dokumen pribadi. Dalam dokumen resmi, penulis hanya

mengambil dokumen internal saja berupa memo, pengumuman,


74

intruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan

dalam kalangan sendiri.

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tertulis

dari SMK Negeri 4 Malang. Adapun data yang diharapkan peneliti

meliputi: dokumen terkait perencanaan, pelaksanaan dan sistem

evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta profil SMK

Negeri 4 Malang.

F. Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif. Dimana inti dari

analisis data ini terletak ketiga proses yaitu mendeskripsikan fenomena,

mengklasifikasikannya, dan melihat bagaimana konsep-konsep yang muncul

itu, satu dengan lainnya berkaitan.

Data mentah yang dikumpulkan tidak akan ada gunanya jika tidak

dianalisis. Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam sebuah

penelitian ilmiah, karena dengan analisis, data tersebut dapat diberi arti dan

makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.

Data dianalisis dengan menggunakan beberapa langkah sesuai

teori Miles, Huberman dan Saldana (2014) yaitu menganalisis data dengan tiga

langkah: kondensasi data (data condensation), menyajikan data (data display),

dan menarik simpulan atau verifikasi (conclusion drawing and verification).

Kondensasi data merujuk pada proses pemilihan (selecting), pengerucutan

(focusing), penyederhanaan (simplifiying), peringkasan (abstracting), dan

transformasi data (transforming) (dikutip dari jurnal Andi misna, 2015). Secara
75

lebih terperinci, langkah-langkah sesuai teori Miles, Huberman dan Salda

(2014) akan diterapkan sebagaimana berikut:

Tabel 3.1

Komponen-komponen analisis data model interaktif

Pengumpulan Data Pengumpulan Data

Penarikan kesimpulan /
Kondensasi Data
Verifikasi

Dari gambar model analisa data menurut Miles dan Huberman di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

2. Kondensasi data ( data condensation)

Pengumpulan data dari metode yang di lakukan yaitu observasi,

wawancara dan dokumentasi. Semua jenis data ini memiliki satu

aspek kunci secara umum, analisinya terutama tergantung pada

keterampilan integratif dan interpretatif dari peneliti. Interpretasi

diperlukan karena data yang dikumpulkan jarang berbentuk angka,

data kaya rincian dan panjang.

a. Pemilihan (selecting)

Menurut Miles dan Huberman (2018:18) peneliti harus

bertindak selektif, yaitu menentukan dimensi-dimensi mana

yang lebih penting, hubungan-hubungan mana yang mungkin


76

lebih bermakna, dan sebagai konsekuensinya, informasi apa

yang dapat dikumpulkan dan dianalisis.

b. Pengerucutan (focusing)

Miles dan Huberman (2014:19) menyatakan bahwa

memfokuskan data merupakan bentuk pra-analis. Pada tahap ini,

peneliti memfokuskan data yang berhubungan dengan rumusan

masalah penelitian. Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap

seleksi data. Peneliti hanya membatasi data yang berdasarkan

dari rumusan masalah.

c. Peringkasan (abstracting)

Tahap membuat rangkuman yang inti, proses, dan

pernyataanpernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada

didalamnya. Pada tahap ini, data yang telah terkumpul

dievaluasi khususnya yang berkaitan dengan kualitas dan

cukupan data

d. Penyederhanaan dan transformasi

Data dalam penelitian ini selanjutnya disederhanakan dan dan

ditransformasikan dalam berbagai cara yakni melalui seleksi

yang ketat melalui ringkasan atau uraian singkat,

menggolongkan data dalam satu pola yang lebih luas, dan

sebagainya.
77

3. Penyajian data

Langkah berikut setelah kondensasi data adalah penyajian data

yang dimaknai oleh Miles dan Huberman (1992) sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan

mencermati penyajian data tersebut, peneliti akan lebih mudah

memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

Artinya apakah peneliti meneruskan analisisnya atau mencoba

untuk mengambil sebuah tindakan dengan memperdalam temuan

tersebut.

4. Penarikan kesimpulan (verification)

Dari beberapa tahap yang telah dilakukan dan yang terakhir

adalah penarikan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan serta

mengecek ulang dengan bukti yang telah ditemukan di lapangan.

Peneliti akan mengambil kesimpulan terkait strategi komunikasi

pemasaran yang dilakukan oleh agen travel OurTrip1st pada

wisatawan mancanegara berdasarkan bukti, data dan juga temuan

yang valid berdasarkan studi lapangan yang telah dilakukan.

G. Pengecekan Keabsahan

Pengambilan data-data melalui tiga tahapan, diantaranya yaitu tahap

pendahuluan, tahap penyaringan dan tahap melengkapi data yang masing

kurang. Dari ketiga tahap tersebut untuk pengecekan keabsahan data banyak

terjadi pada tahap penyaringan data, oleh sebab itu jika terdapat data yang tidak
78

relevan dan kurang memadahi maka akan dilakukan penyaringan data sekali

lagi dilapangan sehingga data tersebut memiliki kadar validitas yang tinggi.

Sedangkan untuk memperoleh keabsahan temuan perlu di teliti

kredibilitasnya dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Persistent observation (ketekunan/keajekan pengamatan)

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri unsur-

unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu

yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal

tersebut secara rinci. Hal ini berarti bahwa peneliti hendaknya

mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara

berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol.

Kemudian peneliti menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik

sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau

seluruh factor-faktor yang ditelaah sudah di pahami dengan cara

yang biasa.

Yang dimaksud adalah mengadakan observasi secara terus

menerus terhadap obyek penelitian guna memahami gejala lebih

mendalam terhadap berbagai aktivitas yang sedang berlangsung di

lokasi penelitian. Dalam hal ini yang berkaitan dengan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 4 Malang. Peneliti

melakukan pengamatan dengan melaksanakan beberapa hal

diantaranya: a) meneliti kebenaran dokumen yang didapatkan, b)

meneliti data yang di dapatkan, baik dari hasil wawancara,


79

observasi, da hasil dokumentasi, dan c) mencatat dan

mengumpulkan dengan sedetail-detainya yang berhubungan dengan

fokus penelitian.

2. Triangulasi

Yang dimaksud Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data-data

itu.

Pertama, triangulasi sumber. Triangulasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah triangulasi sumber data dengan cara

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda

dalam metode kualitatif. Sehingga perbandingan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pengamatan tentang upaya

meningkatkan mutu pendidikan agama islam di SMK Negeri 4

Malang (pada hasil observasi) dengan hasil wawancara dengan

beberpa informan atau responden.

Kedua, triangulasi metode. Caranya dengan menggunakan

metode wawancara, pengamatan dan dokumentasi untuk mengecek

satu topik atau data yang sama. Dan ketiga, triangulasi teori. Dalam

penggunaan teknik ini penulis akan melakukan pengecekan dengan

membandingkan teori yang sepadan melalui penjelasan banding,


80

hasil studi akan dikonsultasikan lebih lanjut dengan subyek studi

sebelum penulis anggap cukup.

Dalam prakteknya penulis menggunakan triangulasi metode,

yakni menggunakan berbagai jenis metode pengumpulan data untuk

mendapatkan data sejenis. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan metode observasi partisipan, wawancara mendalam

dan dokumentasi untuk mengetahui manajemen pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 4 Malang.

3. Perderienting (pemeriksaan sejawat melalui diskusi)

Peerderieting adalah teknik yang dilakukan dengan cara

mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam

bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Pemeriksaan

sejawat tersebut juga bisa dikatakan sebagai cara untuk mengecek

persamaan atau perbedaan pandangan antara penulis dan rekan

melalui diskusi dan tanya jawab agar dieliminir dan obyektifitas

penulis dalam menghadapi data bisa diperkuat.

Dalam prakteknya hal ini berulangkali penulis lakukan karena

selama penulis melakukan penelitian di lapangan setelah

mengadakan penelitian pagi harinya, pada malam harinya penulis

meminta masuan kepada teman dekat dan beberapa pertimbangan.


BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Latar Belakang dan Objek Penelitian

1. Sejarah perkembangan SMKN 4 malang

Pada tanggal 26-05-1979 sesuai dengan Surat Keputusan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 090/0/1979, maka menjadi dasar bagi

berdirinya sebuah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Malang yang

berlokasi di Jalan Jl. Tanimbar 22, Kasin, Klojen, Kota Malang, Provinsi

Jawa Timur – Indonesia, dengan NPSN 20533816. SMK Negeri 4

Malang dibangun di atas tanah seluas 12.410 m 2 yang berdiri bangunan-

bangunan diatasnya serta melakukan pengembangan setiap tahunnya

untuk penambahan bangunan, pengembangan pembelajaran, dan sistem

manajemen.

SMK Negeri 4 Malang adalah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri

yang ada di Malang yang beralamat di Jl. Tanimbar 22 Malang. Sekolah

ini mempunyai 9 jurusan, yaitu Produksi Grafika, Persiapan Grafika,

Multimedia, Rekayasa Perangkat Lunak, Animasi, TKJ, Mekatronika,

Logistik dan Akomodasi Perhotelan. Jumlah siswa di sekolah ini sekitar

3300 siswa dengan rincian setiap tingkatan kelas terdiri dari 1100 siswa.

Pada tahun 1938 misi Gereja Katolik dibawah Keuskupan Malang

mendirikan Sekolah Teknik Pertama Percetakan (Grafisce School) di

81
82

Malang yang dipimpin langsung oleh Mrg. Aliers, O.Carm yang

bertempat di jalan Frateran No.21 Malang yang sekarang menjadi Jl J.A.

Suprapto No. 21 Malang dengan masa studi 2 tahun. Sedangkan yang

ditunjuk sebagai Kepala Sekolah pada waktu itu adalah Fr. Cicilianus

H.C.A Lommelaars.

Pada tahun 1953 Sekolah Sekolah Teknik Pertama Percetakan ini

diganti menjadi Sekolah Kerajinan Negeri (SKN) dengan masa studi 3

tahun yang menerima siswa baru dari lulusan Sekolah Rakyat (SR).

Tahun 1954 Sekolah Kerajinan Negeri (SKN) Malang diganti

menjadi Sekolah Teknik Menengah Bagian Percetakan STM Bagian

Percetakan dengan masa studi selama 3 tahun. Oleh Keuskupan Malang

sebagai Kepala Sekolah pada waktu itu ditunjuk Fr. Nolascus Waijers

menggantikan Kepala Sekolah yang lama, bersama dengan itu lokasi

sekolah juga pindah ke jalan Bengawan Solo No.38 yang sekarang

diganti menjadi Jl. R. Tumenggung Soerjo No. 38 Malang.

Tahun 1957 Sekolah Teknik Menengah Bagian Percetakan diganti

lagi menjadi Sekolah Guru Pendidikan Teknik Percetakan (SGPT

Percetakan)

Tahun 1959 diganti menjadi Sekolah Menengah Teknik Grafika

Malang (SMT Grafika) dan ditunjuk sebagai Kepala Sekolah waktu itu

M.Sultany Arief.

Tahun 1996 SMT Grafika berubah nama menjadi Sekolah Menengah

Kejuruan Negeri 4 Malang (SMKN 4 Malang),bersama dengan itu lokasi


83

juga pindah dari Jl. R. Tumenggung Soerjo No. 38 Malang ke Jl

Tanimbar No. 22 Malang.

Tahun 2002 SMK Negeri 4 Malang membuka bidang keahlian baru

yakni Teknologi Informasi (TI).

Tahun 2006 SMK Negeri 4 Malang membuka bidang keahlian baru

Animasi.

Tahun 2008 Meraih ISO 9001: 2000 Sistem Manajemen Mutu.

2. Visi dan Misi SMKN 4 Malang

a. Visi

Menjadikan tamatan unggul dibidang Imtaq, Iptek, Berkarakter dan

berwawasan lingkungan yang dapat bekerja dan dapat melanjutkan

ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

b. Misi

1) Membekal siswa dengan kompetensi yang sesuai dengan

perkembangan teknologi, bekerja secara berkelanjutan dan

ditunjang dengan iman dan taqwa

2) Mengembangkan pestasi akademik melalui persiapan

tenaga kerja, belajar sepanjang hayat dan inovasi belajar.

3) Menyiapkan siswa menjadi individu yang mandiri atau

berwirausaha, mempunyai karakter yang unggul, dan

bersaing di tingkat pasar global.


84

4) Menginspirasi, mendukung dan menguatkan siswa

melalui pendidikan bermutu dan pengembangan karir

sehingga siap melayani masyarakat.

5) Mengembangkan sikap siswa untuk mencintai

lingkungan, merawat lingkungan, dan menjaga kelestarian

lingkungan alam sekitar.

6) Memberikan layanan prima kepada masyarakat dan

steakholder.

3. Profil sekolah

Nama Sekolah : SMKN 4 MALANG

Nomor Pokok Sekolah Nasional : 20533816

Jenjang Pendidikan : SMK

Status Sekolah : Negeri

Alamat Sekolah : JL. TANIMBAR 22 MALANG

RT/RW : 6 / 8

Dusun : Kasin

Desa Kelurahan : Kasin

Kecamatan : Kec. Klojen

Kabupaten : Kota Malang

Provinsi : Prov. Jawa Timur

Kode Pos : 65117

Lokasi Geografis : Lintang -7 Bujur 112


85

Gambar 4.1
86

4. Keadaan dan pegawai SMKN 4 Malang

Gambar 4.2

Struktur organisasi
87

5. Sarana dan prasarana

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada peserta didik,

warga SMK Negeri 4 Malang dan masyarakat Kota Malang pada umumnya

serta untuk optimalisasi potensi usaha yang mandiri dalam hal ini

adalah Optimalisasi Sarana Prasarana SMK Negeri 4 Malang.

DATA SARANA DAN PRASARANA

No Nama Fasilitas Jumlah Keterangan


1 Ruang Kelas 38 Ruangan Teori
2 Lab. Bahasa 2
3 Lab. Simulasi Digital 2
4 Lab. Produksi Grafika 7
5 Lab. Persiapan Grafika 7
6 Lab. Multimedia 3
Lab. Teknik Komputer dan
7 3
Jaringan
Lab. Rekayasa Perangkat
8 4
Lunak
9 Lab. Animasi 4
10 Lab. Mekatronika 4
11 Lab. Logistik 2 + Gudang
12 Lab. Perhotelan 1
Ruang Guru,
Kepala
13 Ruang Management 16
Sekolah, Waka,
TU dan LSP
14 Masjid 1
15 Perpustakaan 1
Lantai 2
16 Ruang Pameran 1
Perpustakaan
17 Technopark 2
18 Lobby 1
19 Hall 3
20 Auditorium 1
88

No Nama Fasilitas Jumlah Keterangan


21 Home Theater 1
22 Gazebo (Ruang Terbuka) 4
Labana
23 (Upacara/Basket/Futsal/Volly 1
dll)
24 Ruang Fitnes 1
25 UKS 1
26 Lab. PKK 1
27 Teaching Factory 2
28 Bank Mini 1
29 Kopsis 1
30 Kantin 10
31 Parkiran 5
Laki-laki dan
32 Sanitasi 6
Perempuan
33 Ruang Musik 1
34 Ruang Karaoke 1
Ruang Network Operation
35 1
Center

Gambar 4.3

Galeri
89

B. Paparan Data
1. Strategi Internalisiasi Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Melalui

Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di

SMKN 4 Malang.

Proses interalisasi profil pelajar pancasila awal mulanya dicetuskan

untuk menjawab problem pendidikan di Negara ini, dimana siswa diminta

untuk memiliki kompetensi secara global. Hal ini tentu selaras dengan visi

dari pendidikan di Indonesia yakni mewujudkan Indonesia yang maju dan

berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar

pancasila. Sumber daya manusia yang rendah dalam hal pendidikan susuai

nilai-nilai luhur pancasila membuat profil pelajar pancasila diterapkan

(Rossa, 2021). Oleh karnanya diharapkan dengan adanya profil peajar

pancasila mampu melahirkan profil pelajar yang mampu menunjukan nilai

karakter bangsa dan memiliki kompetensi global yang tetap berhaluan

dengan nilai-nilai luhur pancasila.

Sebelum lebih jauh membahas terkait stratregi internalisasinya

alangkah baiknya disini saya selaku penulis yang melakukan penelitian


90

akan sedikiti menjelaskan terkait metode yang di gunakan dalam

pembelajaranya sehingga nantinya ketika di hubungkan akan memiliki

kesinambungan dengan strategi internalisasi profi pelajar pancasila. Dalam

hal metode yang di gunakan dalam pembelajaran di SMKN 4 malang ini

menggunakan metode Jigshaw yang manan metode tersebut merupakan

seistem pelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada siswa

untuk bekerja sama dengan siswa lainya dalamhal tugas-tugas yang

terstruktur. Sebenernya bukan hanya metode Jigshaw saja yang di gunakan

tetapi juga ada metode pembiasaan, Tanya jawab, diskusi dan metode

pembelajaran lainya. Hal ini dilakukan karena guru tidak ingin melihat

siswanya cepat merasa bosan dalem menerima suatu pembelajaran.

Artinya dalam kegiatan pembelajaran sendiri guru tidak selalu di tuntun

untuk mengajar materi guna mencapai kompetensi pembelajaran dan

mengutamakan kognitif siswa saja tetapi guru berperan penting untuk

membawa arah pembelajaran tersebut lebih efektif dan efisien dalam hal

lain tentu harus tetap menggali potensi diri siswa dalam hal karakter.

Salah satu program yang diterapkan Kemendibud untuk mencapai

tujuan pendidikan karakter adalah membuat kurikulum pendidikan

berbasis pancasila yang diberi nama profil pelajar Pancasila. Program

pendidikan ini bertujuan untuk mewujudkan pelajar Indonesia yang

berkepribadian pancasila dan mampu mengamalkan dalam kehidupan

sehari-hari. Focus profil pelajar pancasila tidak pernah lepas dari

sosialisasi, pengenalan, dan penumbuhan pancasila kepada pelajar melalui


91

berbagai cara atau strategi higga pancasila melekat dalam jati diri dan

karakter setiap generasi muda. Karena sudah tidak bisa kita hindari bahwa

masih banyaknya mastyarakat Indonesia sendiri tidak hafal bahkan tahu

menahu soal pancasila, ini kan sugguh menjadi suatu hal yang cukup tragis

bagi generasi bangsa. Oleh karenanya diperlukan strategi internalisasi

dalam proses penanaman pada pelajar sejak kini.

Berdasarkan hasil observasi pada tahap awal penelitian, mengenai

strategi internalisasi profil pelajar pancasila pada siswa melalui kegiatan

pembelajaran pendidika agama islam di SMKN 4 Malang. Saya melakukan

wawancara yang ditujukan kepada guru PAI di SMKN 4 Malang, yakni Ibu

Munawaroh beliau mengemukakan (wawancara 15 mei 2023):

“keberadaan sekolah merupakan tempat menempuh ilmu pengetahuan


dan membentuk karakter pelajar pada bangsa ini. Strategi yang dilakukan
oleh guru SMKN 4 Malang kepada semua siswa sekolah dalam mewujudan
pelajar pancasila. Di sekolah integrasi pancasila dapat dilakukan melalui
kegiatan pembiasaan, upacara bendera, kegiatan pembelajaran
(intrakulikuler), dan ekstrakulikuler. Sekolah juga melakukan berbagai
perlombaan seperti lomba penulisan artikel, puisi, pantun, gambar, poster,
film pendek, dan pidato bertema pengamalan Pancasila.”

Berdasarkan wawancara tersebut dapat kita simpulkan bahwa terdapat

beberapa poin yang di gunakan dalam hal strategi internalisiasi di SMKN

4 Malang, yakni melalui pembiasaan, upacara bendera, ekstrakulikuler dan

intrakulikuler. Pihak sekolah juga mengadakan berbagai jenis perlombaan

yang dimana tidak lepas dari pengamalan pancasila pada kehidupan sehari-

hari seperti penulisan artikel, puisi, pidato, dan lain-lain.


92

Adapun proses internalisasi profil pelajar pancasila pada siswa dalam

kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam dan budi pekerti di SMKN

4 Malang, menggunakan strategi sebagai berikut :

a. Persiapan pelaksanaan strategi internalisasi profil pelajar pancasila

pada siswa dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam

dan budi pekerti di SMKN 4 Malang dalam meningkatkan ibadah.

Pada tahap awal persiapan, guru pendidikan agama islam beserta

dengan guru praktikum pendidikan agama islam menganalisis

terlebih dahulu berbagai problematikan yang terjadi dalam proses

pembelajaran pendidikan agam islam dalam meningkatkan ibadah.

Persiapan merupakan langkah utama yang menetukan keberhasilan

pelaksanaan dengan menggunakan ekspositori sangat bergantung

pada langkah-langkah. Artinya pembelajaran pendidikan agama

islam dalam meningkatkan ibadah di SMKN 4 Malang sangat

dipersipkan dengan baik serta mempunya tujuan yang baik untuk

kedepanya. Sebagaimana yang disampaikan oleh ibu Munawaroh

selaku guru pendidikan agama islam sebagai berikut :

“yang pertama harus mengikuti unsur yakni takwa kepada


Tuhan, yang kedua berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri,
kritis, dan kreatif. Jadi setiap pertemuan apapun kalau agama ya
asmaul husna, dari kelas apapun ya sebagai bentuk pembersihan
rohani. Untuk kebhinekaan anak-anak agama lain (berbeda) itu juga
tidak mau keluar, itu kan mereka merasa aman juga sampai kegiatan
di masjid anak-anak ikut ke masjid, yasudah tidak papa kalau
menurut saya kebhinekaan seperti itu.”
93

Dalam wawancara diatas dapat kita Tarik kesimpulanya bahwa

persiapan penerapan strategi internalisasi profil pelajar pancasila

pada siswa dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam

dan budi pekerti di SMKN 4 Malang, ialah yang paling utama

merupakan unsur keimanan atau takwa kepada Tuhan YME.

Kebhinekaan merupakan unsur setelahnya seperti dalam halis

wawancara diatas, akan tetapi untuk khebunekaan sebagaimana

dimaksud saya kira lebih tepatnya ialah sikap toleransi yang cukup

tinggi dalam proses internalisasi profil pelajar pancasila.

b. Penyajian materi strategi internalisasi profil pelajar pancasila pada

siswa dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam dan

budi pekerti di SMKN 4 Malang dalam meningkatkan ibadah.

Pada tahap selanjutnya merupakan penyajian materi pada

peserta didik yang selaras dengan apa yang dilakukanya. Poin

penting yang perlu dipahami oleh guru dalam hal penyajian materi

ialah bagaimana agar materi pembelajran dapat dengan mudah

diterima dan dipahami oleh peserta didik. Karena pada dasarnya

keunikan atau upgrading penyajian materi ajar memiliki dampak

pada ketertarikan siswa dalam menerima pengtahuan baru, dengan

kata lain jika dalam penyajian materi guru hanya melakukan

sebagai formalitas maka dipastikan aka nada titik tolak balik dari

siswa yakni berupa kejenuhan ataupun rasa malas dalam menerima

pengetahuan tersebut. Selaku guru pendidikan agam islam di


94

SMKN 4 Malang, ibu Munawaroh mengemukakan dalam

wawancara yang saya lakukan dengan beliau yakni :

“untuk menumbuhkan profil pelajar pancasila, beriman dan


bertakwa kepada Tuhan YME, dimulai dari pemberian arahan,
pemahaman, serta pembiasaan siswa baik di rumah dan sekolah ,
maupun lingkungan masyarakat. Bebrapa hal yang diterapkan di
sekolah dalam kegiatan belajar mengajar dari pemberian materi
agama, melatih keikhlasan dengan membantu orang lain, hingga
membiasakan diri dengan berprilaku 5S (senyum, salam, sapa,
sopan, dan santun) di lingkungan sekolah. Bebrapa kebiasaan kecil
ini diharapkan dapat menumbuhkan prilaku baik siswa serta
kebiasaan menghormati orang lain.”

Dapat kita Tarik kesimpulan dari hasil wawancara di atas bahwa

dalam penyajian materi pendidikan agama islam untuk

menumbuhkan profil pelajar pancasila yakni yang utama adalah

beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, dilanjtkan dnegan

selalu melakukan pemberian arahan, pemahaman, serta pembiasaan

siswa baik di rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Artinya

menjadi nihil ketika semua hanya selesai pada pemhaman akan

tetapi tidak pada praktek yang dilakukan oleh peserta didik dalam

kehidupan sehari-hari.

c. Korelasi srategi internalisasi profil pelajar pancasila pada siswa

dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam dan budi

pekerti di SMKN 4 Malang dalam meningkatkan ibadah.

Langkah korelasi merupakan langkah menghubungkan materi

pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal yang

memungkinkan siswa untuk menemukan keterkaitan yang telah


95

dimiliki. Korelasi pembeljaran dengan pengalaman siswa

merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru

sebelum strategi pemeblejaran ekspositori ini dilakukan.

Sebagaimana yang disampaikan oleh ibu Munawaroh selaku guru

pendidikan agama islam sebagai berikut :

“Dengan cara saling tolong menolong, gotong royong, tidak


membeda-bedakan, saling diskusi, kelompok pembelajaran,
presentasi, sholat jamaah, sholat dhuha dan membaca asmaul
husna. Untuk menumbuhkan gotong-royong dan rasa saling
menghormati pada siswa SMKN 4 Malang, guru menerapkannya
dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, misalnya melalui
metode belajar diskusi”. (Wawancara 15 Mei 2023, Pukul 10.00).

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dikorelasikan dengan

cara saling tolong menolong, gotong royong, tidak membeda-

bedakan, saling diskusi, kelompok pembelajaran, presentasi, sholat

jamaah, sholat dhuha dan membaca asmaul husna.

d. Menyimpulkan strategi internalisasi profil pelajar pancasila pada

siswa dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam dan

budi pekerti di SMKN 4 Malang dalam meningkatkan ibadah.

Menyimpulkan merupakan tahap untuk memahami inti dari

materi pelajaran yang telah di ajarkan oleh guru. Menyimpulkan

merupakan langkah dalam ekspositori, sebab melalui langkah

kesimpulan peserta didik dapat mengambil intisari dari materi

dalam proses pembelajaran. Sebagaimana yang disampaikan oleh

ibu Munawaroh selaku guru pendidikan agama islam sebagai

berikut :
96

“Pada tahap menyimpulkan ini saya juga memberikan


pertanyaan atau kuis terhadap peserta didik yang berkaitan dengan
peningkatan ibadah, contohnya seperti tata cara solat yang benar,
asmaul husna dan bagaimana cara menajalankan ibadah yang baik
dan benar.” Berdasarkan wawancara diatas dapat di simpulkan
bahwa menyimpulkan materi pembelajaran strategi dalam
meningkatkan ibadah sangatlah penting, agar peserta didik mapu
mengimplementasikanya dengan baik dan benar.

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa

guru dapat memberikan pertanyaan atau kuis terhadap peserta didik

yang berkaitan dengan peningkatan ibadah.

e. Penerapan strategi internalisasi profil pelajar pancasila pada siswa

dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam dan budi

pekerti di SMKN 4 Malang dalam meningkatkan ibadah.

Langkah penerapan ini merupakan langkah yang penting dari

proses pembelajaran. Sebab melalui langkah ini guru akan dapat

menyimpulkan informasi tentang tingkat penguasaan materi

pelajaran siswa. Disimpulkan dengan adanya penerapan strateegi ini

yang diterapkan pada siswa bertujuan untuk meningkatkan

kesempurnaan ibadah wudhu. Hal itu dilakukan agar siswa lebih

interaktif serta mudah memahami. Strategi ini memiliki metode

pembelajaran yang digunakan dalam penerapan strategi

pembelajaran pendidikan agama islam dalam meningkatkan ibadah

yaitu metode demonstrasi. Agar pembelajaran pendidikan agama

Islam mudah difahami oleh peserta didik dalam meningkatkan

pembelajaran pendidikan agama Islam dalam meningkatakan


97

ibadah. Seperti pernyataan yang telah disampaikan oleh Ibu Guru

mata pelajaran PAI, Ibu Munawaroh bahwa :

“Saling tolong menolong, gotong royong, tidak membeda-


bedakan, makanya ada pelajaran diskusi, kemudian kelompok
pembelajaran, itukan dalam rangka profil pelajar pancasila
presentasi juga itukan bagian dari tujuan pelajar pancasila”
(Wawancara 30 Mei 2023)

Dapat ditarik kesimpulan dari wawancara diatas, bahwa dengan

adanya penerapan strategi profil pemuda pancasila pada

pembelajaran pendidikan agama Islam dalam meningkatkan Ibadah

di SMKN 4 Malang Guru dapat menyimpulkan dengan mudah

bahwa peserta didik sudah mampu menerapkan strategi ini untuk

meningkatkan Ibadah.

2. Implementasi Proses Internalisasi Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa

Dalam Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi

Pekerti Di SMKN 4 Malang.

Implementasi merupakan hal yang sangat penting, karena

mempengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan.

Adapun implementasi profil pelajar pancasila melalui penerapan indikator-

indikator Profil Pelajar Pancasila dalam pembelajaran PAI, anatar lain :

a. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak

mulia.

Pada poin pertama dimaksudkan agar siswa selalu beriman dan

bertaakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mengedepankan


98

akhlak mulia. Sebagaimana yang di sampaikan oleh ibu

Munawaroh Bahwa :

“dalam penerapan agami slam SMKN 4 Malang dalam hal


pembelajaran selalu berdoa sebelum dan mengakhiri pembelajaran
juga mendukung dengan adanya ekstrakulikuler rohis, dan
diadakannya rutinan membaca surat yasin bersama serta bertausiah
di pagi hari Jumat sebelum pembelajaran dimulai. Selain itu,
Sekolah bisa melaksanakan program penguatan literasi Pancasila,
festival Pancasila, kemah Pancasila, dan sebagainya. Harus
mengikuti unsur takwa kpd tuhan yg maha esa seperti absen sholat
subuh, sholat duha Bersama, Doa, asmaul husna dilanjut kultum),
yg kedua berkebinekaan global seperti toleransi. Anak-anak agama
lain merasa aman dan mengikuti pembelajaran PAIBP.” (W. Bu
Munawaroh, 30/05/2023)

Berdasarkan wawancara tersebut, ada beberap point yaitu:

1) Mengawali dan mengakhiri pembelajaran dnegan

berdoa.

2) Diadakanya rutinan membaca surat yasin bersama serta

bertausiah di pagi hari jum’at sebelum pembelajaran

dimulai.

3) Dalam hal festifal seperti literasi pancasila, kemah

pancasila dan sebagainya harus mengikuti unsur takwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa.

4) Sebagaimana yang dimaksud pada poin 3 yakni absen,

sholat subuh bersama, solat duha bersama, doa, asmaul

husna dan dilanjut kultum.


99

b. Berkhebinekaan global.

Berkhebinekaan tunggal yakni menjelaskan pelajaran secara

menyeluruh sehingga siswa berfikiran luas, selalu menyampaikan

pentingnya sikap toleransi, dan saling mengharga antar pemeluk

agaman. Sebagaiaman yang di sampaikan oleh ibu Munawaroh

yakni:

“Melalui profil / karakteristik kebhinekaan tunggal,


harapannya siswa SMKN 4 Malang dapat menjaga budaya luhur,
lokalitas dan identitas serta berpikiran terbuka ketika
berinteraksi dengan budaya lain. Artinya, siswa bisa
mempertahankan budayanya sendiri tanpa harus menolak atau
tidak menghargai budaya lain. Dalam hal ini, upaya
menumbuhkan profil Pancasila bisa dilakukan melalui
pembelajaran PAIBP atau kegiatan yang mengenalkan budaya
asli, seperti ekstrakurikuler tarian daerah”. (Wawancara 15 Mei
2023, Pukul 10.00).

Dari wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan yang menjadi

point penting dari kebhinekaan global yaitu:

1) Berfikiran terbuka ketika berinteraksi dengan budaya

lain

2) Saling menghormati dengan agama lain dan memiliki

sikap toleransi yang tinggi

3) Menjunjung tinggi nilai budaya luhur sendiri tanpa harus

menghina budaya lain.

c. Gotong royong.

Dalam hal gotong royong yakni membentuk karakter siswa yang

menjunjung tinggi kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan


100

meringankan pekerjaan. Sebagaimana yang telah di kemukakan ibu

Munawaroh bahwa:

‘’Meskipun disekolah ini harus tetap diajarkan pancasila dalam


pembelajaran PAI dan bisa menjaga akhlaq sikap, gotong royong,
saling membantu diluar rumah maupun ketika pembiasaan yang
dilakukan oleh SMK 4 MALANG dalam pengimplementasian nilai
pancasila dilakukan dengan hal-hal kecil terlebih dahulu dengan
senantiasa mengajarkan agar murid melakukan musyawarah ketika
terjadi perselisihan, siswa belajar presentasi bersama-sama, serta
kerja kelompok di dalam kelasa bersama. Dengan begitu akan
terbentuk sikap adil ditengah kepentingan bersama” (W. Bu
Munawaroh, 30/05/23).

Berdasarkan wawancara di atas ada beberapa poin penting

dalam hal gotong royong yaitu:

1) Saling membantu dengan sesama baik di lingkungan

sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

2) Guru senantiasa mengajarkan murid agar selalu

melakukan musyawarah ketika terjadi perselisihan

dimanapun itu terjadi.

3) Dengan adanya presentasi yang di lakukan bersama-

sama dengan metode pembagian kelompok

4) Dengan adanya tugas kelompok di dalam kelas akan

terbentuk sikap gotong royong dan saling membantu.

d. Mandiri

Yakni siswa di tuntut untuk melakukan kegiatan sendir tanpa

melibatkan banyak orang sehingga akan membentuk rasa tanggung


101

jawab yang sangat tinggi pada siswa tersebut. Sebagaimana juga

yang di sampaikan oleh ibu Munawaroh, beliau mengatakan bahwa:

“Untuk melatih kemandirian siswa SMKN 4 Malang di


sekolah, dibentuklah kegiatan ekstrakurikuler yang
memang ekspert melatih kemandirian siswa, seperti
ekstrakurikuler rohis dan lainnya. Sekolah dapat
merekomendakisan siswa untuk mengikuti salah satu kegiatan
ekstrakurikuler tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas
pun, guru dapat melatih kemandirian siswa misalnya dengan
mengumpulkan tugas tepat waktu memulai KBM tepat waktu,
serta memberi punishment atau hukuman bagi siswa yang tidak
disiplin. Salah satu yang bisa dilakukan guru SMKN 4 Malang
menumbuhkan kreatifitas yaitu dengan cara memberi kebebasan
penugasan pada siswa untuk mengasah kreativitas mereka.
Artinya, siswa dapat menentukan pembelajaran sesuai dengan
minatnya masing-masing, dan guru dapat memberikan dasar
serta konsep materi dalam kurikulum. Selain itu, siswa juga bisa
diberi pemahaman pelajaran seni budaya dan melakukan praktik
yang menumbuhkan kreativitas, misalnya praktik melukis,
membuat batik dan pembuatan karya lainnya”. (Wawancara 15
Mei 2023, Pukul 10.00).

Dalam wawancara di atas ada beberapa poin penting dalam hal

sikap mandiri yaitu :

1) Dengan mengikuti salah satu kegiatan ekstrakulikuler di

sekolah.

2) Dalam hal pembelajaran dikelas pun misalnya dengan

mengumpulkan tugas tepat waktu.

3) Memulai KBM tepat waktu.

4) Membirikan punishment atau hukuman bagi yang tidak

disiplin.
102

5) Siswa dapat menentukan pembelajaran sesuai dengan

minatnya masing-masing.

6) Melakukan praktik dalam mata pelajaran seni budaya

dengan membuat batik/melukis dan lain sebagainya.

7) Dalam hal agama dengan sholat tepat waktu, tidak

terlambat dll.

e. Bernalar kritis

Bernalar kritis merupakan jembatan antara berfikir dan

berargumen. Sebagaimana yang di katakana oleh ibu Munawaroh,

beliau mengemukakan :

“Pendidikan di SMKN 4 Malang bukan hanya pemberian


pemahaman konsep ilmiah saja, tetapi yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi atau bernalar kritis siswa.
Bernalar kritis artinya proses berpikir untuk mendapatkan dan
mengubah informasi menjadi keputusan atau kesimpulan yang
tepat, dan membantu siswa memecahkan masalah dengan baik.
Hal ini tidak bisa diajarkan sekali, tetapi membutuhkan waktu
lebih lama. Oleh sebab itu, siswa perlu dilatih dan dibiasakan
untuk berpikir kritis. Setiap pembelajaran di sekolah diharapkan
dapat meningkatkan kecakapan hidup dan meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa”. (Wawancara 15 Mei 2023,
Pukul 10.00).

Dari wawancara di atas ada beberapa poin penting dalam hal

bernalar kritis yaitu:

1) Dalam hal mengubah informasi menjadi keputusan atau

kesimpulan seperti membdakan man ayang baik dan

buruk.
103

2) Menyelesaikan masalah yang dihadapinya, seperti

contoh berprilaku tidak sopan ketika sedang dalam mata

pelajaran khususnya PAI maka mendapatkan poin

pelanggaran, hal ini dapat melatih siswa merefleksikan

pikiran atau melakukan proses berfikir dari apa yang

telah di lakukan.

3) Melatih kecapakan pada saat prose belajar mengajar

seperti ketika ada hal yang menurutnya kurang sesuai

maka dapat menyanggah dengan dasar yang jelas.

4) Guru memberikan contoh kasus dan siswa di suruh

berusaha berfikir untuk menyelesaikan masalah tersebut.

f. Kreatif

Kreatif secara sederhana adalah mampu menemukan gagagasan

baru dan menghasilkan karya. Sebagaimana dalam wawancara yang

di sampaikan oleh ibu Munawaroh yakni:

“Siswa menjadi mandiri, kreatif, mandiri, berani tampil


kedepan. Praktik: kelas-kelas pidato, ceramah. Profil adalah
bagaimana dia menunjukkan bahwa dia bisa” (Wawancara 30 Mei
2023).

Diperjelas lagi oleh beliau ibu Munawaroh sebagai mana beliau

menyampaikan dalam wawancaranya :

“disisi lain beberapa siswa tidak faham apa kurikulum merdeka.


Siswa telat mengumpulkan tugas siswa guru tidak berani menagih
tugas. Tapi yg Namanya kurikulum merdeka itu guru bebas
berkreasi. Guru harus memberikan pedoman agar siswa paham.
Siswa tidak pernah menerima kurikulum perjuangan. Ketika
pelajaran siswa seenaknya sendiri tidak masuk kelas. Siswa salah
104

mengartikan kata bebas dalam kurikulum merdeka. Salah satu


kesulitan yaitu Ketika daring. Guru tidak dapat melihat akhlak
siswa secara langsung jadi guru tidak dapa mengevaluasi lansung.
Sekolah tidak boleh tidak menaikkan kelas siswa. Sedangkan siswa
tahapannya dan pemahaman belajarnya berbeda”. (Wawancara 30
Mei 2023).

Dari wawancara di atas terdapat beberapa poin penting dalam

hal kreatif yaitu :

1) Memfasilitasi siswa untuk berkreasi dengan bakat yang

dimiliki seperti praktik-praktik kelas pidato,ceramah dan

lain-lain.

2) Dengan mengikut sertakan siswa dalam berbaagai

macam perlombaan yang sesuai dengan minat dan

bakatnya.

3) Memberikan tugas kepada siswa baik berupa mind map,

vidio, kaligrafi, seperti apa yang telah di sampaikan

pada wawancara-wawancara sebelumnya sehingga

siswa mampu mngekspresikan kreativitasnya.

Pada kesimpulanya bahwa tujuan dari implementasi profil pelajar

pancasila adalah untuk membentuk karakter dan kompetensi yang

diharapkan, diraihnya pelajjar pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai

luhur pancasila yang bertujuan menyiapkan generasi yang unggul dan

mampu menghadapi perkembangan zaman. Hal ini senada dengan apa

yang disampaikan juga oleh ibu Munawaroh yaitu:


105

“Pendidikan yang baik akan menjadikan negara berbudaya serta


mempunyai peradaban baik di masa depan. Pendidikan diharapkan
dapat menanamkan budi pekerti siswa serta meningkatkan daya nalar
kritis. Dengan begitu siswa SMKN 4 Malang dapat
mengimplementasikan apa yang mereka pelajari selama di bangku
sekolah dalam kehidupan sehari-hari, agar mereka dapat merasakan
manfaatnya untuk diri sendiri maupun lingkungan”. (Wawancara 15 Mei
2023, Pukul 10.00).

3. Faktor Penghambat Dalam Penerapan Strategi Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Ibadah Di SMKN 4

Malang

Dapat kita fahami bersama bahwa dalam hal apapun dalam hidup ini

bahkan dalam hal sistem pendidikan pasti memiliki faktor penghambat yang

menjadikan kemactean dalam proses penerapanya yang dalam hal ini kita

bahas adalah strateti pembelajaran pendidikan agama islam dalam

meningkatkan ibadah di SMKN 4 Malang. Hal ini senada dengan apa yang

di sampaikan ibu Munawaroh dalam Wawancaranya yaitu:

“Saya kira kalau kita benar-benar faham tentang materi pembelajaran


itu tidak ada, namun terkadang oleh anak-anak disalah gunakan disaat kita
konsekuen dengan jilbab ada yg lain ‘oh tidak papa tidak memakai jilbab’
lah ini yang sering disalah artikan. Jadi sehingga hanya ketika pembelajaran
agama saja dipake, setelah itu dilepas, jadi dia pakai dasar bhineka tunggal
ika. Jadi terkadang saya masih sulit disitu, kok sudah tidak sama gitu. Atau
ada guru lain saat anak-anak diberi tugas gambar yang pakai jilbab, ternyata
oada waktu ujian ada guru yang mengomentari jangan cuma membawa satu
agama, begitu” (Wawancara 30 Meil 2023).

Dapat ditarik kesimpulan yang menjadi faktor penghambat ada

beberapa poin diantaranya :

a. Sikap pelajar yang menyalah artikan strategi pembelajaran.

b. Belum ada pelatihan yang cukup intensif.


106

c. Hal yang disalah artikan justru menjadi suatu praktik sendiri bagi

siswa dengan dasar bhinekatunggal ika.

4. Evaluasi Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Melalui Kegiatan

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Di SMKN 4

Malang

Upaya Penanaman nilai – nilai Pancasila dalam pembelajaran PAI

bukan merupakan kegiatan yang mudah. Dalam perwujudannya

memerlukan banyak faktor pendukung untuk memperoleh hasil yang

optimal dalam membentuk peserta didik yang berkakhlak baik.

Hasil wawancara yang diperoleh peneliti terhadap guru PAI Ibu

Munawaroh adalah sebegai berikut :

“Siswa menjadi mandiri, kreatif, mandiri, berani tampil kedepan.


Praktik: kelas-kelas pidato, ceramah. Profil adalah bagaimana dia
menunjukkan bahwa dia bisa” (Wawancara 30 Mei 2023)

Dilanjutkan dengan beliau mengemukakan apa yang menjadi kesalah


pahaman dalam pemahaman siswa tentang kurikulum ini yaitu:
“disisi lain beberapa siswa tidak faham apa kurikulum merdeka. Siswa
telat mengumpulkan tugas siswa guru tidak berani menagih tugas. Tapi yg
Namanya kurikulum merdeka itu guru bebas berkreasi. Guru harus
memberikan pedoman agar siswa paham. Siswa tidak pernah menerima
kurikulum perjuangan. Ketika pelajaran siswa seenaknya sendiri tidak
masuk kelas. Siswa salah mengartikan kata bebas dalam kurikulum
merdeka. Salah satu kesulitan yaitu Ketika daring. Guru tidak dapat melihat
akhlak siswa secara langsung jadi guru tidak dapa mengevaluasi lansung.
Sekolah tidak boleh tidak menaikkan kelas siswa. Sedangkan siswa
tahapannya dan pemahaman belajarnya berbeda”. (Wawancara 30 Mei
2023).
107

Selain mewawancarai guru PAI, peneliti juga melakukan wawancara

terhadap beberapa pelajar mengenai hasil bagaimana pembelajaran dengan

menggunakan profil pelajar pancasila, dan hasilnya sebagai berikut :

“Lebih seru, lebih fun, soalnya kita bisa mengeksplore diri sendiri, dan
ide-ide dari kita bisa tersalurkan dengan baik, jadi kita tidak melulu
berpatokan sama buku dan tugas, dan kita bisa belajar dari banyak sudut.”
(Shofiatus, wawancara 1 Juni 2023).
“Kalo menurut saya misal tugas presentasi enak gitu, sebelumnya cuma
nulis saja, tapi kalo tugas presentasi bisa melatih percaya diri, public
speaking kita, apalagi kalau di zaman sekarang itu public speaking penting
sekali apalagi kita latih di masa sekolah”(Marcelino, wawancara 1 Juni
2023)

Selain itu beberapa pelajar yang bersangkutan juga memberikan

tanggapan dan saran untuk pembelajaran menggunakan profil pemuda

pancasila, mereka menyebutkan bahwa:

“Menurut saya, di profil pemuda pancasila itu sudah cocok sama saya,
kita tidak melulu belajar dan belajar namun kita bisa belajar sambil
bermain atau yang lain dengan tetap mendapat ilmu. Kalau untuk
masukannya mungkin untuk teman teman lebih bisa dikoordinasi dan
diatur dalam saat pembelajaran berlangsung, anaknya lebih bisa diatur,
kondisi belajar lebih kondusif.” (Shofiatus & Marcelino, wawancara 1 Juni
2023)

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas implementasi

pembelajaran pancasila di SMK 4 MALANG menanamkan nilai-nilai pancasila

dalam segi agama dilingkungan sekolah. Dengan kata lain implementasi nilai-

nilai tersebut di sekolah diharapkan dapat membentuk peserta didik memiliki

bekal akhlak untuk kehidupannya di masyarakat.


108

C. Temuan Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan bahwa strategi dan

implementasi, serta evaluasi profil pelajar pancasila pada kegiatan

pembelajaran pendidikan agama islam dan budi pekerti pada siswa di SMKN 4

Malang, peneliti berusaha memetakan temuan hasil penelitian dengan

menggunakan teknik wawancara, dan teknik observasi. Adapun strategi dan

implementasi, serta evaluasi profil pelajar pancasila pada kegiatan

pembelajaran pendidikan agama islam dan budi pekerti pada siswa di SMKN 4

Malang sebagai berikut :

Tabel 4.1 Temuan Hasil Penelitian

No Fokus Penelitian Temuan Penelitian

1. Strategi Internalisasi profil pelajar a. Strategi Keteladanan,

Pancasila pada siswa melalui b. Strategi Pembiasaan,

kegiatan pembelajaran Pendidikan c. Strategi Ibrah dan Amtsal,

Agama Islam dan Budi Pekerti di d. Strategi Pemberian,

SMKN 4 Malang e. Strategi pemberian Janji dan

Ancaman,

f. Strategi Penelitan,

2. Implementasi internalisasi profil a. Beriman, bertakwa kepada Tuhan

pelajar Pancasila pada siswa dalam Yang Maha Esa, (sebagaimana

kegiatan pembelajaran Pendidikan mengawali dan megakhiri


109

Agama Islam dan Budi Pekerti di pembelajaran dengan doa, rutinan

SMKN 4 Malang membaca surat yasin setiap hari

jumat, dan rutinan lainya).

b. Berkhebinekaan Global

(sebagaimana berfikiran terbuka,

saling menghormati, dan

menjunjung tinggi nilai budaya

luhur tanpa menjatuhkan budaya

lain).

c. Gotong royong (sebagaiaman

saling membantu dengan sesama,

senantiasa musyawarah, presentasi

dan tugas kelompok yang

dilakukan bersama-sama).

d. Mandiri (sebagaimana dengan

mengikuti salah satu

ekstrakulikuler, memulai KBM

tepat waktu, bersikap disiplin, dan

guru memberikan punishment

ketika siswa melanggar, dan masih

banyak lainya).
110

e. Bernalar kritis (sebagaimana

mengubah informasi menjadi

keputusan atau kesimpulan,

menyelesaikan masalah yang

dihadapinya, melatih kecakapan

saat proses belajar, guru

memberikan contoh kasus yang di

selesaikan oleh siswa, dan lain

sebagainya yang berhubungan

dengan kemandirian siswa di

sekolah).

f. Kreatif (sebagaimana guru

memfasilitasi siswa untuk berkreasi

sesuai minat bakatnya, membuat

mind map, vidio, kaligrafi, dan lain

sebagainya).

3. Evaluasi internalisasi profil pelajar a. Masih sering terjadinya

Pancasila pada siswa melalui kesalahpahaman siswa dalam

kegiatan pembelajaran Pendidikan memahami profil pelajar pancasila.

Agama Islam dan Budi Pekerti di b. Arahan dari guru mata pelajaran

SMKN 4 Malang pendidikan Agama islam .


111

c. Adanya motivasi dari embina

kgiatan ekstrakurikuler Badan

Dakwah Islam

d. Sarana dan prasarana dalam rangka

meningkatkan mutu pelayanan

kepada peserta didik, warga SMK

Negeri 4 Malang dan masyarakat

kota malang pada umumnya serta

untuk optimalisasi potensi usaha

yang mandiri.

e. Potensi baik pemahaman, motivasi,

minat, masalah, kondisi, dan sikap

yang dimiliki oleh setiap peserta

didik berbeda – beda.

f. Kegiatan pembelajaran yang cukup

padat.
BAB V

PEMBAHASAN

Dalam BAB sebelumnya telah dipaparkan data dan temuan penelitian yang

membahas tentang Internalisasi Profil Pelajar Pancasila Melalui Kegiatan Pelajaran

Pendidikanm Agama Islam dan Budi Pekerti Pada Siswa SMKN 4 Malang. Data yang

di paparkan dan diperoleh peneliti akan di analisa oleh peneliti yang berfokus pada : 1)

Strategi Internalisasi Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Melalui Kegiatan

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMKN 4 Malang, 2)

Implementasi Internalisasi Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Melalui Kegiatan

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMKN 4 Malang, 3) dan

Evaluasi Internalisasi Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Melalui Kegiatan

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMKN 4 Malang.

A. Strategi Internalisasi Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Melalui

Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di

SMKN 4 Malang

Pada kurikulum merdeka belajar, pembelajaran diupayakan bermuara

pada pembentukan profil pelajar pancasila. Kementerian pendidikan dan

kebudayaan, pada visi misinya, menekankan pembentukan pelajar pancasila.

Untuk itu, telah terbit panduan capaian pembelajaran untuk masing-masing

mata pelajaran di tingkat sekolah dasar, yang dikaitkan dengan profil pelajar

pancasila. Bukan hanya pada mata pelajaran, melainkan juga apda program

112
113

kampus mengajar, mahasiswa diberikan pengetahuan tentang profil pelajar

pancasila, diharapkan dapat terlaksana pembentukan profil pelajar pancasila.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun

2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Tahun 2020-2024, Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia

sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan

berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada guru

pendidikan agama islam, Profil pelajar Pancasila merupakan upaya

menerjemahkan tujuan dan visi pendidikan ke dalam format yang lebih mudah

dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Rumusan profil

pelajar Pancasila dibuat dengan tujuan sebagai kompas bagi pendidik dan

pelajar Indonesia. Segala pembelajaran, program, dan kegiatan disatuan

pendidikan bertujuan akhir ke profil pelajar Pancasila.dengan enam dimensi

yang harus dimiliki seorang pelajar.

Hal ini sejalan dengan apa yang di sampaikan oleh (Rahayuningsih,

2022).

“Profil pelajar Pancasila adalah karakter dan kemampuan yang


dibangun dalam keseharian dan dihidupkan dalam diri setiap individu pelajar
melalui budaya sekolah, pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, maupun
ekstrakurikuler”

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh

Jamaludin dkk (2022), bahwa strategi profil pelajar pancasila terdapat 6


114

dimensi: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia,

berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Berbicara mengenai persoalan 6 dimensi profil pelajar pancasila dengan

melihat analisis dalam penelitian memang seharunya melalu beberapa strategi-

strategi agar dalam proses internalisasi ini sendiri sampai pada yang di

harapkan. Proses internalisasi sendiri tidak semudah apa yang di sampaikan

oleh mulut akan tetapi dalam tindakanya akan menjadi sulit ketika semuanya

tidak terkonsep dengan rapi.

Dari hasil wawancara yang di lakukan pada penilitian ini, di tambah

dengan paparan data serta temuan penelitian bisa dikatakan sejalan dengan teori

yang di kemukakan oleh Albert Bandura (1997), mengembangkan teori

pembelajaran sosial, yang menekankan pentingnya observasi, imitasi, dan

penguatan dalam proses internalisasi. Menurut teori ini, individu belajar dengan

mengamati perilaku orang lain dan menginternalisasikan pola-pola perilaku

yang diamati tersebut.

Di kuatkan kembali dengan teori pembelajaran social kognitif yang di

kemukakan oleh Julian Rotter (1954), mengembangkan teori pembelajaran

sosial kognitif, yang menekankan peran keyakinan diri (self-efficacy) dan

lingkungan dalam proses internalisasi. Menurut teori ini, individu cenderung

mengadopsi norma-norma sosial yang diperkuat oleh pengalaman positif dan

keyakinan diri mereka sendiri.

Di kuatkan kembali dengan teori sosiologi Emile Durkheim (1895), Ia

berpendapat bahwa individu menginternalisasikan norma-norma sosial melalui


115

proses sosialisasi yang terjadi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Durkheim juga menekankan pentingnya solidaritas sosial dalam membentuk

keyakinan dan nilai-nilai yang diterima individu.

Adapun hasil pembahasan dan penelitian ini juga sangat sejalan dengan

teori strategi internalisasi yang sangat popular dikalangan praktisi pendidikan

meliputi: strategi keteladanan, strategi pembiasaan, strategi ibrah dan amtsal,

strategi pemberian, strategi pemberian janji dan ancaman, dan strategi

kedisiplinan (Munif, 2017).

B. Implementasi Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Melalui Kegiatan

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMKN 4

Malang

Berdasarkan hasil penelitian bahwa guru Pendidikan agama islam dan

budi pekerti SMKN 4 Malang mengimplemnetsikan profil pelajar Pancasila

dengan cara saling tolong menolong, gotong royong, tidak membeda-bedakan,

saling diskusi, kelompok pembelajaran, dan presentasi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian suhardi (2022) bahwa

pembelajaran melalui Profil Pelajar Pancasila adalah pembelajaran lintas

disiplin ilmu untuk mengamati dan memikirkan solusi terhadap permasalahan

di lingkungan sekitarnya. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis projek (project-based

learning), yang berbeda dengan pembelajaran berbasis projek dalam program

intrakurikuler di dalam kelas. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar dalam situasi tidak
116

formal, struktur belajar yang fleksibel, kegiatan belajar yang lebih interaktif,

dan juga terlibat langsung dengan lingkungan sekitar untuk menguatkan

berbagai kompetensi dalam Profil Pelajar Pancasila. Projek adalah serangkaian

kegiatan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu dengan cara menelaah suatu

tema menantang. Projek didesain agar peserta didik dapat melakukan

investigasi, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Peserta didik

bekerja dalam periode waktu yang telah dijadwalkan untuk menghasilkan

produk dan/atau aksi.

1. Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia

Setiap manusia yang memiliki iman pastilah memegang kepercayaan

yang telah menjadi keyakinanya dan mampu melaksanakan segala sesuatu

yang telah diperintahkan oleh tuhanya. Khususnya pada saat ini yang

menjadi objek penelitian adalah SMKN 4 Malang, peserta didik yang

memeliki iman pastilah melaksanakan apa yang di perintahkan dan menjaui

apa yang di larang oleh Tuhanya. Sedangkan dengan takwa sendiri memiliki

maksud bahwa seseorang tidak hanya sekedar takut tapi mampu

mengimpllementasikanya dalam bentuk baik lisan dan perbuatanya. Peserta

didik di SMKN 4 Malang sendir juga telah melaksanakan berbagai program

pembiasaan di lingkungan sekolah melalui kegiatan membaca yasin pada

pagi hari setiap jum’at, melaksanakan sholat duha berjamaah, membaca

doan ketika memulai dan mengakhiri pembelajaran, serta di perkuat dengan

berbagai kegiatan pembiasaan pendukung seperti ekstrakulikuler yang


117

bernuansa untuk pembiasaan dalam hal keimanan dan ketakwaan peserta

didik.

Temuan tersebut dapat dianalogikan atau bisa peneliti katakan sejalan

dengan teori yang di kemukakan oleh (Rusnaini, 2021:238).

“peserta didik memiliki akhlak dalam berhubungan dengan Tuhan-nya,


mengenai ajaran agama dan kepercayaan, dan mereka menggunakan apa
yang mereka ketahui dalam kehidupan sehari-hari. Pelajar Pancasila
mengetahui arti dari moralitas, keadilan, sosial, spiritualitas, dan mereka
mencintai agama, manusia, serta alam.”

Dalam dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak

mulia, sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh rusnaini, mampu dilihat

dari temuan data yang sejalan dengan teori tersebut. Dalam hal pelaksanaan

dilakukan dengan metode pembiasaan melalui berbagai macam kegiatan

keagamaan yang menjadi suatu kewajiban dan pilihan yang dimaknai dalam

bentuk kegiatan tambahan seperti ekstrakulikuler.

2. Berkhebinekaan Global

Dengan menyandang status sebagai warga Negara Indonesia yang

memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang memiliki arti tetap satu

kesatuan. Sebagai peserta didik di SMKN 4 Malang harus mampu bersikap

Berkhebinekaan Global dengan cara menghargai dan saling menghormati

antar pemeluk agama dengan memberikan ruang kebebasan untuk

melaksanakan ajaranya sesuai dengan keyakinanya. Sebagai salah satu

contohnya ketika jam pelajaran PAI di dalam kelas ada agama lain harus

memberikan kebebasan kepada non muslim untuk membuat pilihan tetap

berada di kelas atau keluar kelas tanpa harus ada rasa untuk megintimidasi
118

agama lain. Karena hal itu juga bukan menjadi anjuran dalam agama islam

untuk saling memusuhi dengan agama lain, justru menganjurkan untuk

harmonis tanpa membeda-bedakan. Artinya hal tersebut menjadi boleh asal

tidak masuk dalam bidang aqidah dan keimanan.

Beribcara mengenai persoalan pelajar pancasila dengan melihat temuan

dalam penelitian ini, sejalan ketika di analogikan dengan teori yang di

kemukakan oleh (rusnaini, 2021:238).

“Dalam rangka menumbuhkan rasa saling menghargai dan


mengembangkan budaya baru yang positif yang tidak bertentang dengan
budaya luhur bangsa, peserta didik di Indonesia tetap menjaga identitas
local, budaya luhur dan jati dirinya dengan tetap terbuka dan berinteraksi
dengan budaya lain.”

Indikator kebhinekaan global sendiri sejalan dengan teori yang di

kemukakan poleh Rusnaini, terlihat dari data penelitian ini yang sebanding

dengan teori tersebut. Peserta didik mampu melaksanakan implementasi

dengan memiliki sikap toleransi beragam di sekolah maupun di lingkungan

masyrakat.

3. Bergotong Royong

Suatu kegiatan yang dilakukan dengan bersama-sama tentu akan lebih

meringankan dalam pelaksanaanya. Artinya apabila suatu kegiatan yang

dilaksanakan secara berkelompok pasti membutuhkan pemikiran sebagai

sebuah ide dan tindakan sebagai sebuah gerakan. Hal ini dilakukan untuk

tujuan saling dorong menorong dalam membantu sesamanya.


119

Beribcara mengenai persoalan pelajar pancasila dengan melihat temuan

dalam penelitian ini, sejalan ketika di analogikan dengan teori yang di

kemukakan oleh (rusnaini, 2021:238).

“dalam hal gotong royong menitik beratkan pada kemampuan untuk


melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan sengaja agar kegiatan
yang dilakukan dapat berjalan dsesuai dnegan yang diharapkan, efektif dan
ringan.”

Dimensi gotong royong sendiri selaras dengan teori yang di kemukakan

oleh Rusnaini, melihat dari temuan penelitian ini dan teori tersebut. Dapat

kita bulatkan bahwa kemampuan masing-masing individu ketika

dikelompokan untuk melakukan kerja sama dengan baik, dengan ditambah

saling support, dan pertukaran ide serta tindakan yang tepat itulah yang

memungkinkan dalam pengimplementasianya.

4. Mandiri

Kemandirian setiap siswa dapat dilakukan dengan salah satu contoh

disiplin dalam hal waktu. Peserta didik di SMKN 4 Malang termasuk yang

mengimplementasikan soal disiplin waktu. Oleh sebab itu menjadi peran

penting guru dalam lembaga tersebut untuk menjadi contoh yang baik bagi

peserta didik dalam hal disiplin dan tepat waktu, sehingga mampu menjadi

tolak ukur dalam sikap kemadirian. Disisi lain peserta didik akan sadar dan

paham bahwa sikap yang positif itu harus ditiru serta di implementasikan.

Temuan tersebut di analogikan dalam sebuah teori yang di kemukakan

oleh (Oktrifianty, 2021:61).

“Regulasi diri adalah proses belajar keterampilan melalui berfikir,


berprilaku positif, dan mengarahkan emosi atau perasaan seseorang. Ini
120

melibatkan campur tangan pada kelemahan dan kelebihanya sendiri untuk


belajar bagaimana mencapai tujuan dalam tiga tahap : tahap berfikir ke
depan, tahap performasi, dan tahap refleksi.”

Berbicara mengenai persoalan mandiri ini sendiri memang konsisten

dengan teori Oktrifianty, terlihat dari temuan data dan penelitian ini yang

sejalan dengan teori tersebut. Dalam hal pelaksanaan sendiri dilakukan

dengan cara menerapkan sikap disiplin keepada peserta didik dan

memberikan punismen sebagai hukuman ketika tidak mentaatinya. Artinya

semua harus ada yang memberikan contoh terlebih dahulu, semisal peneliti

berbicara tentang peserta didik di SMKN 4 Malang maka guru harus

mencontohkan terlebih dahulu sehingga akan timbul rasa sadar pada peserta

didik.

5. Bernalar Kritis

Hal ini sebenarnya menjadi menarik ketika memang objeknya adalah

siswa, karena ungkapan kritis ini sendiri seolah-olah hanya ada di dunia

mahasiswa. Bernalar sendiri menjadi bagian dari berfikir, sebagai poin

penting bahwa bernalar kritis menjadi modal yang sangat penting yang

harus sudah mulai tumbuh khususnya ketika sudah berada pada jenjang

yang mulai tinggi dalam pendidikan. Sebagai upaya yang dilakukan oleh

guru untuk melatih siswanya mampu memiliki kemampuan untuk bernalar

kritis yakni dengan menyiapkan metode yang tepat dalam pembelajaran,

sebagai contoh metode discovery learning. Dengan melatih kemampuan

kognitif pada peserta didk dalam menemukan dan memecaahkan masalah

menjadi bagian dari metode ini.


121

Temuan tersebut dapat dianalogikan atau bisa peneliti katakan sejalan

dengan teori yang di kemukakan oleh (Rusnaini, 2021:238).

“pelajar yang mampu bernalar secara kritis dengan megolah baik


kualitatif maupun kuantitatif secara objektif, menjalin hubungan antar data,
menganalisis, mengevaluasi, dan membuat kesimpulan dari data tersebut.”

Dapat kita pahami bahwa dimensi bernalar kritis selaras denga teori

yang di kemukakan oleh Rusnaini berdasarkan temuan data dan penelitian

ini yang sebanding dengan teori tersebut. Dengan menggunakan metode

discovery learning sebagai salah satu metode yang digunakan dalam

pembelajaran diharapkan dapat melatih kemampuan kognitif peserta didik

dalam menemukan dan memecahkan masalah, sehingga mampu

mengupgrade kemampuan berfikir dan berbalar kritis.

6. Kreatif

Pemikiran kreatif menjadi sebuah kompetensi yang seharusnya dimiliki

oleh peserta didik. Kreatif ini sendiri dapat kita maknai mampu

mengembangkan sebuah ide baru dalam berbagai macam keuinikan

sehingga menjadi suatu hal yang baru. Sebagai contoh dalam penerapan

pada mata pelajaran PAI sendiri dengan membuat vidio atau berbagai

macam hal yang bersifat kreatif atau dalam hal lain seperti pengamalan

pancasila dengan mengadakan berbagai lomba dan kegiatan lainya.

Temuan tersebut dapat dianalogikan atau bisa peneliti katakan sejalan

dengan teori yang di kemukakan oleh (Rusnaini, 2021:238).

“peserta didik yang kreatif mampu bereksperimen dan menghasilkan


sesuatu yang baru yang bermakna, bermanfaat, dan berdampak.”
122

Dimensi kreatif sendiri sejalan dengan analago dalam sebuuah teori

yang di kemukakan oleh Rusnaini berdasarkan temuan data dan penelitian

ini yang sejalan dengan teori tersebut. Dalam hal implementasinya dengan

berbagai tugas ataupun lomba-lomba membuat sesuatu yang baru dan unik.

Seluruh dimensi dalam profil pelajar Pancasila, jika dikaitkan dengan

ajaran Islam, terasa sangat berkaitan erat. Demikian juga jika profil pelajar

Pancasila dikaitkan dengan Capaian Pembelajaran mata pelajaran PAI dan

Budi Pekerti.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti ditambah dengan

paparan data serta temuan penelitian, hal ini sejalan dengan teori model

Lincoln dan Guba (1985), Teori ini menekankan pentingnya kualitas

implementasi dalam mencapai hasil yang diinginkan. Model ini

mengajukan empat dimensi evaluasi: keabsahan, reliabilitas,

transferabilitas, dan ketergantungan.

Dikuatkan oleh Model Konteks-Konten-Proses (Context-Content-

Process Model) yang di kemukakan oleh Matlan (1995), Teori ini

menggarisbawahi pentingnya memahami konteks di mana kebijakan atau

program diterapkan, isi atau substansi kebijakan itu sendiri, dan proses

implementasi yang melibatkan interaksi antara berbagai pemangku

kepentingan.

Dikuatkan kembali dengan Teori Diffusion of Innovations (Penyebaran

Inovasi) yang dikemukakan oleh Rogers (2003), Teori ini mengidentifikasi

faktor-faktor yang memengaruhi adopsi inovasi dalam suatu sistem. Faktor-


123

faktor tersebut termasuk keuntungan relatif, kesesuaian, kompleksitas,

keunggulan komparatif, dan komunikasi interpersonal.

Oleh karena itu, hal ini menjadi tantangan bagi guru PAI untuk bisa

mengimplementasikan elemen-elemen kunci dalam dimensi profil pelajar

Pancasila baik dalam pembelajaran secara langsung maupun dalam aktifitas

keseharian. Guru PAI dituntut untuk bisa mengejawantahkan elemen dan

sub-elemen dimensi profil pelajar Pancasila dalam aksi nyata agar nantinya

peserta didik dapat mencapai capaian sesuai alur subelemen dalam dimensi

profil pelajar Pancasila.

C. Evaluasi Internalisasi Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Melalui

Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di

SMKN 4 Malang

Berdasarkan hasil penelitian bahwa evaluasi dari pembelajaran Profil

Pelajar Pancasila pada siswa melalui kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama

Islam dan Budi Pekerti di SMKN 4 Malang ada 2, yaitu:

1. Evaluasi positif, Siswa menjadi mandiri, kreatif, mandiri, berani

tampil kedepan. Praktik: kelas-kelas pidato, ceramah.

2. Evaluasi negative, beberapa siswa tidak faham apa kurikulum

merdeka. Siswa telat mengumpulkan tugas siswa guru tidak berani

menagih tugas. siswa seenaknya sendiri tidak masuk kelas. Siswa

salah mengartikan kata bebas dalam artian tidak konsisten dalam

penggunaan hijab dan di gunakan saat pembelajaran PAIBP saja.


124

Dari hasil wawancara ditambah dengan paparan data dan hasil temuan

dalam penelitian ini di temukan bahwa hal ini sejalan dengan teori utilitas, teori

pengaruh, teori persamaan, dan teori pembelajaran.

Weiss, C. H. (1998), mengemukakan Teori Utilitas ini mengasumsikan

bahwa evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana program atau kebijakan

tersebut berguna atau menguntungkan bagi pemangku kepentingan. Evaluasi

dilakukan dengan membandingkan manfaat yang diperoleh dari program atau

kebijakan dengan biaya atau kerugian yang ditanggung. Sedangkan teori

pengaruh yang di kemukakan oleh Rossi, Lipsey, dan Freeman (2003),

menjelaskan Teori ini berfokus pada pengukuran efektivitas program atau

kebijakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Evaluasi dilakukan untuk

menilai sejauh mana program atau kebijakan tersebut memiliki dampak atau

pengaruh yang diinginkan terhadap pemangku kepentingan.

Adapun teori persamaan yang di kemukakan oleh Chen (2005), Teori

ini menganggap bahwa evaluasi adalah proses interaksi sosial yang kompleks

di antara para pemangku kepentingan. Evaluasi dilakukan untuk memahami

dan menghargai perspektif dan kepentingan berbagai pihak yang terlibat dalam

program atau kebijakan. Ditambah dengan teori pembelajaran Preskill dan

Torres (1999), Teori ini menekankan pentingnya evaluasi dalam proses

pembelajaran organisasi. Evaluasi dilakukan untuk memperoleh pengetahuan

yang berharga tentang apa yang berhasil dan tidak berhasil dalam program atau

kebijakan, serta untuk meningkatkan praktik dan keputusan di masa depan.


125

Jadi bisa di Tarik garis besar bahwa hasil penelitian yang menjadi

pembahasan tentang evaluasi ini sejalan dengan beberap teori yang sudah di

sampaikan di atas. Sehingga dalam melaksanakan evaluasi hendaknya teori di

atas menjadi acuan agar mampu menjadikan profil pelajar peserta didik pada

SMKN 4 Malang menjadi lebih baik.

Implemnetasi kurikulum merdeka belajar pada mata pelajaran PAI

belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Oleh sebab itu dibutuhkan usaha

ekstra kepala sekolah dan guru serta seluruh stake holdernya. Terdapat

Beberapa kendala yang dihadapi antara lain sebagian guru masih belum

sepenuhnya memahami apa itu merdeka belajar, sulit untuk menghilangkan

kebiasaan lama, sebagian guru masih dominan menggunakan metode ceramah

dan siswa mendengarkan. Dalam pembuatan modul guru juga masih kesulitan.

tidak tersedianya modul di dalam platfrom merdeka belajar menjadi kendala

bagi guru untuk pembuatna modul. Terakhir dalam penilaian terhadap siswa,

guru juga masih belum sepenuhnya memahami bagaimana menerapkan

assesmen terhadap masing-masing siswa


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Profil pelajar pancasila sangat relevan dan bertalian dengan upaya

pemerintah Indonesia dalam menerapkan pendidikan karakter di tingkat

sekolah dan perguruan tinggi. Profil Pelajar Pancasila merupakan rumusan dari

cita-cita pendidikan nasional serta sintesis dari berbagai referensi termasuk

hasil kajian di Indonesia dan juga di tingkat internasional. Profil Pelajar

Pancasila adalah jawaban untuk pertanyaan seperti apa internalisasinya, dan

jawabannya terangkum dalam pernyataan: “Pelajar Indonesia merupakan

pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai

nilai-nilai Pancasila. Pelajar Indonesia yang demikian itu adalah pelajar yang

memiliki 6 dimensi yang terbangun secara optimal dan seimbang. Keenam

dimensi tersebut adalah: 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

dan berakhlak mulia, 2) berkebinekaan global, 3) bergotong-royong, 4)

mandiri, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif.

1. Strategi internalisasi profil pelajar pancasila pada siswa melalui

kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam di SMKN 4 Malang,

beberapa hal yang menjaadi kesimpulan pada ini ialah memperkuat

nilai-nilai, penguatan identitas nasional, meningkatkan toleransi dan

kerukunan agama, membentuk karakter yang baik, dan menjadi

126
127

pondasi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun perlu di ingat

kesimpulan ini diasumsikan pada dasar bahwa strategi dilaksanakan

secara efektif dan terintegrasi dengan baik dalam kurikulum

pendidikan.

2. Implementasi proses internalisasi profil pelajar pancasila pada siswa

melalui kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam dan budi

pekerti di SMKN 4 Malang, beberapa hal yang menjadi kesimpulan

pada bagian ini ialah sebagai penguatan nilai-nilai pancasila, toleransi

dan kerukunan beragam, pembentukan karakter yang berakhlak mulia,

kesiapan menghadapi tantangan global, dan peningkatan kesadaran

social.

3. Evaluasi profil pelajar pancasila pada siswa melalui kegiatan

pembelajaran pendidikan agama islam dan budi pekerti di SMKN 4

Malang, penting untuk dicatat bahwa kesimpulan ini didasarkan pada

asumsi bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang efektif

dilakukan dan bahwa evaluasi dilakukan secara komprehensif untuk

memperoleh gambaran yang akurat tentang profil pelajar Pancasila.

Evaluasi harus melibatkan berbagai faktor termasuk pengetahuan

siswa tentang Pancasila, sikap mereka terhadap kebhinekaan, dan

perilaku moral yang mereka tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran

Sebagai upaya untuk menguatkan pengembangan Profil Pelajar

Pancasila di sekolah, pengaturan struktur kurikulum perlu diperluas, tidak


128

hanya mengatur program intrakurikuler tetapi juga program kokurikuler dan

ekstrakurikuler. Program kokurikuler yang dilakukan di luar kelas dan tidak

seformal kegiatan intrakurikuler sangat berpotensi untuk pembentukan karakter

dan kompetensi umum atau kompetensi global yang termuat dalam Profil

Pelajar Pancasila. Penjelasan setiap dimensi serta tahapan perkembangannya

dari fase ke fase diharapkan dapat membantu pendidik untuk merancang

program dan kegiatan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan

perkembangan karakter dan kompetensi secara utuh serta memantau

perkembangan profil setiap peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA

Adhayanto, O. (2015). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara Dalam


Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan. Jurnal Ilmu Hukum, 6(2), 166–174.
Anggraini, D., Fathari, F., Anggara, J. W., & Al Amin, M. D. A. (2020). Pengamalan nilai-
nilai Pancasila bagi generasi milenial. Jurnal Inovasi Ilmu Sosial Dan Politik (JISoP),
2(1), 11–18.
Anwar, S. (2021). Internalisasi Nilai Pendidikan Akhlak dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11-
13 Menurut Tafsir fi Zilalil Qur’an. JIE (Journal of Islamic Education), 6(1), 1–17.
Bandura, A. (1977). Social learning theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall
Bossert, T. J. (1998). Analyzing the Decentralization of Health Systems in Developing
Countries: Decision Space, Innovation and Performance. Social Science & Medicine,
47(10), 1513–1527.
Bujuri, D. A. (2018). Analisis perkembangan kognitif anak usia dasar dan implikasinya
dalam kegiatan belajar mengajar. LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan), 9(1), 37–50.
Dewantara, A. W. (2015). Pancasila Sebagai Pondasi Pendidikan Agama Di Indonesia.
CIVIS: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial Dan Pendidikan Kewarganegaraan, 5(1).
DiMaggio, P. J., & Powell, W. W. (1983). The Iron Cage Revisited: Institutional
Isomorphism and Collective Rationality in Organizational Fields. American
Sociological Review, 48(2), 147–160.
Durkheim, E. (1895). The Rules of Sociological Method. Paris: Félix Alcan.
Firmansyah, M. I. (2019). Pendidikan Agama Islam: pengertian, tujuan, dasar, dan fungsi.
Taklim: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 17(2), 79–90.
Frimayanti, A. I. (2017). Pendidikan Anti Korupsi Dalam Pendidikan Agama Islam. Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 83–98.
Hanafy, M. S. (2014). Konsep belajar dan pembelajaran. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan, 17(1), 66–79.
HAYATI, N. (2017). MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA DI PONDOK
PESANTREN DARUL ULUM NAHDLATUL WATHAN BIMA MAROA KEC.
ANDOOLO KAB. KONAWE SELATAN. IAIN KENDARI.
Ismail, F. C., Hermawan, H. A., & SE, M. (2021). PENGARUH PENGUNGKAPAN
CARBON ACCOUNTING DAN KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP SINYAL

129
130

KINERJA PERUSAHAAN UNTUK MENDAPATKAN KEPERCAYAAN PEMANGKU


KEPENTINGAN (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan
Kimia Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia P. Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Unpas.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022).
Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (1985). Naturalistic Inquiry. Sage Publications.
Maru, R., Abidin, M. R., Arfan, A., Nyompa, S., Uca, U., & Hasja, S. (2016). Mapping of
protected forests and cultivated area in North Luwu South Sulawesi, Indonesia. Asian
Journal of Aplied Science.
Matland, R. E. (1995). Synthesizing the Implementation Literature: The Ambiguity-Conflict
Model of Policy Implementation. Journal of Public Administration Research and
Theory, 5(2), 145–174.
Munif, M. (2017). Strategi internalisasi nilai-nilai pai dalam membentuk karakter siswa.
EDURELIGIA: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(1), 1–12.
Musthofa, F. (n.d.). Konsep pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara. Jakarta:
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.
Muvid, M. B. (2020). Pendidikan Spiritual Dan Moral Thomas Aquinas Sang Teolog Barat:
Aktualisasi Dan Sinergitas Pemikiran Thomas Aquinas Dengan Disiplin Keilmuan
Islam. Goresan Pena.
Nanda Saputri, A., & Rahmayani, R. F. I. (2018). Pengembangan Instrumen Penilaian
Psikomotorik Untuk Praktikum Kimia Dasar. Jurnal Tadris Kimiya, 3, 114–124.
Oktrifianty, Kemampuan Menulis Narasi di Sekolah Dasar (Melalui Regulasi Diri,
Kecemasan dan Kemampuan Membaca Pemahaman), (Sukabumi: CV Jejak, 2021), 61.
Rahma, A. N., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Jurpis: Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial, 18(1), 63–74.
Rogers, E. M. (2003). Diffusion of Innovations (5th ed.). Free Press.
Rotter, J. B. (1954). Social learning and clinical psychology. New York: Prentice-Hall.
Rusnaini, Intensifikasi Profil Pelajar Pancasila dan Implikasinya terhadap Ketahanan
Pribadi Siswa, (Jurnal Ketahanan Nasional, 27(02), 2021), 238.
Sabil, N. F., & Diantoro, F. (2021). Sistem Pendidikan Nasional di Pondok Pesantren. AL-
ISHLAH: Jurnal Pendidikan Islam, 19(2), 209–230.
131

Sari, N. Y. (2021). Pancasila Sebagai Dasar dan Ideologi Bangsa (Pentingnya Rumusan
Butir-Butir Pancasila Sebagai Dasar Pendidikan Moral dan Pemersatu Keberagaman
Bangsa Indonesia). Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, 2(1), 1–21.
Sari, R. D. K., & Arifin, M. B. U. B. (2022). Penerapan Model Pembelajaran Make a Match
untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV MI Miftahul Ulum Kraton pada
Tema 6. MODELING: Jurnal Program Studi PGMI, 9(1), 208–220.
Solichin, M. (2017). Analisis daya beda soal, taraf kesukaran, validitas butir tes, interpretasi
hasil tes dan validitas ramalan dalam evaluasi pendidikan. Dirasat: Jurnal Manajemen
Dan Pendidikan Islam, 2(2), 192–213.
Suliswiyadi, S. (2020). Hierarki Ranah Pembelajaran Afektif Pendidikan Agama Islam
dalam Perspektif Taksonomi Qur’ani. Jurnal Tarbiyatuna, 11(1), 61–76.
Syafi’i, M. (2022). Peranan Guru PAI dalam Pembentukan Karakter Islami (Studi Kasus
Siswa Mts. Al Huriyah Rejoso Pasuruan). Tarbawi: Jurnal Studi Pendidikan Islami,
10(1), 1–16.

Anda mungkin juga menyukai