Disusun oleh :
Kelompok 9
2020
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................4
1.3 TUJUAN MAKALAH.......................................................................4
BAB II........................................................................................................5
2.1 PENGERTIAN METODE PENDIDIKAN PERSPEKTIF ISLAM..............5
2.2 MACAM-MACAM METODE PENDIDIKAN.....................................6
2.3 Faktor-Faktor dalam Memilih Metode Pendidikan....................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
Islam sebagai ajaran yang bersifat terbuka, menghargai pendapat manusia atau
ijtihad, berorientasi kepada sekarang dan masa depan dan progresif sangat
mendukung adanya upaya-upaya ijtihad dalam bidang metode pengajaran. Pada
makalah ini akan dibahas metode pendidikan dalam perspektif islam.
BAB II
PEMBAHASAN
suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan.
dalam menyampaikan sesuatu gagasan, pemikiran atau wawasan yang disusun secara
sistematik dan terencana serta didasarkan pada teori, konsep dan prinsip tertentu yang
terdapat dalam berbagai disiplin ilmu terkait, terutama ilmu psikologi, manajemen,
dan sosiologi. Ilmu-ilmu tersebut erat kaitannya dengan metode karena didalamnya
dijumpai pembahasan tentang jiwa dan perkembangan manusia sebagai salah satu
untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat
Seorang guru harus rajin membaca, berfikir, dan kreatif, agar bisa
menemukanperumpamaan-perumpamaan saat akan mengajar, atau saat ia secara tiba-
tiba harus menyampaikannya. Guru juga harus membiasakan diri menyampaikan
perumpamaan dalam mengajar, agar mahir dan terbiasa. Guru menjelaskan
perumpamaan tersebut, agar siswa yang belum paham dapat mengerti maknanya.
Guru bisa memperoleh perumpamaan dari Al-Quran, Hadis, dan sumber lainnya.
Kadang guru meminta siswa menjelaskan perumpamaan yang serupa dengan
perumpamaan yang telah dimajukan guru untuk memancing kreatifitas dan daya fikir
siswa.
2) Metode kisah
Metode kisah adalah mendidik dengan cara menyampaikan kisah agar pendengar
dan pembaca meniru yang baik dan meninggalkan yang buruk, serta agar pembaca
beriman dan beramal saleh.
Al-Quran menegaskan pentingnya metode kisah ini dalam Surat Yusuf, ayat 111,
“Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang yang berakal”.
Al-Thabari menafsirkan ayat ini yang berkenaan dengan kisah Nabi Yusuf, bahwa
terdapat pelajaran („ibrah), dalam kisah Nabi Yusuf dan saudara-saudaranyabagi
orang-orang yang mempunyai akal sekaligus sebagai nasihat bagi mereka, (Jilid 6:
59). Sedangkan menurut Al-Zamakhsyari, bahwa dhamir yang ada pada
kataqashashihim adalah bagi para rasul (jamak) tidak hanya pada kisah Nabi Yusuf
saja. Tegasnya, bahwa pada diri para rasul itu terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang berakal, (Jilid 2: 511).
Materi kisah mudah didapat oleh guru dari banyak sumber. Masalahnya,
penyampaian kisah memerlukan keterampilan khusus, agar menarik siswa. Maka
guru perlu belajar keterampilan bercerita. Ia bisa belajar mandiri atau belajar kepada
rekan sejawat yang lebih berpengalaman dalam metode kisah. Para guru juga bisa
mengajukan program pelatihan pada sekolah terkait kiat-kiat bercerita, dengan
mendatangkan pembicara yang ahli dari luar sekolah.
Guru harus bisa memetik hikmah dan pelajaran dari sebuah cerita, untuk
disampaikan kepada siswa. Pelajaran tersebut harus relefan dengan kondisi dan
zaman para siswa. Guru bisa melibatkan siswa untuk menemukan pelajaran-
pelajaran yang terkandung dalam kisah melalui tanya-jawab.
3) Metode Targhib-Tarhib
Kata targhîb diambil dari bahasa Al-Quran, berasal dari kata kerja ragghaba yang
artinya: menyenangi, menyukai. Targhîb berbentuk isim mashdar mengandung arti
suatu harapan untuk memperoleh kesenangan dan kebahagiaan.
Dalam Al-Quran terdapat berita gembira bagi orang yang taat, dan ancaman siksa,
kerugian, dan kesengsaraan bagi orang yang kufur. Seorang guru harus bisa
menginspirasi siswanya menjadi pribadi yang beriman melalui ayat-ayat targhib dan
tarhib. Maka, seorang guru muslim harus mengenal Al-Quran dengan baik. Kecuali
itu, ia harus bisa mengaitkan ayat-ayat itu dengan realitas keseharian siswanya,
sehingga makna ayat-ayat itu benar-benar ditujukan buat mereka.
Hiwar adalah dialog antara satu orang dengan yang lainnya. Hiwar dalam Al-
Quran adalah segala bentuk dialog yang disajikan dalam Al-Quran, baik dialog Allah
dengan para malaikat, dengan para rasul, dengan makhluk lainnya, maupun dialog
antara manusia dengan sesamanya.
Menurut Al-Nahlawi (2001: 206), dialog adalah percakapan dua orang atau lebih,
melalui tanya jawab, mengenai satu tema atau tujuan. Mereka berdiskusi tentang
permasalahan tertentu, kadang diperoleh hasil, kadang satu sama lain tidak puas.
Namun pendengar tetap mendapatkan pelajaran.
Secara terminologis, hiwar dalam Al-Quran dapat diartikan sebagai dialog, yakni
suatu percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih yang dilakukan melalui
tanya jawab. Di dalamnya terdapat kesatuan topik pembicaraan dan tujuan yang
hendak dicapai dalam pembicaraan itu. Metode hiwar merupakan cara penyampaian
nilai-nilai pendidikan yang digunakan di dalam Al-Quran.
Metode ini melibatkan murid dalam pengajaran. Guru yang menjalankan metode
ini bisa mengaktifkan akal, menguatkan mereka dalam persiapan menerima
pengetahuan baru, dan menumbuhkan kecintaan pada kebenaran (Al-Ajami, 2006:
143). Metode ini juga meningkatkan hubungan antara orang tua dan anak, guru dan
murid, melatih siswa mengungkapkan pikirannya, bahasa percakapan menunjukkan
hubungan manusia dengan yang lainnya, dan menjauhkan para pelajar dari taklid buta
dan pembangkangan.
Guru dapat meyiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum pembelajaran dimulai,
dari yang mudah hingga yang sulit. Guru tidak boleh menyalahkan jawaban siswa,
namun menghargainya dengan ucapan yang baik: “Pendapat yang bagus, tapi ada
jawaban yang lebih tepat dari ini.” Guru juga tidak boleh emosi saat para murid
bertanya atau berbeda pendapat dengannya. Guru harus bisa tetap tenang, dan
menjawab sesuai pengetahuannya; ia harus jujur jika belum mengetahui jawabannya.
Ini akan berdampak lebih positif bagi siswa, karena ia menunjukkan bahwa guru
bukan orang tahu segalanya. Guru professional bukan berarti bahwa guru bisa
menjawab setiap pertanyaan para siswa. Bisa jadi siswa saat ini lebih banyak
menerima informasi dibanding gurunya.
5) Metode Teladan
Ada manusia yang terpengaruh oleh metode teladan, ada yang cocok dengan
percakapan, ada yang lebih bermanfaat baginya metode kisah, dan seterusnya.
Menurut Al-Ajami (2006: 131) beberapa aspek penting pendidikan dalam teladan
adalah:
Metode ini lebih mudah dipahami dan dipelajari karena menampilkan ucapan
pada perbuatan, teori pada praktik dan latihan. Manfaat metode ini adalah
mewujudkan hubungan antara ilmu dan hasilnya, menghasilkan kemahiran dan
kecermatan yang tinggi, merangsang muslim untuk melakukan kewajibannya,
memunculkan kebahagiaan individu karena ia melihat hasil kesungguhannya, dan
terakhir mengurangi kesalahan dan menambah kesungguhan.
Membaca teori kadang lebih sukar dan terasa lebih berat dibanding melakukan
praktik secara langsung. Karena itu, guru harus menyediakan kesempatan sebanyak
mungkin bagi siswa untuk melakukan latihan dan praktik, dengan fasilitas yang
tersedia.
Isyarat metode ini terlihat dalam tiga ayat Al-Quran berikut ini:
Menurut Al-Thabari (1978: 131), maksud kata al-hikmah adalah wahyu Allah
Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Fungsi wahyu tersebut untuk
menyerukan manusia ke jalan Tuhannya, yakni kepada syariat Islam. Al-
Zamakhsyari dalam Al-Kassyâf (h. 644) menafsirkan al-hikmah dengan ucapan yang
bijak dan benar, disertai dalil yang jelas dan dapat menghilangkan
keraguan.Mau‟idzah hasanah adalah memberikan pengertian yang bermanfaat bagi
mereka. Sedangkan mujâdalah, berdebat atau berdiskusi dengan cara yang lemah
lembut tanpa berkata keji dan melakukan kekerasan.
Menurut Al-Ajami (2006: 139-142), ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh para pendidik, orang tua, dan para dai dalam memberikan nasihat:
1. Memberi nasihat dengan perasaan cinta dan kelembutan. Nasihat orang- orang
yang penuh kelembutan dan kasih sayang mudah diterima dan mampu merubah
kehidupan manusia.
2. Menggunakan gaya bahasa yang halus dan baik. QS Ali Imran: 159, “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
3. Meninggalkan gaya bahasa yang kasar dan tidak baik, karena akan
mengakibatkan penolakan dan menyakiti perasaan. Metode para nabi dalam
dakwah adalah kasih sayang dan kelembutan. QS Al-A‟raf: 59, “Sesungguhnya
kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku
sembahlah Allah,sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya
(kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari
yang besar (kiamat).”
4. Pemberi nasihat harus menyesuaikan diri dengan aspek tempat, waktu, dan
materi.
5. Menyampaikan hal-hal yang utama, pokok, dan penting. QS Lukman: 17-18, “Hai
anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.”
Hal pertama yang disampaikan Lukman adalah akidah (pokok agama), lalu
ibadah, lalu akhlak, dan akhirnya soal kemasyrakatan. Demikian pula yang dilakukan
Nabi Muhammad di Makkah dan Madinah.
Terkait dengan poin keempat di atas, seorang pendidik harus menyiapkan bahan
pelajaran sebelum pembelajaran, sehingga penjelasannya fokus—tidakmelebar dan
mengulang-ulang materi sebelumnya—dan siswa memperoleh sesuatu yang baru.
Pendidik juga harus datang dan mengakhiri pelajaran tepat waktu.
3. Faktor Lingkungan
Alat belajar dengan berbagai macamnya dan juga bahan belajar yang tersedia
dengan berbagai macamnya, harus jadi pertimbangan dalam menetapkan metode
pengajaran.Hal ini perlu dilakukan, karena setiap metode menghendaki alat dan
sumber yang berbeda-beda.Alat dan sumber belajar untuk metode ceramah misalnya,
berbeda dengan alat dan sumber belajar untuk metode simulasi, eksperimen, dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Dewantoro, H., & Musfah, J. (2007). Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam. Silabus.org.