Anda di halaman 1dari 71

MODUL HADITS TARBAWI

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MADINA SRAGEN


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
1
1
1
1
1
1

MATERI/BAHAN MATA KULIAH


Fakultas

: Tarbiyah

Jurusan/Program Studi : Manajemen Pendidikan Islam


Kode Mata Kuliah

:-

Nama Mata Kuliah

: Hadits Tarbawi

Dosen

BAB I
MANUSIA DAN POTENSI PENDIDIKANNYA








:




















(




)

Dari Abu Hurairah R.A, Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda : Setiap anak

dilahirkan dalam keadaan suci, ayah dan ibunyalah yang menjadikan Yahudi,
Nasrani, atau Majusi. (HR. Bukhori dan Muslim)












(




)

Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Didiklah anak-anak kalian
dengan tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi kalian dan keluarganya serta
membaca Al-Quran, karena sesungguhnya orang yang menjunjung tinggi AlQuran akan berada di bawah lindungan Allah, diwaktu tidak ada lindungan selain
lindungan-Nya bersama para Nabi dan kekasihnya (H.R Ad-Dailami)
2
2
2
2
2
2

PEMBAHASAN
A. Konsep Potensi (Fitrah) Manusia

Hakikat manusia menurut Islam adalah wujud yang diciptakan. Dengan


penciptaan manusia ini, manusia telah diberi oleh penciptanNya (Allah)
potensi-potensi untuk hidup yang dalam hal ini- berhubungan dengan konsep
fitrah manusia. [1]
Menurut pemikiran Islam, manusia sejak dilahirkan telah dibekali oleh
Allah dengan fitrah. Kata fitrah berasal dari kata fatara yang arti sebenarnya
adalah membelah atau membuka.1[2] Ditinjau dari segi bahasa fitrah
berarti ciptaan, sifat tertentu yang mana setiap yang ada atau maujid disifati
dengannya pada awal masa penciptannya, sifat pembawa manusia (yang ada
sejak lahir), agama, as-sunnah. Istilah fitrah ini hanya digunakan untuk
manusia, sebagaimana halnya dengan naluri fitrah ini hanya digunakan untuk
manusia sebagaimana halnya dengan naluri dan watak, fitrah merupakan
bawaan sejak alami. [3]
Fitrah dalam bahasa psikologi disebut potensialitas atau disposisi, dalam
aliran psikologi Behaviorisme adalah propotence reflexes (kemampuan dasar
secara otomatis dapat berkembang). 4] Jadi fitrah itu merupakan suatu bawaan
yang melekat pada manusia yang dibawa sejak lahir yang merupakan suatu
potensi yang ada setiap diri manusia.
Istilah fitrah dalam al-Quran terdapat dalam surat Ar-Rum: 30 artinya:
Maka hadpkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menjadikan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Dari ayat diatas menunjukkan bahwa fitrah berkaitan agama tauhid. Hal
ini diperkuat dengan surat Al-Araf: 172 artinya: Dan (ingatlah ) ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi (iga) mereka
1
3
3
3
3
3
3

dan Allah memanggil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):


Bukanlah aku ini Tuhanmu? mereka menjawab Betul Engkau Tuhan
kami kami menjadi saksi. [5]
Dari ayat diatas menunjukkan bahwa potensi tauhid tidak ada seorangpun
dapat menghindarinya, karena fitrah ini merupakan bagian dari penciptaan
Allah yang diberikan kepada setiap manusia. Fitrah keagamaan ini akan tetap
melekat pada manusia dari lahir sampai mati. Meskipun manusia tidak
mengakuinya, fitrah tauhid ini tetap ada, menentang atas adanya Allah berarti
menentang fitahnya sendiri. Dan dengan menentang fitrah tauhid secara tidak
langsung juga mengakui adanya fitrah tauhid.
Potensi fitrah tauhid sebagai kemampuan dasar yang dibawa manusia
sejak lahirnya juga terdapat dalam hadist Nabi Saw,


( )
Artinya: Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang
tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi (H.R Bukhari)
[6]
Demikianlah manusia ketika dilahirkan telah dianugrahkan potensi tauhid
yang bersifat kekal. Ini berarti keadaan instrinsik fitrah tetap sebagai suatu
keadaan yang tidak berubah sementara keadaan-keadaan ekstrinsik yang
bermacam-macam dari keimanan dan prilaku bisa berubah dan bersifat
dinamis.
Fitrah manusia tidak hanya fitrah keagamaan masih ada ayat lain yang
membicarakan

tentang

penciptaan

potensi

manusia

meskipun

tidak

menggunakan kata fitrah, misal pada surat Ali Imran: 14 yang artinya, telah
dihiaskan kepada manusia kecenderungan hati kepada perempuan (atau
lelaki), anak lelaki (dan perempuan) serta harta yang banyak berupa emas,
perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang (Q.S Ali Imran:14).
Begitu juga kesimpulan Muhammad bin Asyur dalam tafsurnya sarat Ar-Rum:
30 yang menyatakan: fitrah manusia bentuk dan sistem yang diwujudkan
4
4
4
4
4
4

Allah pada setiap makhluk, fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa
ayng diciptakan oleh Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani
dan akalnya serta ruhnya. [7]
Jadi fitrah berarti tabiat alami (karakter) yang dimiliki manusia baik dar
tinjauan lahiriahnya maupun rohaniahnya termasuk emosi, kecerdasan,
instink, bakat, seni, dan dorongan-dorongan yang bersifat manusiawi.

B. Konsep Potensi Pendidikan Manusia

Fitrah sebagai potensi dasar yang dimiliki manusia bukan sesuatu yang
dibiarkan begitu saja, tetapi harus dikembangkan agar manusia dapat menjadi
makhluk

sempurna.

Usaha

yang

bisa

dilakukan

manusia

untuk

mengembangkan fitrah adalah dengan jalan pendidikan.


Konsep fotrah ini tidak terkecuali bagi pendidik Muslim untuk berikhtiar
menanamkan tingkah laku yang sebaik-baiknya, karena fitrah itu tidak dapat
berkembang dengan sendirinya. Konsep fitrah ini memiliki tuntutan agar
pendidikan Islam diarahkan untuk bertumpu pada tauhid.2[8]
Sebagaimana firman Allah dalam surat Az-Zumar yang artinya: Apakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?. Dan firman Allah dalam surat An-Nahl: 78 yang artinya,
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kam bersyukur. (Q.S An-Nahl:78)
Ayatayat diatas menunjukkan pentingnya suatu pendidikan bagi
manusia, hal ini dikarenakan manusia dilahirkan dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun, walaupun demikian sebenarnya Allah telah
menganugerahkan kepada manusia ketika masih dalam rahim berupa bakat
dan kemampuan atau potensi (fitrah) yang masih tersembunyi dan belum
berkembang. Dengan dijadikannya indera dan akal pada diri manusia, Allah
2
5
5
5
5
5
5

memberikan sarana bagi pengembangan bakat dan melalui pendidikan yang


benar dan terarah.
Ibnu Khaldun memaknai fitrah sebagai potensi asas-asas yang mengalami
perubahan secara aktual setelah mendapat rangsangan (pengaruh) dari luar.
Menurutnya, jiwa apabila berada dalam fitrahnya yang asas (fitrah al-ula) siap
menerima kebaikan dan kejahatan yang datang dan melekat padanya.3[9]
Fitrah itu sendiri tidak akan berkembang tanpa pengaruh lingkungan yang
memungkin dapat mengubah secara dramatis fitrah ketika lingkungannya
tidak memungkinkan menjadikannya lebih baik. [10]
Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran islam dalam
hubungannya dengan faktor anak didik ini adalah untuk menjaga,
menyelamatkan dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi fitrah assalimah dan terhindar dari al-fitrah ghairu as-salimah. [11]
Dari penjelasan di atas dapat disajikan beberapa dasar hadits Nabi Saw,
yang membahas hal di atas:


( )
Artinya: Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang
tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi (H.R Bukhari)

:



Artinya: Hadits dari Ibn Abdi Bar dari sahabat Anas r.a :carilah ilmu
sampai ke negeri cina, maka sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi setiap
orang islam, sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya kepada orang
yang mencari ilmu karena ridla kepada apa yang dicari.

3
6
6
6
6
6
6

)
( Artinya: carilah
ilmu mulai dari ayunan sampai keliang kubur (lahad). (H.R Abu Abdul Bar)4
[12]
C. Analisa

Konsep Pendidikan
Muhammmad SAW

Manusia

Berdasarkan

Hadits

Nabi

Dalam eksistensinya, manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia


ideal. Sosok manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan
atau yang seharusnya. Sebab itu, sosok manusia ideal belum terwujudkan
melainkan harus diupayakan untuk terwujudkan.
Untuk melaksanakan fungsi sebagai khalifah Allah Swt, membekali
manusia dengan seperangkat potensi. Dalam konsep ini, maka pendidikan
Islam harus mengupayakan yang ditujukan ke arah pengembangan potensi
yang dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam
bentuk konkrit, dalam arti berkemampuan menciptakan sesuai yang
bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungan. [13]
Dengan demikian, bahwa manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan
perlu mendidik diri. Karena manusia mempunyai potensi dasar yang perlu
dikembangkan dan dididik, maka yang berhak untuk mengembangkan
potensinya adalah pendidik. Dalam hal ini pendidik yang pertama dan utama
adalah kedua orang tua, dilanjutkan guru di sekolah dan madrasah,dan disusul
oleh masyarakat yaitu orang-orang yang berada di lingkungan masyarakat.
Pendidikan manusia tidak dibatasi dengan ruang dan waktu, dimanapun
berada manusia dapat mengenai pendidika, baik itu di daerahnya maupun di
luar daerahnya, dan dari kecil, remaja, dewasa hingga orang tua, manusia
diharuskan belajar, menuntut ilmu, mencari ilmu pengetahuan, mendapatkan
pendidikan yang sekiranya dapat menunjang dan membantu dalam
kelangsungan hidup mereka, karena yang baik dan ideal manusia dalam
4
7
7
7
7
7
7

menjalani aktifitas kehidupannya selalu berprinsip pada manusia pembelajar.


[14]

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Abdul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras
Falah, ahmad. 2010. Hadits Tarbawi, Kudus: Nora Media Enterprise
Hasan, chalidjah. 1994. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Surabaya: al-Ikhlas
Nizar, samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pres

[1] Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 36
[2] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010), hlm.
7
[3] Ibid, hlm. 6
8
[4] Chalidjah Hasan, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Surabaya: al-Ikhlas,
6

1994), hlm. 35
9
[5] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, hlm. 7
10
[6] Ibid, hlm. 2
11
[7] Ibid, hlm. 10
12
[8] Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 38
13
[9] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, hlm. 12-13
14
[10] Ibid, hlm. 14
15
[11] Ibid, hlm. 11
16
[12] Ibid, hlm. 2
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
8
8
8
8
8
8

17

[13] Samsul

Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm.

2
BAB II
LEGALITAS PENYELENGGARAAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN


)
(

Telah bersabda Rasulullah SAW :Jadilah engkau orang yang berilmu (pandai)
atau orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan ilmu atau yang mencintai
ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka
(H.R Baehaqi)









)



(


Barangsiapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu.


Barangsipa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu.
Barangsiapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu (HR. Bukhori dan
Muslim)


:

















:

Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Orang-orang yang berilmu
kemudian dia memanfaatkan ilmu tersebut (bagi orang lain) akan lebih baik dari
seribu orang yang beribadah atau ahli ibadah. (H.R Ad-Dailami)
















:




17
9
9
9
9
9
9




...... )






(


Dari Ibnu Abbas R.A Ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang
dikehendaki Allah menjadi baik, maka dia akan difahamkan dalam hal agama.
)Dan sesungguhnya ilmu itu dengan belajar (HR. Bukhori

(



)

Rasulullah SAW bersabda : Tidak pantas bagi orang yang bodoh itu mendiamkan
kebodohannya dan tidak pantas pula orang yang berilmu mendiamkan ilmunya
)(H.R Ath-Thabrani





















(

)



Dari Abdullah bin Amr bin Ash berkata, Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan mencabutnya dari manusia

tetapi Allah mengambil ilmu dengan cara mengambil para ulama, sehingga jika
Dia tidak meninggalkan seorang alim, maka orang-orang menjadikan pemimpin
mereka orang-orang yang bodoh, lalu mereka ditanya maka mereka menjawab
( tanpa dengan ilmu, jadilah mereka sesat dan menyesatkan. (HR. Bukhori













(




)






10
10
10
10
10
10

Belajarlah kalian semua atas ilmu yang kalian inginkan, maka demi Allah tidak
akan diberikan pahala kalian sebab mengumpulkan ilmu sehingga kamu
)mengamalkannya. (HR. Abu Hasan















(



)

Dari Ibnu Abbas R.A Ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Carilah ilmu
sekalipun di negeri Cina, karena sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi
seorang muslim laki-laki dan perempuan. Dan sesungguhnya para malaikat
menaungkan sayapnya kepada orang yang menuntut ilmu karena ridho terhadap
)amal perbuatannya. (H.R Ibnu Abdul Barr







,

,



(



)


Dari Abu Darda R.A, beliau berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda : Barang siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu maka
Allah memudahkan baginya jalan menuju surga, dan sesungguhnya para malaikat
11
11
11
11
11
11

meletakkan sayapnya bagi penuntut ilmu yang ridho terhadap apa yang ia
kerjakan, dan sesungguhnya orang yang alim dimintakan ampunan oleh orangorang yang ada di langit dan orang-orang yang ada di bumi hingga ikan-ikan yang
ada di air, dan keutamaan yang alim atas orang yang ahli ibadah seperti
keutamaan bulan atas seluruh bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris
para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan tidak
mewariskan dirham, melainkan mewariskan ilmu, maka barang siapa yang
mengabilnya maka hendaklah ia mengambil dengan bagian yang sempurna. (H.R
Abu Daud dan Tirmidzi)







:







)







(

Dari Abdullah bin Umar R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda :


Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang datang dari

bani Israil dan tidak ada dosa, dan barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja,
maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di dalam neraka. (HR.
Bukhori)
PEMBAHASAN
Apabila kita memperhatikan isi Al-Qur,an dan Al-Hadist, maka terdapatlah
beberapa anjuran yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun
perempuan, untuk menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang
cerdas, jauh dari
g islam itu tidak diwajibkan mengetahui semua ilmu secara wajib ain.
Tetapi yang diwajibkan bagi orang islam adalah mencari ilmu yang berubungan
dengan keperluan manusia dalam kehidupan. Sebagaimkabut kejahilan dan
kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik
12
12
12
12
12
12

dengan jalan menulis, bertanya, melihat atau mendengar. Perintah kewajiban


menuntut ilmu terdapat dalam hadist Nabi Muhammad saw :


:








( )






Artinya :
Rasulullah SAW bersabda : "Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap muslim ".
(HR. Ibn majah).
Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan
pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui
segala kemashlahatan dan jalan kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat
meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu,
baik yang berhubungan dangan 'aqaid dan ibadat, baik yang berhubungan dengan
soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Akan tetapi sesungguhnya oranana telah dikatakan sebagian Ulama:
Seutama-utama ilmu adalah ilmu keaadaan danseutama utamanya amal adalah
menjaga daripada keadaan, jangan sampai tersia-siakan, apalagi rusak. [3]
Nabi Muhammad saw. Bersabda:

:







,

,
)


(
Artinya :
"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah
ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia)
diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang
13
13
13
13
13
13

meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula".


(HR.Bukhari dan Muslim) [4]
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi
manfaat dan berguna untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan
dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik ; dan agar
setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat
membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diridhai
Allah swt.
Rasulullah Saw., bersabda:

Artinya :
Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam (Riwayat Ibnu Majah,
Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

Oleh karena itu, ilmu-ilmu seperti ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu bahasa
'arab, ilmu sains seperti perubatan, kejuruteraan, ilmu perundangan dan
sebagainya adalah termasuk dalam ilmu yg tidak diwajibkan untuk dituntuti tetapi
tidaklah dikatakan tidak perlu kerana ia adalah daripada ilmu fardhu kifayah,
ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadist
dan sebagainya. Ilmu yang wajib 'ain dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu
diketahui untuk meluruskan 'aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin,
dan yang perlu di ketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang
difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. [5]

DAFTAR PUSTAKA

Al-asqolani, Ibnu Hajar. 2002. Fathul Baari Syarah. Jakarta. Pustaka Azzam
Al-Mundiri Hafidz. 2000. Terjemah Attarghib wat tarhib. Surabaya. Al-Hidayah
Al Quran Al Karim, depag ri, 2009.
14
14
14
14
14
14

As Shobuni, Muhammad Ali, Min Kunuz As Sunnah, Jakarta, Dar Al Kutub Al


Islamiyah, 1420 H-1999 M,
Az-zarnuzi. Talimul Mutaallim. Surabaya: Al-Hidayah
Arifuddin Arif, 2008, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kultural
Ab Abd Allah Ibn Muhammad ibn Yazd Ibn Mjah, Sunan Ibn Mjah, Juz IV,
Beirut: Dar al-Fikr, 2004.
Kumpulan Hadits-hadis Bukhori Muslim Digital, versi 2011.
Muhammad Zuhri, Terjemah Jawahirul Bukhari, Indonesia, Darul Ihya1993.
Rangkuman dari buku : Teladan abadi Hasan Askari, terbitan Al-huda, 2009
http://suntung.wordpress.com/22/12/12
http://abduhzulfidar.multiply.com/journal/item/19.
http://myquran.com/forum/archive/index.php/t-3854.html
file:///D:/ilmu-hadits.html

[1] Az-zarnuzi.Talimul Mutaallim.Surabaya, Al-Hidayah.hlm.04


[2] Al-Mundiri Hafidz.2000.Terjemah Attarghib wat tarhib.Surabaya:AlHidayah.hlm.02
18
19

[3] Syekh Az-zarnuji, Talim Mutaalim tarjamah, Al-hidayah, Surabaya, hlm :


1.
21
[4] Kumpulan Hadist Imam Bukhori dan Imam Muslim, Digital, versi 2011.
20

18
19
20
21
15
15
15
15
15
15

22

[5] Syekh Az-zarnuji, Talim Mutaalim tarjamah, Al-hidayah, Surabaya, hlm :


1.
23
[6] Kumpulan Hadist Imam Bukhori dan Imam Muslim, Digital, versi 2011.
24
[7] Kumpulan Hadist Imam Bukhori dan Imam Muslim, Digital, versi 2011.

BAB III
KURIKULUM PENDIDIKAN

22
23
24
16
16
16
16
16
16

(




)



Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Didiklah anak-anak kalian
dengan tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi kalian dan keluarganya serta
membaca Al-Quran, karena sesungguhnya orang yang menjunjung tinggi AlQuran akan berada di bawah lindungan Allah, diwaktu tidak ada lindungan selain
lindungan-Nya bersama para Nabi dan kekasihnya (H.R Ad-Dailami)






:












(

)






Dari Amr Bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW
bersabda : perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka
berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun
jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.
(HR. Abu Dawud)














(









)
Telah aku tinggalkan kepada kalian semua dua perkara yang jika kalian
berpegang teguh padanya maka tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitab
Allah (Al-Quran) dan Sunnah Nabi-Nya. (HR. Hakim)

17
17
17
17
17
17





















)

(

Telah aku tinggalkan kepada kalian semua dua perkara yang jika kalian
berpegang teguh padanya maka tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitab
Allah (Al-Quran) dan Sunnah Nabi-Nya. (HR. Hakim)
PEMBAHASAN
Ilmu datang dari Tuhan, Pendidik pertama adalah Tuhan. Kemudian ilmu
itu diwahyukan kepada utusan-Nya yang menjadi sunnahsebagai petunjukpetunjuk dan pedoman yang ada di dalamnya kepada seluruh manusia. Dari
beberapa hadits dapat dilihat bahwa Nabi Muhammad juha memposisikan dirinya
sebagai pendidik yang ilmunya diwariskan ke generasi sahabat-tabiintabiuttabiin sampai kepada ulama.

BAB IV
18
18
18
18
18
18

TEORI PERENCANAAN PENDIDIKAN

:

















:

.




)



(

Dari Ibnu Umar R.A ia berkata, Rasulullah SAW telah memegang pundakku, lalu
)beliau bersabda: Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan perantau (orang asing

atau orang yang sedang menempuh perjalanan. Ibnu Umar berkata: Jika engakau
diwaktu sore maka jangan menunggu sampai waktu pagi dan sebaliknya, jika
engkau diwaktu pagi maka janganlah menunggu sampai diwaktu sore, dan
gunakanlah sehatmu untuk sakitmu, dan gunakanlah hidupmu untuk matimu .
)(HR. Bukhori










(






)

Amirul mukminin Umar bin Khottob RA, berkata, aku mendengar Rasulullah

SAW bersabda: Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niatnya. Barang siapa
yang berpijak hanya karena Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang hijrahnya

19
19
19
19
19
19

karena dunia dan yang diharapkan atau wanita yang ia nikahi, Maka hijrahnya itu
menuju apa yang ia inginkan. (HR. Bukhori dan Muslim)





:








.

Manfaatkalah lima perkara sebelum datangnya lima perkara : masa mudamu


sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa tuamu, masa
kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa
hidupmu sebelum masa matimu.
PEMBAHASAN

Imam Abul Hasan Ali bin Khalaf dalam syarah Bukhari berkata bahwa
Abu Zinad berkata : Hadits ini bermakna menganjurkan agar sedikit bergaul dan
sedikit berkumpul dengan banyak orang serta bersikap zuhud kepada dunia. Abul
Hasan berkata : Maksud dari Hadits ini ialah orang asing biasanya sedikit
berkumpul dengan orang lain sehingga dia terasing dari mereka, karena hampirhampir dia hanya berkumpul dan bergaul dengan orang ini saja. Ia menjadi orang
yang merasa lemah dan takut. Begitu pula seorang pengembara, ia hanya mau
melakukan perjalanan sebatas kekuatannya. Dia hanya membawa beban yang
ringan agar dia tidak terbebani untuk menempuh perjalanannya. Dia hanya
membawa bekal dan kendaraan sebatas untuk mencapai tujuannya. Hal ini
menunjukkan bahwa sikap zuhud terhadap dunia dimaksudkan untuk dapat
sampai kepada tujuan dan mencegah kegagalan, seperti halnya seorang
pengembara yang hanya membawa bekal sekadarnya agar sampai ke tempat yang
dituju. Begitu pula halnya dengan seorang mukmin dalam kehidupan di dunia ini
hanyalah membutuhkan sekadar untuk mencapai tujuan hidupnya.

20
20
20
20
20
20

Al Iz Alauddin bin Yahya bin Hubairah berkata : Hadits ini


menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam menganjurkan
untuk meniru perilaku orang asing, karena orang asing yang baru tiba di suatu
negeri tidaklah mau berlomba di tempat yang disinggahinya dengan penghuninya
dan tidak ingin mengejutkan orang lain dengan melakukan hal-hal yang
menyalahi kebiasaan mereka misalnya dalam berpakaian, dan tidak pula
menginginkan perselisihan dengan mereka. Begitu pula para pengembara tidak
mau membuat rumah atau tidak pula mau membuat permusuhan dengan orang
lain, karena ia menyadari bahwa dia tinggal bersama mereka hanya beberapa hari.
Keadaan orang merantau dan pengembara semacam ini dianjurkan untuk menjadi
sikap seorang mukmin ketika hidup di dunia, karena dunia bukan merupakan
tanah air bagi dirinya, juga karena dunia membatasi dirinya dari negerinya yang
sebenarnya dan menjadi tabir antara dirinya dengan tempat tinggalnya yang abadi.
[18]
Orang asing jelas berbeda dengan penduduk menetap. Orang yang merasa
tinggal sementara di suatu tempat, kampung, negeri, tidak akan mau disibukkan
hal-hal yang menyita waktunya. Ia akan berfikir bahwa waktunya singkat
sementara tugasnya harus selesai tepat waktu, sehingga ia harus benar-benar
berhitung dengan waktu, supaya waktunya tidak terbuang untuk hal-hal yang tak
bermanfaat baginya. Kalau hadits ini kita tarik pada kehidupan kita di dunia,
subhanallah, kita menyadari bahwa hidup kita selama ini telah berada pada posisi
yang salah. Kita justru merasa betah dengan kehidupan dunia, dan membayangkan
hidup ini akan berlangsung lama sekali.
Kehidupan orang yang singgah sebentar di suatu tempat jelas berbeda
dengan hidup seperti yang kita gambarkan di atas. Orang yang singgah (transit)
tidak akan mau disibukkandengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Ia hanya
menyelesaikan tugas-tugasnya dan bersiap-siap untuk meninggalkan tempat itu
dan menyiapkan apa yang harus dibawanya ke tempat tujuan. Beginilah filosofi
orang yang singgah di suatu tempat. Atau seperti penyeberang di jalan.
21
21
21
21
21
21

Perumpamaan inipun sama dalamnya dengan pengertian orang asing.


Penyeberang di jalan tidak akan mau berlama-lama dalam penyeberangannya.
Kalau bisa secepat mungkin ia harus berlalu. Begitu pula umpama musafir yang
beristirahat sejenak di bawah pohon melepas lelahnya. Apakah tempat istirahat di
bawah pohon berubah menjadi tempat menetap. Tentu tidak.
Adapun perkataan Ibnu Umar Jika engkau di waktu sore, maka janganlah
engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu
sore merupakan anjuran agar setiap mukmin senantiasa siap menghadapi
kematian, dan kematian itu dihadapi dengan bekal amal shalih. Ia juga
menganjurkan untuk mempersedikit angan-angan. Janganlah menunda amal yang
dapat dilakukan pada malam hari sampai datang pagi hari, tetapi hendaklah segera
dilaksanakan. Begitu pula jika berada di pagi hari, janganlah berbiat menunda
sampai datang sore hari dan menunda amal di pagi hari sampai datang malam
hari.
Begitu pula waktu hidupmu sebelum kamu mati mengingatkan agar
mempergunakan masa hidupnya, karena angan-angannya lenyap, serta akan
muncul penyesalan yang berat karena kelengahannya sampai dia meninggalkan
kebaikan. Hendaklah ia menyadari bahwa dia akan menghadapi masa yang
panjang di alam kubur tanpa dapat beramal apa-apa dan tidak mungkin dapat
mengingat Allah. Oleh karena itu, hendaklah ia memanfaatkan seluruh masa
hidupnya itu untuk berbuat kebajikan. Alangkah padatnya Hadits ini, karena
mengandung makna-makna yang baik dan sangat berharga.
Sebagian ulama berkata : Allah mencela angan-angan dan orang yang
panjang angan-angan.Firman-Nya : Biarkanlah mereka (orang-orang kafir)
makan dan bersenang-senang serta dilengahkan oleh angan-angan, maka kelak
mereka akan mengetahui akibatnya. (QS. 15 : 3)
Ali bin Abu Thalib berkata : Dunia berjalan meninggalkan (manusia)
sedangkan akhirat berjalan menjemput (manusia) dan masing-masingnya punya
penggemar, karena itu jadilah kamu penggemar akhirat dan jangan menjadi
22
22
22
22
22
22

penggemar dunia. Sesungguhnya masa ini (hidup di dunia) adalah masa beramal
bukan masa peradilan, sedangkan besok (hari akhirat) adalah masa peradilan
bukan masa beramal.
Anas berkata bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam pernah membuat
beberapa garis, lalu beliau bersabda : Ini adalah manusia dan ini adalah anganangannya dan ini adalah ajalnya ketika ia berada dalam angan-angan tiba-tiba
datang kepadanya garisnya yang paling dekat (yaitu ajalnya).
Hadits ini memperingatkan agar orang mempersedikit angan-angan karena
takut kedatangan ajalnya yang tiba-tiba dan selalu ingat bahwa ajalnya telah
dekat. Barang siapa yang mengabaikan ajalnya, maka patutlah dia didatangi
ajalnya dengan tiba-tiba dan diserang ketika ia dalam keadaan terperdaya dan
lengah, karena manusia itu sering terperdaya oleh angan-angannya.
Abdullah bin Umar berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
melihat aku ketika aku dan ibuku sedang memperbaiki salah satu pagar milikku.
Beliau

bertanya:

sedang melakukan apa ini wahai Abdullah?Saya jawab : Wahai Rasulullah,


telah rapuh pagar ini, karena itu kami memperbaikinya. Lalu beliau bersabda :
Kehidupan ini lebih cepat dari rapuhnya pagar ini.

:
]
:
:
[19]25[ :
Seorang musafir sadar betul bahwa ia akan segera meninggalkan tempat
itu. Oleh karenanya ia tidak merencanakan untuk berlama-lama di situ. Begitu
lelahnya sudah pergi, ia kembali meneruskan perjalanan. Begitu pulalah hidup di
dunia. Manusia tida boleh disibukkan dengan perhiasan (assesoris), dan keindahan
25
23
23
23
23
23
23

dunia yang membuai. Karena ia tidak akan hidup lama di dunia. Yang ia harus
siapkan adalah bekal dirinya hidup di akhirat yang abadi.
Hadits di bawah ini menggambarkan bagaimana Rasulullah memandang
dunia ini dan memperlakukannya sebagai sesuatu yang hina. Dari Abu Umamah
radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda :
Tuhankn pernah menawarkan kepadaku untuk merubah lembah Makkah menjadi
emas. Lalu aku katakan: Tidak, ya Tuhanku. Yang aku inginkan, aku sehari
kenyang dan hari berikutnya lapar. Ia mengatakannya tiga kali atau ucapan
serupa itu. Maka ketika aku lapar, aku mengadu kepadaMu dengan segala
kerendahan.
Ungkapan Ibnu Umar itu menggambarkan pola hidup generasi awal yang
tidak mau disibukkan oleh urusan dunia. Karena mereka berfikir, bahwa dunia
hanya tempat singgah sementara. Begitu juga dalam soal akhirat, mereka tidak
mau menunda-nunda amal dan kethoatan. [20]
Hadits Bukhari yang bersanad ;Ali bin Abdillah,Muhammad bin
Abdurrahman Abdul-Mundzir At-Thufawy, Sulaiman Al-Amasy, Mujahid dan
Ibnu Umar r.a. ini adalah hadits mauquf. Sebab kalimat tersebut adalah perkataan
Ibnu Umar sendiri, tidak ada petunjuk kalau itu sabda Rasulullah SAW yang ia
ucapkan setelah ia menceritakan bahwa Rasulullah memegang bahunya dengan
bersabda,


Jadilah kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang
lewat dijalanan. [21]
Adapun hukum hadits mauquf, pada prinsipnya, tidak dapat dibuat hujjah, kecuali
ada qarinah yang menunjukkan (yang menjadikan marfu) [22].

DAFTAR PUSTAKA
24
24
24
24
24
24

Ahmad Al-Hasyimi, Sayid, Terjemah Mukhtarul Ahadis,Pustaka Amani Jakarta(1995)


Buku Terjemah Arbain Nawawi, sumber dari http:ll www.geocities.coml bahantarbiyyah
dalam program pdf
http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/01/ibnu-umar-abdullah-bin-umar-wafat-72-h/
http://bin99.wordpress.com/2011/08/22/hadits-al-arbain/
http://hadis-arbain.blogspot.com/2009/06/hadits-ke-40.html
http://www.ksaislam.com/vb/showthread.php?p=160028
Muhaimin, H. Prof. Dr, M.A. dkk., Manajemen Pendidikan, prenada media group cet 2
Solahudin, M. Drs. M. Ag & Suyadi, Agus, Lc. M. Ag. Ulumul hadits (pustaka setia,
bandung : 2009)cet-1
26

Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A. dkk., Manajemen Pendidikan, prenada media group cet 2,
hal : 348-349
[1]
Sayid Ahmad Al-Hasyimi, Terjemah Mukhtarul Ahadis,Pustaka Amani Jakarta(1995)
Hal : 357
[2]
, juz 1, h. 81
[24]

http://www.ksaislam.com/vb/showthread.php?p=160028

[25]

Buku Terjemah Arba;in Nawawi, sumber dari http:ll www.geocities.coml


bahantarbiyyah.

26
[1]
[2]
[24]
[25]
25
25
25
25
25
25

BAB V
METODE DAN MEDIA PEMBELAJARAN




:




(






)




Dari Ibnu Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Ilmu itu laksana lemari
(yang tertutup rapat), dan sebagai anak kunci pembukanya adalah pertanyaan.
Oleh karena itu, bertanyalah kalian, karena sesungguhnya dalam tanya jawab akan
diberi pahala empat macam, yaitu penanya, orang yang berilmu, pendengar dan
)orang yang mencintai mereka. (Diriwayatkan oleh Abu Muaim

(

)

Dari Jabir R.A, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda :Sesungguhnya obat


)kebodohan itu tak lain adalah bertanya. (HR. Abu Daud














26
26
26
26
26
26














(



)

Telah menceritakan kepada kami orang yang biasa mengajari kami, yakni dari

kalangan sahabat Nabi SAW, bercerita kepada kami bahwa sesungguhnya mereka
(para sahabat) pernah mempelajari sepuluh ayat (Al-Quran) dari Rasulullah
SAW. Mereka tidak mempelajari sepuluh ayat yang lain sebelum mereka dapat
mengetahui

setiap

ilmu

yang

terdapat

dalam

ayat-ayat

tersebut

dan

mengamalkannya. (HR. Ahmad)












:







(










)



Dari Abdillah bin Umar R.A. sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Tulislah,
demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar dari mulut ini kecuali
kebenaran. (HR. Abu Daud)

PEMBAHASAN
A. Hadist tentang perintah menggunakan PAIKEM























()
Dari Abu Burdah dari Abu Musa, ia berkata Rasulullah SAW ketika mengutus

salah seorang sahabat di dalam sebagian perintahnya Rasulullah SAW bersabda


berilah mereka kabar gembira dan janganlah mereka dibuat lari dan
27
27
27
27
27
27

permudahkanlah manusia dalam soal-soal agama dan janganlah mempersukar


mereka (HR. Imam Muslim)[1]
Pembahasan :
Perintah Nabi di atas memberikan pelajaran kepada para pendidik bahwa di
dalam melaksanakan tugas pendidikan, para guru/pendidik dituntut untuk
menciptakan proses pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan, berupaya
membuat peserta didik untuk merasa betah dan senang tinggal di sekolah
bersamanya,dan bukan sebaliknya justru memberikan kesan seram agar para siswa
takut dan segan kepadanya, karena sikap demikian justru akan membuat siswa
tidak betah tinggal di sekolah dan sekaligus akan sulit untuk bisa mencintai para
guru beserta semua ilmu ataupun pendidikan yang di berikan kepada mereka[2].
Analisis :
Hadist diatas menjelaskan bahwa proses pembelajaran harus dibuat dengan
semudah mungkin dan sekaligus menyenangkan agar para peserta didik tidak
tertekan secara psikologis dan merasa bosan dengan suasana di kelas. Dengan
pemilihan metode yang sesuai dan tepat maka berjalannya proses pembelajaran
akan mudah dan menyenangkan bagi peserta didik. Suasana pembelajaran yang
mudah dan menyenangkan ini akan mempengaruhi minat belajar peserta didik
untuk telibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran akan
dapat tercapai dengan maksimal.
B. Hadist pembicaraan harus jelas dan bila perlu diulang


( )


28
28
28
28
28
28

Dari Aisyah Rahimahallah berkata, sesungguhnya perkataan Rasulullah adalah


ucapan

yang

sangat

jelas,

dan

dapat

memahamkan

orang

yang

mendengarkannya. (HR. Abu Dawud)


Pembahasan :
Didalam hadist tersebut dijelaskan diantara sifat ucapan Rasulullah SAW
adalah sangat jelas dan mudah dipahami oleh orang yang mendengarkanya. Oleh
karenanya,

Rasulullah

SAW

mengucapkan

sesuatu

kepada

seseorang

menggunakan gaya dan bahasa dengan kemampuan dya tangkap pemikiran orang
yang sedang diaajak bicara oleh beliau [3].
Analisis :
Didalam hadist diatas, pendidik mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran yaitu proses penyampaian materi yang akan disampaikan kepada
para murid. Dengan perkataan yang jelas dan mudah dipahami proses
penyampaian pesan dapat diterima dengan baik oleh para murid. Perkataan yang
jelas dalam hal ini bukan hanya sekedar jelas. Namun lebih dari itu jelas disini
adalah mampu memahamkanm peserta didik yang dihadapinya.
Perkataan yang jelas dan mudah dipahami akan menjadi salah satu factor
keberhasilan pendidikan. Diharapkan dengan adanya perkataan yang jelas dan
mudah dipahami tersebut anak didik akan dapat menyerap dan memahami apa
yang disampaikan pendidik.





(
29
29
29
29
29
29

Telah menceritakan kepada kami Abdah berkata, Telah menceritakan kepada


kami Abdushshamad berkata, Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al
Mutsanna berkata; Tsumamah bin Abdullah telah menceritakan kepada kami
dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam apabila memberi salam, diucapkannya tiga kali dan bila berbicara
dengan satu kalimat diulangnya tiga kali. (HR. Imam Bukhori)
Pembahasan :
Ada perbedaan pendapat apakah salam termasuk syarat dalam meminta izin
untuk memasuki rumah atau tidak ? Imam Maziri berkata : bentuk permintaan izin
ialah dengan cara mengucapkan Assalammuaalaikum, apakah boleh masuk?
kemudian ia boleh memilih antara menyebutkan namanya atau hanya
mengucapkan salam saja.
Imam Ismail berkomentar bahwa salam itu dilakukan secara berulang-ulang
ketika meminta izin, salam dilakukan secara berulang-ulang pada sekumpulan
orang banyak yang sebagian orang belum mendengar, begitu juga ia mengucapkan
salam dan dia menyangka orang pemilik rumah belum mendengar maka
disunahkan mengulanginya kembali dua atau tiga kali. Ada perbedaan pendapat
mengenai seseorang yang mengucapkan salam tiga kali dan menyangka kalau
pemilik rumah belum mendengar, menurut Imam Malik seseorang harus
menambah salamnya sapai pemilik rumah mendengarnya, kebanyakan ulama dan
penganut madzhab Imam Maliki berpendapat tidak boleh menambah salam karena
mengikuti dhohirnya hadist.[4]
Analisis :
Dalam hadist diatas Rasulullah SAW menggunakan pengulangan dengan

kalimat
Hadist ini mengindikasikan
bahwa pengajaran memerlukan banyak pengulangan. Pengulangan bahan yang
telah dipelajari akan memperkuat hasil belajar.. Nabi Muhammad SAW ketika
30
30
30
30
30
30

menerima wahyu yang pertama dalam keadaan meniru dan mengulang apa yang
disampaikan oleh Jibril.
Oleh karena itu, hendaknya para pendidik sesudah materi disampaikan kepada
peserta didik diharapkan untuk melakukan pengulangan kembali. Hal ini
dimaksudkan untuk mempertinggi penguasaan peserta didik terhadap materi yang
sudah diterima. Demikian juga halnya sebelum memberikan materi yang baru,
hendaknya para pendidik melakukan pengulangan kembali terhadap materi
sebelumnya hal ini bertujuan untuk mengingatkan kembali kepada peserta didik
tentang materi sebelumnya dan juga agar materi yang sebelumnya tidak hilang
begitu saja.
C. Hadist tentang metode peragaan dan demonstrasi























)






(
Dari Abu Hurairah r.a , Ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : orang yang
menanggung hidup anak yatim atau yang lainnya, maka saya ( Nabi) dan dia
seperti ini di dalam syurga dan Imam Malik mengisyaratkan seperti jari telenjuk
dan tengah (HR. Imam Muslim)
Pembahasan :
Dari hadist diatas yang dimaksud dengan ( ) adalah mencukupi segala
kebutuhannya mulai dari nafakah, pakaian, pendidikan sekolah dan bertanggung
jawab atas baik buruknya adabnya. Hal yang demikian ini mendapatkan
keuatamaan baik dari hartanya sendiri maupun harta anak yatimtersebut dengan
menjadi walinya ini.

31
31
31
31
31
31

Maksud dari yaitu orang terdekatnya seperti kakek, nenek, ibu, saudara
laki-laki, saudara perempuan, paman dari ayah, paman dari ibu bibi dari ibu dan
orang lain.[5]
Analisis :
Pada hadist diatas menerangkan tentang hubungan kedekatan Rasulullah
dengan orang yang memelihara anak yatim. Rasulullah SAW mendemonstrasikan
juga dengan jari beliau. Beliau menerangkan kepada para sahabat bahwa
kedudukan beliau dengan orang yang memelihara anak yatim di surga begitu
dekat, seperti kedekatan jari tengah dan jari telunjuk.
Dalam dunia pendidikan sekarang ini, para pendidik dianjurkan sekali untuk
bisa meneladani Rasulullah SAW dalam menjelaskan pelajaran dengan
menggunakan alat peraga dalam metode pengajarannnya. Metode peraga ini
sekarang lebih dikenal dengan sebutan media pendidikan. Media pendidkan
adalah suatu benda yang dapat dindrai, khususnya penglihatan dan pendengaran
baik yang terdapat dalam maupun luar kelas yang digunakan sebagai alat bantu
penghubung dalam proses pembelajaran. Media pendidikan bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas belajar siswa. Media pendidikan mengandung beberapa
beberapa aspek-aspek yaitu sebagai alat atau sebagai teknik yang berkaitan erat
dengan metode pengajaran









32
32
32
32
32
32










()
Dari Abi Qilabah katanya hadist dari Malik. Kami mendatangi Rasulullah SAW
Dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh
malam) 20 malam. Rasulullah SAW adalah seorang yang penyayang dan
memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada
keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang yang kami tinggalkan dan
kami memberitahukannya, beliau bersabda : kembalillah bersama keluargamu
dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka, beliau
menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang saya tidak hapal. Dan shalatlah
sebagaimana kalian melihat aku shalat. (HR. Imam Bukhari)
Pembahasan :
Hadist ini sangat jelas menunjukkan tata cara shalat Rasulullah kepada
sahabat. Sehingga para sahabat dipesankan oleh Rasulullah agar shalat seperti
yang dicontohkan olehnya.
Maksud dari hadist diatas adalah mengenai metode peragaan yang terdapat
didalam kalimat hadist terakhir yaitu Dan shalatlah sebagaimana kalian melihat
aku shalat. Dan apabila telah datang waktu shalat, maka adzanlah salah satu
diantara kalian. Dan yang paling tua diantara kalian jadikanlah imam[6]
Analisis :
Dari penjelasan diatas telah dijelaskan bahwa Rasulullah melakukan metode
demonstrasi tentang tata cara shalat kepada sahabatnya. Hal dimaksudkan unntuk
memperjelas tentang bagaimana tata cara shalat yang sesuai dengan Rasulullah.
Metode demonstrasi

adalah metode pembelajaran yang menggunakan

peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau bagaiman memperlihatkan


sesuatu kepada peserta didik. Metode demonstrasi ini dilakukan bertujuan agar
33
33
33
33
33
33

pesan yang disampaikan oleh pendidik dapat dikerjakan dengan baik dan benar
oleh peserta didik.

D. Hadist tentang metode cerita atau kisah








( )


Dari Abu Hurairah r.a, Ia berkata sesungguhnya Rasululllah SAW bersabda :
Ketika seorang laki-laki sedang berjalan-jalan tiba-tiba ia merasa sangat haus
sekali kemudian ia menemukan sumur lalu ia masuk kedalamnya dan minum,
kemudian ia keluar (dari sumur). Tiba-tiba datang seekor anjing menjulurjulurkan lidahnya ia menjilati tanah karena sangat haus, lelaki itu berkata :
anjing itu sangat haus sebagaimana aku, kemudian masuk kesumur lagi dan ia
penuhi sepatunya (dengan air), kemudian ia (haus lagi) sambil menggigit
sepatunya dan ia beri minum anjing itu kemudian Allah bersyukur kepadanya dan
mengampuni, sahabat bertanya wahai Rasulullah: adakah kita mendapat pahala
karena kita menolong hewan ? Nabi SAW menjawab : disetiap yang mempunyai
limpa basah ada pahalanya. (HR.Imam Bukhori)
Pembahasan :
34
34
34
34
34
34

Ketika seorang laki-laki sedang berjlan tiba-tiba ia merasa sangat haus sekali,
kemudian ia menemukan sumur lalu ia masuk kedalamnya dan minum, kemudian
ia keluar (dari sumur). Tiba-tiba datang seekor anjing menjulur-julurkan lidanya ia
menjilati tanah karena sangat haus, lelaki itu berkata: anjing itu sangat haus
sebagaimana aku, kemudian masuk ke sumur lagi dan ia penuhi sepatunya
(dengan air), kemudian ia (haus lagi) sambil mengigit sepatunya dan ia beri
minum anjing itu kemudian Allah bersyukur kepadanya dan mengampuninya.
Menurut Abdullah bin Dinar Allah memasukkan lelaki tersebut ke surga. Dari
hadist ini mengajarkan kepada kita senantiasa saling menyayangi sesame makhluk
Allah meskipun pada hewan yang diharamkan.[7]
Analisis :
Hadist diatas menjelaskan bahwa pendidikan dengan metode cerita dapat
menumbuhkan kesan yang mendalam pada anak didik, sehingga dapat memotivasi
anak didik untuk berbuat yang baik dan menjauhi hal yang buruk. Bahkan kaedah
ini merupakan metode yang menarik yang mana sering dilakukan oleh Rasulullah
dalam menyamapaikan ajaran islam. Teknik ini menjadikan penyampaian dari
Rasulullah menarik sehingga menimbulkan minat dikalangan para sahabatnya.
Teknik bercerita ini adalah salah satu teknik yang baik untuk menerapkan
aspek pembangunan insan karena didalamnya mencakup seluruh metodologi
pendidikan yaitu pendidikan mental, akal, jasmani serta unsur-unsur yang ada
dalam jiwa seseorang, pendidikan itu melalui teladan dan nasehat. Bukti terbaik
dari metode ini adalah bagaimana setengah dari isi kandungan Al-Quran adalah
tentang cerita atau kisah dalam penyamapaian ajarannya.
E. Hadist tentang Metode tanya jawab dan diskusi

35
35
35
35
35
35


( )


Dari Abu Hurairah r.a Berkata : ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasul. Ya
Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak saya hormati? Beliau menjawab :
Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian yang
lebih dekat dan yang lebih dekat dengan kamu (HR. Muslim)
Pembahasan :

Seorang ibu di mata anak-anaknya merupakan satu-satunya figure yang paling


berjasa dibanding lainnya, bagaimana tidak , karena dia telah susah payah
mengandungnya selama Sembilan bulan, dalam suka dan duka, sehat maupun
sakit, bayi yang masih berada dalam kandungan senantiasa dibawa kemana dia
pergi dan berada, bahkan tidak jarang seorang ibu yang sedang mengandung muda
sampai berbulan-bulan tidak mau makan nasi karena jika hal itu dia lakukan akan
kembali keluar/muntah.
Imam An-Nawawi mengatakan bahwa,didalam hadist tersebut terdapat
anjuran untuk berbuat baik kepada kerabat dekat, dan ibu adalah yang paling
berhak mendapatkan itu, baru kemudian ayah dan kemudian kerabat yang paling
dekat. Para ulama mengatakan bahwa sebab didahulukannya ibu adalah karena
kelelahan, beban berat dan pengorbanannya di saat mengandung, melahirkan,
menyusui, perawatan pendidikan dan dan lain sebagainya.[8]
Analisis :
Dari penjelasan hadist diatas, Rasulullah menggunakan metode tanya jawab
sebagai starategi pembelajarannya. Beliau sering menjawab pertanyaan dari
sahabatnya ataupun sebaliknya. Metode tanya jawab ini sendiri ialah metode
pembelajaran yang memungkinkan adanya komunikasi langsung antara pendidik
dan peserta didik.sehingga komunikasi ini terlihat adanya timbal balik antara guru
36
36
36
36
36
36

dengan siswa. Tujuan terpenting dari metode tanya jawab ini adalah para guru
atau pendidik dapat mengetahui sejauhmana para murid dapat mengerti dan
mengungkapkan apa yang telah diceramahkan.


)











(
Dari Anas bin Malik ra, Ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : Tolonglah
saudaramu yang dzalim maupun yang didzalimi. Mereka bertanya : Wahai
Rasulullah bagaimana jika menolong orang dzalim? Rasulullah menjawab :
tahanlah (hentikan) dia dan kembalikan dari kedzaliman, karena sesungguhnya
itu merupakan pertolongan kepadanya (HR. Imam Bukhari)
Pembahasan :
Dalam hadist diatas dijelaskan bahwa Rasulullah memerintahkan kepada
umatnya agar menolong saudaranya baik dalam keadaan dhalim atau madhlum
(didzalimi).
Ibnu Bathal mengatakan : ( )menurut orang arab berarti ()
pertolongan, sungguh Rasulullah telah menjelaskan bahwa menolong orang yang
dzalim itu caranya dengan mencegah dari berbuat aniaya karena jika engkau tidak
mencegahnya, maka dia akan melakukan perbuatan aniaya hingga di qishas.
Pencegahan yang kamu lakukan dengan cara mengqishasnya itu juga bisa
dikatakan menolong orang yang beruat dzalim.[9]
Analisis :
37
37
37
37
37
37

Diskusi pada dasarnya adalah tukar menukar informasi dan unsur pengalaman
secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih
jelas dan lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan atau
merampungkan keputusan bersama.
Jika ditelaah dari bebarapa riwayat hadist, Rasulullah adalah orang yang
paling banyak melakukan diskusi. Metode diskusi ini sering dilakukan oleh
Rasulullah bersama para sahabatnya untuk mencari kata sepakat. Tetapi walaupun
Nabi sering melakukan dan membolehkan mendidik dengan metode diskusi akan
tetapi dalam pelaksanaanya harus dilakukan dengan hikmah ataupun dengan bijak
agar segala permasalahan dapat diselesaikan dengan baik dan tanpa ada
permusuhan, karena metode diskusi berbeda dengan debat. Jika debat adalah
perang

argumentasi,

beradu

paham

dan

kemampuan

persuasi

dalam

memenangkan pendapatnya sendiri. Maka dalam metode diskusi diharapkan


semuanya memberi sumbangsih sehingga semua bisa paham dan dimengerti
secara bersama.
[1]Juwariyah, Hadist Tarbawi, (Yogyakarta: TERAS, 2010)hlm105
[2] Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM,

(Semarang : Rasail Media Group,2008)hlm13


[3] Imam Nawawi , Terjemahan Riyadlus Shahih Al Bukhari, (Jakarta : Pustaka
Amani, 1999M/1420H), jilid 1 hlm639
[4] Imam Nawawi , Terjemahan Riyadlus Shahih Al Bukhari, (Jakarta : Pustaka
Amani, 1999M/1420H), jilid 1 hlm639
[5] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kumpulann Hadist Shahih Bukhari dan
Muslim, (Semarang : PUSTAKA NUUN, 2012)hlm552
[6] http://www.tokoblog.net/2011/03/hadits-tentang-metode-pendidikan.html
diakses pada 20-9-2013 pukul 21.00 WIB
[7] http://m.manjaddawajadda.abatasa.co.id/post/detail/26348/myeducation.htm diakses pada 21-9-2013 pukul 20.00 WIB
[8] Juwariyah, Hadist Tarbawi, (Yogyakarta: TERAS, 2010)hlm20
[9]Juwariyah, Hadist Tarbawi, (Yogyakarta: TERAS, 2010)hlm56

38
38
38
38
38
38

BAB VI
ETIKA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK



:




)








(
39
39
39
39
39
39

Dari Anas bin Malik R.A. dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda :
Permudahkanlah dan jangan kamu persulit, dan bergembiralah dan jangan
bercerai berai, dan beliau suka pada yang ringan dan memudahkan manusia (H.R
Bukhori)






:



(



)



Dari Abu Hurairah R.A, Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda : Sesungghnya aku

bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya. (HR. Abu Dawud, Nasai, dan
Ibnu Hibban)








(



)

Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW selalu memberikan kepada setiap

orang yang hadir dihadapan beliau, hak-hak mereka (secara adil), sehingga
diantara mereka tidak ada yang merasa paling diistimewakan. (H.R Tirmidzi)

Sesungguhnya Allah mencintai berlaku lemah lembut dalam segala sesuatu.




(





)




Barang siapa ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui kemudian ia


menyembunyikannya (tanpa menjawabnya), maka kelak ia dikendalikan di hari

kiamat dengan kendali yang terbuat dari api neraka. (H.R Abu Daud dan
Tirmidzi)






:



40
40
40
40
40
40

Dari









(



)


Umar Ibnul Khattab R.A beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda :

Pelajarilah olehmu ilmu pengetahuan dan pelajarilah pengetahuan itu dengan


tenang dan sopan, rendah hatilah kami kepada orang yang belajar kepadanya
(H.R Abu Nuaim)

BAB VII
KONSEP REWARD AND PUNISHMENT

41
41
41
41
41
41










(



)

Pada suatu ketika Nabi membariskan Abdullah, Ubaidillah, dan anak-anak

paman beliau, Al-Abbas. Kemudian, beliau berkata : Barang siapa yang terlebih
dahulu sampai kepadaku, dia akan mendapatkan ini dan itu. Lalu mereka
berlomba-lomba untuk sampai kepada beliau. Kemudian mereka merebahkan diri
di atas punggung dan dada beliau. Kemudian, beliau menciumi dan memberi
) penghargaan. ( HR. Ahmad






:












(

)





Dari Amr Bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW
bersabda : perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka
berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun
jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.
)(HR. Abu Dawud









(

)

42
42
42
42
42
42

Dari Abu Hurairah R.A, Ia berkata: Suatu hari Rasulullah SAW keluar menemui
kami yang mana ketika itu kami berselisih mengenai persoalan qadar, maka beliau
marah sampai-sampai muka beliau memerah seakan-akan buah delima dibelah
dikedua pipi beliau, lalu beliau bersabda : Apakah ini yang telah diperintahkan
kepada kalian? Ataukah untuk urusan ini aku diutus kepada kalian? Sesungghnya
orang-orang sebelum kalian rusak lantaran mereka berselisih dalam masalah ini.
Aku mengharuskan kepada kalian untuk tidak berselisih dalam masalah ini.

Ampunilah,

jika

engkau

memukulnya

maka

pukullah

sesuai

dengan

kesalahannya tetapi hindarilah memukul muka.


PEMBAHASAN
Pengertian Reward and Punishment
Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Reward
sebagai alat pendidikan diberikan ketika seorang anak melakukan sesuatu yang
baik, atau telah berhasil mencapai sebuah tahap perkembangan tertentu, atau
tercapainya sebuah target. Dalam konsep pendidikan, reward merupakan salah
satu alat untuk peningkatan motivasi para peserta didik. Metode ini bisa mengasosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang,
dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara
berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi
giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah
dapat dicapainya.[1] Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah, dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud yang bunyinya :



43
43
43
43
43
43











( )
Pada suatu ketika Nabi membariskan Abdullah, Ubaidillah, dan anak-anak
paman beliau, Al-Abbas. Kemudian, beliau berkata : Barang siapa yang
terlebih dahulu sampai kepadaku, dia akan mendapatkan ini dan itu. Lalu
mereka berlomba-lomba untuk sampai kepada beliau. Kemudian mereka
merebahkan diri di atas punggung dan dada beliau. Kemudian, beliau menciumi
dan memberi penghargaan. ( HR. Ahmad )
Sementara

punishment

diartikan

sebagai

hukuman

atau

sanksi.

punishment biasanya dilakukan ketika apa yang menjadi target tertentu tidak
tercapai, atau ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma-norma yang
diyakini oleh sekolah tersebut. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang
positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini
adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan
membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat
pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
[2]Seorang guru atau orang tua diperbolehkan memukul dengan pukulan yang
tidak keras. Ini dilakukan ketika beberapa cara seperti menasehati, menegur, tidak
mempan juga. Hukuman ini terutama menyangkut kewajiban shalat bagi anakanak yang usianya telah mencapai sepuluh tahun.[3]
Nabi SAW bersabda :






:












[4]( )





Dari Amr Bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW
bersabda : perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka
berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh
44
44
44
44
44
44

tahun jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal
tempat tidur. (HR. Abu Dawud)
Dalam nasehat Rasulullah itulah terkandung cara mendidik anak yang
dilandasi dengan kasih sayang, dan menomor duakan hukuman. Bukankah beliau
terlebih dahulu menyuruh membiasakan anak mengerjakan shalat mulai usia tujuh
tahun? Kalau tiga tahun setelah itu, ternyata belum juga shalat, sangat wajar jika
diberikan hukuman.[5]
Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diperlukan. Ada orang-orang
yang baginya teladan dan nasehat saja sudah cukup, tidak perlu lagi hukuman.
Tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya diantara mereka ada yang perlu dikerasi
sekali-kali.
Hukuman bukan pula tindakan yang pertama kali terbayang oleh seorang
pendidik, dan tidak pula cara yang didahulukan. Nasehatlah yang paling
didahulukan begitu juga ajaran untuk berbuat baik, dan tabah terus menerus
semoga jiwa orang itu berubah sehingga dapat menerima nasehat tersebut.[6]
B. Prinsip-Prinsip Pemberian Reward and Punishment
1. Prinsip-Prinsip Pemberian Punishment
a.

Penilaian didasarkan pada perilaku bukan pelaku. Untuk membedakan antara


pelaku dan perilaku memang masih sulit. Apalagi kebiasaan dan presepsi yang
tertanam kuat dalam pola pikir kita yang sering menyamakan kedua hal tersebut.
Istilah atau panggilan semacam anak shaleh, anak pintar yang menunjukkan
sifat pelaku tidak dijadikan alasan peberian penghargaan karena akan
menimbulkan persepsi bahwa predikat anak shaleh bisa ada dan bisa hilang.
Tetapi harus menyebutkan secara langsung perilaku anak yang membuatnya
memperoleh hadiah.

b. Pemberian penghargaan atau hadiah harus ada batasnya. Pemberian hadiah tidak
bisa menjadi metode yang dipergunakan selamanya. Proses ini cukup difungsikan
hingga tahapan penumbuhan kebiasaan saja. Manakala proses pembiasaan dirasa
45
45
45
45
45
45

telah cukup, maka pemberian hadiah harus diakhiri. Maka hal terpenting yang
harus dilakukan adalah memberikan pengertian sedini mungkin kepada anak
tentang pembatasan ini.
c.

Penghargaan berupa perhatian. Alternatif bentuk hadiah yang terbaik bukanlah


berupa materi, tetapi berupa perhatian, baik verbal maupun fisik. Perhatian verbal
bisa berupa komentar-komentar pujian, seperti, Subhanallah, Alhamdulillah,
indah sekali gambarmu. Sementara hadiah perhatian fisik bisa berupa pelukan,
atau acungan jempol.

d. Dimusyawarahkan kesepakatannya. Setiap anak yang ditanya tentang hadiah yang


dinginkan, sudah barang tentu akan menyebutkan barang-barang yang ia sukai.
Maka disinilah dituntut kepandaian dan kesabaran seorang guru atau orang tua
untuk mendialogkan dan memberi pengertian secara detail sesuai tahapan
kemampuan berpikir anak, bahwa tidak semua keinginan kita dapat terpenuhi.
e.

Distandarkan pada proses, bukan hasil. Banyak orang lupa, bahwa proses jauh
lebih penting daripada hasil. Proses pembelajaran, yaitu usaha yang dilakukan
anak, adalah merupakan lahan perjuangan yang sebenarnya. Sedangkan hasil yang
akan diperoleh nanti tidak bisa dijadikan patokan keberhasilannya.[7]

2. Prinsip-Prinsip Pemberian Punishment


a.

Kepercayaan terlebih dahulu kemudian hukuman. Metode terbaik yang tetap


harus diprioritaskan adalah memberikan kepercayaan kepada anak. Memberikan
kepercayaan kepada anak berarti tidak menyudutkan mereka dengan kesalahankesalahannya, tetapi sebaliknya kita memberikan pengakuan bahwa kita yakin
mereka tidak berniat melakukan kesalahan tersebut, mereka hanya khilaf atau
mendapat pengaruh dari luar.

b.

Hukuman distandarkan pada perilaku. Sebagaimana halnya pemberian hadiah


yang harus distandarkan pada perilaku, maka demikian halnya hukuman, bahwa
hukuman harus berawal dari penilaian terhadap perilaku anak, bukan pelaku nya.
Setiap anak bahkan orang dewasa sekalipun tidak akan pernah mau dicap jelek,
meski mereka melakukan suatu kesalahan.
46
46
46
46
46
46

c.

Menghukum tanpa emosi. Kesalahan yang paling sering dilakukan orangtua dan
pendidik adalah ketika mereka menghukum anak disertai dengan emosi
kemarahan. Bahkan emosi kemarahan itulah yang menjadi penyebab timbulnya
keinginan untuk menghukum. Dalam kondisi ini, tujuan sebenarnya dari
pemberian hukuman yang menginginkan adanya penyadaran agar anak tak lagi
melakukan kesalahan, menjadi tak efektif.

d.

Hukuman sudah disepakati. Sama seperti metode pemberian hadiah yang harus
dimusyawarahkan dan didiologkan terlebih dahulu, maka begitu pula yang harus
dilakukan sebelum memberikan hukuman. Adalah suatu pantangan memberikan
hukuman kepada anak, dalam keadaan anak tidak menyangka ia akan menerima
hukuman, dan ia dalam kondosi yang tidak siap. Mendialogkan peraturan dan
hukuman dengan anak, memiliki arti yang sangat besar bagi si anak. Selain
kesiapan menerima hukuman ketika melanggar juga suatu pembelajaran untuk
menghargai orang lain karena ia dihargai oleh orang tuanya.

e.

Tahapan pemberian hukuman. Dalam memberikan hukuman tentu harus melalui


beberapa tahapan, mulai dari yang teringan hingga akhirnya jadi yang terberat.[8]

C. Keseimbangan antara Reward and Punishment


Segala sesuatu perlu ukuran, perlu keseimbangan. Yaitu proporsi ukuran
yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Belum tentu ukuran tersebut harus
berbagi sama. Keseimbangan imbalan dan hukuman pun tidak berarti harus
diberikan dalam porsi sama, satu-satu.
Yang akan dipakai sebagai standar keseimbangan adalah sama seperti
standar yang dipergunakan Allah SWT dalam memberikan pahala dan dosa bagi
hamba-hambaNya. Seperti kita ketahui, Allah menjanjikan pahala bagi manusia,
untuk sekedar sebuah niat berbuat baik. Manakala niat itu diwujudkan dalam
bentuk sebuah amal, Allah akan membalasnya dengan pahala yang bukan hanya
satu, melainkan berlipat ganda. Sebaliknya, Allah mempersulit pemberian dosa

47
47
47
47
47
47

bagi hambaNya. Niat untuk bermaksiat belumlah dicatat sebagai dosa, kecuali niat
itu terelaksana, itupun bisa segera Dia hapuskan ketika kita segera beristigfar.
Keseimbangan inilah yang harus kita teladani dalam memberikan imbalan
dan hukuman kepada anak. Kita harus mengutamakan dan mempermudah
memberikan penghargaan dan hadiah kepada anak dan meminimalkan pemberian
hukuman.
Metode pemberian hukuman adalah cara terakhir yang dilakukan, saat
sarana atau metode lain mengalami kegagalan dan tidak mencapai tujuan. Saat itu
boleh melakukan penjatuhan hukuman. Dan ketika menjatukan hukuman harus
mencari waktu yang tepat serta sesuai dengan kadar kesalahan yang dilakukan.[9]

D. Contoh Konkret Reward and Punishment


1. Contoh konkret reward
v Pujian yang mendidik. Seorang guru yang sukses hendaknya memberi pujian kepada
siswanya ketika ia melihat tanda yang baik pada perilaku siswanya. Misalnya
ketika ada seorang murid yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan yang ia
diberikan.
v Memberi Hadiah. Seorang guru hendaknya merespon apa yang disukai seorang
anak. Ia harus bisa memberikan hadiah-hadiah tersebut pada kesempatan yang
tepat. Misalnya, kepada siswa yang rajin, berakhlak mulia, dan lain sebagainya.
v Mendoakan. Seorang guru hendaknya memberi motivasi dengan mendoakan
siswanya yang rajin, sopan dan rajin mengerjakan shalat. Sang guru bisa saja
mendoakan dengan mengatakan, Semoga Allah memberikan taufik untukmu,
Saya harap masa depanmu cemerlang.
v Papan Prestasi yang ditempatkan di lokasi strategis pada lingkungan sekolah
merupakan sarana yang sangat bermanfaat. Pada papan nama itu, dicatat namanama siswa berprestasi, baik dari berperilaku, kerajinan, kebersihan maupun
dalam pelajarannya.
48
48
48
48
48
48

v Menepuk pundak. Pada saat salah seorang siswa maju ke depan kelas untuk
menjelaskan pelajaran atau menyampaikan hafalannya, dll. Maka seorang guru
sudah sepantasnya bila menepuk pundak siswa tersebut pada saat ia melaksanakan
tugasnya dengan baik. Ini dilakukan untuk memberi motivasi padanya.[10]
2. Contoh Konkret Punishment ( Sanksi yang Mendidik )
v Menasehati dan memberi arahan. Keduanya merupakan metode dasar dalam
pendidikan dan pengajaran yang sangat diperlukan. Pendidik agung kita, Nabi
Muhammad SAW, telah melaksanakan metode ini kepada anak kecil dan pada
orang dewasa.
v Bermuka masam. Seorang guru dapat saja kadang-kadang memasang muka masam
di hadapan murid-muridnya jika ia melihat kegaduhan. Ini dilakukan agar ia dapat
menjaga ketenangan dan ketrentaman proses belajar mengajar. Tentu ini lebih baik
daripada membiarkan para siswa terlebih dulu, hingga kelewatan baru guru
tersebut menjatuhkan sanksi para siswa.
v Membentak. Seringkali seorang guru terpaksa membentak salah seorang siswa yang
banyak mengajukan pertanyaan yang mengganggu proses belajar mengajar. Atau
siswa yang berani melecehkan si guru dan melakukan kesalahan-kesalahan lain.
v Melarang melakukan sesuatu. Pada saat si guru melihat sebagian muridnya ribut
berbicara pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, maka bisa saja si
guru melarang muridnya itu bebicara dengan suara keras. Nabi Muhammad SAW
juga meminta seseorang yang bersendau gurau di hadapan beliau untuk menahan
serdawanya, Tahanlah serdawanmu pada saat bersama kami.[11]
v Berpaling. Dengan keberpalingan ini sang guru atau ayahnya, siswa akan merasa ia
telah melakukan kesalahan. Dengan begitu, ia tidak akan mengulangi
kesalahannya itu.
v Tidak menyapa. Seseorang pendidik dapat saja tidak menyapa anak atau siswanya
ketika mereka meniggalkan shalat atau menonton bioskop misalnya. Waktu
terlama tidak menyapa adalah tiga hari. Ini berdasar sabda Nabi SAW, Seorang
muslim tidak dibenarkan mendiamkan saudaranya di atas tiga hari.[12]
49
49
49
49
49
49

v Teguran. Seorang pendidik harus menegur siswa atau anaknya pada saat ia
melakukan dosa besar dan tidak mempan lagi dengan nasihat dan arahan.
v Sanksi sang ayah. Jika seorang siswa berulang kali melakukan kesalahan, maka
seorang guru hendaknya mengirim anak pada walinya dan memintanya untuk
memberikan sanksi setelah terlebih dahulu memberi nasihat pada si anak.
Dengan begitu akan terjadi kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan
orang rumah dalam mendidik anak didik.
v Menggantungkan tongkat. Dianjurkan seorang guru dan seorang pendidik
menggantungkan cambuk yang diletakkan di tembok kelas agar para siswa
dapat melihatnya lalu menjadi jera dengan sanksi itu. Ini berdasar hadis Nabi
SAW, Gantunglah cambuk sehingga dapat dilihat oleh semua anggota
keluarga, karena itu pengajaran yang baik bagi mereka.[13]
v Memukul tidak keras. Seorang guru dan seorang ayah diperbolehkan memukul
dengan pukulan yang tidak keras. Ini dilakukan jika beberapa cara di atas
tidak mempan juga.[14]
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Jameel Zeeno, Resep Menjadi Pendidik Sukses Berdasarkan
Petujuk Al-Quran dan Teladan Nabi Muhammad, Jakarta ; Hikmah, 2005.
Irawati Istadi, Mendidik dengan Cinta, Pustaka Inti ; Jakarta, 2002.
Salman Harun, Sistem Pendidikan Islam, PT. Al-Maarif ; Bandung, 1984,

http

//my

opera.com/Subchi-Al-Fikri/blog/penghargaan(reward)-dan-

hukuman(punishment)-dalam-pendidikan-islam.
Muhammad Kosim, Antara Reward dan Punishment, Rubrik Artikel, Padang
Ekspres, Senin, 09 Juni 2008.
Mujam Mufahras Li Alfadil Ahadis
Sunan Turmudi

50
50
50
50
50
50

Muhammad Kosim, Antara Reward dan Punishment, Rubrik Artikel, Padang


Ekspres, Senin, 09 Juni 2008. Hal. 1
[2]Muhammad Kosim, Ibid. Hal. 1
[3] Muhammad Jameel Zeeno, Resep Menjadi Pendidik Sukses Berdasarkan
Petujuk Al-Quran dan Teladan Nabi Muhammad, Jakarta ; Hikmah, 2005, Hal.
114
[4] Sunan Turmudi, Juz II, Hadis ke-183 Hal. 416
[5] Irawati Istadi, Mendidik dengan Cinta, Pustaka Inti ; Jakarta, 2002. Hal. 93
[6] Salman Harun, Sistem Pendidikan Islam, PT. Al-Maarif ;Bandung, 1984, Hal.
341
[7] http : //my opera.com/Subchi-Al-Fikri/blog/penghargaan(reward)-danhukuman(punishment)-dalam-pendidikan-islam.Hal. 6-7
[1]

[8] Subchi Al-Fikri, Hal. 7-8


[9] Subchi Al-Fikri, Hal. 9
[10] Muhammad Jameel Zeno, Opcit. Hal. 98-100
[11] Kualitas hadis ini hasan. Lih. Shahihul Jami, 4367.
[12] Kualitas hadis ini sahih. Lih. Shahihul Jami 753.
[13] Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Albani dalam kitab Shahihul
[14] Opcit, Hal. 110-115

Jami.

BAB VIII
ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR














:







.

















:





(



)

Dari Abu Hurairah R.A berkata : Rasululullah SAW bersabda : Seorang mukmin
yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang

lemah, dalam semua kebajikan. Perhatikanlah dengan senang atas apa yang
51
51
51
51
51
51

memberikan manfaat kepadamu, dan mintalah pertolongan kepada Allah, dan


janganlah kamu lemah atau tidak berdaya, jika ada sesuatu yang menimpamu
maka janganlah kamu mengatakan : Jika seandainya aku melakukan seperti ini
maka akan seperti itu, tetapi ucapkanlah : Allah sudah menentukan, dan yang
dikehendaki Allah jadilah maka terjadi dilakukan. Maka sesungguhnya kalimat
)seandainya adalah kalimat pembuka perbuatan setan (H.R Muslim



:











:































(



)


Dari Numan R.A, beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : Ciri-ciri orang

mukmin dalam menyayangi, kecintaannya dan kasih sayangnya seperti anggota


badan apabila salah satu anggota badannya merasa sakit maka anggota badan yang
)lainnya merasa gelisah dan cemas (H.R Bukhori








:






(

)


.

Dari Ibni masud R.A, beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : Hati manusia
itu lebih telah diciptakan menurut fitrahnya, yaitu mencintai orang yang berbuat
)baik dan membenci orang yang berbuat jelek padanya. (H.R Al-Baihaqi





























)




(




52
52
52
52
52
52

Aku telah diberitahu (oleh Yazid bin Muawiyah) bahwa kalian telah menuggu.
(Sebenarnya

aku telah mengetahui kedatangan kalian), tidak ada yang

menghalangiku untuk menemui kalian, kecuali karena aku khawatir kalian akan
merasa bosan (belajar kepadaku). Karena sesungguhnya Rasulullah SAW sendiri
selalu memilih waktu yang tepat dari hari-hari yang ada untuk menyampaikan
pelajaran, lantaran khawatir kami akan merasa jenuh. (HR. Bukhori dan Muslim)
SYARAH ATAU PENJELASAN HADITS
Rasulullah SAW bersabda,

Seorang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah

daripada seorang mukmin yang lemah. (Meskipun) pada keduanya terdapat


kebaikan.
Arti kuat di dalam hadits ini adalah keinginan yang kokoh serta semangat
yang tinggi dalam hal-hal yang bernuansa akhirat. Sehingga orang yang memiliki
sifat ini lebih berani menghadapi musuh di medan jihad, bersemangat saat
merespon seruan berijtihad, tahan banting dan sabar dalam menjalankan amar
maruf nahi mungkar, berani menanggung rintangan demi membela Allah SWT,
menyeru shalat, puasa, dzikir, dan ibadah-ibadah lainnya, dan bersemangat
mengerjakannya dan melestarikannya.
Rasulullah SAW bersabda,Dalam keduanya terdapat kebaikan. Artinya,
baik yang kuat maupun yang lemah memiliki kebaikan, karena keduanya memiliki
keimanan dan yang lemah tentu akan memanfaatkan waktu-waktunya untuk
beribadah. Adapun sabda beliau, (meskipun) pada keduanya terdapat kebaikan
yang dimaksudkan bahwa setiap mukmin baik yang kuat ataupun yang lemah
memilliki kebaikan karena keduanya memiliki hal yang sama yaitu keimanan,
hanya saja ada sedikit perbedaan dalam menjalankan ibadah-ibadah.
Rasulullah SAW bersabda,









53
53
53
53
53
53

Kerjakanlah dengan rajin apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah


pertolongan.
Artinya, Bersemangatlah dalam mengerjakan setiap ketaatan kepada Allah
Taala dan apa yang dicintai oleh Allah Taala. Mintalah pertolongan dari Allah
Taala untuk melaksanakan itu, janganlah menyerah dan jangan malas untuk
mengerjakan ketaatan dan meminta pertolongan.
Rasulullah SAW bersabda,

.



Jika sesuatu menimpamu maka jangan katakan, Andai aku melakukan

ini pasti hasilnya ini dan itu, Tetapi ucapkanlah, Ini adalah takdir Allah, apa
yang Dia kehendaki pasti Dia lakukan. Karena Law (andaikata) dapat membuka
pekerjaan setan.
Al-Qadhi Iyadh berkata, Sebagian ulama menyatakan, larangan ini hanya
tertuju kepada orang yang menyatakannya dengan penuh keyakinan bahwa jika
melakukan itu niscaya tidak akan tertimpa sesuatu yang telah menimpanya.
Adapun orang yang mengungkapkannya atas dasar semua yang terjadi sebagai
kehendak Allah Taala bahwa tidak ada yang dapat menimpanya kecuali apa yang
telah dikehendaki-Nya, maka ungkapan itu tidak masuk dalam larangan ini.
Mereka mendasarkan pendapatnya kepada kenyataan Abu Bakar ra. saat berada di
dalam gua Tsur, Seandainya seorang dari mereka mengangkat kepalanya niscaya
ia melihat kami.
Al-Qadhi berkata, Dalil ini tidak mengena sama sekali, mengingat Abu
Bakar mengabarkan tentang sesuatu yang akan terjadi bukan yang sudah terjadi,
sehingga tidak ada kesan menolak takdir setelah takdir itu terjadi. Ia
melanjutkan, Begitu juga dengan semua hadits hadits Al-Bukhari dalam bab:
Ungkapan-ungkapan menggunakan law yang dibolehkan. Seperti hadits:

















54
54
54
54
54
54

Andai tidak karena kaummu masih baru saja meninggalkan kekufuran,


niscaya aku menyempurnakan bangunan Baitullah sesuai dengan pondasi yang
dibangun Nabi Ibrahim.
Dalam hadits,

Andai aku boleh merajam seseorang tanpa ada saksi terlebih dahulu

niscaya aku merajam perempuan ini.


Juga hadits,

Andai kata tidak takut memberatkan umatku niscaya aku perintahkan

kepada mereka bersiwak.


Dan hadits-hadits semacam itu yang semuanya menunjukkan sesuatu yang
akan terjadi yang tidak terdapat penolakan terhadap takdir di dalamnya, sehingga
tidak dilarang sama sekali, karena hanya mengabarkan keyakinannya terhadap
sesuatu yang akan datang seandainya tidak ada aral menghadang dan itupun masih
terhitung dalam jangkauannya. Adapun sesuatu yang telah lewat maka itu tidak
dalam kekuasaannya lagi.
Al-Qadhi berkata, Menurut hemat saya dalam memahami hadits ini
bahwa larangan ini bersifat umum, tetapi hanya larangan berhukum makruh tanzih
(larangan tapi tidak sampai haram). hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah SAW,

Karena Law (andaikata) dapat membuka pekerjaan setan.


Artinya, ungkapan itu dapat menuntun hati untuk menentang takdir dan

membuka peluang setan untuk menggoda hatinya. Inilah pernyataan lengkap AlQadhi Iyadh.
Aku (An-Nawawi) berkata, penggunaan kata law (andaikata) dalam halhal yang telah terjadi sangat lumrah. Seperti sabda Rasullullah SAW,

















Andai aku telah melakukan sesuatu niscaya aku tidak akan surut dan

niscaya aku tidak membawa binatang kurban. dan hadits lainnya. Jadi,
sesungguhnya yang dilarang adalah mengucapkan law (andaikata) itu tanpa
55
55
55
55
55
55

faedah sama sekali dan larangannya hanya bersifat makruh, bukan haram. Adapun
orang yang mengucapkannya dengan latar menyayangkan dirinya terlambat
melakukan ibadah dan ketaatan kepada Allah Taala atau sesuatu yang sangat
tidak mungkin ia lakukan atau lainnya maka ungkapan iu tidak apa-apa. Inilah
analisa yang banyak dipakai oleh para ulama dalam memahami hadits-hadits
semacam ini. Wallahu Alam. [4]
5. Aspek Tarbawi yang terdapat dalam Hadits
Dalam hadits tersebut banyak terdapat nilai pendidikannya bagi kita, di antaranya
a.

adalah:
Keinginan yang kokoh serta semangat yang tinggi dalam hal-hal yang bernuansa

akhirat.
b. Baik yang kuat maupun yang lemah memiliki kebaikan, karena keduanya
memiliki keimanan dan yang lemah tentu akan memanfaatkan waktu-waktunya
c.

untuk beribadah.
Bersemangatlah dalam mengerjakan setiap ketaatan kepada Allah Taala dan apa

d.

yang dicintai oleh Allah Taala.


Mintalah pertolongan dari Allah Taala, janganlah menyerah dan jangan malas

untuk mengerjakan ketaatan dan meminta pertolongan.


e. Tidak menyesali terhadap takdir yang telah terjadi, karena itu adalah kehendak
f.

Allah Taala.
Berprasangka yang baik kepada Allah Taala.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2008. Fathul Baari (Syarah Shahih Bukhari) Jilid 29. Jakarta:
Pustaka Azzam
Al-Bukhari, Abdurrahman bin Ismail. Tanpa tahun. Shahih Bukhari Juz 1. Bandung:
CV. Diponegoro
Ali, Atabik, dkk. Tanpa tahun. Kamus Karabiyak Kontemporer Arab-Indonesia.
Yogyakarta: Multi Karya Grafika
56
56
56
56
56
56

Al-Jazairi, Syaikh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Jakarta:
An-Naysaburi, Imam Abi Husain Ibn Hajjaj Al-Qusyaiy. Tanpa tahun. Shahih
Muslim Juz 4. Bandung: CV. Diponegoro
Daud, Mamur. 1996. Terjemahan Hadits Shahih Muslim Jilid 4. Jakarta:
Nawawi, Imam. 2011. Syarah Shahih Muslim Jilid II. Jakarta: Darus Sunnah
Munawwir, Ahmad warson. 1997. Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka
Riyadh, Saad. 2007. Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah. Jakarta: Gema Insani
Sunarto, Achmad, dkk. 1993. Tarjamah Shahih Bukhari Jilid VIII. Semarang: CV.
Asy-Syifa
[1] Imam Abi Husain Muslim ibn Hajjaj AlQusyaiy An-Naysaburi, Shahih Muslim Juz 3, (Bandung: CV. Diponegoro, t.t),
hlm. 46
2] Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Karabiyak Kontemporer
Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.t).
3]Mamur Daud, Terjemahan Hadits Shahih Muslim Jilid 4, (Jakarta: Widjaya,
1996), hlm. 244-245
[4] Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim Jilid 11, (Jakarta: Darus Sunnah, 2011),
hlm. 897-899
[5] Abdurrahman bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari Juz 4, (Bandung: CV.
Diponegoro, tanpa tahun), hlm. 2437
[6]Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997)
[7]Achmad Sunarto, dkk, Tarjamah Shahih Bukhari Jilid VIII, (Semarang: CV.
Asy-Syifa, 1993), hlm. 31
[8] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Muslim Jilid 29,
diterjemahkan oleh Gazirah Abdi Ummah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm.
135-137
[9] Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi, Mengenal Etika dan Akhlak Islam,
(Jakarta: Lentera, 2003), hlm. 94
[10]Ibid., hlm. 99
[11] Saad Riyadh, Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2007), hlm. 143-144

57
57
57
57
57
57

BAB IX
KONSEP EVALUASI DALAM PENDIDIKAN

58
58
58
58
58
58

Dari Umar Ibnul Khattab R.A beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda :
Adakanlah perhitungan terhadap diri kalian sebelum kalian diperhitungkan.
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation,

yang berarti penilaian dan penaksiran[26]. Dalam bahasa Arab, dijumpai


istilah imtihn, yang berarti ujian, dan khtmn yang berarti cara menilai
hasil akhir dari proses kegiatan27. Sedangkan secara istilah, ada beberapa
pendapat, namun pada dasarnya sama, hanya berbeda dalam redaksinya
saja. Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses
penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta
didik untuk tujuan pendidikan28. Sementara Abudin Nata menyatakan
bahwa evaluasi sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan
kriteria

tertentu

dalam

rangka

mendapatkan

informasi

dan

menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat


keputusan29.
Kemudian menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan
untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif
yang tepat dalam mengambil keputusan 30. Adapun M. Chabib Thoha,
[26] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, 220.
27 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2005), 183.
28 Oemar Hamalik, Pengajaran Unit (Bandung: Alumni, 1982), 106.
29 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, 307.
30 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bina
Aksara, 1989), 3.

59
59
59
59
59
59

mengutarakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk


mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan31.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa evaluasi
pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan
mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.
Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi
yaitu suatu proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan
informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan (peserta
didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya
yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Dengan demikian
evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan
insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang
terencana, sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas32. Jadi dengan
evaluasi diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu
kegiatan, dan kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan
untuk tindakan berikutnya.
Kemudian Term atau istilah evaluasi dalam wacana pendidikan
Islam tidak diperoleh padanan katanya yang pasti, tetapi terdapat term atau
istilah-istilah tertentu yang mengarah pada makna evaluasi. Term-term
tersebut adalah:

31 M. Chabib Thaha, Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Raja


Grafindo, 1990), 88.
32 H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 221.

60
60
60
60
60
60

1. al-Hisb, memiliki makna menghitung, menafsirkan dan mengira. Hal


ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT:











:
:





























Dari Umar Ibnul Khattab R.A beliau berkata: Rasulullah SAW

bersabda: Adakanlah perhitungan terhadap diri kalian sebelum


kalian diperhitungkan33.
2. al-Bl, memiliki makna cobaan dan ujian. Terdapat dalam firman
Allah Swt.











()




Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun34.
3. al-Imtihn, berarti ujian yang juga berasal dari kata mihnah. Bahkan
dalam Alquran terdapat surat yang menyatakan wanita-wanita yang
diuji dengan menggunakan kata imtihan, yaitu surat al-Mumtahanah.
Firman Allah Swt. yang berkaitan dengan kata imtihan ini terdapat
pada surat al-Mumtahanah (60) ayat 10.

33 Rima Mubarok, Kumpulan-Hadis-Hadis-Tarbawi,


http://kumpulanhadis.wordpress.com/2012/06/07/kumpulan-hadis-hadistarbawi/. (diakses pada 18 Mei 2014).
34 al-Qurn, al-Mulk (67): 2.

61
61
61
61
61
61











()






Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji
(keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan
mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benarbenar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada
(suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi
mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang
telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila
kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap
berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan
kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan
hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar.
Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana35.
4. al-ikhtibr, memiliki makna ujian atau cobaan/al-bl. Orang Arab
sering menggunakan kata ujian atau bl dengan sebutan ikhtibr.
Bahkan di lembaga pendidikan bahasa Arab menggunakan istilah
evaluasi dengan istilah ikhtibr.
Beberapa term tersebut di atas dapat dijadikan petunjuk arti
evaluasi secara langsung atau hanya sekedar alat atau proses di dalam
35 al-Qurn, al-Mumthnh (60): 10.
62
62
62
62
62
62

evaluasi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa al-Qrn dan Hadith


merupakan asas maupun prinsip pendidikan Islam, sementara untuk
operasionalnya tergantung pada ijtihad umat. Term evaluasi pada taraf
berikutnya lebih diorientasikan pada makna penafsiran atau memberi
putusan terhadap pendidikan. Setiap tindakan pendidikan didasarkan atas
rencana, tujuan, bahan, alat dan lingkungan pendidikan tertentu.
Berdasarkan komponen ini, maka peran penilaian dibutuhkan guna
mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan tercapai. Dari pengertian
ini, proses pelaksanaan penilaian lebih ditekankan pada akhir tindakan
pendidikan. Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan
keputusan-keputusan pendidikan, baik yang menyangkut perencanaan,
pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan, baik yang menyangkut
perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Dalam konteks ini, penilaian
dalam pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan niai-nilai
Islami sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai
secara maksimal.
Jadi dalam evaluasi pendidikan Islam dapat diartikan sebagai
kegiatan penilaian terhadap tingkah laku peserta didik dari keseluruhan
aspek mental-psikologis dan spiritual religius dalam pendidikan Islam,
dalam hal ini tentunya yang menjadi tolak ukur adalah al-Qrn dan alHadith. Dengan pelaksanaan evaluasi ini bukan hanya pendidik juga
keseluruhan aspek/unsur pendidikan Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 2009. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
63
63
63
63
63
63

Arikunto, Suharsimi. 1989. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina


Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi dalam pembelajaran. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
sy Symilh. http://ukhuwah.uiwap.com/15. diakses 11-03-2014.
Balai Pustaka. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Echols, John M. dan Shadily, Hassan. tt. Kamus Inggris-Indonesia.
Hamalik, Oemar. 1982. Pengajaran Unit. Bandung: Alumni.
Mubarok,
Rima.
Kumpulan-Hadis-Hadis-Tarbawi,
http://kumpulanhadis.wordpress.com/2012/06/07/kumpulan-hadishadis-tarbawi/. diakses 18-05-2014
Mujib, Abdul. dan Mudzakir, Jusuf. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana.
Nata, Abudin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Nata, MA., H. Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam I. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
BPFE: Yogyakarta.
Rahman, Fathur. 1974. Ikhtishar Musthalahul Hadith. Bandung: PT Almaarif.
Ramayulis, H. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Setiawi.
Evaluasi,
http://setiawie.blogspot.com/2011/10/makalah-evaluasipai.html. diakses 24-03-2014.
Software Al-Qurn in Word. V.18.
Software Kutubut Tish.
Software Mktbh Symilh.
Solahuddin, M. Agus dan Suyadi, Agus. 2011. `Ulumul Hadith. Bandung : CV.
Pustaka.
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi dalam pembelajaran. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Suparta, M.A., H. Munzier. 2011. Ilmu Haditht. Jakarta: Rajawali Pers.
Thaha, M. Chabib. 1990. Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo.
Thahan, Mahmud. 2010. Ilmu Hadith Praktis. Bogor: Pustaka Thariqul Izza.
Thahhan, Muhammad al. 1993. Ushul al-Tkhrij w Dirrst al-Asnid. terj. Said
Agil Husin al-Munawar dan Masykur Hakim, Dasar-dasar Ilmu
Takhrij dan Studi Sanad. Semarang: Dina Utama.
Wasilatur
R.
Evaluasi
dalam
pembelajaran
Islam,
http://jorjoran.wordpress.com/2011/06/19/Makalah-evaluasipendidikan-islam/. Diakses 24-03-2014.

64
64
64
64
64
64

BAB X
KONSEP AKUNTABILITAS PELAKSANAAN PENDIDIKAN








(






)

Dari Abdillah bin Umar R.A. sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Setiap

atas

pertanggungjawaban

dimintai

akan

dan

pemimpin

adalah

kamu

kepemimpinannya. Kepala negara yang memimpin manusia (masyarakat)nya,


akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpin. Suami itu pemimpin
terhadap keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka
65
65
65
65
65
65

. Istri adalah pemimpin atas rumah tangga, suami dan anaknya, dan dia akan
dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Hamba sahaya
adalah pemimpin atas harta tuannya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban
terhadap harta tuannya itu. Ketahuilah, setiap kamu itu pemimpin dan setiap
kepemimpinannya.

atas

pertanggungjawaban

dimintai

akan

pemimpin

)(Muttafaqun Alaih

PEMBAHASAN

Pengaruh Ilmu di Dalam Jiwa


" :


,















,










,







,









,

66
66
66
66
66
66

"

.

a. Terjemah :

Dari Abu Musa Al-Asyariy ra. dari Rasulullah SAW. telah bersabda :
Perumpamaan Allah SWT. mengutus saya dengan membawa petunjuk dan ilmu
adalah bagaikan hujan deras yang menyirami bumi, kemudian diantara bumi itu
ada yang subur yang bisa menyerap air, lalu menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
dan rumput yang banyak. Dan ada yang tandus didalam satu riwayat dikatakan
tanah yang padat- yang tidak bisa menyerap air. Kemudian Allah menjadikan air
hujan itu bermanfaat bagi manusia untuk minum, menyiram tanaman dan
bercocok tanam di dalam satu riwayat dikatakan untuk mengembala-. Dan juga
menyirami bagian bumi yang lain, yaitu lembah yang tidak menahan air (dapat
menyerap air) tetapi tidak dapat menumbuhkan rumput. Yang seperti itu adalah
perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan bermanfaat baginya
terutusnya saya (ajaran saya), kemudian ia mengerti dan mengajarkannya kepada
orang lain. Dan perumpamaan orang yang tidak memperhatikan dan tidak
menerima petunjuk Allah yang telah saya bawa. (HR. Bukhori, Muslim dan AnNasai).
b. Penjelasan :
Allah mengutus Nabi Muhammad SAW. dengan membawa Al-Quran sebagai
petunjuk bagi manusia untuk menuju jalan yang benar dan kebaikan, dan sebagai
petunjuk, ilmu dan penerang terhadap berbagai kenyataan dan hukum-hukum.
Namun manusia tidak menerima semuanya atas petunjuk yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad, tetapi mereka mempunyai reaksi yang

berbeda-beda

terhadapnya dikarenakan perbedaan jiwa dan dan perbedaan kesiapan mereka.


Dari perbedaan tersebut terdapat 3 (tiga kelompok/golongan), yaitu :
1. Kelompok orang yang bersih dan jernih jiwanya, yang tidak ternoda oleh dosadosa. Mereka inilah ketika mendengar wahyu disampaikan, akan bersungguhsungguh

memperhatikan,

berusaha
67
67
67
67
67
67

memahami,

merenungkan

dan

menghafalkannya. Sehingga wahyu tersebut tertanam di dalam jiwa dan hatinya


yang suci, kemudian diamalkan dan disebarluaskan kepada orang lain. Kelompok
ini oleh Nabi diumpamakan seperti bumi yang subur, ketika tersiram air hujan
dapat menyerap air dan kemudian menumbuhkan berbagai tumbuh-tumbuhan dan
rumput yang banyak, yang dapat dimakan oleh binatang dan dimanfaatkan oleh
manusia. Bahkan dapat menumbuhkan berbagai jenis makanan, buah-buahan dan
sebagai harta yang bermanfaat bagi manusia.
2.

Kelompok orang-orang yang kotor dan rusak jiwanya dan mati perasaannya.
Mereka inilah ketika mendengar wahyu disampakan akan berpaling dan tidak mau
mendengarkan dengan sombong seolah-olah telinga mereka tertutup, sehingga
mereka tidak mau menerima petunjuk. Kelompok ini oleh Nabi diumpamakan
seperti bumi yang tandus yang tidak bisa menyerap air dan tidak bisa
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan, apalagi buah-buahan. Air yang
mengalir padanya tidak bermanfaat sama sekali baginya, sehingga dimanfaatkan
oleh binatang dan manusia untuk minum atau diserap oleh bagian bumi yang lain
yang subur.

3. Kelompok tengah-tengah diantara dua kelompok pertama dan kedua. Mereka ini
adalah orang-orang yang mendengarkan ayat-ayat Al-Quran, mengangan-angan
dan memahaminya, serta mengetahui hukum-hukum yang diterangkan oleh AlQuran, mengetahui halal dan haram, namun mereka sendiri tidak mengamalkan,
tetapi mengajak dan mengajarkan kepada orang lain. Mereka ini diumpamakan
seperti bumi yang tandus yang tidak bisa menyerap air, lalu airnya diminum oleh
manusia dan binatang dan diserap oleh bumi yang subur lainnya yang dapat
menumbuhkan biji dengan baik sampai berbuah dan di makan oleh manusia dan
binatang, maka bumi yang tandus tadi bermanfaat tetapi tidak dapat mengambil
manfaat.
68
68
68
68
68
68

c. Inspirasi Pendidikan :
Inspirasi pendidikan yang bisa diambil dari Hadits 8 tersebut adalah :
1.

Guru dalam menyampaikan materi pelajaran harus memperhatikan keadaan


murid, karena murid adalah manusia yang mempunyai perbedaan jiwa, keadaan
dan kesiapan. Oleh karena itu guru harus mengajarkan materi pelajaran kepada
murid dengan memperhatikan perkembangan jiwanya dan memperhatikan minat,
kebutuhan dan kesiapan anak didik.[1]

2. Diantara kelompok murid akan ada yang lebih cepat memahami keterangan guru,
ada yang sedang dan ada yang lambat dalam pemahaman. Menurut Wasty
Soemanto, masing-masing individu adalah unik, maka daya ingatan masingmasing anak didikpun berbeda-beda, dan pendidik hendaknya menyadari hal ini
dengan penerapan metode belajar-mengajar yang tepat, pembagian waktu belajar
yang tepat dan kondisi belajar yang menunjang.[2]
3.

Perolehan hasil belajar yang dicapai oleh murid akan mengalami perbedaan
dikarenakan perbedaan kemampuan, minat dan kesiapannya.

4. Ilmu yang telah diperoleh oleh penuntut ilmu hendaknya diamalkan untuk dirinya
sendiri, lalu diajarkan kepada orang lain. Karena -menurut Ibnu Ruslan- setiap
orang berilmu yang tidak mau mengamalkan ilmunya, ia akan disiksa lebih dulu
sebelum para penyembah berhala disiksa.[3]
5. Pendidikan dan lingkungan merupakan dua hal yang bisa saling mempengaruhi.
Yaitu : lingkungan dapat mempengaruhi pendidikan[4] dan pendidikan juga dapat
mempengaruhi lingkungan. Lingkungan yang baik akan menghasilkan pendidikan
yang baik dan lingkungan yang buruk akan menghasilkan pendidikan yang buruk
pula. Dan pendidikan yang baik akan menjadikan lingkungan yang baik dan
pendidikan yang buruk akan menjadikan lingkungan yang buruk pula.
69
69
69
69
69
69

DAFTAR PUSTAKA
1. Ibnu Ruslan, Ahmad, Matn Azzubad, Surabaya, Maktabah Ahmad bin
Nabhan, tt .
2. Mahfudh, Sahal, KH.MA.

Pendidikan Islam dan Pengembangan

Kepribadian Muslim, (dalam Buletin Berkala Amanat Edisi I), Kajen Pati,
HSM PIM, 2004.
3. Satmoko dkk, Psikologi Perkembangan, Semarang, IKIP Press, 1990.
4. Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta, Cet.
Ke-3, 1990.
5. Rahman, Musthofa, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Quran,
dalam Paradigma Pendidikan Islam, Editor Ismail SM dkk, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2001.

[1] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta,


Cet. Ke-3, 1990, hlm.3.
[2] Ibid. hlm. 29.
[3] Ahmad Ibnu Ruslan, Matn Azzubad, Surabaya, Maktabah Ahmad bin
Nabhan, tt. hlm. 4.
[4] Satmoko dkk, Psikologi Perkembangan, Semarang, IKIP Press, 1990,
hlm.11.
[5] KH.MA. Sahal Mahfudh, Pendidikan Islam dan Pengembangan
Kepribadian Muslim, (dalam Buletin Berkala Amanat Edisi I), Kajen Pati, HSM
PIM, 2004, hlm. 21.

70
70
70
70
70
70

[6] Musthofa Rahman, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Quran,


dalam Paradigma Pendidikan Islam, Editor Ismail SM dkk, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2001, hlm. 64.

71
71
71
71
71
71

Anda mungkin juga menyukai