Anda di halaman 1dari 16

MODEL PEMBELAJARAN TADZKIRAH

Makalah disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Perencanaan Sistem PAI

Dosen Pengampu : Ka’anto, M.S.I

DISUSUN OLEH:

1. Erika Kustiana (116006)


2. Melly Lestari (116009)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI

JURUSAN TARBIYAH

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah menaburkan
hikmah benih-benih kehidupan dan Dia-lah yang memiliki nama-nama yang
indah. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW teladan utama bagi manusia dan rahmat bagi seluruh alam.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, makalah yang
berjudul “Model Pembelajaran Tadzkirah” ini akhirnya dapat pemakalah sajikan.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas Mata Kuliah
Perencanaan Sistem PAI yang di ampu oleh Bapak Kaanto, M.S.I.
Melalui makalah ini pemakalah berharap pembaca mampu mengenal
model-model pembelajaran PAI, terutamanya Model Pembelajaran Tadzkirah,
serta dapat dengan baik mengaplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu pemakalah dalam menyusun makalah ini. Kami berharap makalah
yang telah disusun dapat memberikan keluasan wawasan dalam dunia pendidikan
bagi pembaca sekaligus pemakalah.
Demikian makalah kami hadirkan dengan segala kelebihan dan
kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi
pembaca.

Pati, 13 Oktober 2018

Pemakalah

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Materi Agama Islam merupakam bagian penting dalam pendidikan
untuk membentuk insan kamil. Agama Islam merupakan agama yang
mempunyai pandangan hidup bahwa dunia adalah sesuatu yang fana.
Salah satu jalan untuk mecapai insan kamil ini adalah dengan adanya
pendidikan agama, lebih khususnya pendidikan agama Islam.
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu bagian dalam
mencapai tujuan pendidikan, yaitu manusia kamil. Pendidikan sebagai
transfer of knowledge merupakan tombak utama dalam menyampaikan
ajaran-ajaran yang tertuang dalam Al-Quran dan Al-Hadist sebagai sumber
utama ajaran Agama Islam. Dimana dengan adanya pendidikan ini maka
ajaran-ajaran agama dapat benar-benar diwariskan dalam diri generasi
mendatang.
Salah satu alat pendidikan agama Islam yakni model pembelajaran
Islam. Yang mana dengan menggunakan model yang tepat maka ajaran-
ajaran agama Islam dapat diserap oleh anak didik dengan baik. Model
yang tepat akan menentukan keberhasilan pembelajaran. Sebagai seorang
calon pendidik agama Islam maka kita perlu mengetahui model-model
pembelajaran dalam pendidikan Islam. Dengan mengetahui model-model
tersebut maka diharapkan mampu menyampaikan materi-materi agama
Islam dengan berbagai variasi, sehingga tujuan pendidikan Agama Islam
dapat tercapai dengan mudah.
Dari latar belakang tersebut, akan dideskripsikan sebuah model
pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu Model Pembelajaran
Tadzkirah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Model Pembelajaran Tadzkirah?
2. Bagaimana model pembelajaran tadzkirah dalam pembelajaran
PAI?
3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Model Pembelajaran & Model Pembelajaran Tadzkirah


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia model adalah pola,
contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang dibuat atau dihasilkan. Sedangkan
pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan makhluk hidup
belajar.1 Model memiliki arti yaitu kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Selain itu model dapat
juga berarti barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya, seperti
globe adalah model dari bumi tempat kita hidup.2
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual dan prosedur
yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pengajaran dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar.
Menurut Joyce, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. Setiap model
pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk
membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran
tercapai.3
Sedangkan pengertian dari model pembelajaran Tadzkirah dapat
dilihat dari dua segi, yaitu secara etimologi (asal-usul bahasa) dan
terminologi (istilah). Secara etimologi tadzkirah berasal dari bahasa arab,
1
.Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), cet. Ke-3, Edisi 3.
2
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), cet. Ke-1, hal. 127
3
Husniyatus Salamah Zainati, Model dan Strategi Pembelajaran Aktif, (Surabaya: Putra Media
Nusantara, 2010) hlm 6.

4
yaitu dzakkara, yudzakkiru, tadzkiratan yang artinya mengingatkan.
Tadzkirah menurut istilah adalah model pembelajaran untuk mengantarkan
murid agar senantiasa memupuk, memelihara dan menumbuhkan rasa
keimanan yang telah diilhamkan oleh Allah agar mendapat wujud
konkretnya, yaitu amal saleh yang dibingkai dengan ibadah yang ikhlas
sehingga melahirkan suasana hati yang lapang dan ridha atas ketetapan
Allah.4
Banyak kita jumpai dalam Al-Qur’an berkenaan dengan kalimat
tadzkirah di antaranya:

‫ُر‬
َ‫ْءان‬ ‫ْْلق‬
‫ْكَا‬‫نزْلناعلي‬ ْ‫َآَأ‬‫م‬
)3(‫َْيخْشى‬
‫ِمن‬
‫ةَل‬ً‫ِر‬‫ذك‬ْ‫ِالََّت‬
‫)َإ‬2(‫ِتشْقى‬
‫ل‬
"Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu
menjadi susah. Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut." (QS.
Thahaa: 2-3)

َ‫َْشآء‬
‫)َفمن‬54(ٌ
‫ِرة‬
‫ذك‬ْ‫هَت‬
ُ‫ن‬َِّ َّ‫ك‬
‫َّلَإ‬
ُ‫ذكر‬
)55(‫ه‬
Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Qur’an itu
adalah peringatan. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia
mengambil pelajaran daripadanya. (QS. A-l-Mudassir: 54-55)
Model pembelajaran ini berasal dari buku Ahmad Zayadi dan
Abdul Majid yang berjudul Tadzkirah pembelajaran pendidikan agama
Islam berdasarkan pendekatan kontekstual. Adapun makna yang dimaksud
dari kata tadzkirah oleh penulis adalah sebuah model pembelajaran yang
mempunyai makna T = tunjukkan teladan; A = Arahkan; D = Dorongan; Z

4
Ahmad Zayadi, Tadzkirah Pembelajaran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 42
5
= Zakiyah; K = Kontinuitas; I = ingatkan; R = repetition; A = aplikasikan;
H = heart.
2. Model Pembelajaran Tadzkirah dalam Pembelajaran PAI
Berikut adalah penjelasan dari model pembelajaran Tadzkirah dalam
pembelajaran PAI yang dapat diaplikasikan oleh calon guru atau guru PAI
A. Tunjukkan Teladan
Keteladanan mempunyai akar kata “teladan” yaitu perbuatan yang
patut ditiru dan dicontoh. Kata keteladanan dalam bahasa Arab
diungkapkan dnegan kata uswah dan qudwah. Al-uswah dan al-iswah
sebagaimana kata al-qudwah dan al-qidwah berarti suatu keadaan ketika
seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan,
kejelekan atau kejahatan. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal
yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain.
Konsep keteladanan ini sudah diberikan dengan cara Allah
mengutus Nabi Muhammad Saw untuk menjadi panutan yang baik bagi
umat Islam sepanjang sejarah dan bagi semua manusia di setiap masa dan
tempat. Beliau bagaikan lampu terang dan bulan petunjuk jalan.
Keteladanan ini harus senantiasa dipupuk, dipelihara, dan dijaga oleh para
pengemban risalah. Guru harus memiliki sifat tertentu sebab guru ibarat
naskah asli yang hendak difotocopy. Ahmad Syauqi berkata, “Jika guru
salah sedikit saja, akan lahirlah murid-murid yang lebih buruk baginya.”
Kesanggupan mengenal Allah adalah kesanggupan paling awal
dari manusia. Ketika Rasulullah bersama Siti Khadijah mengerjakan
shalat, Sayyidina Ali yang masih kecil datang dan menunggu sampai
selesai, untuk kemudian menanyakan, “apakah yang sedang Anda
lakukan?” Dan Rasulullah menjawab, “kami sedang menyembah Allah,
Tuhan pencipta alam seisinya ini.” Lalu Ali spontan menyatakan ingin
bergabung.
Hal ini menunjukkan bahwa keteladanan dan kecintaan yang kita
pancarkan kepada anak, serta modal kedekatan yang kita ingin bina
6
dengannya, akan membawa mereka mempercayai pada kebenaran
perilaku, sikap dan tindakan kita. Dengan demikian, menabung kedekatan
dan cinta kasih dengan anak, akan memudahkan kita nantinya membawa
mereka pada kebaikan-kebaikan.
Ketika Uqbah bin Abi Sufyan hendak menyerahkan anaknya
kepada seorang pendidik (guru) ia berkata, “Sebelum engkau memperbaiki
anakku, maka pertama kali kamu harus memperbaiki dirimu sendiri.
Sebab matanya masih sangat terikat dengan matamu. Jadi, ukuran baik
menurut dia adalah apa yag baik dalam pandanganmu (menurutmu).
Demikian juga sebaliknya,yang jelek dalam pandangan dia adalah yang
menurutmu jelek. Setelah itu, ajarilah dia sejarah hidup dan biografi pada
ahli hikmah atau filsuf dan akhlak serta budi pekerti ahli adab. Engkau
harus seperti seorang dokter, di mana dia tidak terburu-buru mengobati
penyakit sebelum mengetahui betul apa penyakitnya. Engkau jangan
berpegang pada uzurku ini, sebab aku telah percaya penuh kepadamu.”
Teladan yang baik dianggap sebagai pengaruh paling penting dan
paling dalam dari pendidikan dalam Islam. Keteladanan yang baik bisa
membangun seseorang, dan teladan yang buruk bisa menghancurkannya.
Al Qur’an telah menunjukkan pentingnya keteladanan dalam pendidikan.
Allah berfirman dalam Al Qur’an:
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yangbaik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-
Ahzab: 21)
Keteladanan merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan
dan pembelajaran. Mulai dari cara berpakaian, perilaku, ucapan dan
sebagainya. bahkan dalam sistem pendidikan yang dirancang oleh Ki
Hajar Dewantara juga menegaskan perlunya keteladanan dengan istilah
yang sangat terkenal yaitu: “ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani”.
7
Keteladanan adalah kunci keberhasilan, termasuk keberhasilan
guru dalam mendidik anak didiknya. Contoh dan teladan guru lebih
bermakna daripada seribu perintah dan larangan. Syair Arab mengatakan,
“keteladanan lebih fasih daripada perkataan”. Dengan keteladanan guru,
siswa akan menghormatinya, memperhatikan pelajarannya. Inilah
impelementasi etika religius dalam proses pembelajaran yang sungguh
mampu menggerakkan pikiran, emosi dan nurani siswa meraih
keberhasilan.5
B. Arahkan (Berikan Bimbingan)

Pada dasarnya anak telah diciptakan oleh Allah sesuai dengan


fitrahnya, yaitu cenderung pada kebenaran. Sebagai contoh nyata kita bisa
belajar dari kebiasaan bayi. Apa pun keyakinan yang dianut oleh kedua
orang tuanya, bayi itu akan selalu terbangun menjelang subuh. Betapa
Allah telah menyiapkan umatnya untuk melaksanakan salah satu perintah-
Nya pada waktu subuh. Namun, tidak banyak orang yang menyadari
sehingga bayi-bayi yang suci itu berusaha diubah kebiasaannya. Bayi itu
diusahakan sekuat tenaga untuk tidur kembali.

Bimbingan orang tua kepada anaknya atau guru kepada muridnya


dilakukan dengan cara memberikan alasan, penjelasan, pengarahan, dan
diskusi-diskusi. Bisa juga dilakukan dengan teguran, mencari tahu
penyebab masalah, dan kritikan sehingga tingkah laku anak berubah.

Bimbingan lebih merupakan suatu proses pemberian bantuan yang


terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing
agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, pengarahan diri, dan
perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
penyesuaian diri dengan lingkungannya. Bimbingan dan latihan diberikan

5. Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014) Hal. 135-136

8
secara bertahap dengan melihat kemampuan yang dimiliki anak untuk
kemudian ditingkatkan perlahan-lahan. Bimbingan dapat berupa lisan,
latihan, dan keterampilan.

Bimbingan dan latihan dilakukan secara bertahap dengan melihat


kemampuan yang dimiliki anak untuk kemudian ditingkatkan perlahan-
lahan. Bimbingan dapat berupa lisan, latihan, dan ketrampilan.6

C. Dorongan (Motivasi)

Dorongan dalam pembelajaran terkait dengan pemberian motivasi


kepada siswa. Motivasi yang kuat dalam pendidikan (menuntut ilmu)
akan memberikan hasil belajar yang efektif. Memotivasi anak adalah suatu
kegiatan memberi dorongan agar anak bersedia dan mau mengerjakan
kegiatan atau perilaku yang diharapkan oleh guru atau orang tua.

Contoh memotivasi anak adalah dengan membuat hatinya senang,


membantu agar anak terpancing melakasanakan sesuatu. Hal ini senada
dengan sabda Rasulullah yang berbunyi, “Allah akan memberi rahmat
kepada orang tua yang membantu anaknya untuk berbuat baik kepadanya,
yakni orang tua yang tidak menyuruh anaknya berbuat sesuatu yang
sekiranya anak itu tidak mampu mengerjakan.”

Anak yang mempunyai motivasi akan memungkinkan ia untuk


mengembangkan dirinya sendiri secara kreatif. Dalam hal ini anak pada
usia 3-5 tahun misalnya, berada pada kondisi inisiatif-perasaan bersalah
(inisiative-guilt). Anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan
kecakapan tersebut ia terdorong untuk melakukan beberapa kegiatan,
tetapi karena kemampuan yang terbatas, maka adakalanya ia mengalami

6 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014) Hal. 138-139

9
kegagalan. Kegagalan tersebut dapat menyebabkan ia memiliki perasaan
bersalah.

Usia 6-11 tahun, rajin-rendah diri (industry-inferioty). Pada saat ini


anak aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan
untuk mengetahuidan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi
di pihak lain karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan, kadang ia
menghadapi kesukaran, hambatan dan bahkan kegagalan. Hambatan dan
kegagalan ini menyebabkan anak rendah diri.

Usia 12-18 tahun, identitas diri-pembagian peranan (identity-role


diffusion). Sebagai persiapan kearah kedewasaan didukung pula oleh
kecakapan yang dimilikinya ia berusaha membentuk dan memperlihatkan
identitas diri. Namun pada usia remaja ini sering kali sangat ekstrem dan
berlebihan sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai
penyimpangan.

Terhadap realitas yang demikian dorongan harus senantiasa diberikan


kepada anak yang ada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Al-
Ghazali dalam kitabnya Tahzib Al-Akhlaq wa Mu’alajat Amradh al-Qulub
mengemukakan bahwa setiap kali seorang anak menunjukkan perilaku
mulia, sebaiknya ia diberikan pujian atau hadiah yang menyenangkan
hatinya. Dan apabila anak melakukan perbuatan yang berlawanan maka
untuk kali pertama sebaiknya orang tua atau guru berpura-pura tidak tahu.
Jika mengulangi lagi maka anak ditegur secara rahasia atau tidak didepan
orang banyak. 7

D. Zakiyah (murni-suci-bersih)
Konsep nilai kesucian diri, keikhlasan dalam beramal dan
keridhaan terhadap Allah harus ditanamkan kepada anak, karena jiwa

7 . Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
Hal. 141-142

10
anak masih labil dan ada pada masa transisi terkadang muncul dalam
dirinya rasa malu yang berlebihan yang menyebabkan kurangnya rasa
percaya diri. Sikap ini muncul ketika dihadapkan pada kondisi
keluarga yang kurang mendukung, lingkungan tempat ia tinggal yang
kurang hormonis dan terkadang ejekan yang datang dari teman-
temannya.
Jika hal ini dibiarkan maka akan terus menggellinding seperti bola
salju sehingga terkikislah moral dan kepribadian anak yang pada
akhirnya ia kurang bisa menerima dirinya, keluarga, dan
lingkungannya.
Kemampuan bersikap wara’ menjaga kesucian diri dan
membersihkan jiwa dari dosa akan melahirkan hati yang bersih, niat
yang tulus dan segala yang dilakukannya hanya mengharap ridha dari
Allah SWT. Iklhas adalah mengerjakan sesuatu karena lillah.
Rasa keikhlasan harus ditanamkan kepada amak baik dalam
belajar, bersikap dan berbuat sekecil apapun. Dengan demikian dalam
hal ini guru agama Islam yang mempunyai fungsi dan peran cukup
signifikan dituntut untuk senantiasa memasukkan nilai-nilai batiniyah
kepada anak dalam proses pembelajaran. Niat ikhlas dan rida itu dalam
hati dan itu akan lahir manakala hatinya tersentuh8
E. Kontinuitas (Sebuah Proses Pembiasaan dalam Belajar, Bersikap &
Berbuat)
Al-Quran menjelaskan kebiasaan itu sebagai salah satu tekhnik
atau metode pendidikan. Lalu mengubah seluruh sifat-sifat baik
menjadi kebiasaan sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu
dengan mudah.

8. Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
Hal. 147-148

11
Al-Quran mempergunakan cara bertahap dalam menciptakan
kebiasaan yang baik, begitu juga dalam menghilangkan kebiasaa buruk
dalam diri seseorang. Dalam hubungan ini terdapat petunjuk Nabi
menyuruh anaknya menunaikan sholat pada usia 7 tahun, selanjutnya
diperbolehkan memukul anak itu jika umur 10 tahun belum juga
mengerjakan sholat.
Inti dari pembiasaan adalah pengulangan. Jika setiap guru masuk
kelas mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha
pembiasaan. Dalam pembiasaan sikap pembiasaan anak cukup efektif.
F. Ingatkan
Kegiatan mengingat memiliki dampak yang luar biasa dalam
kehidupan. Kegiatan mengingat juga bisa memicu ide-ide dan
kreatifitas. Kalau hanya mengingat sesuatu yang ada di alam ini bisa
memicu munculnya kreatifitas, bagaimana dengan mengingat Allah
yang Maha Kreatif dan kekuasaannya tak terbatas. Secara logika tentu
akan memberikan dampak positif yang luar biasa bagi kehidupan.
Dari sinilah potensi untuk mengingat Allah perlu digali dengan
cara menyebut nama-Nya dalam keadaan apapun. Kesadaran adanya
Tuhan yang telah terbangun sejak dalam kandungan, sedikit demi
sedikit bisa terkikis oleh berbagai rutinitas hidup. Kesibukan dan
tuntutan hidup yang begitu ketat terkadang telah begitu menguras
seluruh potensi dan ingatan kita.
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran PAI guru harus
berusaha untuk mengingatkan kepada peserta didik bahwa mereka
senantiasa diawasi oleh Allah SWT yang Maha Mengetahui segala
apapun yang tersembunyi, walaupun hanya tersirat di dalam hati.9
Dengan diingatkan akan kekuasaan Allah, diharapkan peserta didik
bisa menanamkan nilai-nilai luhur di dalam hatinya, serta

9 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
Hal. 147-148
12
diaplikasikan dengan moral atau tingkah laku yang akhlakul karimah.
Karena keberhasilan seorang guru PAI ketika peserta didik mempunyai
akhlak yang Mahmudah. 10

G. Repetition (Pengulangan)
Pendidikan yang efektif dilakukan dengan berulang-ulang sehingga
anak menjadi mengerti. Pelajaran atau nasihat apapun perlu dilakukan
secara berulang-ulang agar bisa masuk kedalam alam bawah sadar
peserta didik.
Penguatan motivasi atau dorongan serta bimbingan pada beberapa
peristiwa belajar anak, dapat meningkatkan kemampuan peserta didik.
Fungsi utama dari pengulangan adalah untuk memastikan bahwa murid
memahami persyaratan-persyaratan (indikator) kemampuan untuk
suatu mata pelajaran, dalam hal ini PAI.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan
pengulangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pengulangan harus mengikuti pemahaman apa yang ingin
dicapai dan dapat meningkatkan pencapaian pemahaman
tersebut. Murid akan belajar dengan mudah dan mengingat
lebih lama jika mereka mengulang apa yang mereka pahami.
b. Pengulangan akan lebih efektif jika murid mempunyai
keinginan untuk belajar tentang apa yang akan dilatihkan.
c. Pengulangan harus individual. Latihan harus diorganisasikan
sehingga murid dapat bekerja secara independen pada
tingkatannya sendiri berdasarkan kemampuannya masing-
masing dalam belajar.

10 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
Hal. 152-153
13
d.
Pengulangan harus sistematis dan spesifik. Prosedur sistematis,
selangkah demi selangkah baik bagi semua murid, terutama
yang berkemampuan rendah.11
H. Aplikasikan
Puncaknya ilmu adalah amal. Banyak orang yang mempunyai
ilmu, tetapi bingung ketika akan mengamalkan ilmunya. Dengan
demikian, maka dalam mengajar hendaknya guru mampu
memvisualisasikan ilmu pengetahuan pada kehidupan sehari-hari.
Agae peserta didik mempunyai gambaran yang jelas terkait materi
yang diberikan oleh guru.
Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad yang berbunyi,
“Semua manusia itu celaka, kecuali yang memiliki ilmu pengetahuan.
Orang yang memiliki ilmu pengetahuan pun akan celaka kecuali orang
yang mengamalkan ilmunya. Orang beramal pun akan celaka kecuali
mereka yang ikhlas dalam ilmu pengetahuan dan amal yang
dilakukannya.” 12
I. Heart (Hati)
Kekuatan spiritual terletak pada kelurusan dan kebersihan hati
nurani, pikiran, jiwa juga emosi. Bahan bakar motis yang paling kuat
adalah nilai-nilai, doktrin, dan ideologi. Dengan demikian maka guru
harus mampu mendidik murid dengan menyertakan nilai-nilai spiritual.
Guru harus mampu membangkitnya dan membimbing kekuatan
spiritual yang sudah ada pada muridnya sehingga hatinya akan tetap
bening. Sehingga ilmu mereka akan diberkahi oleh Allah SWT.13

11 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
Hal. 154-155

12 .Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
Hal. 155
13. Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014)
Hal. 156
14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Model pembelajaran tadzkirah merupakan singkatan dari kata
Tunjukkan teladan, Arahan (berikan bimbingan), Dorongan, Zakiyah,
Kontinuitas, Ingatkan, Repotition, Aplikasikan, dan Heart (Hati). Model
pembelajaran tadzkirah adalah sebuah model untuk menghantarkan murid
agar senantiasa memupuk, memelihara, dan menumbuhkan rasa keimanan
yang diilhamkan oleh Allah.
Upaya penerapan model pembelajaran tadzkirah diharapkan akan
memberi peluang sekaligus tantangan bagi guru-guru PAI untuk lebih
menginovasikan pembelajarannya sesuai dengan tuntutan zaman dan
perkembangan.
Dengan demikian Pendidikan Agama Islam bukan hanya menjadi
pelajaran menghafal dogmatis, tanpa bersentuhan dengan kehidupan
peserta didik, lebih dari itu, PAI akan lebih terasa kebermaknaannya dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
B. Saran
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih terdapat
kesalahan, oleh karena itu kami meminta maaf. Dan kami mengharapkan
kritik serta saran untuk perbakan kami, terima kasih dan semoga
bermanfaat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. 2017. Dasar Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Deepublish,


2017

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005)

Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung:


PT Remaja Rosdakarya 2012)

Husniyatus Salamah Zainati, Model dan Strategi Pembelajaran Aktif, (Surabaya:


Putra Media Nusantara, 2010)

Ahmad Zayadi, Tadzkirah Pembelajaran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada, 2005)

Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2014)

16

Anda mungkin juga menyukai