I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
(Cet. III; Jakarta, 2012), h 2-3.
1
2
Dalam konteks masyarakat Arab, dimana Islam lahir dan pertama kali berkembang,
kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan untuk tidak menyebut sistem
merupakan transpoformasi besar. Sebab masyrakat Arab pra Islam pada dasarnya tidak
Pendidikan formal Islam baru muncul pada masa lebih belakangan, yakni dengan
kebangkitan madrasah pertama kali didirikan oleh Wazir Nizham al Mulk pada tahun 1064.
Dan madarasah ini terkenal sebagai madarasah Nizham al-Mulk. Dewasa ini pendidikan
Islam berada dalam era globalisasi yang ditandai oleh kuatnya tekanan ekonomi dalam
kehidupan, tuntutan masyarakat untuk memperoleh perlakuan yang makin adil dan
tantang dan sekaligus menjadi peluang jika mampu dihadapi dan dipecahkan dengan arif dan
bijaksana, yaitu dengan cara merumuskan kembali berbagai komponen pendidikan: Visi,
Menghadapi keadaan yang demikian itu dunia pendidikan pada umumnya, dan
pendidikan Islam pada khususnya kini berada di persimpangan jalan, yakni antara jalan
untuk mengikuti tarikan eksternal yang merupakan misi utama pendidikan, yaitu
membentuk manusia seutuhnya, yaitu manusia yang terbina seluruh potensinya secara
seimbang.4
2
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif (Cet. II;Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h.
356-375.
3
Abuddin Nata, Teori dan perilaku organisasi Pendidikan Islam ( Cet. I;Jakarta Press,
2011),h. 21-26.
4
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), h.
167-187.
3
Dalam menghadapi tarikan eksternal dan internal tersebut, maka munculah dinamika
baru dalam pendidikan Islam, yakni usaha meninjau kembali seluruh komponennya secara
inovatif, kreatif, progresif, holistik, dan adaptif dengan tuntutan modernitas. Upaya
modernisasi pendidikan Islam itu kini menjadi agenda nasional sebagaimana tercermin pada
sprit yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Subsistem
peningkatan mutu pendidikan dalam rangka menjawab tantangan modernis dan tantangan
globalisasi. Selain itu, terdapat pula Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen; Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 2007, tentang sertfikasi guru dan dosen.
Sejalan dengan itu terdapat pula peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar
Nasional pendidikan, yang berisi penetapan standar isi/kurikulum, standar mutu lulusan,
standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pembiayaan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar pembiayaan, standar sarana prasarana, standar
pengelolaan, dan standar penilaian. Berbagai Undang-Undang dan peraturan ini pada intinya
komponen pendidikan, serta berbagai upaya lainnya, seperti perumusan kembali tentang
pendidikan anak usia dini, perumusan tentang paradigma pendidikan karakter, pendidikan
5
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-Isu kontemporer Tentang Pendidikan
islam (Cet. I; Jakarta: Rajawali Perss, 2012), h 3.
4
Pembahasan makalah ini ada beberapa hal yang akan penulis mengemukakan
rumusan masalah pokok yaitu “Pendidikan Islam sebagai Subsistem Pendidikan Nasional.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah tersebut, penulis dapat menarik
II. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidikan
Hampir setiap orang pernah mengalami pendidikan, tetapi tidak setiap orang
mengerti makna kata pendidikan, pendidik, dan mendidik. Untuk memahami pendidikan,
ada dua istilah yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata
paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak. Paidagogos adalah hamba atau orang yang
pekerjaannya mengantar dan mengambil budak-budak pulang pergi atau antar jemput
sekolah Perkataan “Paida” merujuk kepada kanak-kanak yang menjadikan sebab mengapa
secara utuh. Proses pendidikan diarahkan pada proses berfungsinya semua potensi peserta
didik secara manusiawi agar mereka menjadi dirinya sendiri yang mempunyai kemampuan
dan kepribadian unggul. Sebagai suatu proses, pendidikan dimaknai sebagai semua tindakan
yang mempunyai efek pada perubahan watak, kepribadian, pemikiran, dan perilaku.
Purwanto Ngalim M, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Cet. II; Bandung: Remaja
6
Rosdakarya, 2005), h. 3.
7
M. Sukarjo, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Cet. II; Jakarta; Rajawali Pers,
2010), h. 7-8.
5
6
menjadi tiga area, yakni apa yang dimaksudkan sebagai Taksonomi Bloom. Menurut
Taksonomi Bloom, pengajaran terbagi atas : 1) bidang kognitif, yakni yang berkenaan
dengan aktivitas mental, seperti ingatan pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan
mencipta. 2) bidang afektif, yakni berkenaan dengan sikap dan rahasia diri; dan 3) bidang
psikomotor, yakni berkenaan dengan aktivitas fisik seperti ketrampilan hidup dan dan
pertukangan.
Ketiga area tersebut kelihatnnya memiliki sifat yang berbeda, tetapi dalam situasi
pembelajaran semua jadi satu. Dengan demikian hakikat pendidikan adalah “handayani”
yang memiliki arti “memberi pengaruh”. Pendidkan kumpulan dari semua proses yang
menstranfer ilmu, teori, dan fakta-fakta akdemik semata; atau bukan sekedar urusan ujian,
penetapan kriteria kelulusan, serta pencetakan iJazah semata.. Pendidikan pada hakekattnya
keimanan.
Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh menjadikan manusia asing terhadap dirinya
dan asing terhadap hati nuraninya. Pendidikan tidak boleh melahirkan sikap, pemikiran, dan
perilaku semu. Pendidian tidak boleh menjadikan manusia berada diluar dirinya. Pendidikan
harus mampu menyatukan sikap, pemikiran, perilaku, hati nurani, dan keimanan menjadi
satu kesatuan yang utuh. Itulah pemaknaan yang benar dari hakikat pembentukan manusia
7
yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
Terkait dengan itu, penulis ingin mengungkapkan beberapa pandangan para tokoh
b. John Stuart Mill mengemukakan bahwa pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang
dikerjakan oleh sesorang untuk dirinya atau atau yang dikerjakan oleh sesorang untuk
dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia
kepada tingkat kesempurnaan.
c. H. Horne berpendapat bahwa pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari
penyesuaian yang lebih tinggi bagi manusia yang telah berkembang secara fisik dan
mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar
intelektual, emosional, dan kemanusiaan dari manusia.
d. Edgar Dalle menyatakan bahw pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
latihan yang berlangsung di sekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan
hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing (Cet. II; Bandung: PT Remaja
8
dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesempurnaan.
Ali bin Abi Thalib r.a mengingatkan kepada orang tua dan atau para pendidika untuk
mengajari anak-anak (peserta didik) agar mereka diajari dengan ilmu supaya mereka bisa
hidup di zamannya yang berbeda dengan zaman ketika mereka menuntut ilmu.
Dari pandangan para ahli tersebut diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
pendidikan dimulai di keluarga atas anak yang belum mandiri, kemudian diperluas
dilingkukangan tetangga atau komunitas sekitar, lembaga prasekolah terkait dengan proses
pembentukan budi pekrti yang dilakukan terus menerus agar mereka cakap dalam
melaksanakan tugas hidupnya, dengan proses yang memberikan pengaruh pada kebiasaan
tingka laku, pikiran, dan melalui proses bimbingan pengajaran dan latihan.
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada tuhan yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam konteks ini, maka pendidikan adalah sebagai penuntun, prmbimbing, dan
petunjuk arah bagi para peserta didik agar mereka dapat tumbuh dewasa sesuai dengan
potensi dan konsep diri yang sebenarnya, sehingga mereka dapat tumbuh, bersaing, dan
perubahan.
serta peradaban bangsa yang bermartabat. Ketiga unsur itulah yang menjadi fokus dari
9
Untuk itu fungsi pendidikan diarahkan dalam rangka melakukan transformasi nilai-
nilai positif, juga dikembangkan sebagai alat untuk memberdayakan semua potensi peserta
didik agar mereka dapat tumbuh sejalan dengan tuntutan kebutuhan agama, sosial, ekonomi,
pendidikan, politik, hukum, dan lain sebagainya. Untuk memfungsikan pendidikan secara
proporsional, mesti dilakukan perbaikan pada semua level strategis seperti level kebijakan
pendidikan, level pengelola pendidikan, dan level pelaksanaan pendidikan (guru). Namun
yang patut mendapatkan perhatian secara serius adalah penagnanan masalah pada level
pelaksana pendidikan, karena bagaimana pun juga baiknya kurikulum, atau bagaimana pun
juga memadainya sarana pendidikan, bila gurunya tidak mampu memainkan perannya
dengan baik maka kegiatan pendidikan tidak akan berkembang sebagaimana yang
diharapkan. Berhasil tidaknya kegiatan pendidikan di level ini akan menentukan berhasil
b. Tujuan kedua adalah terbentuknya akhlak mulia dikalangan para pserta didik melalui
pendidikan akhlak kedalam sikap, pemikiran, perilaku, dan nilai keimanan
c. Tujuan ketiga adalah membentuk peserta didik yang sehat jasmani dan rohani
f. Tujuan keenam ialah pembentukan jiwa mandiri dikalangan para pserta didik
1. Pendidikan Islam
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pendidikan Islam, tetapi
menurut penulis intinya ada dua, yaitu Pertama, Pendidikan Islam merupakan sistem
pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk
1. Pondok pesantren atau Madrasah Diniyah, yang menurut UU No. 20 Tahun 2003
tentang sistem Pendidikan Nasional disebut sebagai pendidikan keagamaan (Islam)
Kedua, Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dari dan
disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nioai Islam. Dalam pengertian yang kedua ini
pimpinan perguruan tinggi dan tenaga kependidikan lainnya yang melakukan dan
mengembangkan aktifitas kependidikannya disemangati atau dijiwai oleh dan atau berusaha
9
Muhaimain, Pemikiran dan Aktualisasi pengembangan Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), h 39-40.
11
komponennya seperti tujuan/Materi/bahan ajar, sarana dan prasaran, atau media / sumber
belajar, metode (proses) pembelajaran, evaluasi, lingkungan, manajemen, dan lain-lain yang
disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, atau yang berciri khas Islam.
Dari kedua pengertian pendidikan Islam tersebut, maka pengertian pertama lebih
mnekankan pada aspek kelembagaan dan program Pendidikan Islam, dan Yang kedua lebih
menekankan pada aspek spirit Islam yang melekat setiap aktifitas pendidikan. Namun
demikian, inti dari kedua pengertian tersebut pada dsarnya terletak pada substansinya yang
hendak mengembangkan sprit Islam dalam aktifitas pendidikan, baik dalam prosesnya,
lembaganya, guru dan peserta didiknya maupun dalam penciptaan konteks lingkungan.
perbaikan sikap mental yang memadukan iman dan amal shaleh yang bertujuan pada
individu dan masyarakat, penekanan pendidikan yang mampu menanamkan ajaran Islam
dengan menjadikan manusia yang sesuai dengan cita-cita Islam yang berorientasi pada dunia
akhirat.
Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal, dan hatinya, rohani dan jasmaninya,
akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup
baik dalam keadaan damai dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala
jasmaniah dan rohaniah menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam11
Azhumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru (Cet.
10
1980), h. 23
12
Dari kedua pendapat diatas penulis berpendapat bahwa pendidikan Islam merupakan
bimbingan secara sadar dan terus menerus dari sesorang menuju terbentuknya kepribadian
dan ketrampilan secara utuh dan benar.
12
Bashori Muchsin, Pendidikan Islam Humanistik (Cet. II; Bandung; PT Refika Aditama,
2010), h. 10.
13
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai.
Karena pendidikan merupakan usaha dan kegiatan yang berproses. Untuk memperkokoh
kerangka ini maka dalam Undang-Undang RI N0. 2 Tahun 1989 (sebelum diubah dengan
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional di jelaskan tentang rumusan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadiannya mantap dan mandiri
pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Athbiya’ al-Abrasy yaitu ada lima:
13
Undang-Undang RI , Sisitem Pendidikan Nasional, (Cet. I; Semarang; Aneka Ilmu , 1989),
h. 4.
14
rizki.14
adalah membentuk kepribadian peserta didik agar menjadi hidupnya yang utuh dalam
subsistem, pendidikan Islam mempunyai tujuan khusus yang harus dicapai, dan
14
Ibid., h.11
15
Haidar Putra Daulay, op.cit., h 12-16
15
Visi pendidikan Islam tentunya sejalan dengan visi pendidikan nasional. Visi
pendidikan nasional adalah mewujudkan manusia Indonesia yang takwa dan
produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia yang bhinneka.
Sedangkan misi pendidikan Islam sebagai perwujudan visi tersebut adalah
mewujudkan nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan manusia Indonesia.
Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia yang saleh dan produktif. Hal
ini sejalan dengan trend kehidupan abad 21, agama dan intelek akan saling bertemu.16
Dengan misi tersebut pendidikan Islam menjadi pendidikan alternatif.
Apabila pendidikan yang diselenggarakan oleh atau lembaga-lembaga swasta lainnya
cenderung untuk bersifat skuler atau memiliki ciri khas lainnya, maka pendidikan
Islam ingin mengejawantakan nilai-nilai keislaman. Ciri khas tersebut dengan Islam
tidaklah sederhana seperti gambaran dan impian orangtua dahulu ketika memasukkan
putra putrinya ke madrasah maupun pesantren, yaitu agar mereka setelah lulus
mampu menjadi imam masjid, memimpin tahlil dan manakib, berprilaku sopan, dan
mampu membaca kitab berbahasa Arab, sedangkan mereka buta akan Peningkatan
Kualitas yang baik, kalau dirubah menyesuaikan dengan tuntutan kondisi objektif
intelek yang ulama. Ulama adalah ilmuwan Muslim yang mendalami ilmu agama dan
menganalisis.
sekurangkurangnya adalah ilmuwan yang ulama, dengan ciri-ciri sebagai berikut; (1)
16
Tilaar, Pendidikan Islam di era Global (Cet. I; Jakarta; UIN Pers, 2004), h. 150.
16
Peka terhadap masalah. Karena kepekaan seperti itu merupakan langkah kreatif untuk
memulai pekerjaan; (2) Bekerja tanpa pamrih. Dalam tradisi keilmuan, bekerja tanpa
pamrih ini berarti sikap objektif, cinta kebenaran serta kritis; (3) Bersikap bijaksana.
tindakan, antara pengertian teoritis dan pengertian praktis etis yang sesuai; (4)
bertanggung jawab atas apa yang terjadi selanjutnya jika dengan ilmu itu ternyata
keluarnya.
Islam adalah mereka yang cerdas, kreatif dan beradab. Dengan kecerdasan (phisik,
globalisasi dan segala tantangannya, mereka itulah manusia yang saleh, insan kamil,
dengan berbagai ketrampilan dan kemampuan serta mandiri untuk menjadi sekaligus
khalifatullah di muka bumi. Term khalifah yang berarti wakil, utusan, perwakilan
dieksplorasi lebih jauh oleh M. Iqbal dalam The Reconstruction of Religious Thought
manusia.17
individu harus menanggung beban orang lain, manusia hanya menanggung apa yang
17
Mas,ud, Abdurrahman, Dinamika Pesantren dan Madrasah (Cet. I; Semarang:Pustaka
Pelajar, 2002), h, 70.
17
membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal, yaitu dengan: (1)
didik dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olah raga dan ruang
memungkinkan peserta didik dapat secara terus menerus belajar melalui membaca
buku rujukan serta kelengkapan laboratorium dan perpustakaan dan (4) evaluasi yang
C. Peluang dan tantangan Pendidikan Islam Masa Kini dan masa akan datang
sebagai subsistem Pendidikan Nasional
18
Muzayyin Arifin, Kapita selekta Pendidikan Islam (Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h.
6.
18
ganda dengan tuntutan hidup yang mutlakompleks. Meskipun masa lampau dan kini tetap
dijadikan khazanah kekayaan empiris yang amat berharga bagi batu loncatan ke depan.
Kelembagaan pendidikan Islam merupakan subsistem dari sistem pendidikan
nasional kesluruhan komponen yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional mendapat peluang bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjawab warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.19
Bertolak dari tantangan Pendidikan Islam dalam subsistem pendidikan nasional
a. Tantangan globalisasi
c. Tantangan Moral
Penulis berpendapat bahwa pendidikan Islam di masa yang akan datang sangat
berperan dan turut serta menjawab tantangan sebagaimana kebenaran Islam yang mutlak
pasti mampu mengalahkan kebatilan yang merja lela di luar kehidupan Islam dengan dasar
dalil Al-qur’an; Al-Isra: 81.
Terjemahnya:
dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap".
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
19
Bahsori Muchsin, Pendidikan Islam Kontemporer (Cet. I; Bandung: Refika aditama, 2009),
h. 7.
19
tumbuh sejalan dengan bakat, watak, kemampuan, dan hati nuraninya secara utuh. Proses
pendidikan diarahkan pada proses berfungsinya semua potensi peserta didik secara
manusiawi agar mereka menjadi dirinya sendiri yang mempunyai kemampuan dan
kepribadian unggul. Sebagai suatu proses, pendidikan dimaknai sebagai semua tindakan
yang mempunyai efek pada perubahan watak, kepribadian, pemikiran, dan perilaku.
a. Tantangan globalisasi
b. Tantantangan perkembangan Ilmu Teknologi
c. Tantangan Moral
subsistem, pendidikan Islam mempunyai tujuan khusus yang harus dicapai, dan
19
20
Indonesia yang takwa dan produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia yang
B. Implikasi
1945 yang berakar pada nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Muzayyin, Kapita selekta Pendidikan Islam , Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: Prenada Media Group, 2012
Abuddin Nata, Teori dan perilaku organisasi Pendidikan Islam, UIN Jakarta Perss,
2011
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004