Anda di halaman 1dari 21

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke


Indoneisa. Menurut catatan sejarah masuknya Islam ke Indonesia dengan damai, berbeda
dengan daerah lain, kedatangan Islam dialalui lewat peperangan, seperti mesir, Irak, Parsi,
dan beberapa daerah lainnya. Peranan para pedagang dan mubaligh sangat besar sekali
andilnya dalam proses islamisasi di Indonesia. Salah satu jalur proses Islamisasi itu adalah
pendidikan.
Hakikat pendidikan itu adalah pembentukan manusia ke arah yang dicita-citakan.
Dengan demikian, pendidikan Islam adalah proses pembentukan manusia kearah yang
diciptakan Islam. Para pedagang atau mubaligh adalah orang yang melakukan aktivitas
pendidikan. Esensi dari pendidikan itu adalah dengan melihat unsur dasar pendidikan.
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya,
pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Melihat kepada
kegiatan pendidikan Islam di Indonesia maka dapat dilihat bahwa pendidikan Islam tersebut
telah banyak memainkan peranannya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, selain
dari itu telah terjadi pula dinamika perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. Salah satu
yang sangat strategis dalam dinamika itu adalah masuknya pendidikan Islam dalam sistem
pendidikan nasional.
Makna yang terkandung didalamnya bahwa pendidikan Islam diakui keberadaanya
dalam sistem pendidikan nasional, yang dibagi kepada tiga hal. Pertama, pendidikan Islam
sebagai lembaga; kedua, Pendidikan Islam sebagai mata pelajaran; ketiga, Pendidikan Islam
sebagai niali (Value).1

1
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
(Cet. III; Jakarta, 2012), h 2-3.
1
2

Dalam konteks masyarakat Arab, dimana Islam lahir dan pertama kali berkembang,

kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan untuk tidak menyebut sistem

merupakan transpoformasi besar. Sebab masyrakat Arab pra Islam pada dasarnya tidak

mempunyai sistem pendidikan formal.

Pendidikan formal Islam baru muncul pada masa lebih belakangan, yakni dengan

kebangkitan madrasah pertama kali didirikan oleh Wazir Nizham al Mulk pada tahun 1064.

Dan madarasah ini terkenal sebagai madarasah Nizham al-Mulk. Dewasa ini pendidikan

Islam berada dalam era globalisasi yang ditandai oleh kuatnya tekanan ekonomi dalam

kehidupan, tuntutan masyarakat untuk memperoleh perlakuan yang makin adil dan

demokratis, penggunaan teknologi canggih, kesalingtergantungan, serta kuatnya nilai budaya

yang hedonistik, pragmatis, materialistik, dan sekularistik.2

Munculnya berbagai kecendrungan dalam era globalisasi tersebut adalah merupakan

tantang dan sekaligus menjadi peluang jika mampu dihadapi dan dipecahkan dengan arif dan

bijaksana, yaitu dengan cara merumuskan kembali berbagai komponen pendidikan: Visi,

misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, dan sebagainya.3

Menghadapi keadaan yang demikian itu dunia pendidikan pada umumnya, dan

pendidikan Islam pada khususnya kini berada di persimpangan jalan, yakni antara jalan

untuk mengikuti tarikan eksternal yang merupakan misi utama pendidikan, yaitu

membentuk manusia seutuhnya, yaitu manusia yang terbina seluruh potensinya secara

seimbang.4

2
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif (Cet. II;Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h.
356-375.
3
Abuddin Nata, Teori dan perilaku organisasi Pendidikan Islam ( Cet. I;Jakarta Press,
2011),h. 21-26.
4
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), h.
167-187.
3

Dalam menghadapi tarikan eksternal dan internal tersebut, maka munculah dinamika

baru dalam pendidikan Islam, yakni usaha meninjau kembali seluruh komponennya secara

inovatif, kreatif, progresif, holistik, dan adaptif dengan tuntutan modernitas. Upaya

modernisasi pendidikan Islam itu kini menjadi agenda nasional sebagaimana tercermin pada

sprit yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Subsistem

Pendidikan Nasional. Didalam undang-undang tersebut dapat dijumpai berbagai strategi

peningkatan mutu pendidikan dalam rangka menjawab tantangan modernis dan tantangan
globalisasi. Selain itu, terdapat pula Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan

dosen; Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 2007, tentang sertfikasi guru dan dosen.

Sejalan dengan itu terdapat pula peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar

Nasional pendidikan, yang berisi penetapan standar isi/kurikulum, standar mutu lulusan,

standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pembiayaan, standar

pendidik dan tenaga kependidikan, standar pembiayaan, standar sarana prasarana, standar

pengelolaan, dan standar penilaian. Berbagai Undang-Undang dan peraturan ini pada intinya

diarahkan pada upaya meningkatkan mutu pendididkan.5

Upaya-upaya tersebut antara lain dilakukan dengan perbaikan terhadap berbagai

komponen pendidikan, serta berbagai upaya lainnya, seperti perumusan kembali tentang

paradigma pembangunan sumber daya manusia, menjadikan tarbiyah Islamiyah sebagai


pendidikan yang unggul, menjadikan madrasah sebagai pilihan utama, perumusan konsep

pendidikan anak usia dini, perumusan tentang paradigma pendidikan karakter, pendidikan

akhlak mulia, pengembangan karakter pegawai peningkatan profesionalisme guru, serta

dengan meninjau secara kritis tentang untung ruginya sekolah gratis.

5
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-Isu kontemporer Tentang Pendidikan
islam (Cet. I; Jakarta: Rajawali Perss, 2012), h 3.
4

Pembahasan makalah ini ada beberapa hal yang akan penulis mengemukakan

rumusan masalah pokok yaitu “Pendidikan Islam sebagai Subsistem Pendidikan Nasional.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah tersebut, penulis dapat menarik

kedalam susb-sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Konteks Pendidikan Islam sebagai subsistem Pendidikan Nasional?


2. Bagaimana Kedudukan Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional?

3. Bagaimana Peluang dan tantangan Pendidikan Islam menjadi sebagai subsistem


Pendidikan Nasional?
5

II. PEMBAHASAN

A. Konteks Pendidikan Islam sebagai subsistem Pendidikan Nasional

1. Pengertian Pendidikan

Hampir setiap orang pernah mengalami pendidikan, tetapi tidak setiap orang

mengerti makna kata pendidikan, pendidik, dan mendidik. Untuk memahami pendidikan,

ada dua istilah yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata

paedagogie dan Paedagogiek. Paedaggogie bermakna pendidikan, sedangkan paedagogiek

berarti ilmu pendidikan.6

Secara estimologik, perkataan paedagogie berasal dari bahasa yunani, yaitu

paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak. Paidagogos adalah hamba atau orang yang

pekerjaannya mengantar dan mengambil budak-budak pulang pergi atau antar jemput

sekolah Perkataan “Paida” merujuk kepada kanak-kanak yang menjadikan sebab mengapa

sebagian orang cenderung membedakan antara pedagogi (mengajar kanak-kanak) dan

andragogi (mengajar orang dewasa).7

Dalam pengertian dasar, Pendidikan adalah proses menjadikan seseorang menjadi


dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan bakat, watak, kemampuan, dan hati nuraninya

secara utuh. Proses pendidikan diarahkan pada proses berfungsinya semua potensi peserta

didik secara manusiawi agar mereka menjadi dirinya sendiri yang mempunyai kemampuan

dan kepribadian unggul. Sebagai suatu proses, pendidikan dimaknai sebagai semua tindakan

yang mempunyai efek pada perubahan watak, kepribadian, pemikiran, dan perilaku.

Purwanto Ngalim M, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Cet. II; Bandung: Remaja
6

Rosdakarya, 2005), h. 3.
7
M. Sukarjo, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Cet. II; Jakarta; Rajawali Pers,
2010), h. 7-8.

5
6

Dalam realitas di dunia pendidikan pedagogi modern membagi fungsi pembelajaran

menjadi tiga area, yakni apa yang dimaksudkan sebagai Taksonomi Bloom. Menurut

Taksonomi Bloom, pengajaran terbagi atas : 1) bidang kognitif, yakni yang berkenaan

dengan aktivitas mental, seperti ingatan pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan

mencipta. 2) bidang afektif, yakni berkenaan dengan sikap dan rahasia diri; dan 3) bidang

psikomotor, yakni berkenaan dengan aktivitas fisik seperti ketrampilan hidup dan dan

pertukangan.

Ketiga area tersebut kelihatnnya memiliki sifat yang berbeda, tetapi dalam situasi

pembelajaran semua jadi satu. Dengan demikian hakikat pendidikan adalah “handayani”

yang memiliki arti “memberi pengaruh”. Pendidkan kumpulan dari semua proses yang

memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang

dimilikinya, sikap-sikap dan bentuk-bentuk perilaku yang bernilai positif di masyarakat

tempat indifidu yang bersangkutan berada.

Dengan demikian, pendidikan bukan sekedar pengajaran dalam arti kegiatan

menstranfer ilmu, teori, dan fakta-fakta akdemik semata; atau bukan sekedar urusan ujian,

penetapan kriteria kelulusan, serta pencetakan iJazah semata.. Pendidikan pada hakekattnya

merupakan proses pembebasan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan,

ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan dari buruknya hati, akhlak, dan

keimanan.

Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh menjadikan manusia asing terhadap dirinya

dan asing terhadap hati nuraninya. Pendidikan tidak boleh melahirkan sikap, pemikiran, dan

perilaku semu. Pendidian tidak boleh menjadikan manusia berada diluar dirinya. Pendidikan

harus mampu menyatukan sikap, pemikiran, perilaku, hati nurani, dan keimanan menjadi

satu kesatuan yang utuh. Itulah pemaknaan yang benar dari hakikat pembentukan manusia
7

yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.8

Terkait dengan itu, penulis ingin mengungkapkan beberapa pandangan para tokoh

tentang pendidikan anatara lain:

a. Ki Hajar Dewantara memandang, Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk


memajukan budi pekerti pikiran, dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan
masyarakatnya.

b. John Stuart Mill mengemukakan bahwa pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang
dikerjakan oleh sesorang untuk dirinya atau atau yang dikerjakan oleh sesorang untuk
dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia
kepada tingkat kesempurnaan.

c. H. Horne berpendapat bahwa pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari
penyesuaian yang lebih tinggi bagi manusia yang telah berkembang secara fisik dan
mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar
intelektual, emosional, dan kemanusiaan dari manusia.

d. Edgar Dalle menyatakan bahw pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
latihan yang berlangsung di sekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan
hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.

e. M.j. Longeveled berpandangan bahwa pendidikan merupakan usaha, pengaruh,


perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada
kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan
tugas hidupnya sendiri.

Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing (Cet. II; Bandung: PT Remaja
8

Rosdakarya, 2011), h. 2-3.


8

f. Plato menjelaskan bahwa pendidikan itu membantu perkembangan masing-masing

dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesempurnaan.

Ali bin Abi Thalib r.a mengingatkan kepada orang tua dan atau para pendidika untuk

mengajari anak-anak (peserta didik) agar mereka diajari dengan ilmu supaya mereka bisa

hidup di zamannya yang berbeda dengan zaman ketika mereka menuntut ilmu.

Dari pandangan para ahli tersebut diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

pendidikan dimulai di keluarga atas anak yang belum mandiri, kemudian diperluas

dilingkukangan tetangga atau komunitas sekitar, lembaga prasekolah terkait dengan proses

pembentukan budi pekrti yang dilakukan terus menerus agar mereka cakap dalam

melaksanakan tugas hidupnya, dengan proses yang memberikan pengaruh pada kebiasaan

tingka laku, pikiran, dan melalui proses bimbingan pengajaran dan latihan.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun

2003, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada tuhan yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam konteks ini, maka pendidikan adalah sebagai penuntun, prmbimbing, dan

petunjuk arah bagi para peserta didik agar mereka dapat tumbuh dewasa sesuai dengan

potensi dan konsep diri yang sebenarnya, sehingga mereka dapat tumbuh, bersaing, dan

mempertahankan kehidupannya di masa depan yang penuh dengan tantangan dan

perubahan.

Fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat. Ketiga unsur itulah yang menjadi fokus dari
9

pengembangan fungsi pendidikan di Indonesia. Konsep itu sangat sederhana tapi

mengandung makna yang luas apabila dihubungkan dengan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

Untuk itu fungsi pendidikan diarahkan dalam rangka melakukan transformasi nilai-

nilai positif, juga dikembangkan sebagai alat untuk memberdayakan semua potensi peserta

didik agar mereka dapat tumbuh sejalan dengan tuntutan kebutuhan agama, sosial, ekonomi,

pendidikan, politik, hukum, dan lain sebagainya. Untuk memfungsikan pendidikan secara

proporsional, mesti dilakukan perbaikan pada semua level strategis seperti level kebijakan

pendidikan, level pengelola pendidikan, dan level pelaksanaan pendidikan (guru). Namun

yang patut mendapatkan perhatian secara serius adalah penagnanan masalah pada level

pelaksana pendidikan, karena bagaimana pun juga baiknya kurikulum, atau bagaimana pun

juga memadainya sarana pendidikan, bila gurunya tidak mampu memainkan perannya

dengan baik maka kegiatan pendidikan tidak akan berkembang sebagaimana yang

diharapkan. Berhasil tidaknya kegiatan pendidikan di level ini akan menentukan berhasil

tidaknya kegiatan pendidikan secara keseluruhan di semua level strategis.

Tujuan pendidikan nasional dapat dikembangkan sebagai berikut:

a. Tujuan yang pertama adalah berkembangnya potensi keimanan dan ketakwaan.

b. Tujuan kedua adalah terbentuknya akhlak mulia dikalangan para pserta didik melalui
pendidikan akhlak kedalam sikap, pemikiran, perilaku, dan nilai keimanan

c. Tujuan ketiga adalah membentuk peserta didik yang sehat jasmani dan rohani

d. Tujuan keempat yaitu mencetak peserta didik yang berilmu

e. Tujuan kelima yaitu mencetak peserta didik yang cakap

f. Tujuan keenam ialah pembentukan jiwa mandiri dikalangan para pserta didik

3. Pengertian Pendidikan Islam


10

1. Pendidikan Islam
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pendidikan Islam, tetapi

menurut penulis intinya ada dua, yaitu Pertama, Pendidikan Islam merupakan sistem

pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk

mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Dalam Prakteiknya di Indonesia, pendidikan

Islam ini setidak-tidaknya dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis, yaitu:9

1. Pondok pesantren atau Madrasah Diniyah, yang menurut UU No. 20 Tahun 2003
tentang sistem Pendidikan Nasional disebut sebagai pendidikan keagamaan (Islam)

formal seperti Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah

2. Madrasah dan pendidikan lanjutannya seperti IAIN/STAIN atau Universitas Islam


Negeri yang bernaung di bawah Departemen Agama

3. Pendidikan usia dini/TK, Sekolah/Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh


dan/atau berada di bawah naungan yayasan dan organisasi Islam;

4. Pelajaran agama Islam di Sekolah/Madrasah/Perguruan Tinggi sebagai suatu mata


pelajaran atau mata kuliah, dan/atau sebagai program studi dan

5. Pendidikan Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat ibadah, dan/atau di forum-


forum kajian ke-Islaman, majelis taklim, dan institusi-institusi lainnya

Kedua, Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dari dan

disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nioai Islam. Dalam pengertian yang kedua ini

pendidikan Islam bisa menakup: 1) Pendidik/guru/dosen, kepala Madrasah/Sekolah atau

pimpinan perguruan tinggi dan tenaga kependidikan lainnya yang melakukan dan

mengembangkan aktifitas kependidikannya disemangati atau dijiwai oleh dan atau berusaha

mewujudkan ajaran dan nilai-nilai Islam. 2) Lembanga pendidikan dan komponen-

9
Muhaimain, Pemikiran dan Aktualisasi pengembangan Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), h 39-40.
11

komponennya seperti tujuan/Materi/bahan ajar, sarana dan prasaran, atau media / sumber

belajar, metode (proses) pembelajaran, evaluasi, lingkungan, manajemen, dan lain-lain yang

disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, atau yang berciri khas Islam.

Dari kedua pengertian pendidikan Islam tersebut, maka pengertian pertama lebih

mnekankan pada aspek kelembagaan dan program Pendidikan Islam, dan Yang kedua lebih

menekankan pada aspek spirit Islam yang melekat setiap aktifitas pendidikan. Namun

demikian, inti dari kedua pengertian tersebut pada dsarnya terletak pada substansinya yang

hendak mengembangkan sprit Islam dalam aktifitas pendidikan, baik dalam prosesnya,

lembaganya, guru dan peserta didiknya maupun dalam penciptaan konteks lingkungan.

Penekanan makna pendidikan Islam ialah menuju kepada pembentukan kepribadian,

perbaikan sikap mental yang memadukan iman dan amal shaleh yang bertujuan pada

individu dan masyarakat, penekanan pendidikan yang mampu menanamkan ajaran Islam

dengan menjadikan manusia yang sesuai dengan cita-cita Islam yang berorientasi pada dunia

akhirat.

Menurut pendapat parah ahli diantaranya adalah Yusuf al Qardhawi, Pendidikan

Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal, dan hatinya, rohani dan jasmaninya,
akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup

baik dalam keadaan damai dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala

kebaikan dan kejahtannya manis dan pahitnya.10

Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan Islam di artikan sebagai suatu bimbingan

jasmaniah dan rohaniah menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam11

Azhumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru (Cet.
10

I; Jakarta; Wacana Ilmu, 1998), h.5.


Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. II; Bandung; Al-Ma’rifat,
11

1980), h. 23
12

Dari kedua pendapat diatas penulis berpendapat bahwa pendidikan Islam merupakan
bimbingan secara sadar dan terus menerus dari sesorang menuju terbentuknya kepribadian
dan ketrampilan secara utuh dan benar.

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam


Dasar atau asas pendidikan secara umum diselenggarakan secara egaliter, demokratis,
manusiawi, toleransi, dan berdasarkan ajaran luhur lainnya. Pendidikan diselenggarakan
dengan menghargai hak anak didik dari manapun etnis, kultur, agama, atau kondisi
ekonominya. Kepentingan anak didik menjadi kepentingan utama yang tidak boleh
dikalahkan oleh atau demi kepentingan lainnya.
Dalam subsistem pendidikan Nasional pasa 4 Undang-undang nomor 20 tahun 2003
disebutkan mengenai prinsip pendidikan sebagaimana berikut:

1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak


dskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.

2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem


terbuka dan multimakna.

3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan


peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan,


dan megembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

5) Pendidikan dileselnggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis,


dan berhitung bagi segenap warga masyarakat

6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat


melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.12

12
Bashori Muchsin, Pendidikan Islam Humanistik (Cet. II; Bandung; PT Refika Aditama,
2010), h. 10.
13

Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai.

Karena pendidikan merupakan usaha dan kegiatan yang berproses. Untuk memperkokoh

kerangka ini maka dalam Undang-Undang RI N0. 2 Tahun 1989 (sebelum diubah dengan

UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional di jelaskan tentang rumusan

pendidikan nasional yang berbunyi: Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadiannya mantap dan mandiri

serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.13

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan

pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Athbiya’ al-Abrasy yaitu ada lima:

1. Membantu pembentukan akhlak yamg mulia

2. Mempersiapkan untuk kehidupan dunia dan akhirat

3. Membentuk pribadi yang utuh, sehat jasmani dan rohani

4. Menumbuhkan ruh ilmiah, sehingga memungkinkan murid mengkaji ilmu semata


untuk ilmu itu sendiri

13
Undang-Undang RI , Sisitem Pendidikan Nasional, (Cet. I; Semarang; Aneka Ilmu , 1989),
h. 4.
14

5. Menyiapkan peserta didik agar mempunyai profesi tertentu sehingga dapat


melaksanakan tugas dunia dengan baik, atau singkatnya persiapan untuk mencari

rizki.14

Dari beberapa tujuan tersebut penulis menyimpulkan bahawa pendidikan Islam

adalah membentuk kepribadian peserta didik agar menjadi hidupnya yang utuh dalam

kehidupan dunia dan akhirat kelak nanti.

B. Kedudukan Pendidikan Islam Sebagai Subsistem Pendidikan Nasional

Pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional adalah Sebagai

subsistem, pendidikan Islam mempunyai tujuan khusus yang harus dicapai, dan

tercapainya tujuan tersebut akan menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional

secara keseluruhan yangmenjadi suprasistemnya.

Untuk meletakan duduknya pendidikan Islam dalam sistem pendidikan

nasional perlu diklasifikasikan kepada tiga hal:

1. Pendidikan Islam Sebagai Lembaga

2. Pendidikan Islam sebagai Mata Pelajaran

3. Pendidikan Islam Sebagai nilai-nilai Islam dalam UU nomor 20 tahun 2003.15


Dari ketiga hal tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa upaya
peningkatan mutu pendidikan Islam sudah terintegrasi ke dalam sistem Pendidikan
Nasional, sebagaimana di atur dalam undang-undamg Nomor 20 tahun 2003.
Keadaan ini seharusnya dimanfaatkan oleh para pengelola pendidikan Islam, karean
didalam Undang-Undang tersebut sudah terbuka berbagai peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu pendidikan Islam.

14
Ibid., h.11
15
Haidar Putra Daulay, op.cit., h 12-16
15

Visi pendidikan Islam tentunya sejalan dengan visi pendidikan nasional. Visi
pendidikan nasional adalah mewujudkan manusia Indonesia yang takwa dan
produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia yang bhinneka.
Sedangkan misi pendidikan Islam sebagai perwujudan visi tersebut adalah
mewujudkan nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan manusia Indonesia.
Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia yang saleh dan produktif. Hal
ini sejalan dengan trend kehidupan abad 21, agama dan intelek akan saling bertemu.16
Dengan misi tersebut pendidikan Islam menjadi pendidikan alternatif.
Apabila pendidikan yang diselenggarakan oleh atau lembaga-lembaga swasta lainnya

cenderung untuk bersifat skuler atau memiliki ciri khas lainnya, maka pendidikan

Islam ingin mengejawantakan nilai-nilai keislaman. Ciri khas tersebut dengan Islam

tidaklah sederhana seperti gambaran dan impian orangtua dahulu ketika memasukkan

putra putrinya ke madrasah maupun pesantren, yaitu agar mereka setelah lulus

mampu menjadi imam masjid, memimpin tahlil dan manakib, berprilaku sopan, dan

mampu membaca kitab berbahasa Arab, sedangkan mereka buta akan Peningkatan

Kualitas yang baik, kalau dirubah menyesuaikan dengan tuntutan kondisi objektif

dan dinamika masyarakat, yaitu dengan mengintegrasikan ulamayang intelek atau

intelek yang ulama. Ulama adalah ilmuwan Muslim yang mendalami ilmu agama dan

memperoleh kredibilitas moral dari masyarakat karena konsistensinya terhadap ilmu


yang didapati dan misi yang diemban. Sedangkan intelektual, secara lughawi, adalah

mereka yang memperoleh kekuatan intelektualitas; kekuatan berpikir dan

menganalisis.

Dalam pengertian ini scholarship menyamakan pengertian ulama dan

intelektual. Sosok lulusan yang diharapkan oleh pendidikan Islam

sekurangkurangnya adalah ilmuwan yang ulama, dengan ciri-ciri sebagai berikut; (1)

16
Tilaar, Pendidikan Islam di era Global (Cet. I; Jakarta; UIN Pers, 2004), h. 150.
16

Peka terhadap masalah. Karena kepekaan seperti itu merupakan langkah kreatif untuk

memulai pekerjaan; (2) Bekerja tanpa pamrih. Dalam tradisi keilmuan, bekerja tanpa

pamrih ini berarti sikap objektif, cinta kebenaran serta kritis; (3) Bersikap bijaksana.

Kebijakan mengandung makna adanya hubungan timbalbalik antara pengetahuan dan

tindakan, antara pengertian teoritis dan pengertian praktis etis yang sesuai; (4)

Tanggung jawab. Seorang ilmuwan berkewajiban mencari, menemukan dan

memanfaatkan ilmu bagi kepentingan hidup umat manusia, sekaligus juga

bertanggung jawab atas apa yang terjadi selanjutnya jika dengan ilmu itu ternyata

menimbulkan kerusakan lingkungan alam ini, ia berusaha mencari lagi jalan

keluarnya.

Dengan demikian, sosok manusia yang unggul dihasilkan daripendidikan

Islam adalah mereka yang cerdas, kreatif dan beradab. Dengan kecerdasan (phisik,

intelektual, sosial, emosional, dan spiritual) diyakini akan mampu menghadapi

globalisasi dan segala tantangannya, mereka itulah manusia yang saleh, insan kamil,

dengan berbagai ketrampilan dan kemampuan serta mandiri untuk menjadi sekaligus

khalifatullah di muka bumi. Term khalifah yang berarti wakil, utusan, perwakilan

dieksplorasi lebih jauh oleh M. Iqbal dalam The Reconstruction of Religious Thought

in Islam yang menjelaskan bahwa Islam menekankan individualitas dan keunikan

manusia.17

Konsekuensi dari keunikan manusia itu adalah tidak mungkin seorang

individu harus menanggung beban orang lain, manusia hanya menanggung apa yang

telah diperbuat. Kebijaksanaan penididikan Islam yang harus diutamakan adalah

17
Mas,ud, Abdurrahman, Dinamika Pesantren dan Madrasah (Cet. I; Semarang:Pustaka
Pelajar, 2002), h, 70.
17

membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal, yaitu dengan: (1)

menyediakan guru yang profesional, yang seluruh waktunya dicurahkan untuk

menjadi pendidik; (2) menyediakan fasilitas sekolah yang memungkinkan peserta

didik dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olah raga dan ruang

bermain yang memadai; (3) menyediakan media pembelajaran yang kaya,

memungkinkan peserta didik dapat secara terus menerus belajar melalui membaca

buku rujukan serta kelengkapan laboratorium dan perpustakaan dan (4) evaluasi yang

terus menerus secara komprehensif dan objektif.

C. Peluang dan tantangan Pendidikan Islam Masa Kini dan masa akan datang
sebagai subsistem Pendidikan Nasional

1. Peluang dan Tantangan


Kehadiran lembaga pendidikan Islam mempunyai cakupan yang sama luasnya
dengan pendidikan umum bahkan melebihinya. Karena pendidikan Islam juga membina dan
mengembangkan pendidikan agama Islam, di mana titik beratnya terletak pada internalisasi
nilai iman, Islam, dan Ihsan dalam pribadi manusia muslim yang berilmu pengetahuan
luas.18
Dengan demikian, Apa yang kita kenal dengan Pendidikan agama Islam di Negeri
kita merupakan bagian dari pendidikan Islam. Tujuan utama dari pendidikan Islam ialah
membina dan mendasari kehidupan kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama sekaligus
mengajarkan syariat ilmu agama Islam. Sehingga ia mampu mengamalkan syariat Islam
secara benar sesuai pengetahuan agama.
Pendidikan Islam masa kini dihadapkan kepada tantangan yang jauh lebih berat dari
tantangan yang dihadapi pada masa permulaan penyebaran Islam. Tantangan tersebut berupa
timbulnya aspirasi dan idealias umat manusia yang serbaq multiinteres yang berdimensi nilai

18
Muzayyin Arifin, Kapita selekta Pendidikan Islam (Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h.
6.
18

ganda dengan tuntutan hidup yang mutlakompleks. Meskipun masa lampau dan kini tetap
dijadikan khazanah kekayaan empiris yang amat berharga bagi batu loncatan ke depan.
Kelembagaan pendidikan Islam merupakan subsistem dari sistem pendidikan
nasional kesluruhan komponen yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional mendapat peluang bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjawab warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.19
Bertolak dari tantangan Pendidikan Islam dalam subsistem pendidikan nasional

adalah sebagai berikut:

a. Tantangan globalisasi

b. Tantantangan perkembangan Ilmu Teknologi

c. Tantangan Moral
Penulis berpendapat bahwa pendidikan Islam di masa yang akan datang sangat

berperan dan turut serta menjawab tantangan sebagaimana kebenaran Islam yang mutlak

pasti mampu mengalahkan kebatilan yang merja lela di luar kehidupan Islam dengan dasar
dalil Al-qur’an; Al-Isra: 81.

          
Terjemahnya:
dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap".
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan
19
Bahsori Muchsin, Pendidikan Islam Kontemporer (Cet. I; Bandung: Refika aditama, 2009),
h. 7.
19

1. Konteks Pendidikan Islam sebagai subsistem Pendidikan Nasional


Pendidikan adalah proses menjadikan seseorang menjadi dirinya sendiri yang

tumbuh sejalan dengan bakat, watak, kemampuan, dan hati nuraninya secara utuh. Proses

pendidikan diarahkan pada proses berfungsinya semua potensi peserta didik secara

manusiawi agar mereka menjadi dirinya sendiri yang mempunyai kemampuan dan

kepribadian unggul. Sebagai suatu proses, pendidikan dimaknai sebagai semua tindakan

yang mempunyai efek pada perubahan watak, kepribadian, pemikiran, dan perilaku.

2. Kedudukan Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional

Untuk meletakan duduknya pendidikan Islam dalam sistem pendidikan

nasional perlu diklasifikasikan kepada tiga hal:

a. Pendidikan Islam Sebagai Lembaga

b. Pendidikan Islam sebagai Mata Pelajaran

c. Pendidikan Islam Sebagai nilai-nilai Islam dalam UU Nomor 20 tahun 2003

3. Peluang dan tantangan Pendidikan Islam Sebagai Subsistem Pendidikan


Nasional

Tantangan dan peluang Pendidikan Islam dalam subsistem pendidikan nasional


adalah sebagai berikut:

a. Tantangan globalisasi
b. Tantantangan perkembangan Ilmu Teknologi

c. Tantangan Moral

Pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional adalah Sebagai

subsistem, pendidikan Islam mempunyai tujuan khusus yang harus dicapai, dan

tercapainya tujuan tersebut akan menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional

secara keseluruhan yang menjadi supra sistemnya adalah mewujudkan manusia

19
20

Indonesia yang takwa dan produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia yang

bhinneka walaupun berbagai tantangan.

B. Implikasi

1. Disarankan kepada seluruh pihak penyelenggara pendidikan nasional

mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang

kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warag negara Indonesia

berkembang menjadi manusia yang berkaulitas, sehingga mampu dan

produktif menjawab tantangan perubahan zaman.

2. Disarankan kepada seluruh pendidik profesional guru madrsah untuk

melettakan duduknya pendidikan Islam dalam subsistem pendidikan

nasional segbagai lembaga, sebagai mata pelajaran dan nilai-nilai Islami

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun

1945 yang berakar pada nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan

tanggap tuntutan perubahan zaman.


21

DAFTAR PUSTAKA

Arifin Muzayyin, Kapita selekta Pendidikan Islam , Jakarta: Bumi Aksara, 2003

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer Tentang


Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Perss, 2012

Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: Prenada Media Group, 2012

Abuddin Nata, Teori dan perilaku organisasi Pendidikan Islam, UIN Jakarta Perss,
2011
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004

Azhumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium


Baru, Jakarta; Wacana Ilmu, 1998
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung; Al-Ma’rifat,
1980
Bashori Muchsin, Pendidikan Islam Humanistik Bandung; Refika Aditama, 2010

Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2011
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, Jakarta, 2012
Muhaimain, Pemikiran dan Aktualisasi pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta:
Rajawali Pers, 2011
M. Sukarjo, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Jakarta; Rajawali Pers,
2010
Mas,ud, Abdurrahman, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Semarang:Pustaka
Pelajar, 2002
Muchsin Bahsori, Pendidikan Islam Kontemporer, Bandung: Refika aditama, 2009
Purwanto Ngalim M, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005
Tilaar, Pendidikan Islam di era Global, Jakarta; UIN Pers, 2004

Undang-Undang RI , Sisitem Pendidikan Nasional, Semarang; Aneka Ilmu , 1989

Anda mungkin juga menyukai