Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH STUDI HADITS

DEFINISI, KRITERIA DAN PEMBAGIAN HADITS HASAN

Dosen Pengampu :
Dr. H.M. Ridlwan Hambali, Lc., MA

Oleh :
1. Mujib Abdillah (210401050)
2. Siti Fatimatus Syafa’ah (210401065)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH DAN ADAB
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI
BOJONEGORO
2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah


SWT. yang telah melimpahkan segenap rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam, semoga
senantiasa curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad S.A.W. beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita kejalan yang penuh
kemulyaan. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat syafa'at beliau
dihari akhir kelak. Aamiin.
Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas matakuliah Studi Hadits
yang di bimbing oleh Dr. H.M. Ridlwan Hambali, Lc., MA di Universitas
Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro. penyusunan makalah ini juga bertujuan
agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Definisi, Kriteria dan Pembagian
Hadits Hasan” , yang kami sajikan.
penyusun berharap segala upaya yang telah dilakukan dicatat serta
mendapatkan keberkahan disisi Allah SWT.. penyusun menyadari bahwasannya makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharap kritik
dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Bojonegoro, 5 November 2021

penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………..……………………………………....... i


KATA PENGANTAR ……………..………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………….………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN …….………………………………………… 1
A. Latar Belakang …….………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ….………………………………………… 2
C. Tujuan ………….……………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN ……….………………………………………... 3
A. Definisi dan Kriteria Hadits Hasan …….……………………. 3
1. Definisi Hadits Hasan ...................................................... 3
2. Kriteria Hadits Hasan ...................................................... 5
B. Pembagian Hadits Hasan ......................................................... 7

C. Kedudukan Hadits Hasan ……...……………………………. 9


BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 10
A. Kesimpulan …………………………………………………. 10
B. Saran ………………………………………………………… 10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 11

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata hadits sering kali disebut juga dengan istilah khabar atau sunnah.
Hadits atau sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an.
Keduanya merupakan pedoman hidup yang mengatur segala tingkah laku dan
perbuatan manusia. Al-Qur'an mempunyai kedudukan sebagai suatu yang
mutlak kebenaran beritanya, sedangkan hadits Rasulullah belum dapat
dipertanggungjawabkan periwayatannya, apakah berasal dari Rasulullah atau
tidak.
Hadits mempunyai fungsi penting dalam menjelaskan setiap ayat-ayat
Al-Qur'an, baik ayat Muhkamat maupun Mutasyabihat. Sehingga hadits
sangat perlu untuk dijadikan sebagai sandaran umat Islam dalam mempelajari
/ mendalami ajaran-ajaran agama Islam.
Dalam hadits ada yang dalam peristiwanya telah memenuhi syarat-
syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah hadits atau yang dikenal
dengan hadits maqbul (diterima). Namun disisi lain terdapat hadits-hadits
yang dalam periwayatannya tidak memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau
lebih dikenal dengan istilah hadits mardud (ditolak) atau bahkan ada yang
palsu (maudhu'), hal ini dihasilkan setelah melakukan penyelidikan,
pemeriksaan dan penelitian yang seksama tentang para rawinya serta segi-
segi lainnya untuk menentukan diterima atau ditolaknya hadits tersebut.
Hal ini terjadi karena keragaman orang yang menerima maupun
meriwayatkan hadits Rasulullah. Berbagai macam hadits yang menimbulkan
kontroversi dari berbagai kalangan. Berbagai analisis atas kesahihan sebuah
hadits baik dari segi putusnya Sanad dan tumpang tindihnya makna dari
Matan pun bermunculan untuk menentukan kualitas sebuah hadits.
Dilihat dari segi kualitasnya, hadits dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
hadits shahih, hadits hasan dan hadits dha'if. Namun dalam makalah ini,
hanya akan membahas hadits hasan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari hadits hasan dan apa saja kriteria dari hadits
hasan?
2. Apakah penjelasan dari pembagian hadits hasan?
3. Bagaimana kedudukan hadits hasan?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang hadits hasan dan kriterianya.
2. Mengetahui dan memahami pembagian-pembagian dari hadits
hasan.
3. Mengetahui dan memahami kedudukan dari hadits hasan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Kriteria Hadits Hasan


1. Definisi Hadits Hasan
Secara bahasa (etimologi), kata Hasan ( ‫ )حسن‬merupakan Shifah

ُ ‫ ) ْال‬yang bermakna al-Jamal (‫)الجمال‬:


Musyabbahah dari kata al-Husn ( ُ‫حسْن‬
kecantikan, keindahan.
Hadits hasan ialah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan
oleh seorang yang adil tetapi kurang dhabit, tidak terdapat di dalamnya suatu
kejanggalan (syadz) dan tidak juga terdapat cacat (‘Illat). Sehingga secara
stilah pengertian hadits hasan oleh para ulama mutahaddisin didefinisikan
sebagai berikut:

ِ ‫زو ْي ِه ِم ْن َغي ِْر َوجْ ٍه بِن‬


‫َخو ِه‬ ِ ‫َماالَ يَ ُكوْ نُ فِى اِ ْسنَا ِد ِه َم ْن يُتَّهَ ُم بِ ْال َك ِذ‬
ِ َ‫ب َوالَيَ ُكوْ نُ َشا ًذا َوي‬
‫فِى ْال َم ْعنَى‬
“ialah hadits yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh
dusta, tidak terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan
tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya.”1
Adapun beberapa definisi para ulama hadits tentang hadits hasan, antara
lain sebagai berikut :
a. Definisi al-Khaththaby
“setiap hadits yang diketahui jalur keluarnya, dikenal para
periwayatnya, ia merupakan rotasi kebanyakan hadits dan dipakai
oleh kebanyakan para ulama dan mayoritas ulama fiqih.” (Ma’alim
as-Sunan:I/11)
b. Definisi at-Turmudzy

1
Fitri Hidayati, "Pengertian Hadits Hasan, Pembagiannya, dan Kajiannya",
https://www.google.com/amp/s/fitrihidayatisite.wordpress.com/2016/06/21/pengertian-hadits-
hasan-pembagiannya-dan-kajiannya/amp/

3
“setiap hadits yang diriwayatkan, pada sanadnya tidak ada
periwayat yang tertuduh sebagai pendusta, hadits tersebut tidak
Syadzdz (janggal/bertentangan dengan riwayat yang kuat) dan
diriwayatkan lebih dari satu jalur seperti itu. Ia-lah yang menurut
kami dinamakan dengan Hadîts Hasan.” (Jami’ at-Turmudzy
beserta Syarah-nya, [Tuhfah al-Ahwadzy], kitab al-‘Ilal di
akhirnya: X/519)
c. Definisi Ibn Hajar
“Khabar al-Ahad yang diriwayatkan oleh seorang yang ‘adil,
memiliki daya ingat (hafalan), sanadnya bersambung, tidak
terdapat ‘illat dan tidak Syadzdz, maka inilah yang dinamakan
Shahîh Li Dzatih (Shahih secara independen). Jika, daya ingat
(hafalan)-nya kurang , maka ia disebut Hasan Li Dzatih(Hasan
secara independen).” (an-Nukhbah dan Syarahnya: 29)
Syaikh Dr.Mahmûd ath-Thahhan mengomentari, “Menurut saya,
Seakan Hadits Hasan menurut Ibn Hajar adalah hadits Shahîh yang kurang
pada daya ingat/hafalan periwayatnya. Alias kurang (mantap) daya
ingat/hafalannya. Ini adalah definisi yang paling baik untuk Hasan.
Sedangkan definisi al-Khaththaby banyak sekali kritikan terhadapnya,
sementara yang didefinisikan at-Turmudzy hanyalah definisi salah satu dari
dua bagian dari hadits Hasan, yaitu Hasan Li Ghairih (Hasan karena adanya
riwayat lain yang mendukungnya). Sepatutnya beliau mendefinisikan Hasan
Li Dzatih sebab Hasan Li Ghairih pada dasarnya adalah hadits lemah (Dla’if)
yang meningkat kepada posisi Hasan karena tertolong oleh banyaknya jalur-
jalur periwayatannya.”
Definisi ini berdasarkan apa yang disampaikan oleh Ibn Hajar dalam
definisinya di atas, yaitu: “Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan
oleh periwayat yang ‘adil, yang kurang daya ingat (hafalannya), dari
periwayat semisalnya hingga ke jalur terakhirnya (mata rantai terakhir), tidak
terdapat kejanggalan (Syudzudz) ataupun ‘Illat di dalamnya.”2

2
Dr. Mahmud ath-Thahhan, "Kitab Taysir Musthalah al-Hadits", hlm. 45-50, alsofwah.or.id

4
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan,
kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada
yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara
hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.

2. Kriteria Hadits Hasan


Pada dasarnya kriteria hadits hasan sama dengan kriteria hadits shahih,
hanya saja yang membedakan adalah ke-Dhabith-annya.3 Adapun kriteria
yang harus dipenuhi bagi suatu hadits yang dikategorikan sebagai hadits
hasan, yaitu :
a. Para perawinya yang adil
Maksudnya adalah tiap-tiap perawi itu seorang Muslim, bersetatus
Mukallaf (baligh), bukan fasiq dan tidak pula jelek perilakunya.
Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakukan dengan
salah satu teknik berikut :
 Keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta'dil bahwa
seorang itu bersifat adil, sebagaimana yang disebutkan dalam
kitab-kitab jarh wa at-ta'dil.
 Ketenaran seseorang bahwa ia bersifat adil, seperti imam
empat yaitu : Hanafi, Maliki, Asy-Syafi'i, dan Hambali.
Khusus mangenai perawi hadits pada tingkat sahabat, jumhur
ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan
berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa
sahabat yang terlibat dalam pembunuhan Ali dianggap fasiq, dan
periwayatannya pun ditolak.
b. Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi hadits shahih
Maksudnya ialah hadits shahih lebih sempurnya ke-Dhabith-annya
jika dibandingkan dengan hadits hasan. Namun, jika dibandingkan

3
https://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/kriteria-dan-status-kehujjahan-hadits-shahih-hasan-
dhoif/

5
dengan hadits dha'if ke-Dhabith-an perawi belum seimbang dan
lebih unggul hadits hasan.
c. Sanad-sanadnya bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap perawi dari perawi lainnya benar-benar
mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak
awal hingga akhir sanadnya. Untuk mengetahui bersambung atau
tidaknya suatu sanad, biasanya ulama' hadits menempuh tata kerja
sebagai berikut :
 Mencatat semua periwayat yang diteliti.
 Mempelajari hidup masing-masing periwayat.
 Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat
dengan periwayat yang terdekat dalam sanad.
d. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz
Maksudnya ialah hadits itu benar-benar tidak terdapat kejanggalan
atau syadz, dalam arti bertentangan atau menyelisihi orang yang
terpercaya dan lainnya. Menurut al-Syafi'i, suatu hadits tidak
dinyatakan mengandung syudzudz, bila hadits itu hanya
diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang periwayat
yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadits itu. Artinya, suatu
hadits dinyatanan syudzudz, bila hadits yang diriwayatkan oleh
seorang periwayat yang tsiqah tersebut bertentangan dengan hadits
yang diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.
e. Tidak mengandung 'illat
Maksudnya ialah hadits itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya
sebab yang menutup tersembunyi yang dapat menciderai hadits,
sementara dhahirnya selamat dari cacat. 'Illat hadits dapat terjadi
pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya secara
bersama-sama. Namun demikian, 'illat yang paling banyak terjadi
adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadits
yang munqati' dan mursal.

6
B. Pembagian Hadits Hasan
Adapun menurut para ulama dalam pembagiannya hadits hasan di bagi
menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1. Haditst Hasan Li-Dzatih
Yang dimaksud haditst hasan Li-Dzatih adalah haditst hasan dengan
sendirinya, yakni haditst yang telah memenuhi persyaratan haditst
hasan yang lima.
Menurut Ibn Ash-Shalah, pada haditst hasan Li-Dzatih para perawinya
terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya atau daya kekuatan
hafalan belum sampai kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.4
Contoh hadits hasan li dzatih adalah hadits tentang menyikat gigi menjelang
shalat, yang diriwayatkan oleh Turmudzi dari Abu Hurairah (sudah
dikemukakan pada pembahasan hadits shahih li ghairih).

)‫صالَ ٍة (رواه البخارى والترمذى‬ †ِ ‫ق َعلَى اُ َّمتِى الَ َمرْ تُهُ ْم بِال ِّس َوا‬
َ ‫ك ِع ْن َد ُك ِّل‬ ُّ ‫لَوْ الَاَ ْن اَ ُش‬

Artinya : “Seandainya aku tidak menyusahkan ummatku, pastilah aku


perintahkan mereka untuk menggosok gigi tiap akan shalat (HR.
Bukhari Tirmudzy)

2. Haditst Hasan Li-Ghairih


Haditst Hasan Li-Ghairih adalah haditst yang sanadnya tidak sepi dari
seorang mastur-tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak
salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan
matan haditstnya adalah baik berdasarkan pernyataan yang semisal dan
semakna dari sesuatu segi yang lain.5
Haditst Hasan Li-Ghairihi ialah Haditst Hasan yang bukan dengan sendirinya,
artinya Haditst yang menduduki kualitas Hasan, karena dibantu oleh
keterangan Haditst lain yang sanadnya Hasan. Jadi Haditst yang
4
Muhammad Jamal, ad-Din Al-Qasimi, Qowaid al-Tahdist Min Funun Musthalahah al-Hadist,
Dar al-Kutub, Bairut, 1979, hal.102
5
Fathur Rahman, Iktisar Mushthalahu‟l Hadist, Al-Ma‟arif, Bandung, Cet.V, 1987, hal.111

7
pertama itu terangkat derajatnya oleh Haditst yang kedua, dan yang
pertama itu disebut Haditst Hasan.
Contoh hadits hasan li ghairih adalah:

‫ َحقَّا َعلَى ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ اَ ْن يَ ْغت َِس َل يَوْ َم ْال ُج ُم َع ِة‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ‫قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬
)‫(رواه الترمذى‬
Artinya : "Rasulullah saw. bersabda: Merupakan hak atas kaum muslim,
mandi pada hari jum'at". (HR. At Turmudzi)
Hadits di atas, diterima oleh Turmudzi melalui dua buah sanad, yaitu :
Pertama : dari Ali bin Hasan Al Kufi, dari Abu Yahya bin Ibrahim At
Taimi, dari Yazid bin Ziyad, dari Abdurrahman bin Abi
Laila, dari Barra' bin Azib, dari Rasulullah saw.
Kedua : dari Ahmad bin Mani', dari Hasyim, dari Yazid bin Ziyad,
dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Barra' bin Azib, dari
Rasulullah saw.
Rawi-rawi dalam sanad pertama cukup terpercaya, kecuali Abu Yahya
bin Ibrahim At Taimi yang dianggap lemah hafalannya. Karena itu, hadits
yang dirawikan sanad pertama dipandang sebagai hadits dla'if. Rawi-rawi
dalam sanad kedua juga cukup terpercaya, kecuali Hasyim yang dikenal
mudallis (menyembunyikan cacat suatu hadits). Karena itu, hadits yang
diriwayatkan oleh sanad kedua juga dipandang sebagai hadits dla'if. Kedua
hadits tersebut (karena ada dua sanad harus dihitung dua hadits) saling
meguatkan, oleh sebab itu masing-masing hadits naik tingkatannya menjadi
hadits hasan li ghairih.
Dinamakan hasan lighayrih karena kehasanannya disebabkan oleh
faktor lain (dari luar), artinya hadits ini sebenarnya adalah tergolong da'if
karena salah satu syarat untuk bisa dikategorikan hadits hasan atau shahih
tidak terpenuhi, namun dikuatkan oleh adanya muttabi' atau syahid.

C. Kedudukan Hadits Hasan

8
Kebanyakan ulama ahli hadits dan fuqaha bersepakat untuk
menggunakan hadits hasan sebagai hujjah. Disamping itu , ada ulama yang
mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat di gunakan sebagai hujjah,bilamana
memenuhi sifat-sifat yang bisa diterima.
Pendapat ini memerlukan peninjauan yang saksama. Sebab, sifat- sifat
yang dapat diterima itu ada yang tinggi, menengah, dan rendah. Hadits yang
sifat dapat diterimahnya tinggi dan menengah adalah hadits shahih,
sedangkan hadits yang sifat yang diterimahnya rendah adalah hadits hasan.
Hadits-hadits yang mempumyai sifat dapat diterimah sebagai hujjah
disebut hadits maqbul, dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang
dapat diterimah disebut hadits mardud.Yang termasuk hadits maqbul adalah;
a. Hadits shahih, baik shahih li dzatihi maupun shahih li ghairih.
b. Hadits hasan , baik hasan li dzatihi maupun hasan li ghairihi.
Yang dimaksud hadits mardud adalah segalah macam hadits daif.
Hadits mardud tidak dapat diterimah sebagai hujjah karena terdapat sifat-
sifat tercelah pada rawi-rawinya atau pada sanadnya.

BAB III

9
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas tentang hadits hasan dapat kits disimpulkan bahwa :
1. Secara bahasa kata Hasan berarti kecantikan, keindahan. Secara
istilah Hadits hasan ialah hadits yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh seorang yang adil tetapi kurang dhabit, tidak terdapat
didalamnya suatu kejanggalan (syadz) dan tidak juga terdapat cacat
(‘Illat). Adapun kriteria hadits hasan antara lain : Para perawinya yang
adil, Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi hadits shahih, Sanad-
sanadnya bersambung, Tidak terdapat kejanggalan atau syadz, Tidak
mengandung 'illat.
2. Adapun menurut para ulama dalam pembagiannya hadits hasan
dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut : Haditst Hasan Li-Dzatih dan
Haditst Hasan Li-Ghairih .
3. Kebanyakan ulama ahli hadits dan fuqaha bersepakat untuk
menggunakan hadits hasan sebagai hujjah. Disamping itu, ada ulama
yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat digunakan sebagai hujjah,
bilamana memenuhi sifat-sifat yang bisa diterima. Pendapat ini
memerlukan peninjauan yang saksama. Sebab, sifat-sifat yang dapat
diterima itu ada yang tinggi, menengah, dan rendah. Hadits yang sifat
dapat diterimanya tinggi dan menengah adalah hadits shahih, sedangkan
hadits yang sifat yang diterimanya rendah adalah hadits hasan.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami paparkan, mengenai materi pokok
yang ada dalam makalah ini masih banyak kekurangan yang jauh dari kata
sempurna, tetapi kami sudah berusaha sebaik mungkin tentunya masih ada
banyak kesalahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan. Penyusun
berharap, ada kritik dan saran yang yang bersifat membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi penyusun pada khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Fitri Hidayati, "Pengertian Hadits Hasan, Pembagiannya, dan Kajiannya",


https://www.google.com/amp/s/fitrihidayatisite.wordpress.com/2016/06/21/penge
rtian-hadits-hasan-pembagiannya-dan-kajiannya/amp/
ath-Thahhan, Dr. Mahmud, "Kitab Taysir Musthalahal-Hadits", hlm.45-50,
alsofwah.or.id
https://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/kriteria-dan-status-kehujjahan-hadits-
shahih-hasan-dhoif/
Jamal, Muhammad, ad-Din Al-Qasimi, Qowaidal-Tahdist Min Funun
Musthalahahal-Hadist, Daral-Kutub, Bairut, 1979, hal.102
Rahman Fathur, Iktisar Mushthalahu ‟Hadist, Al-Ma’arif, Bandung, Cet.V, 1987,
hal.111
http://loeqmansepur.blogspot.com/2015/08/hadits-hasan.html?m=1
https://www.tongkronganislami.net/hadis-hasan/

11

Anda mungkin juga menyukai