Anda di halaman 1dari 20

SHADAQAH, HADIAH, DAN PERMASALAHANNYA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah


Fiqh Muamalah/Jinayah
Pada Semester III (Tiga) Program Studi Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu: Dr. H. Aab Abdullah, S.IP, M.Ag

Disusun Oleh :

Kelompok
(5)

Semester III (Tiga) A


Amelia
Kusumawardani
Eneng Fitria Anwar
Nisa Nur’aeni 18.1.T1.5161
Maratul Kamilah
Ali Ilham
Muhamad Taufik Hidayat

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


SYAMSUL ‘ULUM GUNUNGPUYUH SUKABUMI
TAHUN AKADEMIK 2019 – 2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillah saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan Taufik dan Hidayah-Nya. Sholawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah kepada baginda alam Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa risalahnya kepada ummat-Nya.

Berkat rahmat dan karunia-Nya yang selalu terpancar bagi ummat-Nya, maka
segala macam halangan dan hambatan yang senantiasa merintangi dapat teratasi,
sehingga dengan terbukanya pintu kelancaran, kita dapat menyelesaikan Tugas
Terstruktur yang berbentuk Makalah pada Mata Kuliah Fiqh Muamalah/Jinayah
berjudul“SHADAQAH, HADIAH, DAN PERMASALAHANNYA”.

Pada kesempatan yang baik ini, tak lupa saya ingin mengucapkan terima
kasih kepada Dr. H. Aab Abdullah, S.IP, M.Ag. sebagai Dosen Pengampu yang
telah memberikan tugas dan pengalaman berharga, dan bantuan pemikiran rekan
mahasiswa sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Kendati penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
makalah ini, kami tetap menyadari bahwa sebagai manusia tentunya tidak terlepas
dari kesalahan dan kekurangan termasuk dalam penyusunan makalah ini, baik dari
segi pembahasan yang menyebabkan makalah yang kami susun ini jauh dari
kriteria sempurna.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya


kepada kami agar dapat menyusun makalah ini dengan baik.

Sukabumi, 23 Oktober 2019


Kelompok : 5

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR..........................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................3
C. Tujuan..............................................................................................3

BAB II KAJIAN TEORI.....................................................................4

A. Tinjauan Peran Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


(PAI)................................................................................................4
B. Tinjauan Fungsi Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI)......................................................................................5

BAB III PEMBAHASAN....................................................................7

A. Peran Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


(PAI)................................................................................................7
B. Fungsi Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI)..............................................................................................10

BAB IV KESIMPULAN....................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah SWT dan sebagai rahmat
bagi seluruh alam semesta melalui nabi Muhammad SAW. Semasa hidup, beliau
selalu berbuat baik dengan amalan sholeh seperti zakat, pemberian hadiah, hibah,
shodaqoh, dan lain sebagainya. Karena islam menganjurkan untuk bershodaqoh
dengan tujuan menolong saudara muslim yang sedang kesusahan dan untuk
mendapat ridho Allah SWT.
Shodaqah bisa berupa uang, makanan, pakaian dan benda-benda lain yang
bermanfaat. Dalam pengertian luas, shodaqah bisa berbentuk sumbangan
pemikiran, pengorbanan tenaga dan jasa lainnya bahkan senyuman sekalipun.
Beberapa hal diatas adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan
yang diperintahkan agama islam seperti pemberian hadiah, hibah dan shodaqah.
Maka pada makalah ini penulis akan menguraikan hal tersebut seberapa penting
dalam dunia pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah
Berisi 8 rumusan masalah, yaitu:
1. Apa Pengertian Shodaqah dan Hadiah ?

4
2. Apa Dasar Hukum Shodaqah dan Hadiah ?
3. Apa saja Rukun Syarat Shodaqah dan Hadiah ?
4. Apa saja Bentuk-Bentuk Shadaqah ?
5. Bagaimana Hikmah Shodaqah dan Hadiah ?
6. Bagaimana Hukum Mencabut Pemberian (Shodaqah dan Hadiah) ?
7. Apa Perbedaan Persamaan Shodaqah dan Hadiah ?
8. Apa saja Permasalahan-Permasalahan dalam Shodaqah dan Hadiah ?

C. Tujuan
1. Untuk memahami Pengertian Shodaqah dan Hadiah.
2. Untuk memahami Dasar Hukum Shodaqah dan Hadiah.
3. Untuk memahami Rukun Syarat Shodaqah dan Hadiah.
4. Untuk memahami Bentuk-Bentuk Shadaqah.
5. Untuk memahami Hikmah Shodaqah dan Hadiah.
6. Untuk memahami Hukum Mencabut Pemberian (Shodaqah dan Hadiah).
7. Untuk memahami Perbedaan Persamaan Shodaqah dan Hadiah.
8. Untuk memahami Permasalahan-Permasalahan dalam Shodaqah dan
Hadiah.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. SHADAQAH
1. Pengertian Shadaqah
Secara etimologi kata sedekah berasal dari bahasa Arab ash-shodaqah
yang berarti tindakan yang benar. Pada awal pertumbuhan Islam, shadaqah
diartikan sebagai pemberian yang disunahkan. Tetapi, setelah kewajiban zakat
disyariatkan yang dalam Al-Qur’an sering disebutkan dengan kata shadaqah maka
shadaqah mempunyai dua arti. Pertama, shodaqah sunnah atau tathawwu’
(sedekah) dan wajib (zakat).1

Shadaqah sunnah atau tathawwu’ adalah sedekah yang diberikan secara


sukarela (tidak diwajibkan) kepada orang (misalnya orang yang miskin/pengemis)
atau badan/lembaga (misalnya lembaga sosial). Sedangkan shodaqah wajib adalah
zakat, kewajiban zakat dan penggunaanya telah dinyatakan dengan jelas dalam
Al-Qur’an dalam surat At-Taubat ayat 60 yang artinya: “Zakat merupakan ibadah
yang bersifat kemasyarakatan, sebab manfaatnya selain kembali kepada dirinya
sendiri (orang yang menunaikan zakat), juga besar sekali manfaatnya bagi
pembangunan bangsa negara dan agama”.
1
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), hal. 88

6
Sedangkan secara syara’ (terminologi), shadaqah diartikan sebagai sebuah
pemberian seseorang secara ikhlas kepada orang yang berhak menerimanya yang
diiringi oleh pemberian pahala dari Allah. Contohnya memberikan sejumlah uang,
beras atau benda-benda lain yang bermanfaat kepada orang lain yang
membutuhkan. Berdasarkan pengertian ini, maka yang namanya infaq (pemberian
atau sumbangan) termasuk dalam kategori shodaqah.2

Defenisi ṣhadaqah dalam agama islam ialah suatu pemberian yang


diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela
tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu, suatu pemberian yang diberikan
oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap riḍha Allah dan pahala semata.
Istilah shadaqah juga dapat searti dengan kata zakat, yang berarti suatu harta wajib
dikeluarkan oleh seorang Muslim pada waktu tertentu dan dalam jumlah tertentu
yang telah ditetapkan oleh syariat (hukum Islam). Karena itu para fuqaha’ sering
menyebut istilah zakat fitrah dengan shodaqah al-fitr.

Shadaqah merupakan salah satu amal sholeh yang tidak akan terputus
pahalanya, seperti sabda Rasulullah SAW yang artinya : "Apabila seseorang telah
meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara, shodaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang selalu mendo'akan kedua orang
tuanya". (HR. Muslim)
Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang
terdekat dahulu, yakni sanak keluarga, anak-anak yatim, tetangga terdekat, teman
sejawat, dan seterusnya.
2. Dasar Hukum Shadaqah
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa shadaqah merupakan salah
satu perbuatan yang disyariatkan dan hukumnya adalah sunat. Kesepakatan
mereka itu didasarkan kepada ayat Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang mendasari pensyariatan shodaqah ialah
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 280 yang artinya:”Dan jika (orang yang
berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan.

2
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), hal. 89

7
Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.”
Sedangkan sabda Rasulullah yang mendasari pensyariatan shadaqah
adalah: “Bersedekahlah walaupun dengan sebutir kurma, karena hal itu dapat
menutup dari kelaparan dan dapat memadamkan kesalahan sebagaimana air
memadamkan api.” (HR Ibn Al-Mubarak).
Berdasarkan ayat dan hadits di atas, di samping ayat-ayat dan hadits
lainnya, para ulama fiqh menetapkan bahwa shodaqah itu hukumnya sunat.3

3. Rukun dan Syarat Shadaqah


Rukun shadaqah dan syaratnya masing-masing adalah sebagai berikut:
1) Orang yang memberi syaratnya, orang yang memiliki benda itu dan berhak
untuk mentasharrufkan (memperedarkanya).
2) Orang yang diberi syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak sah
memberi anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada
binatang, karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu.
3) Ijab dan qabul. Ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi, dan
qabul ialah pernyataan penerima dari orang yang menerima pemberian.
4) Barang yang diberikan syaratnya barang yang dapat dijual.
4. Bentuk-Bentuk Shadaqah
Shadaqah dalam konsep Islam mempunyai arti yang luas, tidak hanya
tebatas pada pemberian sesuatu yang sifatnya materil kepada orang-orang yang
berhak menerimanya, melainkan lebih dari itu, sedekah mencakup semua
perbuatan kebaika, baik bersifat fisik, maupun non fisik. 4Bentuk-bentuk sedekah
dalam ajaran Islam dapat diamati dari beberapa sabda Rasulullah SAW:
a. Tasbih, Tahlil, dan Tauhid
Rasulullah SAW menggambarkan pada awal penjelasannya tentang
shadaqah bahwa setiap tasbih, tahlil dan tahmid adalah shadaqah. Oleh karenanya
mereka ‘diminta’ untuk memperbanyak tasbih, tahlil dan tahmid, atau bahkan

3
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), hal. 89
4
Ibid, hal. 89

8
dzikir-dzikir lainnya. Karena semua dzikir tersebut akan bernilai ibadah di sisi
Allah swt.
b. Bekerja dan Memberi Nafkah Pada Sanak Keluarga
Hal ini sebagaimana diungkapkan dalah hadist: Dari Al Miqdari bin
Ma’dikarib Al Zubaidi ra. Dari Rasulullah SAW berkata: “Tidaklah ada satu
pekerjaan yang paling mulia dilakukan oleh seseorang daripada pekerjaan yang
dilakukan dari tangannya sendiri. Dan tidaklah seseorang menafkahkan hartanya
terhadap dirinya sendiri, keluarga, anak dan pembantunya melainkan akan
menjadi shadaqoh.” (H.R. Ibnu Majah).
c. Menjenguk Orang Sakit
Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW berkata: Dari Abu Ubaidah bin
Jarrah ra berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang
menginfakkan kelebihan hartanya di jalan Allah swt., maka Allah akan
melipatgandakannya dengan tujuh ratus (kali lipat). Dan barangsiapa yang
berinfak untuk dirinya dan keluarganya, atau menjenguk orang sakit, atau
menyingkirkan duri, maka mendapatkan kebaikan dan kebaikan dengan sepuluh
kali lipatnya. Puasa itu tameng selama ia tidak merusaknya. Dan barangsiapa yang
Allah uji dengan satu ujian pada fisiknya, maka itu akan menjadi penggugur
(dosa-dosanya).” (HR. Ahmad).
d. Berwajah Manis atau Memberikan Senyuman
Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW berkata: Dari Abu Dzar r.a. berkata,
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian menganggap remeh satu
kebaikan pun. Jika ia tidak mendapatkannya, maka hendaklah ia ketika menemui
saudaranya, ia menemuinya dengan wajah ramah, dan jika engkau membeli
daging, atau memasak dengan periuk/kuali, maka perbanyaklah kuahnya dan
berikanlah pada tetanggamu dari padanya.”(HR. Tirmidzi)
Berdasarkan hadist-hadist Rasulullah SAW di atas para pakar fiqh
membagi sedekah menjadi:5
1) Memberikan sesuatu dalam bentuk materi kepada orang lain.
2) Berbuat baik dan menahan diri dari kejahatan.

5
Ibid, hal. 90

9
3) Berlaku adil dalam mendamaikan orang yang bersengketa.
4) Membantu seseorang yang akan menaiki kendaraan yang akan
ditumpanginya.
5) Membantu orang mengangkat atau memuat barang-barangnya ke dalam
kendaraannya.
6) Menyingnkirkan rintanngan-rintangan dari tengah jalan, seperti duri, batu,
kayu, dan lain-lain yang dapat mengganggu kelancaran orang yang berlalu
lintas.
7) Melangkahkan kaki ke jalan Allah.
8) Membacakan atau mengucap dzikir kepada Allah seperti tasbih, takbir,
tahmid, tahlil, dan istighfar.
9) Menyuruh kepada orang lain untuk berbuat baik dan mencegahbya dari
kemungkaran.
10) Membimbing oranng yang buta, tuli, bisu serta menunjuki orangn yang
meminta petunjuk tentang sesuatu seperti tentang alamat rumah dan lain-
lain.
11) Memberikan senyuman kepada orang lain.
5. Hikmah Shadaqah
Hikmah Shadaqah antara lain yaitu:
a. Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
b. Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
c. Akan dicintai Allah SWT

B. HADIAH
1. Pengertian Hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang tanpa adanya
penggantian dengan maksud untuk memuliakan atau memberikan penghargaan.6
Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah.
Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati
antar sesama.

6
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 211

10
Hadiah adalah memberikan sesuatu tanpa ada imbalannya dan dibawa ke
tempat orang yang akan di beri, karena hendak memuliakannya. Hadiah
merupakan suatu penghargaan dari pemberi kepada si penerima atas prestasi atau
yang dikehendakinya. Rasulullah SAW bersabda yang Artinya:”Hendaklah kalian
saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling menyayangi”. ( HR. Abu
Ya'la ).

2. Dasar Hukum Hadiah


Hukum hadiah adalah boleh (mubah). Nabi sendiripun juga sering
menerima dan memberi hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana sabdanya
yang Artinya: "Rasulullah SAW menerima hadiah dan beliau selalu
membalasnya". (HR. AI Bazzar).
Hadiah itu tidak boleh ditolak. 7 Dan menurut hadits yang diriwayatkan
Imam Bukhori dan Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW
bersabda, yang artinya: “Kalau aku diundang untuk menyantap kaki kambing
depan dan belakang, niscaya aku penuhi dan kalau dihadiahkan kepadaku kaki
kamping depan dan kaki kambing belakang, niscaya aku menerimanya”.8
3. Rukun dan Syarat Hadiah
a) Pemberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk
mentasharrufkan (memperedarkannya). Orang yang memberi hadiah sehat
akalnya dan tidak dibawah perwalian orang lain.
b) Penerima, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak sah
memberi kepada anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi
kepada binatang, karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu.
Penerima hadiah bukanlah orang yang memintanya, artinya hadiah yang
diberikan kepada yang memintanya tidak termasuk hadiah.

7
Idris Ahmad, Fiqh Al-Syafi’iyah, (Jakarta: Karya Indah, 1986), hal. 162
8
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 212

11
c) Ijab qabul, ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi
sedangkan qabul ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima
pemberian.
d) Barang atau benda yang diberikan, syarat barang yang di hadiahkan
harus bermanfaat bagi penerimanya.
4. Hikmah Hadiah
Saling membantu dengan cara memberi, baik berbentuk hibah, shodaqah,
maupun hadiah dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hikmah hadiah adalah
sebagai berikut:9
a) Memberi hadiah dapat menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit yang
terdapat dalam hati dan dapat merusak nilai-nilai keimanan. Memberi hadiah
dilakukan sebagai penawar racun hati, yaitu dengki. Sebuah hadits yang
diriwayatkan Imam Bukhari dan Tirmidzi dari Abi Hurairah r.a. Nabi saw.
bersabda:
‫ص ْد ِر‬ ُ ‫نَ َها ُد ْوافَاِنَّ ا ْل َه ِديَّةَ ت ُْذ ِه‬
َّ ‫ب َو َح َرا‬
Artinya:
“Beri-memberilah kamu, karena pemberian itu dapat menghilangkan sakit
hati (dengki)”.
b) Pemberian atau hibah dapat mendatangkan rasa saling mengasihi, mencintai
dan menyayangi. Abu Ya’la telah meriwayatkan sebuah hadits dari Abi
Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya: ”Saling memberi
hadiahlah kamu, niscaya kamu akan saling mencintai.”
c) Hadiah atau pemberian dapat menghilangkan rasa dendam. Dalam sebuah
hadits dari Anas r.a Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Saling memberi
hadiahlah kamu, karena sesungguhnya hadiah itu dapat mencabut rasa
dendam.”
C. Hukum Mencabut Pemberian (Shodaqah dan Hadiah)
Pada dasarnya pemberian haram untuk diminta kembali, baik hadiah,
shodaqah, hibbah, maupun washiyyat. Oleh karena itu para ulama menganggap
permintaan barang sudah dihadiahkan dianggap sebagai perbuatan yang buruk

9
Ibid, hal. 218

12
sekali.10 Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Mutafaq Alaih dari Ibnu
Abbas r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Orang yang meminta
kembali benda-benda yang telah diberikan sama dengan anjing yang muntah
memakan kembali muntahnya itu”.11
Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a dari Nabi SAW bersabda yang
artinya:”Haram bagi seseorang Muslim memberi sesuatu kepada orang lain
kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya”.12
Berdasarkan hadits-hadits di atas, di samping hadits lainnya, para ulama
fiqh menetapkan bahwa hukum mencabut pemberian (shodaqah dan hadiah) itu
haram.
D. Perbedaan dan Persamaan Shadaqah dan Hadiah
 Persamaan
1. Sedekah dan hadiah sama-sama merupakan wujud kedermawanan
yang dimiliki seseorang.
2. Sedekah dan hadiah merupakan pemberian secara cuma-cuma tanpa
mengharap pemberian kembali.
 Perbedaan
1. Sedekah
 Merupakan pemberian sesuatu yang didasarkan atas kepedulian terhadap
fakir miskin.
 Perbuatan ini dilakukan semata-mata untuk mencari Ridha Allah SWT.
 Sebagai salah satu perwujudanrasa syukur kepada Allah SWT.
 Pemberian ini ditujukan kepada fakir miskin dan anak yatim.
 Pemberian biasanya dalam bentuk uang untuk melaksanakan sedekah tidak
perlu tata cara tertentu.
 Sedekah hukumnya sunnah muakkad.
2. Hadiah

10
Thahir Abdul Muhsin Sulaiman, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, (Bandung : PT.
Al-Ma’arif, 1985), hal. 218
11
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 213
12
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 213

13
 Merupakan pemberian yang diberikan atas keadaan atau peristiwa tertentu
 Pemberian ini lebih bersifat keduniawian
 Pemberian ini ditujukan kepada orang-orang tertentu
 Pemberian ini biasanya dalam bentuk barang, baik barang bergerak seperti
alat-alat sekolah, televisi, dan lain-lain, maupun barang bergerak
 Untuk melaksanakan hadiah, bisa melalui tata cara atau prosedur tertentu
dan bisa pula tidak.
 Hadiah hukumnya mubah (boleh)13
E. Permasalahan Shadaqah dan Hadiah
1. Permasalahan Shadaqah
a. Shadaqah Rahasia (Sir) dan Diberikan pada Bulan Ramadhan
Sedekah yang diberikan secara sembunyi-sembunyi lebih utama dari pada
sedekah yang diberikan secara terang-terangan. Akan tetapi, zakat lebih utama
bila diberikan terang-terangan.14 Allah SWT berfirman yang artinya:
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan
jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir,
maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan
dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”(QS. Al-Baqarah:271)15
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dinyatakan
bahwa di antara orang yang mendapat naungan Allah SWT. di bawah naungan
Arsy Allah SWT. adalah seorang laki-laki yang memberikan sedekah, kemudian
menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
diberikan oleh tangan kanannya.16
b. Shadaqah Seluruh Harta
Sedekah dibolehkan menyedekahkan seluruh hartanya jika ia yakin mampu
hidup sabar, tawakal atas apa yang dideritanya. Jika tidak sanggup berlaku
demikian, perbuatan ini dimakruhkan. Diriwayatkan oleh Umar r.a:
13

14
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah. CV Pustaka Setia: Bandung,2001. Hlm.250
15
Ibid, hlm. 251
16

14
“Umar bin Khaththab r.a. menuturkan, "Rasulullah saw. menyuruh kami
bersedekah. Kebetulan saat itu aku memiliki cukup banyak harta sehingga aku
sempat berkata dalam hati, hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar r.a, jika
memang berhasil mengalahkannya.’ Aku menemui Rasulullah saw. dengan
menyerahkan se-tengah hartaku. Rasulullah saw. bertanya, 'Berapa yang engkau
sisakan untuk keluargamu?' Aku menjawab, 'Sebanyak yang kuserahkan ini.’
Kemudian datanglah Abu Bakar r.a. dengan membawa seluruh hartanya.
Rasulullah saw. bertanya, 'Hai Abu Bakar, berapa yang engkau sisakan untuk
keluargamu.' Abu Bakar menjawab, 'Aku menyisakan Allah dan Rasul-Nya untuk
mereka.' Aku berkata dalam hati lagi, 'Demi Allah, aku tidak akan pernah dapat
mengalahkannya'." (HR. Tirmidzi dan ia sahihkan)17
c. Sedekah dengan Sesuatu yang Tidak Memberatkan
Disunahkan memberikan sedekah dengan sesuatu yang tidak memberatkan
diri sendiri, walaupun kelihatannya sedikit dan sederhana sebab dalam pandangan
Allah, hal itu banyak dan akan mendapat berkah-Nya. Firman Allah SWT:
ُ‫فَ َمنْ َي ْع َم ْل ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة َخ ْي ًرا َي َره‬
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al-Zalzalah:7)18
d. Shadaqah Orang yang Memiliki Utang
Disunahkan bagi orang yang memiliki utang untuk tidak memberikan
sedekah. Lebih baik baginya membayar utang. Menurut ulama Syafi’iyah, haram
hukumnya memberikan sedekah bagi orang yang memiliki utang atau tidak
mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari, didasarkan pada hadis:
“cukup bagi seseorang dikatakan dosa apabila menghilangkan makanan
pokoknya” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’I dari Abu Hurairah)
Mereka berpendapat bahwa membayar utang adalah wajib, maka tidak
boleh meninggalkan yang wajib untuk melaksanakan yang sunah.19
e. Shadaqah dengan Uang Haram

17
Ibid, hlm.253
18
Ibid, hlm.254
19
Ibid, hlm. 256

15
Menurut ulama Hanifiyah, sedekah dengan harta haram qhat’i, seperti
daging bangkai atau hasilnya dipakai membangun masjid dengan harapan akan
mendapat pahala atau menjadi halal adalah kufur sebab meminta halal dari suatu
kemaksiatan adalah kufur. Akan tetapi, tidak dipandang kufur, jika seseorang
mencuri Rp.100,00 kemudian mencampurkan dengan hartanya untuk
disedekahkan. Namun demikian, tetap tidak dapat dimanfaatkan sebelum uang
curian tersebut diganti.
f. Perkara yang Makruh dan Sunat dalam Shadaqah
Dalam memberikan sedekah, tidak boleh disertai dengan sikap yang dapat
menyakiti hati penerimanya sebab hal itu akan menghilangkan pahala. Allah
SWT. Berfirman dalam Al-Qur’an:
‫ص َدقَاتِ ُك ْم بِا ْل َمنِّ َواأْل َ َذ ٰى‬
َ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُ ْب ِطلُوا‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)”
(QS. Al-Baqarah: 264)
Ketika memberikan sedekah disunahkan dengan wajah yang ramah dan
menyenangkan. Dimakruhkan memberikan sedekah dengan harta yang tidak
berguna (membinasakan). Sebaliknya, disunahkan memberikan sedekah dengan
harta yang paling disukai dan dicintai.20
2. Permasalahan Hadiah
a. Undian
Undian berhadiah dikenal pula dengan lotre. Maksud lotre menurut
Ibrahim Husen adalah salah satu cara untuk menghimpun dana yang dipergunakan
untuk proyek kemanusiaan dan kegiatan sosial.21
Adapun perbedaan yang mendasar antara pengertian lotre secara umum
dengan undian yang berkembang saat ini adalah bahwa lotre di dalamnya terdapat
unsur judi yang diharamkan, yaitu menang kalah atau untung rugi, sedangkan di
dalam undian berhadiah yang berkembang sekarang, tidak terdapat unsur rugi
yang diharamkan sebagaimana dalam judi, dalam undian berhadiah tidak ada

20
Ibid, hlm. 257
21
Ibrahim Hosen, Ma Huwa Al-Maisir, Jakarta: IIQ, 1987, hlm. 44

16
pihak yang dirugikan sehingga tidak ada istilah pihak yang satu memakan harta
pihak yang lain secara tidak sah.22
Kebanyakan para ulama mengharamkan lotere sekalipun hasil lotere
tersebut digunakan untuk derma (membangun sekolah, pesantren, madrasah
diniyah dan sebagainya). Pasalnya menurut kebanykan ulama, derma yang
diberikan ini tidak atas dasar keikhlasan, sedangkan dalam konteks islam, ikhlas
merupakan salah satu masalah yang dianggap pokok.23
b. Pemberian Hadiah Kepada Orang Non Muslim dan Sebaliknya
Syekh Kamil berpendapat bahwa orang muslim boleh memberi hadiah
kepada siapa pun yang berbeda akidah. Hukum yang sama juga diperuntukkan
untuk penerimaan hadiah dari mereka yang kafir. Pendapat ini merujuk ke
sejumlah praktik memberi dan menerima hadiah yang pernah dicontohkan
Rasulullah.
Syekh Kamil juga mengingatkan orang muslim agar tidak meminta
kembali pemberian apa pun yang telah diberikan. Tindakan semacam ini tidak
diperbolehkan dan hukumnya haram.24
Dalam riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan Bazzar, Rasulullah pernah menerima
pemberian seorang Chosroes Persia dan Kaisar Romawi. Para penguasa non-
Muslim sejumlah wilayah kala itu, konon sering pula menghadiahkan sesuatu
kepada Rasulullah.
c. Hadiah dalam jual beli
Hadiah yang kami maksudkan di sini dalam literatur Arab disebut al-
hadiah at-tarwijiyah. Secara bahasan at-tarwijiyah (‫ )الترويجية‬berasal dari
kata raja (‫ )راج‬yang bermakna laku atau laris. Sedangkan secara istilah bermakna
segala upaya pedagang untuk menambah jumlah pelanggan.25
Sedangkan makna al-hadiah at-tarwijiyah yang tepat adalah pemberian
yang diberikan kepada para pembeli setelah terjadinya transaksi kepada
22
Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqih Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persansa, 1994,
hlm 78
23
Ahmad Hasan, Soal Jawab tentang Berbagai Masalah Agama. CV Diponegoro: Bandung, 1988,
hlm.367.
24
https://republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/09/09/ma187d-bolehkah-berbagi-hadiah-
dengan-nonmuslim-2habis Diambil pada pukul 10.45
25
Said Wajih Said Manshur, Ahkamul Hadiah fi al-Fiqh al-Islami. Hal. 145

17
pedagang/lembaga sebagai bentuk dorongan agar pembeli berlangganan produk
mereka.26
Menghukumi hadiah ini dengan meneliti satu-persatu bentuk-bentuk dan
metode pedagang dalam memberikan hadiah tersebut. Sehingga, boleh-tidaknya
sesuai dari bentuk dan metode yang digunakan pedagang. Dan ini pendapat yang
kuat, ini dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin dan Lajnah Daimah Li Ifta`.27

26
Ibid. hlm. 145
27
Ibid. hlm. 146

18
BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena
mengharapkan pahala di akhirat.
infaq ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain untuk
memilikinya dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa hidup
yang memberi. Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan
maksud untuk mmnuliakan atau memberikan penghargaan. Adapun mengenai
syarat, dan rukun ialah sama seperti yang telah dibahas di atas.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya. Apabila ada kesalahan dari segi isi maupun dalam
penulisan, itu merupakan kelemahan serta kekurangan kami sebagai insan biasa.

19
DAFTAR PUSTAKA
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. (Jakarta : Gaya Media Pratama)
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. (Bandung : CV Pustaka Setia)
Suhendi, Hendi.2007. Fiqh Muamalah. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada)
Ahmad, Idris. 1986. Fiqh Al-Syafi’iyah. (Jakarta : Karya Indah)
Sulaiman, Thahir Abdul Muhsin. 1985.
Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, (Bandung : PT. Al-Ma’arif)
Hosen, Ibrahim. 1987. Ma Huwa Al-Maisir. (Jakarta : IIQ)
Bakry, Nazar. 1994. Problematika Pelaksanaan Fiqih Islam. (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persansa)
Hasan, Ahmad. 1988. Soal Jawab tentang Berbagai Masalah Agama.
(Bandung : CV Diponegoro)

20

Anda mungkin juga menyukai