Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MASAIL AL FIQHIYYAH

“Konsep Asuransi Dan Bunga Bank”

Dosen Pengampu:

Asrizal, M. H.

Oleh :

Ernawati (18.1070)

Muhammad Ridwan

Susdrajat (18.1072)

Irsal Rasyid

JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SULTAN ABDURRAHMAN

KEPULAUAUAN RIAU

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah dari mata kuliah “Masail Al Fiqhiyyah” yang berjudul
“Konsep Asuransi Dan Bunga Bank”.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar


kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat
bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah ini. Disamping


itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah
ini.

Demikian yang dapat saya sampaikan, sebagai penulis saya berharap semoga
makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu,
kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. Terima kasih.

Bintan, 29 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... ii
A. LATAR BELAKANG.................................................................................... iii
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................ iii
C. TUJUAN....................................................................................................... iii
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................1
A. Pengertian Bunga Bank.................................................................................... 1
B. Unsur-unsur Yang Terhindar Dari Riba............................................................. 1
C. Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Bukan
Riba………………………………………….3
D. Pendapat Yang Mengata kan Bunga Adalah Riba...............................................4
E. Pengertian Asuransi......................................................................................... 6
F. Dasar Hukum Asuransi.....................................................................................6
G. Rukun Dan Syarat Asuransi.............................................................................. 7
H. Manfaat Asuransi............................................................................................. 8
I. Jenis-jenis Asuransi.......................................................................................... 9

BAB III PENUTUP................................................................................................. 11


A. KESIMPULAN..............................................................................................11
B. SARAN......................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………………
……………………13
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada mulanya riba merupakan suatu tradisi bangsa Arab pada jual beli
maupun pinjaman dimana pembeli atau penjual, yang meminjam atau yang
memeberi pinjaman suatu barang atau jasa dipungut atau memungut nilai
yang jauh lebih dari semula, yakni tambahan (persenan) yang dirasakan
memberatkan.
Namun setelah Islam datang, maka tradisi atau praktek seperti ini tidak
lagi diperbolehkan, dimana oleh Allah SWT menegaskan dengan
mengharamkannya dalam Al-Qur’an (baca ; ayat dan hadist yang melarang
riba), bahkan oleh Allah dan RasulNya akan memusuhi dan memeranginya
apabila tetap melanggarnya, yang demikian itu dimaksudkan untuk
kemaslahatan dan juga kebaikan umat manusia
Sistem bunga yang diterapkan dalam perbankan konvensional telah
mengganggu hati nurani umat Islam di dunia tanpa kecuali umat Islam di
Indonesia. Bunga uang dalam fiqih dikategorikan sebagai riba yang demikian
merupakan sesuatu yang dilarang oleh syariah (haram). Alasan mendasar
inilah yang melatarbelakangi lahirnya lembaga keuangan bebas bunga, salah
satunya adalah Bank Syariah.
Kemajuan teknologi zaman ini membawa banyak sekali perubahan
pada tata kehidupan manusia. Di samping manfaat perubahan yang telah kita
rasakan sekarang ini, juga tidak luput dari bahaya yang menyebabkan
kekhawatiran dan ketidakpastian terhadap keamanan seseorang. Untuk
menghindari dan mencegah
kehawatiran dan ketidakpastian tersebut, maka ada cara yang
dilakukan manusia baik untuk melindung dirinya maupun hartanya dengan
mengasuransikan jiwa dan hartanya kepada perusahaan perasuransian guna
mencari sebuah proteksi keamanan. Seperti perusahaan asuransi sebagai
lembaga yang memprioritaskan keamanan, sebagaimana penjelasan yang
tendapat dalam pasal 1 UU tahun 1992 tentang usaha asuransi menyatakan
bahwa:
“asuransi (pertangungan) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih
yang mana pihak pemegang mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi untuk tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin ada di antara tertanggung yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang ditanggung”.
Negara Indonesia mempunyai legalitas hukum asuransi yang resmi,
seperti diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHDper). Dalam pasal 246 kitab
Undang-undang Hukum Dagang disebutkan bahwa:
”asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana
seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan
menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian bunga bank?


2. Apa perbedaan bunga bank dengan riba?
3. Bagaimana Al-Qur’an dan Hadits memandang riba?
4. Pengertian Asuransi?
5. Dasar Hukum Asuransi?
6. Rukun Dan Syarat Asuransi?
7. Manfaat Asuransi?
8. Jenis-jenis Asuransi?

C. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Untuk mengetahui Pengertian riba dan perbedaannya dengan bunga bank


2. Dapat mengetahuiJenis atau macam-macam bunga bank
3. Mampu memahami Ayat dan Hadist yang melarang riba
4. Untuk mengetahui pengertian, dasar hukum, rukun, syarat, manfaat, dan
jenis-jenis asuransi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bunga Bank


Bunga bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang
oleh bank yang memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank
memberikan kepada pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah
bunga (tambahan) tetap sebesar beberapa persen, seperti lima atau sepuluh
persen.
Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan
oleh bank-bank konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan
yangmana fungsi utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan
kepada yang memerlukan dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan
usaha, yang berguna untuk investasi produktif dan lain-lain.
Bunga bank ini termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan
dalam ajaran Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba
adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank)
adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif. Namun demikian, pada
hakikatnya baik riba, bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya,
dan juga memberatkan bagi peminjam.
Maka dari itu solusinya adalah dengan mendirikan bank Islam. Yaitu
sebuah lembaga keuangan yang dalam menjalankan operasionalnya menurut
atau berdasarkan syari’at dan hukum Islam. Sudah barang tentu bank Islam
tidak memakai system bunga, sebagaimana yang digunakan bank
konvensional. Sebab system atau cara seperti itu dilarang oleh Islam.
Sebagai pengganti system bunga tersebut, maka bank Islam
menggunakan berbagai macam cara yang tentunya bersih dan terhindar dari
hal-hal yang mengandung unsur riba. Diantaranya adalah sebagai berikut:

B. Unsur-unsur yang terhindar dari riba


1. Wadiah (titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito). Bisa
diterapkan oleh bank Islam dalam operasionalnya menghimpun dana dari
masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang dan
surat-surat berharga sebagai amanah yang wajib dijaga keselamatannya
oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan itu
tanpa harus membayar imbalannya tetapi bank harus menjamin bisa
mengembalikan dana itu kepada waktu pemiliknya membutuhkan
2. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas
dasar perjanjian profit and loss sharing).dengan cara ini, bank Islam dapat
memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya
baik besar maupun kecil dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang
perbandingannya sama sesuai dengan perjanjian, misalnya fifty-fifty.
Dalam mudharabah ini, bank tidak mencapuri manajeman perusahaan.
3. Musyarakah/ syirkah (persekutuhan). Di bawah kerja sama cara ini, pihak
bank dan pihak perngusaha mempunyai peranan (saham) pada usaha
patungan (joint venture.) karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi
mengelola usaha patungan ini dan menanggung untung ruginya bersama
atas dasar perjanjian tersebut.
4. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas
dasar harga pembelian yang pertama secara jujur). Dengan cara ini, orang
pada hakikatnya ingin merubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam
meminjam menjadi transaksi jual beli (lending activity menjadi sale and
purchase transaction). Dengan system ini, bank bias
membelikan/menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh pengusaha
untuk dijual lagi, dan bank minta tambahan harga (cost plus) atas harga
pembelinya. Syarat bisnis dengan murabahah ini ialah si pemilik barang
dalam hal ini bank harus memberi informasi yang sebenarnya kepada
pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya (profit
margin) daripada cost plus-nya itu.
5. Qargh Hasan (pinjaman yang baik atau bernevolent loan). Bank Islam
dapat memberikan pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para
nasabah yang baik, terutama nasabah yang punya deposito di bank Islam
itu sebagai salah satu service dan penghargaan bank kepada para deposan,
karena deposan tidak menerima bunga atas depositonya dari bank Islam.
6. Bank Islam juga dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul
untuk investasi langsung dalam berbagai bidang usaha yang profitable.
Dalam hal ini, bank sendiri yang melakukan manajemennya secara
langsung, berbeda dengan investasi patungan, maka manajemennya
dilakukan oleh bank bersama partner usahanya dengan perjanjian profit
and loss sharing.
7. Bank Islam boleh pula mengelola zakat di Negara yang pemerintahnya
tidak mengelola zakat secara langsung. Dan bank juga dapat
menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang
produktif, yang hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
8. Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk :
1) Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam
melaksanakan pekerjaan untuk kepetingan nasabah, misalnya biaya
telegram, telpon, telex dalam memindahkan atau memberitahukan
rekening nasabah dan sebagainya.
2) Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk
kepentingan nasabah, dan untuk sarana dan prasarana yang disediakan
oleh bank, dan biaya administrasi pada umumnya.

C. Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Bukan Riba


Segelintir Ulama di negara-negara Timur Tengah dan beberapa orang
pakar ekonomi di negara sekuler, berpendapat bahwa riba tidaklah sama
dengan bunga bank. Seperti Mufti Mesir Dr. Sayid Thantawi, yang berfatwa
tentang bolehnya sertifikat obligasi yang dikeluarkan Bank Nasional Mesir
yang secara total masih menggunakan sistem bunga, dan ahli lain seperti Dr.
Ibrahim Abdullah an-Nashir. Doktor Ibrahim dalam buku Sikap Syariah Islam
terhadap Perbankan mengatakan, “Perkataan yang benar bahwa tidak
mungkin ada kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan perekonomian,
dan tidak ada kekuatan perekonomian tanpa ditopang perbankan, sedangkan
tidak ada perbankan tanpa riba. Ia juga mengatakan, “Sistem ekonomi
perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas dengan amal-amal ribawi yang
dilarang Al-Qur’an yang Mulia. Karena bunga bank adalah muamalah baru,
yang hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang terdapat
dalam Al-Qur’an tentang pengharaman riba.”
Di Indonesia, pendapat yang mengemuka adalah pendapat pakar
ekonomi yang juga mantan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia,
Syafruddin Prawiranegara. Dalam bukunya Benarkah Bunga Bank Riba (1993)
yang diterbitkan penerbit Ramadhan, Syafruddin berkata, “Jika bunga,
walaupun dalam bentuk yang masuk akal atau ringan, tidak dibolehkan bagi
pedagang muslim, maka larangan ini akan menempatkannya pada suatu posisi
yang sangat kaku, janggal, dan tidak menguntungkan apabila dihadapkan
kepada lawannya dari Barat dan Timur Tengah. Hal ini akan memaksa dia
untuk mengikuti cara-cara yang dibuat-buat dalam melakukan transaksi atau
memberikan nama lainnya kepada bunga seperti ongkos administrasi, hanya
untuk menghindari kata riba.”
Pada halaman 43 Syafruddin berkata “…riba adalah semua bentuk
keuntungan yang berlebih-lebihan yang didapat lewat pekerjaan yang salah.
Bunga yang bersifat komersial dan normal diizinkan dalam Islam.”
Selanjutnya pada halaman 36, ia berkata, “Mengenai Al-Qur’an dan Sunnah,
saya tidak mendapati satu ayat pun dari Al-Qur’an atau hadits Nabi
Muhammad yang dapat menyalahkan tafsir saya tentang riba.
Mohamad Hatta berpendapat, bunga bank untuk kepentingan produktif
bukanlah riba, tetapi untuk kepentingan konsumtif riba. Mr. Kasman
Singodimedjo berpendapat, sistem perbankan modern diperbolehkan karena
tidak mengandung unsur eksploitasi yang dzalim, oleh karenanya tidak perlu
didirikan bank tanpa bunga. A.Hasan Bangil, tokoh Persatuan Islam (PERSIS),
secara tegas menyatakan bunga bank itu halal karena tidak ada unsur lipat
gandanya. Prof.Dr.Nurcholish Madjid berpendapat bahwa riba di mengandung
unsur eksploitasi satu pihak kepada pihak lain, sementara dalam perbankan
(konvensional) tidaklah seperti itu. Dr.Alwi Shihab dalam wawancaranya
dengan Metro TV sekitar tahun 2004 lalu, juga berpendapat bunga bank
bukanlah riba.

D. Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Adalah Riba


Umer Chapra mengutip Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisan al-Arab,
mengatakan bahwa pengertian riba secara harfiah berarti peningkatan,
pertambahan, perluasan, atau pertumbuhan. Tetapi tidak semua peningkatan
atau pertumbuhan terlarang dalam Islam. Keuntungan juga menyebabkan
peningkatan atas jumlah pokok, tetapi hal ini tidaklah dilarang.[15] Maka apa
yang sebenarnya diharamkan?
Pribadi yang sangat tepat untuk menjawab pertanyaan itu adalah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau melarang mengambil hadiah,
jasa, atau pertolongan sekecil apapun sebagai syarat atas suatu pinjaman.
Dalam hadits riwayat Imam Bukhari, Rasulullah bersabda, “Jika seseorang
memberikan pinjaman kepada seseorang lainnya, dia tidak boleh menerima
hadiah.” Dalam hadits riwayat Imam Baihaqi, Rasulullah bersabda, “Ketika
seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain dan peminjam
memberikannya makanan atau tumpangan hewan, dia tidak boleh
menerimanya kecuali keduanya terbiasa saling memberikan pertolongan.”
Jawaban Rasulullah ini menyamakan riba dengan apa yang lazim dipahami
sebagai bunga (bunga bank).[16]
Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama’ sepakat bahwa bunga bank
adalah riba, oleh karena itulah hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama’
terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau
Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala
keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba
yang diharamkan termasuk bunga bank.[17] Berbagai forum ulama
internasional yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank, yaitu:
1. Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di
Jeddah pada tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
2. Majma’ Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang
diselenggarakan di Makkah, 12-19 Rajab 1406 H;
3. Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
4. Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
5. Majma’ul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.

Walaupun Indonesia termasuk Negara dengan penduduk mayoritas


muslim yang terlambat mempromosikan gagasan perbankan Islam,[18] namun
Majelis Ulama Indonesia (”MUI”) melalui Keputusan Fatwa Nomor 1 Tahun
2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah) berpendapat:

1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang
terjadi pada zaman Rasulullah, yaitu Riba Nasi’ah. Dengan demikian,
praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba
Haram Hukumnya;Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram,
baik di lakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi,
dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

E. Pengertian Asuransi
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang menurut
Echols dan Shadilly memaknai dengan (a) asuransi dan (b) jaminan.1 Menurut

1
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), 57.
Muhammad Muslehuddin asuransi adalah persiapan yang dibuat oleh
sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai
sesuatu sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah
seorang dari mereka yang menjadi anggota perkumpulan tersebut, maka
kerugian tersebut akan ditanggung bersama.2 Istilah asuransi, menurut
pengertian ekonomi menunjukkan suatu aransemen ekonomi yang
menghilangkan atau mengurangi akibat-akibat yang merugikan di masa akan
datang kerena berbagai kemungkinan sejauh menyangkut kekayaan
(vermoegen) seorang individu. Kemungkinan-kemungkinan tersebut
harus bersifat tidak tetap (casual) bagi individu yang dipengaruhinya,
sehingga setiap kejadian merupakan peristiwa yang tak terduga. Asuransi
membagi rata segala akibat yang merugikan atas serangkaian kasus yang
terancam oleh bahaya yang sama namun belum benar-benar terjadi.3

F. Dasar hukum asuransi


1. Hukum positif
Asuransi di Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, yaitu
dengan dimuatnya asuransi pada pasal 243 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD). Sejak tahun 1992 Dasar hukum asuransi di Indonesia
lebih diperkuat lagi dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 2 tahun
1992 tentang usaha perasuransian.
Pemerintah sebagai pelaksana undang-undang, mengeluarkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang merupakan penjabaran dan
penjelasan terhadap Undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 ini telah dirubah dua
kali yaitu pada tahun 1999, dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dan
pada tahun 2008 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 39
tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

2. Hukum Islam (Syariah)


2
Mohammad Muslehuddin, Asuransi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 3.
3
Mohammad Muslehuddin, Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta: Lentera, 1999), 5.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan sebuah lembaga yang
mengeluarkan fatwa tentang halal dan haram suatu masalah bagi umat
Islam di Indonesia. Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan dewan
yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah. Fatwa-fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berhubungan dengan asuransi
syariah antara lain:
a Fatwa No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari’ah.
b Fatwa No: 51/ DSN-MUI/ III / 2006 tentang Akad Mudharabah
Musytarakah Pada Asuransi Syariah.
c Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah
pada Asuransi dan Reasuransi Syari'ah.
d Fatwa No: 53/DSN-MUI/III/2006, tentang Tabarru’ pada Asuransi
Syari’ah.

G. Rukun Dan Syarat Asuransi


Menurut Muhammad Abduh, akad yang mirip dengan asuransi adalah
akad mudarabah. Dimana asuransi merupakan akad muamalah yang ada
dalam hukum Islam. Untuk menjelaskan rukun dan syarat ada dalam
mudarabah. Adapun rukun dan syarat yang dimaksud adalah:4
1. Modal
Modal usaha yang diberikan berupa uang tunai, tetapi bukan hanya
uang tunai saja, dari emas dan perak juga bisa dijadikan syarat sebagian
ulama’. Karena masa sekarang kesulitan dengan emas ataupun perak,
namun bisa dengan uang kertas atau kertas berharga lainnya.
Modal harus diketahui secara pasti dan jelas. Sehingga dalam
menentukan keuntungan yang akan diperoleh dari usaha dapat diketahui
wujudnya pada saat terjadi perjanjian.5

2. Pemilik Modal dan Pengelola


Pemilik modal disebut s}a>h}ibul ma>l, sedangkan yang melakukan
pekerjaan atau pengelola modal disebut mud}a>rib. Mud}a>rib berperan
sebagai pemegang amanah dalam melaksanakan usaha. Mud}a>rib pun
dapat sebagai agen dengan kuasanya ia dapat bekerjasama dengan orang
4
Hendi Suhendi, Fiqh Mua’malah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 139.
5
Ibid.
lain untuk perdagangan dan keuntungan untuk dibagi dua.6 Adapun syarat
pemilik modal dan pengelola yaitu:
a Balig; keduanya sudah dikatakan balig bila sudah dapat membedakan
mana yang baik dan yang buruk.
b Berakal, yaitu seorang yang berfikir logis sehingga pemilik modal
menempatkan sebagian hartanya dengan pertimbangan bahwa
pengelola modal mampu mengembangkan modal yang ada.
c Atas kerelaan sendiri dimana setiap pihak yang melakukan transaksi
tidak merasa dipaksa. 7

3. Pekerjaan
Dalam pekerjaan mensyaratkan berupa perdagangan. Pelaku niaga
diberi kebebasan melakukan perniagaan tanpa dibatasi waktu. Apabila
mereka sepakat untuk persyaratan tertentu untuk menjamin keuntungan
dan mempertinggi produktivitas, maka tidaklah salah asalkan persyaratan
itu sesuai dengan ketentuan syariat.8

4. Keuntungan
Dalam keuntungan disyaratkan khusus dua orang untuk bekerjasama
dan dijelaskan secara rinci. Prosentase keuntungan yang akan dibagi
antara pemilik modal dan pengelola harus dijelaskan dan ditentukan
misalnya sepertiga atau satu perdua. Persentase keuntungan sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak.9

5. Sigat (ijab qabul)


Ijab qabul adalah merupakan rukun akad mudarabah. dalam
melakukan akad harus terjadi s}igat (ija>b qabu>l). Menurut ulama’
Hanafi dan Hambali tidak selalu disertai dengan ucapan, dengan cara
saling memberi dan menerima sejumlah modal usahanya sudah sah
hukumnya.10

6
Ibid., 140.
7
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Media Pratama, 2000), 178.
8
Abdurrahman al- Jaziri, Al-Fiqhu Ala Al-Madzhabil Arba’ah Jilid II, (Mesir: Maktabah Tijariyah Al-
Kubro, 578 H), 35.
9
Ibid., 46.
10
Ibid., 42
H. Manfaat Asuransi
Dengan berbagai macam asuransi yang berkembang, kita harus
memanfaatkan asuransi tersebut karena asuransi bermanfaat untuk peserta,
antara lain:
1. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan sepenanggungan di antara anggota.
2. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam saling tolong
menolong.
3. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
4. Secara umum memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko
kerugian yang diderita satu pihak.
5. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan
pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang
memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
6. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya dengan
jumlah tertentu dan tidak perlu mengganti sendiri kerugian yang timbul
yang jumlahnya tidak pasti.
7. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan
dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad. 11

Sedangkan menurut Warkum Sumitro, manfaat asuransi tersebut antara lain:

1. Untuk menyediakan tempat menyimpan atau menabung bagi peserta


secara teratur dan aman, baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang, baik masa sekarang maupun mendatang.
2. Untuk persiapan masa depan ahli waris peserta, jika sewaktu- waktu
peserta dipanggil Tuhan atau meninggal dunia.
3. Untuk persiapan bagi peserta jika sewaktu–waktu mendapatkan musibah
baik terhadap diri sendiri maupun hartanya, tersedia dana untuk
menanggulanginya.
4. Jika dalam masa tertanggung peserta masih hidup dia akan memperoleh
kembali bagian simpanan uang yang telah berkumpul beserta keuntungan
dan kelebihannya.

11
Ahmad Istianto, Asuransi Syariah, dalam: http://syariah99.blogspot.com/2013/06/asuransisyariah.html,
dikutip pada tanggal 11 Juli 2013.
5. Bank- bank Islam di Indonesia menyediakan asuransi sebagai mitra usaha
untuk perlindungan terhadap berbagai asset dan pembiayaan-pembiayaan
yang diberikan kepada nasabah. 12

I. Jenis-jenis Asuransi
Asuransi ada banyak jenisnya, akan tetapi secara garis besar asuransi
dibedakan dalam dua jenis:
1. Asuransi Jiwa / Life Insurance.
Asuransi jiwa (life insurance) terdiri dari bermacam-mcam jenis sesuai
dengan resiko dan tujuan yang di tanggung oleh pemegang polis. Asuransi
jiwa dibagi menjadi asuransi jiwa untuk individu, asuransi jiwa untuk
group (kumpulan), asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, dan dana
pensiun.
Pada Asuransi Jiwa, Polis diterbitkan untuk jangka waktu lama, atau
beberapa tahun bahkan untuk jangka waktu seumur hidup. Risiko yang
ditanggung pada asuransi jiwa adalah kematian akibat sakit / kecelakaan,
sakit (rawat jalan /rawat inap, cacat total dan tetap) dan Dana pensiun.
Dilihat dari segi keuntungan finansial asuransi jiwa individu memiliki dua
keuntungan yaitu sebagai produk tabungan, jika perjanjian berakhir
apabila pemegang rekening meninggal, ahli waris menerima dana yang
tercantum dalam rekening. Yang kedua sebagai produk asuransi, dimana
jika pemegang polis meninggal dunia ahli waris mendapat jaminan penuh
dana yang tercantum dalam kontrak asuransi.

2. Asuransi Umum (Kerugian / General Insurance).


Seperti halnya asuransi jiwa asuransi umum atau asuransi kerugian
(general insurance) memiliki macam-macam jenisnya antara lain adalah
Asuransi Kendaraan Bermotor, Asuransi Kebakaran, Asuransi Bencana
Alam, Asuransi Perjalanan (Bisnis / Wisata), Marine Insurance, Asuransi
Terorisme, Asuransi Profesi (Dokter, Pengacara, atlet, artis). Polis
asuransi umum biasanya diterbitkan utk jangka waktu 12 bulan/lebih
pendek lagi. Semenatra itu macam-macam risiko yang ditanggung antara
lain sebagai berikut:

12
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMUI dan Takaful)
di Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1996), 175.
a Kehilangan/kerusakan barang
b Hutang yang ditimbulkan akibat penjualan produk/barang/proses yang
menyertainya.
c Kebakaran Gedung / Rumah
d Kerusakan Gedung/Rumah akibat banjir/gempabumi.
e Tuntutan ganti rugi akibat mal praktek bagi dokter.
f Hilang/rusaknya kargo
g Pencurian
h Kerugian pinjaman. 13

13
Hasan Ali, Asuransi dalam Persektif , 125.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode istinbat hukum bayani yang ditempuh oleh jumhur ulama telah
menghasilkan hukum haramnya bunga bank. Namun pada saat yang sama
tampak bahwa mereka telah mengabaikan beberapa kaidah dalam metode
tersebut yang jika diterapkan, justru memberikan hasil istinbat yang
sebaliknya. Di antaranya adalah kaidah kebahasaan (al-qa ’idah allughawiyah)
yang berkenaan dengan takhsis al- ‘amm dan mutlaq muqayyad. Akan tetapi
penekanan mereka yang berlebihan pada makna tersuqat (mafhum) dari Q.S. 2:
279 yang menyatakan bahwa hanya harta pokok yang boleh dipungut dari
debitur, membuat mereka tidak bisa bergeming dari pandangan bahwa bunga
ekuivalen dengan riba. Karakter metode istinbat bayani yang cenderung hanya
memperhatikan makna teks dari uspek kebahasaan dan mengabaikan
background sosial historis ketika suatu ayat diturunkan tentu saja ikut
bertanggung jawab dalam membentuk opini mereka ini.
Secara umum Ulama membagi riba itu menjadi dua macam saja, yaitu
riba nasi’ah’ danriba fadil, sedangkan riba yad dan Riba qardi termasuk ke
dalam riba nasi’ah danriba fadhl. Barang-barang yang berlaku riba padanya
ialah emas,perak, dan makanan yang mengeyangkan atau yang berguna untuk
yang mengenyangkan, misalnya garam. Jual beli barang tersebut, kalau sama
jenisnya seperti emas dan dengan emas, gadum dengan gadum, diperlukan
tiga syarat: (1) tunai, (2) serah terima, dan (3) sama timbangannya. Kalau
jenisnya berlianan, tetapi ‘ilat ribanya satu, seperti emas dengan perak, boleh
tidak sama tibangannya, tetapi mesti tunai dan timbang terima. Kalau jenis
dan ‘ilat ribanya berlainan seperti perak dengan beras, boleh dijial bagaimana
saja seperti barang-barang yang lain; berarti tidak diperlukan suatu syarat dari
yang tiga itu.
Riba (termasuk bunga bank) adalah termasuk dosa besar. Baik
pemberi, penulis dan dua saksi riba adalah sama dalam dosa dan maksiat
denganpemakan riba. Tidak boleh bagi seorang Muslim mengokohkan
transaksi riba. Dianjurkan (bahkan wajib) bagi kaum Muslimin untuk
mendirikan bank Islam sesuai dengan syari’at agama, dan menghindarkan dari
segala macam bentuk/praktek riba.

Asuransi adalah persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang


masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu sesuatu yang tidak
dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang
menjadi anggota perkumpulan tersebut, maka kerugian tersebut akan
ditanggung bersama.2 Istilah asuransi, menurut pengertian ekonomi
menunjukkan suatu aransemen ekonomi yang menghilangkan atau
mengurangi akibat-akibat yang merugikan di masa akan datang kerena
berbagai kemungkinan sejauh menyangkut kekayaan (vermoegen) seorang
individu.

B. SARAN
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna dan tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dan
kesalahan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pemakalah dan seluruh
pembaca. Maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kemajuan dan kesempurnaan di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, Lahore, The


Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam, 1950, hlm. 721.
Abdurrahman Isa Ibnu Qayyim al-Zauji, Al-Muamalat al-Hadits
wa Ahkamuha. Mesir:…
Al-Suyuti, Al-Jami’ al-Shaghir, vol.1, Cairo, Mustafa al-Babi al-
Halabi wa Auladuh, 1954, hlm. 10
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2006,
hlm. 290 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta, Gunung Agung, 1997,
hlm. 103
Rasjid, op. cit. , hlm. 291-292
Pendapat Abu Zahrah, Guru Besar pada Fakultas Hukum
Universitas Cairo, juga Abul A’la al-Maududi (Pakistan), Muhammad
Abdullah al-‘Arabi, Penasihat Hukum pada Islamic Congress Cairo dan
lainnya.
Mohammad Hatta, Mantan Wakil Presiden RI
Zuhdi, op. cit., hlm. 109
Zuhdi, op. Cit., hlm. 112
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Untung-
Piutang, Gadai, Bandung, al-Ma’arif, 1983, hlm. 22-23

Anda mungkin juga menyukai