Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

UJIAN STANDARLISASI DAN AKOMODASI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7:

1. JENERIA BANI
2. WAHIDIN SARA
3. SESRI INTAN NESI
4. HARIYATI DUNGA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH KUPANG


KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur bagi Allah,
pemelihara sekalian alam. Shalawat beriring salam semoga terlimpah kepada Maha Guru, Pendidik
Agung, panutan kita, Nabi Muhammad SAW.

Dengan izin Allah SWT., makalah ini ditulis sebagai Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan semester
genap tahun akademik 2017/2018 pada Program Studi Magister Pendidikan Islam, Konsentrasi
Manajemen Pendidikan, Islam Universitas Islam Bandung.

Bab II makalah ini membahas masalah Ujian Terstandarisasi mulai dari pengertian, fungsi, jenis, cara
menafsirkan dan masalah yang terkait dengan ujian terstandarisasi. Kemudian Bab III mengulas
pengertian Akuntabilitas Pendidik Atas Pencapaian Siswa dimulai dengan pengertian akuntabilitas
dan akuntabilitas pendidik atas pencapaian siswa. Bab IV merupakan penutup yang berisi simpulan.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan petunjuk dan hidayah-Nya serta selalu membimbing para
pencari ilmu. Aamiin YRA.
DAFTAR ISI

BAB I.  PENDAHULUAN ………………………………..………..………..….….….  3
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II. UJIAN TERSTANDARISASI  …………………………………..…….…....  4
2.1. Pengertian Ujian Terstandarisasi ............................................................... 4
2.2. Fungsi Ujian Terstandarisasi …………………………….………..…..… 6
2.3. Jenis Ujian Terstandarisasi Yang Diberikan  …………….……………... 7
2.4. Cara Menafsirkan Ujian Terstandarisasi  .................................................. 9
2.5. Masalah Terkait Ujian Terstandarisasi dan Ujian Ruang Kelas ………...11
BAB III. AKUNTABILITAS  PENDIDIK ATAS PENCAPAIAN SISWA ….…..  12
3.1. Pengertian Akuntabilitas  ........................................................................ 12
3.2. Akuntabilitas Pendidik  ........................................................................... 13
BAB IV. PENUTUP  …....……………………..……………..….…………….……..  14
3.1. Simpulan .................................................................................................. 14
3.2. Saran ........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA  …....……………………..……………..….…….………..…..  15
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BAB II

UJIAN TERSTANDARLISASI

2.1. Pengertian Ujian Terstandarisasi


Robert E Slavin (2011: 361)  menjelaskan bahwa ujian terstandarisasi
menggambarkan ujian yang seragam dalam isi, penyelenggaraan, dan penilaian. Oleh karena
itu, dimungkinkan perbandingan hasilnya di seluruh ruang kelas, sekolah, dan distrik sekolah.
Ujian terstandarisasi seperti SAT dan CTBS mengukur kinerja atau kemampuan masing-
masing siswa terhadap standar atau norma yang telah ditentukan untuk banyak siswa lain di
distrik sekolah, negara bagian atau bangsa yang menjadi sasaran penyusunan masing-masing
ujian. Nilai ujian terstandarisasi digunakan untuk pemilihan dan penempatan, seperti
kenaikan kelas atau penerimaan di perguruan tinggi; untuk diagnosis dan perbaikan, untuk
evaluasi kemahiran dan kemajuan siswa dalam bidang muatan pelajaran; dan untuk evaluasi
strategi pengajaran, guru, dan sekolah.
2.1. Pengertian Ujian Terstandarisasi
Robert E Slavin (2011: 361)  menjelaskan bahwa ujian terstandarisasi
menggambarkan ujian yang seragam dalam isi, penyelenggaraan, dan penilaian. Oleh karena
itu, dimungkinkan perbandingan hasilnya di seluruh ruang kelas, sekolah, dan distrik sekolah.
Ujian terstandarisasi seperti SAT dan CTBS mengukur kinerja atau kemampuan masing-
masing siswa terhadap standar atau norma yang telah ditentukan untuk banyak siswa lain di
distrik sekolah, negara bagian atau bangsa yang menjadi sasaran penyusunan masing-masing
ujian. Nilai ujian terstandarisasi digunakan untuk pemilihan dan penempatan, seperti
kenaikan kelas atau penerimaan di perguruan tinggi; untuk diagnosis dan perbaikan, untuk
evaluasi kemahiran dan kemajuan siswa dalam bidang muatan pelajaran; dan untuk evaluasi
strategi pengajaran, guru, dan sekolah.
          Ujian terstandardisasi adalah ujian yang biasanya secara komersial disiapkan untuk
digunakan di seluruh wilayah dan dirancang untuk memberikan informasi yang tepat dan
bermakna tentang kinerja siswa dalam kaitannya dengan kinerja siswa lain dalam usia mereka
atau tingkatan kelas mereka. Ujian terstandardisasi biasanya digunakan untuk menawarkan
ukuran yang menjadi patokan untuk membandingkan masing-masing atau kelompok siswa,
sesuatu yang tidak dapat disediakan ujian yang dibuat oleh guru.
Ujian terstandardisasi biasanya disusun dengan seksama untuk memberikan
informasi yang tepat tentang tingkat kinerja siswa. Paling sering pakar kurikulum
menetapkan apa seharusnya diketahui dan sanggup dilakukan siswa pada usia tertentu dalam
mata pelajaran tertentu. Kemudian pertanyaan dituliskan untuk menilai berbagai kemampuan
atau informasi yang diharapkan dimiliki oleh siswa. Pertanyaan tersebut diujicobakan dalam
berbagai kelompok siswa. Soal-soal yang dikerjakan dengan benar oleh hampir semua siswa
atau tidak dapat dijawab oleh semua siswa biasanya dicoret, sebagaimana juga dengan soal-
soal yang dirasakan siswa tidak jelas atau membingungkan. Pola nilai dipelajari dengan
seksama. Kalau siswa yang memperoleh nilai yang baik dalam kebanyakan soal tidak tampil
lebih baik daripada siswa yang memperoleh nilai rendah dalam satu soal tertentu, soal
tersebut barangkali akan dicoret.
Pengertian tes standar secara sempit adalah tes yang disusun oleh satu tim ahli, atau
disusun oleh lembaga yang khusus menyelenggarakan secara profesional. Tes tersebut
diketahui memenuhi syarat sebagai tes yang baik. Tes ini dapat digunakan dalam waktu yang
relatif lama, dapat diterapkan pada beberapa obyek mencakup wilayah yang luas. Untuk
mengukur validitas dan realitasnya telah di uji-cobakan beberapa kali sehingga hasilnya dapat
dipertanggung jawabkan.
Di antara tes prestasi yang digunakan di sekolah ada yang dinamakan tes prestasi
standar. Dalam salah satu kamus, arti kata ”standar” adalah: A degree of level of requirement,
excellence, or attainment.
Standar untuk siswa dapat dimaksudkan sebagai suatu tingkat kemampuan yang harus
dimiliki bagi suatu program tertentu. Mungkin standar bagi suatu kursus A berbeda dengan
B. Jadi standar ini dapat dibuat “keras” maupun “lunak” tergantung dari yang mempunyai
kebijaksanaan.
Suatu tes standar dengan demikian berbeda dengan tes prestasi biasa. Prosedur yang
digunakan untuk menyusun tes standar untuk tes prestasi melalui cara langsung yang
ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas. Sedangkan spesifikasi yang digunakan untuk
menentukan isi dalam tes bakat biasanya didasarkan atas analisis job (jabatan) atau analisis
tugas yang merupakan tuntutan calon pekerjaannya. Disamping itu juga mempertimbangkan
sifat-sifat yang ada pada manusia. Analisis jabatan analisis tugas yang dilakukan biasanya
tidak tidak didasarkan atas satu kurikulum, tetapi diambil dari masyarakat.
Istilah “standar” dalam tes dimaksudkan bahwa semua siswa menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan dikerjakan dengan menggunakan
petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu yang sama pula. Dengan demikian maka
seolah-olah ada suatu standar atau ukuran sehingga diperoleh suatu standar penampilan
(performance) dan penampilan kelompok lain dapat dibandingkan dengan penampilan
kelompok standar tersebut.
Istilah “standar” tidak mengandung arti bahwa tes tersebut mengukur apa yang harus
dan dapat diajarkan pada suatu tingkat tertentu atau bahwa tes itu menyiapkan suatu standar
prestasi dimana siswa harus dan dapat mencapai suatu tingkat tertentu. Sekali lagi, tes standar
dipolakan untuk penampilan prestasi sekarang (yang ada) yang dilaksanakan secara seragam,
diusahakan dalam kondisi yang seragam, baik itu diberikan kepada siswa dalam pelaksanaan
perseorangan maupun siswa sebagai anggota dari suatu kelompok.
Ujian terstandardisasi biasanya disusun dengan seksama untuk memberikan
informasi yang tepat tentang tingkat kinerja siswa. Paling sering pakar kurikulum
menetapkan apa seharusnya diketahui dan sanggup dilakukan siswa pada usia tertentu dalam
mata pelajaran tertentu. Kemudian pertanyaan dituliskan untuk menilai berbagai kemampuan
atau informasi yang diharapkan dimiliki oleh siswa. Pertanyaan tersebut diujicobakan dalam
berbagai kelompok siswa. Soal-soal yang dikerjakan dengan benar oleh hampir semua siswa
atau tidak dapat dijawab oleh semua siswa biasanya dicoret, sebagaimana juga dengan soal-
soal yang dirasakan siswa tidak jelas atau membingungkan. Pola nilai dipelajari dengan
seksama. Kalau siswa yang memperoleh nilai yang baik dalam kebanyakan soal tidak tampil
lebih baik daripada siswa yang memperoleh nilai rendah dalam satu soal tertentu, soal
tersebut barangkali akan dicoret.
Pengertian tes standar secara sempit adalah tes yang disusun oleh satu tim ahli, atau
disusun oleh lembaga yang khusus menyelenggarakan secara profesional. Tes tersebut
diketahui memenuhi syarat sebagai tes yang baik. Tes ini dapat digunakan dalam waktu yang
relatif lama, dapat diterapkan pada beberapa obyek mencakup wilayah yang luas. Untuk
mengukur validitas dan realitasnya telah di uji-cobakan beberapa kali sehingga hasilnya dapat
dipertanggung jawabkan.
Di antara tes prestasi yang digunakan di sekolah ada yang dinamakan tes prestasi
standar. Dalam salah satu kamus, arti kata ”standar” adalah: A degree of level of requirement,
excellence, or attainment.
Standar untuk siswa dapat dimaksudkan sebagai suatu tingkat kemampuan yang harus
dimiliki bagi suatu program tertentu. Mungkin standar bagi suatu kursus A berbeda dengan
B. Jadi standar ini dapat dibuat “keras” maupun “lunak” tergantung dari yang mempunyai
kebijaksanaan.
Suatu tes standar dengan demikian berbeda dengan tes prestasi biasa. Prosedur yang
digunakan untuk menyusun tes standar untuk tes prestasi melalui cara langsung yang
ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas. Sedangkan spesifikasi yang digunakan untuk
menentukan isi dalam tes bakat biasanya didasarkan atas analisis job (jabatan) atau analisis
tugas yang merupakan tuntutan calon pekerjaannya. Disamping itu juga mempertimbangkan
sifat-sifat yang ada pada manusia. Analisis jabatan analisis tugas yang dilakukan biasanya
tidak tidak didasarkan atas satu kurikulum, tetapi diambil dari masyarakat.
Istilah “standar” dalam tes dimaksudkan bahwa semua siswa menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan dikerjakan dengan menggunakan
petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu yang sama pula. Dengan demikian maka
seolah-olah ada suatu standar atau ukuran sehingga diperoleh suatu standar penampilan
(performance) dan penampilan kelompok lain dapat dibandingkan dengan penampilan
kelompok standar tersebut.
Istilah “standar” tidak mengandung arti bahwa tes tersebut mengukur apa yang harus
dan dapat diajarkan pada suatu tingkat tertentu atau bahwa tes itu menyiapkan suatu standar
prestasi dimana siswa harus dan dapat mencapai suatu tingkat tertentu. Sekali lagi, tes standar
dipolakan untuk penampilan prestasi sekarang (yang ada) yang dilaksanakan secara seragam,
diusahakan dalam kondisi yang seragam, baik itu diberikan kepada siswa dalam pelaksanaan
perseorangan maupun siswa sebagai anggota dari suatu kelompok.

2.2. Fungsi Ujian Terstandarisasi


A. Pemilihan dan Penempatan
Ujian terstandardisasi sering digunakan untuk memilih siswa guna memasuki atau
memperoleh tempat dalam program khusus. Ujian terstandardisasi dapat juga digunakan,
bersama informasi lainnya, untuk membantu pendidik memutuskan apakah harus
menempatkan siswa dalam program pendidikan khusus atau menempatkan siswa dalam
kelompok kemampuan. Ujian terstandardisasi kadang-kadang digunakan untuk menentukan
kelayakan naik kelas, lulus dari sekolah menengah umum, atau memesuki suatu pekerjaan.
B. Diagnosis
          Ujian terstandardisasi sering digunakan untuk mendiagnosa masalah atau kekuatan
pembelajaran masing-masing siswa. Misalnya, siswa yang tampil buruk di sekolah dapat
diberikan serangkaian ujian untuk menentukan apakah dia mempunyai ketidakmampuan
belajar atau keterbelakangan mental. Pada saat yang sama, ujian dapat mengidentifikasi
kekurangan tertentu yang memerlukan perbaikan.
C. Evaluasi
          Barangkali penggunaan paling umum ujian terstandardisasi ialah untuk mengevaluasi
kemajuan siswa dan keefektifan guru dan sekolah. Misalnya, distrik dan negara bagian
menggunakan ujian untuk mengevaluasi peningkatan yang dialami sekolah dalam seluruh
kinerja siswa.
D. Peningkatan Mutu Sekolah
           Sekolah sering berpaling ke ujian pencapaian akademis untuk mengevaluasi
keberhasilan relatif program-program atau strategi-strategi pendidikan yang saling bersaing.
Misalnya, kalau guru atau sekolah mencoba suatu strategi pengajaran inovatif, ujian dapat
membantu mengungkapkan apakah hal itu lebih berhasil daripada metode sebelumnya. Hasil
ujian seluruh negara bagian dan seluruh distrik sering berperan sebagai ukuran yang dapat
digunakan warga untuk menilai keberhasilan sekolah-sekolah lokal mereka. Ujian kadang-
kadang digunakan untuk menunjukkan kekuatan dan kelemahan pengajaran relatif para guru
sekolah tersebut. Namun, mendidik siswa adalah suatu proses yang rumit, dan ujian
terstandardisasi hanya memberikan sebagian kecil informasi yang diperlukan untuk
mengevaluasi guru, program dan sekolah.
2.3. Jenis Ujian Terstandarisasi yang Diberikan
Ujian bakat seperti ujian kecerdasan umum dan ujian multifaktor memperkirakan
kemampuan umum siswa dan kesiapannya untuk belajar. Ujian IQ yang diberikan kepada
perorangan atau kelompok mencoba untuk mengukur kecerdasan masing-masing dalam
wilayah kognitif. Ujian pencapaian menilai kemahiran siswa dalam berbagai mata pelajaran.
Ujian diagnostik difokuskan pada mata pelajaran tertentu untuk menyingkap kekuatan dan
kelemahan penguasaan. Ujian acuan norma menafsirkan nilai berdasarkan kriteria kinerja
yang sudah tetap.
Tiga jenis ujian terstandarisasi umumnya digunakan dalam lingkungan sekolah adalah
ujian kecerdasan, ujian pencapaian acuan norma, dan ujian pencapaian acuan kriteria (Aiken,
2003; popham , 2005).
A.     Ujian kecerdasan
Ujian kecerdasan (aptitude test) dirancang untuk menilai kemampuan siswa. Itu
berarti memperkirakan kemampuan siswa mempelajari atau melakukan jenis tugas tertentu
alih-alih mengukur berapa banyak telah dipelajari siswa.
 Beberapa sub-bagian berikut merupakan jenis-jenis ujian kecerdasan yang paling
sering diberikan di sekolah:
1.   Ujian Intelegensia Umum
Jenis ujian kecerdasan paling umum diberikan di sekolah adalah ujian Intelegensia
(Intellegence test), atau kecerdasan umum untuk pembelajaran sekolah. Ujian intelegensia
dirancang untuk memberikan petunjuk umum tentang kecerdasan masing-masing orang
dalam banyak bidang fungsi intektual. Ujian intelegensia memberi siswa berbagai jenis
pertanyaan untuk dijawab dan soal-soal untuk diselesaikan.
2.   Pengukuran IQ
Pengukuran tingkat intelegensia (IQ) diperkenalkan pada awal 1900-an oleh Alfred
Binet, seorang ahli Psikologi Perancis, untuk mengidentifikasi anak-anak yang mempunyai
kesulitan belajar yang sangat serius sehingga mereka tidak mungkin memperoleh manfaat
dari pengajaran biasa di ruang kelas. Nilai IQ berperan penting karena hal itu mempunyai
korelasi dengan kinerja sekolah, (Ceci, 1992). Beberapa orang akan mengalami perubahan
yang sangat besar dalam perkiraan IQ mereka, bisa karena pengaruh sekolah atau lingkungan
lainnya (Ceci, 1991).
3.   Ujian Kecerdasan Multifaktor
Salah satu bentuk ujian kecerdasan lainnya yang memberikan rincian kemampuan
yang lebih spesifik adalah ujian kecerdasan multifactor (multifactor aptitude battery).
Kebanyakan ujian ini memberikan bukan hanya nilai kecerdasan secara keseluruhan tetapi
juga sub nilai untuk kecerdasan verbal dan non verbal. Sering sub nilai bahkan dibagi dengan
lebih rinci untuk menggambarkan kemampuan yang lebih spesifik.
B.      Ujian Pencapaian Acuan Norma
            Apabila ujian kecerdasan difokuskan pada potensi pembelajaran dan pengetahuan
umum yang diperoleh di sekolah dan di luar, ujian pencapaian difokuskan pada keterampilan
atau kemampuan yang secara tradisional diajarkan di sekolah.           
1.    Ujian Pencapaian

            Ujian pencapaian ini digunakan untuk mengukur pencapaian perorangan dan
kelompok dalam berbagai jenis bidang mata pelajaran. Ujian pencapaian biasanya
mempunyai beberapa bentuk untuk berbagai usia atau tingkatan kelas sehingga pencapaian
dapat dipantau dalam kurun waktu beberapa tahun.
2.   Ujian Diagnostik
            Ujian diagnostik (diagnostic test) berbeda dari ujian pencapaian dalam arti bahwa
pada umumnya ujian ini difokuskan pada bidang isi spesifik dan menekankan kemampuan
yang dianggap penting untuk menguasai mata pelajaran tersebut. Ujian diagnostik
menghasilkan informasi yang jauh lebih rinci daripada ujian pencapaian lainnya.Hasilnya
dapat digunakan untuk mengarahkan pengajaran perbaikan atau untuk menata pengalaman
pembelajaran bagi siswa yang diharapkan mempelajari kemampuan tersebut.
3.   Ujian Pencapaian Bidang Mata Pelajaran
            Guru menyusun kebanyakan ujian di ruang kelas untuk menilai kemampuan dalam
mata pelajaran tertentu. Namun, distrik sekolah dapat membeli ujian pencapaian mata
pelajaran spesifik untuk hampir setiap mata pelajaran. Kalau ujian pencapaian
terstandardisasi dianggap untuk mengevaluasi pembelajaran dalam bidang spesifik, isi ujian
tersebut seharusnya dipelajari dengan seksama untuk memastikan kesesuaiannya dengan
kurikulum distrik, pengajaran yang diterima siswa, dan standard dan penilaian distrik dan
Negara bagian tersebut.
C.     Ujian Pencapaian Acuan Kriteria
            Ujian acuan kriteria berbeda dari ujian terstandardisasi acuan norma dalam beberapa
hal (Aiken, 2003). Soal-soal dalam ujian tersebut dipilih untuk menyesuaikan dengan sasaran
pengajaran spesifik, sering dengan tiga hingga lima soal yang mengukur masing-masing
sasaran. Karena itu, ujian tersebut dapat menunjukkan sasaran mana telah dikuasai masing-
masing siswa atau kelas tersebut secara keseluruhan. Ujian acuan kriteria berbeda dari ujian
pencapaian lain dalam hal bagaimana ujian tersebut dinilai dan bagaimana hasilnya
ditafsirkan. Rapor nilai untuk ujian acuan kriteria sering berbentuk jumlah soal yang
dikerjakan siswa dengan benar dalam masing-masing sasaran. Dari data ini, guru dapat
mengukur apakah siswa tersebut telah menguasai sasaran tadi.
D.     Penentuan Standar
            Ketika ujian digunakan untuk mengambil keputusan tentang tingkat penguasaan suatu
mata pelajaran atau topik, suatu prosedur harus digunakan untuk menentukan angka terendah
nilai ujian tersebut yang menunjukkan berbagai tingkat kemahiran (Kane, 1994). Mereka
kemudian mendasarkan nilai terendah untuk penguasaan atau kemahiran pada probabilitas
ini. Penentuan standar seperti ini lazim ditemukan dalam ujian pembirian izin dan juga dalam
banyak program akuntabilitas Negara bagian dan distrik. 
2.4. Cara Menafsirkan Ujian Terstandarisasi
Setelah siswa mengikuti ujian berstandarisasi, biasanya ujian tersebut dikirimkan
untuk dinilai dengan computer ke kantor pusat atau penerbit ujian tersebut. Nilai mentah
siswa di ubah menjadi satu nilai yaitu seperti presentil, ekuivalen kelas, atau ekuivalen kurva
normal yang menghubungkan nilai siswa tersebut dengan nilai kelompok yang menjadi
norma ujian tersebut dipatok.
A.   Nilai Presentil
            Nilai presentil (Percentile Score) atau yang sering disingkat dengan % ILE
menunjukkan presentasi siswa dalam kelompok norma yang memperoleh nilai yang lebih
rendah dari pada nilai tertentu. Misalnya saja jika seorang siswa mencapai median kelompok
norma tersebut maka siswa tersebut akan mendapatkan presentil 50% karena nilainya
melebihi 50% dari nilai orang-orang lain dalam sekelompok norma tersebut.
B.  Nilai Ekuivalen Kelas
            Menghubungkan nilai siswa dengan nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada tingkat
tertentu atau nilai standar yang menghubungkan nilai mentah siswa dengan nilai rata-rata
yang diperoleh kelompok norma pada tingkatan kelas yang berbeda. Katakanlah suatu
kelompok norma mencapai nilai 70 maka nilai yang ditetapkan sebagai nilai ekuivalen kelas
adalah 5,0. Dan apabila suatu kelompok mendapatkan nilai 80 maka nilai ekuivalen kelas
ditetapkan menjadi 6,0. Mungkin ada juga seorang siswa kelas dapat mencapai 75, angka ini
berada di antara 5,0 dan 6,0 maka ekuivalen kelas dapat di tetapkan menjadi 5,5. Angka
setelah decimal dibaca bulan jadi nilai ekuivalen tersebut dibaca dengan 5 tahun 5 bulan. Dan
apabila siswa  dalam ketida kelas lima maka seharusnya anak tersebut mempunyai nilai 5,3
(lima tahun tiga bulan).
            Kelebihan ekuivalen kelas ini ialah nilai tersebut mudah ditafsirkan dan masuk akal
secara intuitif. Tetapi siswa tidak memperoleh kenaikan terus menerus dalam pencapaian dari
bulan ke bulan. Alasan lainnya nilai yang berada jauh dari tingkatan kelas yang diharapkan
tidak sesuai dengan kenyataannya. Misalnya saja seorang siswa kelas empat yang
memperoleh nilai ekuivalen kelas 7,4 sama sekali tidak siap untuk menghadapi pekerjaan
kelas tujuh. Nilai ini hanya berarti bahwa siswa kelas empat tersebut hanya menguasai
dengan lengkap pekerjaan kelas empat tersebut. Dan nilai ini sama dengan nilai yang
didapatkan seorang siswa kelas tujuh.
C.  Nilai Standar
            Beberapa jenis nilai menggambarkan hasil ujian sesuai dengan kedudukannya dalam
kurva normal. Kurva normal menggambarkan pendistribusian nilai dimana kebanyakan
masuk dekat pertengahan atau rata-rata dengan jumlah nilai yang lebih kecil secara simetris
tampak kalau kita makin jauh ke atas atau ke bawah pertengahan tersebut.
D.  Defiasi Standar
            Salah satu konsep penting yang terkait dengan pendistribusian normal ialah defiasi
standar (standart deviation) ukuran penyebaran nilai. Deviasai standar secara kasar ialah
jumlah rata-rata nilai yang berbeda dengan nilai tengah. Misalnya pertimbangkan saja kedua
kelompok ini.

2.5. Masalah terkait Ujian Terstandarisasi dan Ujian Ruang Kelas


Ujian dan soal-soal ujian harus mempunyai validitas, yaitu kualitas ujian yang
dimaksudkan untuk diujikan. Validitas prediktif berarti bahwa ujian tersebut dengan tepat
memperkirakan kinerja pada masa depan. Kehandalan berarti bahwa hasil ujian tidak berubah
ketika ujian diberikan di tempat atau pada waktu yang berbeda. Ketidakadilan ujian dalam
setiap bentuknya membahayakan validitas. Masalah-masalah lain yang terkait dengan ujian
terstandarisasi meliputi etika materi ujian, persiapan siswa untuk menghadapi ujian,
penggunaan nilai ujian, hubungan ujian dengan kurikulum, dan penyelenggaraan ujian
dengan komputer.
BAB III
AKUNTABILITAS PENDIDIK ATAS PENCAPAIAN SISWA

3.1. Pengertian Akuntabilitas


Konsep akuntabilitas berawal dari pemikiran bahwa, setiap kegiatan harus
dipertanggungjawabkan kepada orang atau instansi yang memberi kewenangan untuk
melaksanakan suatu program, seperti yang dinyatakan oleh Haris (2007: 349) bahwa,
akuntabilitas merupakan kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan
untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat
menjawab hal-hal yang menyangkut kebijakan fiskal, managerial dan program.
Sedangkan menurut Djalil (2014: 63) definisi akuntabilitas tidak hanya itu,
Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik
pemerintahan (lembaga eksekutif pemerintah, lembaga legislatif parlemen dan lembaga
yudikatif) yang mempunyai beberapa arti antara lain, hal ini sering digunakan secara sinonim
dengan konsep-konsep seperti yang dapat dipertanggungjawabkan (responbility), yang dapat
dipertanyakan (answerbility), yang dapat dipersalahkan (blameworthiness) dan yang
memunyai keterkaitan dengan harapan dapat menerangkan salah satu aspek dari administrasi
publik/pemerintah.
Selanjutnya menurut Adisasmita (2011: 30) akuntabilitas adalah instrumen
pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan tugas pokok dan fungsi serta misi
organisasi.
Sedikit berbeda dengan definisi akuntabilitas yang telah disebutkan di atas,
Sulistiyani (2004:  79) memberikan definisi yang lebih luas, bahwa: Transparansi dan
akuntabilitas adalah dua kata kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun
penyelenggaraan perusahaan yang baik, dinyatakan juga bahwa dalam akuntabilitas
terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala kegiatan terutama dalam
bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi. Akuntabilitas dapat
dilaksanakan dengan memberikan akses kepada semua pihak yang berkepentingan, bertanya
atau menggugat pertanggungjawaban para pengambil keputusan dan pelaksana baik ditingkat
program, daerah dan masyarakat.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntabilitas
merupakan suatu perwujudan kewajiban seseorang atau kelompok dalam suatu unit
organisasi untuk memertanggungjawabkan setiap kegiatan dalam hal pengelolaan dan
pengendalian sumber daya dan pelaksana kebijakan yang dimandatkan kepadanya dalam
rangka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.2. Akuntabilitas Pendidik Atas Pencapaian Siswa
Kecendrungan yang bertambah akhir-akhir ini ialah upaya untuk menjaga guru,
sekolah, dan wilayah yang bertanggung jawab atas pembelajaran siswa. Mereka menarapkan
program pengujian terstandarisasi rutin dan menerbitkan hasil berbasis sekolah demi sekolah.
Banyak distrik melengkapi ujian negara bagian dengan ujian tambahan, termasuk
penilaian benchmark yang diberikan beberapa kali setiap tahun untuk membantu memandu
pengajaran agar memenuhi standar negara bagian. Tidak heran, kepala skolah dan pengurus
sekolah lain melihat nilai ini seperti seorang pengusaha melihat lembar labanya. Maka ujian
terstandarisasi menjadi ujian bersiko tinggi, yang berarti bahwa hasilnya memiliki
konsekuensi serius bagi pendidik dan siswa sendiri.
Sebagai conntoh banyak negara bagian dan distrik kini menuntut siswa
memperoleh nilai pada level yang ditentukan saat ujian negara bagian agar dapat
dipromosikan dari satu kelas ke kelas berikutnya atau lulu dari sekolah menengah. Nilai ujian
sering digunakan dalam keputusan mengenai pemekerjaan, pemecatan, promosi dan transfer
kepala sekolah dan pengawas dan guru.
Pendidik semakin bertanggung jawab atas pencapaian siswa. Nilai ujian sering
digunakan dalam pembuatan keputusan mengenai pekerjaan, pemecatan, dan promosi
pendidik. Kritikus mengatakan bahwa membuat guru bertanggung jawab atas perolehan
siswa tidak adil karena adanya titik awal siswa yang berbeda dan dapat mendorong
pengajaran yang berdasarkan ujian atau penerapan kebijakan yang secara palsu menaikkan
nilai terstandarisasi.
Gerakan akuntabilitas sebagian berakar dari hilangnya kepercayaan publik kepada
pendidikan. Legislator dan banyak pihak lain yang kecewa atas contoh siswa yang lulus dari
sekolah menengah tetapi tidak mampu membaca atau mengoperasikan computer, menuntut
agar sekolah menetapkan standar yang lebih tinggi dan siswa harus mencapainya.
Salah satu manfaat akuntabilitas yaitu dapat meningkatkan tekanan pada sekolah
untuk memusatkan perhatian pada siswa yang mungkin justru terabaikan. Karena ujian
akuntabilitas berdasarkan standar mengenai apa yang harus dipelajari, maka ujian ini dapat
membantu mengklarifikasi sasaran pembelajaran.

BAB IV
PENUTUP
3.1. Simpulan
Ujian terstandarisasi menggambarkan ujian yang seragam dalam isi, penyelenggaraan,
dan penilaian. Oleh karena itu, dimungkinkan perbandingan hasilnya di seluruh ruang kelas,
sekolah, dan distrik sekolah. Ujian terstandarisasi mengukur kinerja atau kemampuan
masing-masing siswa terhadap standar atau norma yang telah ditentukan untuk banyak siswa
lain di distrik sekolah, negara bagian atau bangsa yang menjadi sasaran penyusunan masing-
masing ujian.
Ujian terstandarisasi mempunyai fungsi untuk pemilihan, penempatan, diagnosis,
evaluasi, dan peningkatan mutu sekolah. Jenis ujian terstandariasi yaitu ujian kecerdasan
(ujian intelegensia umum, pengukuran IQ, ujian kecerdasan multifkator), ujian pencapaian
acuan norma (ujian pencapaian, ujian diagnostic, ujian pencapaian bidang maa pelajaran),
ujian pencapaian acuan kriteria dan penentuan standar. Cara menafsirkan ujian terstandarisasi
anntara lain: nilai presentil, nilai ekuialen kelas, nilai standard dan deviasi standar.
Masalah yang terkait dengan ujian terstandariasi meliputi validitas, kehandalan,
ketidakadilan ujian dan penyelenggaraan ujian dengan komput
3.2  Saran
Contoh-contoh dalam pembahasan ujian terstandarisasi umumnya berasal dari barat,
sulit untuk mendapatkan text book dalam negeri.  Adanya text book yang ditulis oleh penulis
dalam negeri dengan contoh lokal akan sangat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun, 2012, Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul,


Bandung, Remaja Rosdakarya.
John W. Santrock, 2008, Psikologi Pendidikan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Robert E. Slavin. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, Edisi kesembilan, jilid 2, Jakarta, PT
Indeks.

Anda mungkin juga menyukai